Risha yang sedang memeriksa laporan penjualan produknya kaget mendapat panggilan dari Haris. Dia semakin heran karena Haris tiba-tiba saja menanyakan soal ciri wanita hamil."Kenapa Kak Haris bertanya soal wanita hamil? Memangnya ada apa?"Risha diam menunggu jawaban Haris, dia sampai menjauhkan ponsel dari telinga untuk memeriksa apakah panggilan itu masih terhubung karena tak ada jawaban.“Kak!” Risha memanggil nama Haris.“Aku hanya penasaran saja,” jawab Haris.“Kenapa tidak Kakak cari saja di internet,” ucap Risha. Dia hanya asal bicara tapi Haris menanggapinya serius.Haris malah minta maaf karena sudah menganggu Risha lalu mematikan panggilan itu.Risha semakin heran, tak biasanya Haris bersikap seperti ini padanya.“Dia kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya soal wanita hamil,” gumam Risha. Dia meletakkan ponselnya dan kembali melanjutkan pekerjaan.Sementara itu Haris merasa sangat bodoh, dia kemudian membuka ponselnya dan mencari artikel seperti apa yang Risha katakan.Haris tak
Malam itu Pesta ulangtahun perusahaan Mahesa diselenggarakan. Risha dan Lily sudah siap untuk pergi ke pesta. Mereka ada di ruang keluarga menunggu Adhitama turun. “Lily sudah cantik ‘kan, Bunda?” tanya Lily sambil menggoyangkan gaunnya. “Iya dong, anak bunda pasti cantik,” puji Risha gemas karena Lily narsis. Lily tertawa, lalu menoleh saat melihat ada yang datang. “Kak Audrey.” Lily melebarkan senyum. Risha menoleh. Dia melongo melihat penampilan Audrey. Bukannya memakai gaun, Audrey malah memakai jas pria dengan rambut panjangnya yang diikat ekor kuda sangat rapi. Audrey sedikit membungkuk pada Risha. “Kenapa kamu jadi ganteng?” tanya Risha yang terkejut. Lily menatap Risha dan Audrey secara bergantian, lalu berkata, “Tuh ‘kan, Kak Audrey lebih keren kalau nyamar begini. Cocok pakai jas, kan Bunda?” Risha terkejut karena masih termangu melihat penampilan Audrey. Dia menoleh pada Lily lalu membalas, “Iya, cocok kalau begini.” “Siapa yang keren?” tanya Adhitama tiba-tiba
Saat acara dimulai, para karyawan dan sekretaris berada di meja masing-masing. Mereka duduk berkelompok di meja bundar yang sudah disediakan. Di salah satu meja. Haris memandangi Alma yang berkumpul dengan staff lainnya. Haris sedang berpikir, dia ingin menanyakan sesuatu pada Alma dan malam ini harus mendapatkan kepastian. Saat Haris masih memandang Alma, ternyata sekretarisnya itu juga menoleh padanya, hingga mereka pun saling tatap. Meski begitu Haris sama sekali tidak mengalihkan pandangan layaknya orang yang ketahuan sedang mengamati secara diam-diam. Di saat bersamaan, Andre juga tak sengaja menoleh pada Alma, hingga dia menyadari ke mana arah tatapan Alma. Dia patah hati, tapi karena Alma masih baik padanya, Andre pun bersikap biasa. Dia bersyukur karena hubungan pertemanan dengan Alma masih terjaga dengan baik. Setelah acara sambutan. Mereka pun melanjutkan dengan menikmati hidangan yang sudah tersedia. Para karyawan itu mulai mengobrol dari membahas masalah pekerjaan sa
Di dalam ruang pesta, Risha tampak menyembunyikan wajah ke pundak Adhitama. “Siapa yang memberi ide untuk mengadakan acara dansa seperti ini? seperti acara pernikahan saja,” gerutu Rissa merasa kurang nyaman. “Aku,” jawab Adhitama. Risha melongo. “Dulu aku tidak pernah terpikirkan ingin melakukan ini waktu kita menikah, jadi anggap saja sekarang ini gantinya,” ujar Adhitama menjelaskan. “Tentu tidak terpikirkan karena dulu Mas Tama tidak cinta padaku,” balas Risha sambil tersenyum masam. Dia bertahan beberapa tahun dengan cinta bertepuk sebelah tangan. “Dulu, perasaan sukaku padamu hanya sebatas pada adik, bukan cinta pada wanita. Karena itu aku agak berat menerimamu,” ujar Adhitama menjelaskan. Risha langsung memasang wajah masam lalu mengeluh. “Kenapa Mas Tama jujur sekali?” Adhitama menahan tawa, lalu membalas, “Itu dulu, kalau sekarang aku cinta sekali dan ingin seumur hidup bersamamu.” Risha tersenyum. Dia semakin memeluk erat pada Adhitama ketika masih berdans
