Setelah pulang dari butik. Risha meminta Audrey menjaga Lily sementara dia pergi ke kantornya karena ingin melakukan live. Sudah lama dia tidak pernah melakukan live dan berinteraksi dengan customernya, Risha melakukan ini agar tidak dianggap menghilang setelah produknya sempat terkena masalah. Risha langsung masuk ke live yang sebelumnya dipandu oleh salah satu staffnya. Risha menyapa ramah, lalu mulai menjelaskan kondisi My Lily sekarang. “Saya mohon maaf sekali atas kasus overclaim yang terjadi. Tapi sekarang, kami selalu menguji langsung produk My Lily setelah diproduksi untuk memastikan komposisi di dalam produk tidak ada yang overclaim lagi dan tentunya produknya bagus juga aman untuk digunakan.” Setelah mengatakan itu, banyak yang memberikan komentar negatif, tapi ada juga yang memberi komentar positif dan mendukung, sehingga Risha merasa sangat lega. Sampai Risha terkejut saat membaca salah satu komentar. ‘Apa benar model bernama Sevia mati karena berurusan dengan Bu Own
Haris duduk berhadapan dengan Alma di sofa ruang kerjanya. Dia harap-harap cemas karena Alma kemarin berkata dia akan meluruskan semua yang Haris tidak ketahui tentang malam itu. “Apa kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat,” kata Haris. Alma meremas jemari tangannya di atas paha, dia sampai tak sadar Haris sejak tadi terus mengamati. "Kalau kamu sakit lebih baik ke dokter dulu, apa mau aku antar?" Haris menawarkan bantuan. Alma menggeleng, dia menolak tawaran Haris kemudian memberanikan diri menatap pria itu. "Sebenarnya malam itu tidak terjadi apa-apa di antara kita," kata Alma. Haris terdiam, entah kenapa hatinya seketika kecewa. "Saya meminta maaf karena sudah lancang masuk ke kamar Anda, saya mendengar Anda menyebut nama Bu Risha dan berkata ingin merebut Bu Risha dari Pak Tama," kata Alma. "Benarkah aku berkata begitu?" tanya Haris yang tak percaya begitu saja ucapan Alma. Alma mengangguk, berharap Haris percaya dan tak lagi bertanya hal lain. Namun, dia
Risha yang sedang memeriksa laporan penjualan produknya kaget mendapat panggilan dari Haris. Dia semakin heran karena Haris tiba-tiba saja menanyakan soal ciri wanita hamil."Kenapa Kak Haris bertanya soal wanita hamil? Memangnya ada apa?"Risha diam menunggu jawaban Haris, dia sampai menjauhkan ponsel dari telinga untuk memeriksa apakah panggilan itu masih terhubung karena tak ada jawaban.“Kak!” Risha memanggil nama Haris.“Aku hanya penasaran saja,” jawab Haris.“Kenapa tidak Kakak cari saja di internet,” ucap Risha. Dia hanya asal bicara tapi Haris menanggapinya serius.Haris malah minta maaf karena sudah menganggu Risha lalu mematikan panggilan itu.Risha semakin heran, tak biasanya Haris bersikap seperti ini padanya.“Dia kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya soal wanita hamil,” gumam Risha. Dia meletakkan ponselnya dan kembali melanjutkan pekerjaan.Sementara itu Haris merasa sangat bodoh, dia kemudian membuka ponselnya dan mencari artikel seperti apa yang Risha katakan.Haris tak
