Alma tertegun, dia tak menyangka Haris akan menyatakan perasaan seperti ini. "Pak Haris, saya .... " Belum juga Alma membalas, Haris sudah lebih dulu bicara. "Aku tidak butuh jawabanmu, aku hanya ingin mengungkapkan isi hatiku," kata Haris. "Rasanya lega," imbuhnya kemudian sambil memulas senyuman. Alma terpaku, dia tak bisa berkata-kata dan bingung harus berbuat apa. Mereka tiba di kantor dan langsung menuju tempat masing-masing. Alma hanya bisa memandang punggung Haris yang menghilang setelah masuk ke ruang kerja. Alma bingung, merasa apa yang barus terjadi hanya mimpi. Dia duduk di belakang mejanya kemudian meraih sepucuk amplop yang tadi pagi dia letakkan di dalam laci. "Bagaimana ini? Haruskah aku memberikannya ke Pak Haris?" gumam Alma. *** Sementara di ruangan lain, Risha tak langsung pergi setelah Adhitama dan Andre selesai makan. Dia duduk di sofa, menahan Adhitama kembali bekerja dan bersandar manja ke dada pria itu. "Kenapa? Apa ada yang kamu pikirka
Setelah selesai bermanja-manjaan dengan Adhitama, Risha lantas pamit pergi. Namun, baru beberapa langkah, Risha buru-buru mengurungkan niat. Dia menghubungi Haris lebih dulu dan menanyakan apa pria itu sibuk. Haris menjawab belum ada pekerjaan yang mendesak, hingga Risha mengajaknya untuk bertemu. Namun, bukannya meminta Risha datang ke ruangannya, Haris meminta adik angkatnya itu menunggu di kafe dekat kantor. Risha awalnya merasa aneh, tapi setelah Haris datang dan langsung memesan makanan, dia tahu kalau pria itu belum makan siang. "Kita bisa pergi ke restoran atau tempat makan, kenapa memilih di sini? Makanan kafe tidak begitu enak," kata Risha. "Tidak apa-apa yang pasti bisa mengganjal perut dan aku tidak sampai terkena sakit maag," jawab Haris dengan nada candaan. Risha yang mendengar tertawa kemudian membalas," Makanya cepat cari pasangan supaya ada yang memperhatikan Kak Haris untuk hal-hal kecil semacam ini." Haris hanya tersenyum tipis, dia kembali menyantap m
Hari berganti tapi Adhitama terus memikirkan permintaan Risha. Bahkan sebelum berangkat tadi wanita itu mengingatkannya untuk bicara ke Andre lagi.Hingga Adhitama memutuskan memanggil Andre dan Haris untuk datang menemuinya di rooftop gedung Mahesa setibanya dia di sana.Andre dan Haris yang datang bersamaan terkejut saat tahu mereka sama-sama diundang Adhitama.Mereka bingung sampai menatap pada Adhitama yang sudah menunggu.“Apa yang sebenarnya mau kamu lakukan?” tanya Haris.“Iya, Pak. Sebenarnya ada apa ini? Pak Tama tidak akan melakukan sesuatu pada saya, kan?” tanya Andre panik.Tatapan Adhitama beralih ke Andre, lalu berkata, “Memangnya kamu pikir aku akan berbuat apa? Kamu bicara seolah kamu orang penting saja.”Andre langsung melipat bibir mendengar ucapan Adhitama,“Ada apa sebenarnya? Kenapa harus bicara di rooftop?” tanya Haris lagi.Adhitama menatap Haris dan Andre bergantian, lalu menjawab, “Risha ngidam.”Haris dan Andre terkejut sampai melongo.“Lalu, apa hubungannya
Alma ragu, tapi akhirnya tetap memberanikan diri untuk menjawab.“Itu surat pengunduran diri saya, Pak.”Alma menjelaskan dengan suara yang berat.Haris terkejut sampai menegakkan tubuh.“Kenapa mendadak sekali? Apa karena ungkapan perasaanku padamu kemarin?” tanya Haris menyelidik.Alma menggeleng, lalu menjawab, “Bukan karena itu, Pak.”“Lalu soal apa? Kenapa kamu tiba-tiba ingin mengundurkan diri?” tanya Haris.Alma menarik napas dalam-dalam lalu mengembuskan pelan. Dia sudah menebak jika Haris tidak akan setuju begitu saja dengan keputusannya ini, sehingga Alma harus menyiapkan alasan yang tepat.“Ada masalah pribadi yang tidak bisa saya jelaskan pada Anda,” jawab Alma berusaha tenang.“Aku tidak bisa menerima surat pengunduran dirimu,” tolak Haris sambil menyandarkan punggung di kursi.“Lagi pula, bukankah sudah jelas aturannya? Jika ingin mengundurkan diri, kamu harus mengajukan sebulan sebelumnya dan kamu harus membantu memberikan arahan pada sekretaris baru yang ditunjuk,” uja
Perasaan manusia memang sangat rumit, begitu pula dengan Alma. Dia tidak pernah sekalipun membayangkan akan menenggelamkan diri ke situasi yang membuatnya berada dalam masalah. Haris. Pria itu sudah mencuri hatinya sejak pertama kali bekerja di Mahesa. Bagi Alma tak hanya rupawan, tapi sikap Haris yang baik dan perhatian membuat rasa kagum di hatinya berubah menjadi perasaan cinta. Alma tahu Haris tak mudah dirayu, dia juga tidak memiliki niat sama sekali merayu atasannya itu. Dia hanya upik abu, jadi bagaimana mungkin berharap memiliki kekasih seorang pangeran tampan. Alma menyimpan perasaannya dengan cara bekerja sebaik-baiknya untuk Haris. Hingga malam itu datang. Mata Alma buta karena perasaannya. Dia membiarkan saja Haris yang tak sadarkan diri menyentuh bahkan mencium bibirnya penuh gairah. Hingga suasana berubah semakin intim dan Alma dengan sadar menyerahkan kesuciannya. Alma menangis, tapi menyesali semua itu tak ada gunanya. Saat sadar sudah membuat kesalahan