Alma benar-benar panik karena Haris tidak main-main dengan ucapan akan membawanya ke rumah sakit. Dia ingin kabur tapi sadar kalau itu mustahil, sehingga sekarang Alma terjebak di sana bersama Haris menunggu dokter yang akan memeriksa. “Anda tidak harus melakukan ini. Saya sudah mengatakan jika tidak akan menuntut pertanggungjawaban Anda, kenapa Anda masih memaksa, Pak?” Alma berusaha meyakinkan agar Haris tidak merasa bersalah. Haris menoleh pada Alma, lalu memberikan tatapan datar. Alma akhirnya diam. Dia meremas tas yang dipegang dengan perasaan yang bercampur aduk menjadi satu. Akhirnya Alma dipanggil masuk. Haris ikut masuk dan langsung bicara pada dokter. “Aku ingin mengetahui, apakah dia benar hamil atau hanya sakit asam lambung,” ujar Haris lalu menoleh pelan pada Alma dan menatap pada sekretarisnya yang terlihat pucat. Dokter menatap bingung dengan sikap Haris, tapi akhirnya mengangguk. Dokter meminta Alma berbaring di ranjang, sedangkan Haris menunggu di lua
Karena kejadian di pesta ulang tahun perusahaannya kemarin, siang itu Adhitama memanggil beberapa wartawan karena akan mengadakan konferensi pers. Adhitama sudah berada di ruangan khusus bersama staff perusahaan dan juga wartawan yang siap meliput. “Pak, sudah bisa dimulai,” kata Andre memberi instruksi. Adhitama mengangguk. Dia duduk dengan tegap lalu mulai mendekat pada mic yang sudah terpasang di meja. Para wartawan sudah menunggu, mereka bersiap mencatat dan merekam apa yang akan disampaikan oleh Adhitama. “Pertama-tama, saya ingin mengucapkan pada semua teman wartawan yang sudah hadir di sini. Seperti yang kalian ketahui, saya mengundang kalian semua ke sini untuk meluruskan kesalahpahaman publik yang sudah tidak bisa saya diamkan lagi,” ucap Adhitama memulai klarifikasi. “Seperti yang kalian ketahui. Akhir-akhir ini Mahesa khususnya saya dan istri saya dituduh sebagai salah satu penyebab kematian Sevia. Ini sangat mengganggu bagi kami, karena bagaimanapun saat kemat
Adhitama yang mendengar seketika melebarkan manik mata, dia menatap bingung Risha dan hanya bisa bertanya— "Apa kamu serius?" “Serius Mas, Kak Haris sendiri yang bilang," balas Risha. “Bagaimana bisa Alma hamil?” tanya Adhitama seolah tidak percaya. Risha mencebik mendengar pertanyaan suaminya itu. “Namanya mereka sudah dewasa, apanya yang bagaimana?" jawab Risha. “Bukan begitu. Maksudku masalah mereka ini membingungkan, Haris dan Andre sama-sama menyukai Alma, lalu tiba-tiba Alma dihamili Haris. Bukankah wajar jika aku terkejut dan penasaran?" balas Adhitama. Risha menghela napas kasar. “Begitulah! Kak Haris cerita kalau dia mabuk dan tidak sengaja tidur dengan Alma. Nahasnya, dia lupa pernah melakukan itu, makanya Alma seperti menghindari Kak Haris, Alma pasti takut jika sampai jujur dan malah dikira menipu,” ujar Risha menjelaskan. Adhitama mengangguk-angguk. “Betul juga. Kalau Haris jahat, pasti Haris tidak akan mengakui perbuatannya,” balas Adhitama. “Makany
Di luar masalah yang sedang terjadi, Alma masih bekerja seperti biasa. Pagi itu dia merapikan mejanya sebelum mulai bekerja dan menunggu Haris datang. Saat Alma sedang mengecek berkas, tiba-tiba ada yang meletakkan botol jus di mejanya, membuat Alma mendongak dan kaget.Alma melihat Haris sudah berdiri di depan mejanya dengan wajah datar. “Apa ini, Pak?” tanya Alma karena terkejut. “Jus, kamu harus menjaga kesehatan,” jawab Haris. Alma terkejut. Dia sampai menoleh sekitar karena cemas jika sampai ada staff yang melihat atau mendengar ucapan Haris. “Anda tidak perlu melakukan ini,” ucap Alma dengan suara pelan dan sedikit penekanan. “Kenapa? Aku hanya tidak ingin kamu sakit,” balas Haris. Alma tidak bisa berkata-kata. Dia melihat Haris melenggang masuk ruang kerja. Dia benar-benar pusing karena perubahan sikap Haris. Pria itu terasa sedikit dingin karena meski memberi perhatian, tapi tak ada senyum yang terlukis di wajahnya.Alma bekerja seperti biasa, dia lega karena Haris tid