Malam itu Pesta ulangtahun perusahaan Mahesa diselenggarakan. Risha dan Lily sudah siap untuk pergi ke pesta. Mereka ada di ruang keluarga menunggu Adhitama turun. “Lily sudah cantik ‘kan, Bunda?” tanya Lily sambil menggoyangkan gaunnya. “Iya dong, anak bunda pasti cantik,” puji Risha gemas karena Lily narsis. Lily tertawa, lalu menoleh saat melihat ada yang datang. “Kak Audrey.” Lily melebarkan senyum. Risha menoleh. Dia melongo melihat penampilan Audrey. Bukannya memakai gaun, Audrey malah memakai jas pria dengan rambut panjangnya yang diikat ekor kuda sangat rapi. Audrey sedikit membungkuk pada Risha. “Kenapa kamu jadi ganteng?” tanya Risha yang terkejut. Lily menatap Risha dan Audrey secara bergantian, lalu berkata, “Tuh ‘kan, Kak Audrey lebih keren kalau nyamar begini. Cocok pakai jas, kan Bunda?” Risha terkejut karena masih termangu melihat penampilan Audrey. Dia menoleh pada Lily lalu membalas, “Iya, cocok kalau begini.” “Siapa yang keren?” tanya Adhitama tiba-tiba
Saat acara dimulai, para karyawan dan sekretaris berada di meja masing-masing. Mereka duduk berkelompok di meja bundar yang sudah disediakan. Di salah satu meja. Haris memandangi Alma yang berkumpul dengan staff lainnya. Haris sedang berpikir, dia ingin menanyakan sesuatu pada Alma dan malam ini harus mendapatkan kepastian. Saat Haris masih memandang Alma, ternyata sekretarisnya itu juga menoleh padanya, hingga mereka pun saling tatap. Meski begitu Haris sama sekali tidak mengalihkan pandangan layaknya orang yang ketahuan sedang mengamati secara diam-diam. Di saat bersamaan, Andre juga tak sengaja menoleh pada Alma, hingga dia menyadari ke mana arah tatapan Alma. Dia patah hati, tapi karena Alma masih baik padanya, Andre pun bersikap biasa. Dia bersyukur karena hubungan pertemanan dengan Alma masih terjaga dengan baik. Setelah acara sambutan. Mereka pun melanjutkan dengan menikmati hidangan yang sudah tersedia. Para karyawan itu mulai mengobrol dari membahas masalah pekerjaan sa
Di dalam ruang pesta, Risha tampak menyembunyikan wajah ke pundak Adhitama. “Siapa yang memberi ide untuk mengadakan acara dansa seperti ini? seperti acara pernikahan saja,” gerutu Rissa merasa kurang nyaman. “Aku,” jawab Adhitama. Risha melongo. “Dulu aku tidak pernah terpikirkan ingin melakukan ini waktu kita menikah, jadi anggap saja sekarang ini gantinya,” ujar Adhitama menjelaskan. “Tentu tidak terpikirkan karena dulu Mas Tama tidak cinta padaku,” balas Risha sambil tersenyum masam. Dia bertahan beberapa tahun dengan cinta bertepuk sebelah tangan. “Dulu, perasaan sukaku padamu hanya sebatas pada adik, bukan cinta pada wanita. Karena itu aku agak berat menerimamu,” ujar Adhitama menjelaskan. Risha langsung memasang wajah masam lalu mengeluh. “Kenapa Mas Tama jujur sekali?” Adhitama menahan tawa, lalu membalas, “Itu dulu, kalau sekarang aku cinta sekali dan ingin seumur hidup bersamamu.” Risha tersenyum. Dia semakin memeluk erat pada Adhitama ketika masih berdans
Alma benar-benar panik karena Haris tidak main-main dengan ucapan akan membawanya ke rumah sakit. Dia ingin kabur tapi sadar kalau itu mustahil, sehingga sekarang Alma terjebak di sana bersama Haris menunggu dokter yang akan memeriksa. “Anda tidak harus melakukan ini. Saya sudah mengatakan jika tidak akan menuntut pertanggungjawaban Anda, kenapa Anda masih memaksa, Pak?” Alma berusaha meyakinkan agar Haris tidak merasa bersalah. Haris menoleh pada Alma, lalu memberikan tatapan datar. Alma akhirnya diam. Dia meremas tas yang dipegang dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Akhirnya Alma dipanggil masuk. Haris ikut masuk dan langsung bicara pada dokter. “Aku ingin mengetahui, apakah dia benar hamil atau hanya sakit asam lambung,” ujar Haris lalu menoleh pelan pada Alma dan menatap pada sekretarisnya yang terlihat pucat. Dokter menatap bingung dengan sikap Haris, tapi akhirnya mengangguk. Dokter meminta Alma berbaring di ranjang, sedangkan Haris menunggu di lua