Risha tampak berjalan mondar mandir di teras rumah, Lily yang melihatnya bingung. Bahkan pembantunya juga ikut merasakan hal yang sama. Risha seperti orang gelisah, sesekali menggigiti kuku jari telunjuk sampai Lily memberi peringatan. "Bunda itu nanti kumannya masuk mulut!" Risha terkesiap lalu meminta maaf, dia tersenyum canggung dan berkata lupa kalau menggigiti kuku jari itu tidak boleh. "Bunda ngapain sih? Ayo ke kamar Lily aja, nanti juga Papa pulang," ucap Lily. Ternyata Risha menunggu Adhitama pulang. "Iya Nyonya, ini juga udah mau Magrib lho, tidak baik di luar rumah," kata pembantu. Risha diam mencerna ucapan pembantunya. Dia melihat Lily yang mendekat padanya lalu meraih tangannya mengajak masuk. Mereka akhirnya pergi ke kamar Lily, tapi sebelum itu Risha mengambil ponselnya dulu yang ada di nakas untuk menghubungi Adhitama. Dia berjalan lalu berhenti di koridor, baru saja menempelkan ponsel ke telinga, dia mendengar nada dering dari arah belakang. Risha
Hari berikutnya Kakek Roi mengajak bertemu Lily dan Risha di butik untuk mengukur pakaian yang akan dipakai saat acara pesta perusahaan. Lily datang bersama Risha dan Audrey. Kakek Roi lega melihat Risha, kedatangan wanita itu menunjukkan kalau rasa marahnya sudah hilang. “Apa kamu sudah tidak marah, Sha?” tanya Kakek Roi. Risha menoleh Kakek Roi, lalu membalas, “Kalau aku masih marah, aku tidak akan mau bertemu Kakek.” Kakek Roi tersenyum getir, lalu berkata, “Kakek minta maaf karena sudah membohongimu.” Risha merasa kasihan pada Kakek Roi, sehingga dia membalas, “Sudah, Kek. Jangan dibahas lagi. Aku mungkin belum bisa melupakan itu semua, tapi aku sudah memaafkan Kakek.” Kakek Roi akhirnya bisa tersenyum. Dia mengangguk lega. “Tapi ada syaratnya, Kakek harus membayar semua pesanan bajuku di butik ini,” seloroh Risha. Kakek Roi tertawa lalu membalas, “Tentu saja.” Sementara dua orang itu sedang berbincang, Audrey tampak berdiri di dekat Lily yang sedang melihat-li
Setelah pulang dari butik. Risha meminta Audrey menjaga Lily sementara dia pergi ke kantornya karena ingin melakukan live. Sudah lama dia tidak pernah melakukan live dan berinteraksi dengan customernya, Risha melakukan ini agar tidak dianggap menghilang setelah produknya sempat terkena masalah. Risha langsung masuk ke live yang sebelumnya dipandu oleh salah satu staffnya. Risha menyapa ramah, lalu mulai menjelaskan kondisi My Lily sekarang. “Saya mohon maaf sekali atas kasus overclaim yang terjadi. Tapi sekarang, kami selalu menguji langsung produk My Lily setelah diproduksi untuk memastikan komposisi di dalam produk tidak ada yang overclaim lagi dan tentunya produknya bagus juga aman untuk digunakan.” Setelah mengatakan itu, banyak yang memberikan komentar negatif, tapi ada juga yang memberi komentar positif dan mendukung, sehingga Risha merasa sangat lega. Sampai Risha terkejut saat membaca salah satu komentar. ‘Apa benar model bernama Sevia mati karena berurusan dengan Bu Own
Alma tak menyangka Haris akan menahannya di rumah pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan mengikuti apa keinginan Haris. Bahkan seperti apa yang pria itu katakan, sudah ada banyak baju untuknya di sana.Meskipun agak canggung kepada pembantu rumah, tapi Alma mencoba untuk bersikap baik.Seperti pagi itu, dia bangun pagi lantas pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.Awalnya pembantu rumah Haris kaget bahkan memohon Alma untuk tidak melakukan itu. Namun, Alma bersikeras, dia berkata tidak mau menumpang dan makan secara cuma-cuma di sana.“Sudah sewajarnya, karena Mba Alma calon istri Tuan Haris.”Ucapan pembantu membuat Alma menghentikan gerakan tangannya memotong wortel, dia menoleh karena kaget.Bagaimana bisa pembantu rumah tahu kalau dia calon istri Haris?“Apa Pak Haris bilang aku ini calon istrinya?” tanya Alma setengah tak percaya.“Iya, dia bahkan meminta kami menjaga Mba Alma seperti menjaga keluarga sendiri,” kata pembantu itu. “Syukurlah kare
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di