Risha dan Adhitama berjalan beriringan masuk ke sekolah Lily pagi itu. Mereka terlihat beberapa kali berhenti untuk berbicara dengan orangtua teman Lily yang juga datang ke sekolah.Hari itu acara kelulusan murid digelar, Risha sudah tidak sabar melihat bagaimana penampilan putri kecilnya di atas pentas.Risha duduk sambil harap-harap cemas menunggu acara dimulai.“Dia tidak akan membuat kesalahan ‘kan?” tanya Risha sambil meremas tangan. Padahal Lily yang akan tampil, tapi dia yang grogi.Adhitama yang melihat Risha beberapa kali menggigit bibir bawah hanya tersenyum, dia meraih tangan sang istri yang ada di atas paha lalu menggenggamnya erat.“Dingin sekali, kenapa kamu yang gugup begini?” tanya Adhitama.“Aku hanya khawatir. Lihat saja banyak orang begini, bagaimana kalau dia takut hingga membuat kesalahan. Dia pasti sedih dan bisa kehilangan rasa percaya diri, ini penampilan pertamanya di depan banyak orang,” jawab Risha.“Kamu harus yakin ke Lily, dia pasti bisa. Calon penerus Ma
Sore itu, Andre duduk di meja kerjanya sambil menatap layar laptop. Pekerjaan hari itu hampir selesai, tetapi ada satu hal lagi yang harus dia urus sebelum meminta izin pulang ke Adhitama.Andre melihat jam di tangannya, sudah hampir pukul lima sore. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum berdiri dan melangkah ke ruangan Adhitama.“Pak, apa saya bisa bicara sebentar?” kata Andre, mencoba terdengar tenang meskipun ada sedikit kegugupan di suaranya.Adhitama yang masih berkutat dengan layar laptop menjawab, “Tentu. Ada apa?”“Saya mau minta izin, Pak. Lusa rencananya saya ingin mengambil cuti untuk jalan-jalan sebentar. Sudah lama saya tidak liburan."Adhitama sedikit terkejut mendengar permintaan Andre. Dia menghentikan pekerjaannya sejenak lalu memandang sekretarisnya itu. “Jalan-jalan? Ke mana? Memang kamu sudah punya pacar?” goda Adhitama.Andre tertawa kecil mendengar pertanyaan sang atasan. Pemuda itu sedikit berkilah dengan menjawab, “Memang pergi jalan-jalan harus bersama pacar
Seminggu kemudian Alma dan Haris mengadakan syukuran atas kelahiran anak mereka.Syukuran di rumah mereka berjalan meriah. Tamu-tamu yang datang silih berganti, membawa suasana hangat penuh canda tawa.Alma, yang baru saja melahirkan putra pertamanya, tampak bahagia menyambut satu per satu tamu yang hadir.Andre melangkah masuk dengan senyum kecil di wajah. Berbaur dengan tamu-tamu lain yang sebagian besar dia kenal. Namun, saat melihat sosok gadis yang tengah mengobrol di sudut lain ruangan, Andre segera berjalan mendekatinya. Ia sudan lama tak bertemu dengan Mahira, tapi dia sebenarnya sudah menduga pasti akan bertemu dengan Mahira di rumah Alma."Andre! Lama nggak ketemu. Apa kabar?" tanya Mahira sambil tersenyum lebar.Andre mengangguk kecil. "Baik. Kamu gimana?""Aku? Baik juga. Ngomong-ngomong, kabar mamamu gimana? Sehat kan?""Sehat kok," jawab Andre.Mereka terlihat canggung, Mahira bahkan ingin menjauh tapi entah kenapa ada perasaan yang membuatnya ingin terus mengobrol denga