Karena kejadian di pesta ulang tahun perusahaannya kemarin, siang itu Adhitama memanggil beberapa wartawan karena akan mengadakan konferensi pers. Adhitama sudah berada di ruangan khusus bersama staff perusahaan dan juga wartawan yang siap meliput. “Pak, sudah bisa dimulai,” kata Andre memberi instruksi. Adhitama mengangguk. Dia duduk dengan tegap lalu mulai mendekat pada mic yang sudah terpasang di meja. Para wartawan sudah menunggu, mereka bersiap mencatat dan merekam apa yang akan disampaikan oleh Adhitama. “Pertama-tama, saya ingin mengucapkan pada semua teman wartawan yang sudah hadir di sini. Seperti yang kalian ketahui, saya mengundang kalian semua ke sini untuk meluruskan kesalahpahaman publik yang sudah tidak bisa saya diamkan lagi,” ucap Adhitama memulai klarifikasi. “Seperti yang kalian ketahui. Akhir-akhir ini Mahesa khususnya saya dan istri saya dituduh sebagai salah satu penyebab kematian Sevia. Ini sangat mengganggu bagi kami, karena bagaimanapun saat kemat
Alma tak menyangka Haris akan menahannya di rumah pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa selain menerima dan mengikuti apa keinginan Haris. Bahkan seperti apa yang pria itu katakan, sudah ada banyak baju untuknya di sana.Meskipun agak canggung kepada pembantu rumah, tapi Alma mencoba untuk bersikap baik.Seperti pagi itu, dia bangun pagi lantas pergi ke dapur untuk membantu menyiapkan sarapan.Awalnya pembantu rumah Haris kaget bahkan memohon Alma untuk tidak melakukan itu. Namun, Alma bersikeras, dia berkata tidak mau menumpang dan makan secara cuma-cuma di sana.“Sudah sewajarnya, karena Mba Alma calon istri Tuan Haris.”Ucapan pembantu membuat Alma menghentikan gerakan tangannya memotong wortel, dia menoleh karena kaget.Bagaimana bisa pembantu rumah tahu kalau dia calon istri Haris?“Apa Pak Haris bilang aku ini calon istrinya?” tanya Alma setengah tak percaya.“Iya, dia bahkan meminta kami menjaga Mba Alma seperti menjaga keluarga sendiri,” kata pembantu itu. “Syukurlah kare
Keesokan harinya. Andre sudah bersiap pergi bersama Adhitama untuk mengurus masalah di anak cabang perusahaan Mahesa yang terdapat di Jogja.Mereka sarapan lebih dulu di restoran hotel, ada Risha dan Lily juga di sana.“Semalam Anda pergi ke mana, Pak?” tanya Andre. Dia tampak menekuk bibir saat melihat Adhitama hanya diam seolah tak mendengar pertanyaannya.“Kita jalan-jalan, Om Andre mau, tapi pas diketuk-ketuk pintunya, Om Andre tidak keluar,” jawab Lily.“Hampir saja aku pikir kamu mati di kamar,” ledek Adhitama, “tapi mendengar suara dengkuranmu yang seperti babi, aku yakin kamu hanya tidur,” imbuh Adhitama.Andre memasang wajah masam. Dia malu lalu melihat Risha yang tertawa.“Mana mungkin kamar di hotel bintang lima tidak kedap suara,” balas Andre.Adhitama dan Risha sama-sama menahan tawa.Andre memilih menyantap makanannya, saat itu dia melihat Mahira masuk restoran bersama kedua orang tuanya.Lily melihat Mahira, dia menatap benci karena sudah dibuat menangis oleh gadis itu
Ternyata, saat Andre tidur, Adhitama mengajak Risha dan Lily pergi keluar. Mereka pergi ke alun-alun kidul Jogja dan duduk-duduk di sana.Lily sangat senang. Anak itu sibuk bermain gelembung sabun sampai tertawa begitu bahagia. Dia berlari-lari sambil tertawa senang mengejar gelembung yang berterbangan tertiup angin.“Padahal sudah malam, tapi anak-anak masih betah main begituan,” kata Risha mengamati beberapa anak kecil yang juga bermain gelembung seperti Lily.“Namanya juga anak-anak,” balas Adhitama.Mereka duduk memakai tikar plastik yang tadi dibeli dari penjual seharga sepuluh ribu. Risha hanya tersenyum menanggapi balasan Adhitama dan terus memperhatikan Lily yang sedang bermain.Sudah lama tidak melihat Lily sesenang itu saat berlarian. Risha lega putrinya bisa kembali ceria. Risha masih memandang ke arah Lily, lalu melihat anak itu berbicara dengan anak kecil seusianya.Adhitama juga memperhatikan sang putri, sebelum memalingkan pandangan lalu menyandarkan kepala di pundak Ri
Sesampainya di Jogja, Adhitama meminta sopir yang menjemput untuk mengantar mereka ke hotel yang sudah Adhitama pesan. “Kenapa tidak ke rumah?” tanya Risha terkejut. Andre tampak biasa. Dia hanya melirik sekilas ke Adhitama yang duduk di belakang bersama Risha dan Lily. “Kemarin kamu bilang pembantumu sedang ke luar kota, jadi tidak ada yang membersihkan rumah. Aku takut rumahnya berdebu dan kalian bisa alergi,” ujar Adhitama menjelaskan. “Aku sudah bilang kalau Si mbok udah balik ke rumah,” kata Risha mengingatkan. “Aku sudah terlanjur booking kamar, sudah menginap saja di hotel, lagi pula hanya beberapa hari,” balas Adhitama tetap kukuh menginap di hotel. Risha menghela napas kasar. Akhirnya dia pasrah saja. Mereka sampai di hotel dan langsung pergi ke kamar yang dipesan. Saat Andre hendak masuk kamar, Adhitama mencegah asistennya itu. “Aku mau bicara sebentar,” kata Adhitama. “Apa, Pak?” tanya Andre. “Aku nitip Lily,” kata Adhitama lalu berlalu pergi. Andre terkejut kar
Pagi itu. Adhitama bersiap-siap untuk pergi ke perusahaan. Dia sedang mengikat dasi, lalu menoleh pada Risha yang sedang mengambilkan jas miliknya. “Oh ya sayang, aku akan pergi ke Jogja untuk mengurus pekerjaan,” kata Adhitama. Risha mengambil jas yang tergantung di lemari, lalu menoleh pada Adhitama sambil bertanya, “Kapan Mas Tama pergi? Aku mau ikut, sekalian melihat kantor di sana.” “Tapi bukan weekend, lusa aku berangkat,” jawab Adhitama. “Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti aku ikut sama Lily juga, sekali-kali Lily libur juga tidak apa-apa. Sepertinya dia juga butuh liburan,” ucap Risha. “Oke kalau begitu. Nanti akan aku minta Andre untuk memesankan tiket untuk kalian juga,” ujar Adhitama sambil mengembangkan senyum. “Iya, tapi jangan beritahu Lily dulu ya Mas, takutnya dia nanti heboh." Risha tahu bagaimana sifat Lily, bisa-bisa anak itu akan menanyakan setiap detik kapan mereka pergi. Adhitama tersenyum penuh arti kemudian mengangguk paham. Adhitama akhirnya berangkat ke
Setelah makan malam yang sedikit menegangkan itu, Haris dan Alma beranjak pulang. Risha dan Adhitama juga memilih mengantar keduanya sampai ke halaman. “Hati-hati di jalan,” ucap Risha bersamaan dengan Haris dan Alma yang berjalan menuju mobil.Alma mengangguk lalu masuk mobil, begitu juga dengan Haris.Haris melajukan mobil meninggalkan rumah Risha. Sepanjang perjalanan, Haris melihat Alma terus saja diam. Sikap Alma membuatnya berpikir, apakah gadis itu marah karena tindakan tegasnya ke staf HRD.“Apa kamu marah?” tanya Haris untuk memastikan.“Tidak,” jawab Alma dengan suara agak lirih.Haris diam sejenak, berpikir jika Alma sudah menjawab seperti itu artinya dia tidak perlu memperpanjang masalah.“Bagaimana tadi, apa kamu sudah dapat baju untuk pernikahan kita?” tanya Haris. Untuk memecah rasa canggung dia memilih membahas hal lainnya.“Belum karena tadi Kak Risha harus menjemput Lily yang sakit,” jawab Alma dengan suara datar.Haris merasa Alma bersikap sedikit aneh. Dia kembal
Tanpa memberitahu, Malam harinya Haris menjemput Alma di rumah Risha. Saat sampai di sana, dia pergi ke kamar Lily dan bocah itu langsung meminta gendong karena masih sakit. “Kenapa badannya hangat?” tanya Haris saat menggendong Lily. “Dia demam, makanya tadi dijemput dari sekolah,” jawab Risha. Haris kaget, lalu menoleh Lily yang menyandarkan kepala di pundak. “Lily sakit? Sudah minum obat belum?” tanya Haris. “Sudah,” jawab Lily. "Lily bobok aja ya." Haris membujuk. Lily menggeleng lalu berkata," Lily maunya digendong Paman Haris.” Haris memeluk Lily, membiarkan anak itu bersikap manja, lalu kembali membujuk dan mengajak Lily berbaring di kasur. Haris mengambil buku cerita di nakas kemudian membacakan cerita untuk Lily. Alma juga ada di sana, ikut mendengarkan Haris bercerita. “Aku tinggal sebentar,” kata Risha pamit dan Alma membalasnya dengan anggukan kepala. Risha berjalan keluar dari kamar Lily. Saat menuruni anak tangga, dia melihat Adhitama yang baru
Hari itu Risha mengajak Alma pergi ke butik untuk melihat baju pernikahan. Mereka sudah ada di butik dan sedang melihat-lihat katalog untuk memilih model mana yang cocok.Saat masih memilih, Alma memberanikan diri untuk mengajak Risha mengobrol. “Kak, entah ini hanya perasaanku saja atau memang benar, tapi aku lihat akhir-akhir ini Lily jadi pemurung, apa ada masalah?” tanya Alma sambil mengalihkan tatapan dari desain gaun di katalog ke Risha. “Bukan masalah besar. Dia hanya sedih karena Audrey sudah tidak bekerja dengan kami lagi dan juga dia kehilangan adiknya,” jawab Risha. Alma mengangguk-angguk paham. Dia merasa bersimpati dan kasihan. “Mungkin nanti kalau anakku lahir, aku akan minta Lily yang memberinya nama supaya Lily senang dan sedikit terhibur,” ujar Alma. Risha terkejut sampai menoleh Alma. “Jangan, bisa-bisa nanti anakmu malah diberi nama yang aneh-aneh Sama Lily.” Alma tertawa kecil mendengar jawaban Risha. Mereka masih sibuk mengobrol sambil melihat-lihat baju
Pagi itu Lily pergi ke rumah sakit untuk menemui Risha. Dia sangat tidak sabar, sampai-sampai berjalan dengan cepat agar bisa segera menemui Risha. “Bunda!” Lily berlari ke arah ranjang ketika sampai di ruang inap Risha. Risha terkejut tapi juga senang karena Lily ada di sana. “Bunda, adiknya Lily sudah tidak ada, ya?” tanya Lily dengan tatapan sedih. Risha mengangguk. “Bunda nggak akan sakit lagi, kan?” tanya Lily lagi. “Iya,” balas Risha sambil memulas senyum. Adhitama mendekat, lalu mengusap rambut Lily dengan lembut. “Kenapa hari ini Lily tidak mau sekolah?” tanya Risha. “Nggak mau, Lily maunya sama Bunda,” jawab Lily sambil memainkan telunjuk di atas sprei. Adhitama dan Risha saling tatap. “Bagaimana di rumah Kakek Roshadi? Apa di sana seru?” tanya Adhitama. Lily hanya diam menunduk, tapi kemudian menjawab, “Iya Kakek Roshadi juga punya kolam ikan.” “Iya, Kakek membuat itu spesial untuk Lily karena Lily suka sama ikan Koi,” balas Adhitama. “Em ... kalau Lily suka di