Risha baru saja keluar dari kamar Lily malam itu. Dia berjalan pelan sambil memandang pintu ruang kerja Adhitama. Risha ragu mungkinkah Adhitama masih berada di sana atau sudah kembali ke kamar mereka. Risha mengedikkan bahu, memilih mempercepat langkah menuju kamar tidur. Baru saja menutup pintu, Adhitama membuat Risha terkejut karena sudah berada di dalam. “Astaga Mas Tama!” pekik Risha setelah sebelumnya berjengket karena kaget. “Kamu itu kenapa?” Adhitama terkekeh kecil lalu menekuk tangan di depan dada. “Aku pikir Mas masih di ruang kerja,” balas Risha sambil naik ke atas ranjang lalu duduk di samping Adhitama. “Apa ada masalah lagi di Mahesa?” tanyanya penuh perhatian. “Tidak ada, hanya mengecek dan memastikan sesuatu.” Adhitama membalas sambil melingkarkan tangan melewati punggung Risha, memberi isyarat kalau dia ingin memeluk istrinya itu. “Bagaimana Pembangunan kantor dan pabrik barumu? Bukankah seharusnya bulan depan pabrik sudah bisa mulai beroperasi?” tanya Adhitama
“Sudah sayang, kamu sudah cantik!”Ucapan Adhitama membuat Risha menoleh dan tersenyum. Adhitama berjalan mendekat pada Risha yang masih mematut diri di depan cermin, memeluk pinggang lalu mencium pundak istrinya itu.“Lily sudah siap?” tanya Risha sambil memandang Adhitama dari pantulan kaca di hadapannya.“Sudah, dia senang sekali mendengar kita mau mengajaknya pergi belanja,” balas Adhitama. “Ternyata semua wanita sama, suka sekali dengan hal berbau materi,” imbuhnya.Risha tertawa lebar, dia memutar tubuh lalu memandang Adhitama yang semakin hari semakin terlihat menawan di matanya.“Jadi selama ini Mas Tama pikir aku ini matre? Begitu?” goda Risha.“Hm .. bagaimana aku menjawab? Yang pasti aku bahagia bisa memberimu segalanya.” Adhitama meraih pinggang Risha. Menarik tubuh wanita itu hingga menempel padanya.“Aku hanya butuh Mas cintai dan jadikan satu-satunya wanita di dalam hidup Mas Tama,” ujar Risha. Senyum tipis dan tatapan matanya yang penuh cinta melenakan Adhitama hingga
Andre sedang duduk di meja kerjanya, memeriksa laporan yang harus diserahkan ke Adhitama saat atasannya itu baru saja datang.Andre langsung berdiri dan menyapa dengan sopan. “Selamat pagi, Pak.”"Pagi, ikut ke ruanganku, ada yang mau aku bicarakan," ucap Adhitama seraya melangkah masuk.Andre mengangguk, dia berdiri dari kursinya kemudian menyusul Adhitama. Meskipun terdengar serius, tapi raut Adhitama tidak tampak mengintimidasi."Aku mendengar dari pengacara kalau masalah dengan ayahmu itu belum ada titik temu, bagaimana perkembangannya?” tanya Adhitama.Andre menarik napas dalam sebelum menjawab. “Sebenarnya semalam saya bertemu dengannya, yang bisa saya baca dia mulai terlihat khawatir. Mungkin karena saya bilang bekerja di Mahesa dan memiliki dukungan penuh dari perusahaan.”Adhitama tersenyum tipis. “Baguslah kalau begitu. Orang seperti Papamu itu biasanya hanya menggertak. Kalau ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk bicara, aku pasti akan membantu,” ucapnya.“Terima kasih,
Di tengah hujan gerimis yang mengguyur kota, Mahira duduk di kursi penumpang mobil Andre sambil membuka jendela, membiarkan angin segar bercampur bau aspal basah masuk ke dalam mobil.Di tengah perjalanan menuju kos, tiba-tiba Mahira berkata, “Apa bisa berhenti sebentar di minimarket depan? Aku mau beli beberapa makanan buat stok di kos.”Andre mengangguk tanpa banyak bicara, lalu memutar setir ke arah minimarket yang Mahira maksud. Mobil itu melambat dan berhenti di depan minimarket yang terlihat ramai. Mahira keluar lebih dulu, lalu menoleh ke Andre yang masih duduk di kursi kemudi.“Yuk, ikut," ajaknya. Andre sebenarnya malas keluar mobil, tapi entah kenapa dia mengiyakan saja ajakan Mahira."Kamu kalau mau beli sesuatu boleh. Aku traktir, kamu pilih apa aja yang kamu mau.” Senyum Mahira mengembang. Pikirnya, Andre sudah banyak membantu jadi tidak ada salahnya mengeluarkan beberapa puluh ribu untuk membelikan pemuda itu sesuatu.Andre menghela napas sambil menggeleng. "Nggak usah.
Mahira duduk di ruang kecil kantor My Lily, matanya terus melirik jam dinding. Risha belum juga datang, dan dia sudah tidak sabar untuk meminta izin pada ibunda Lily itu.Meski terdengar keterlaluan, tapi Mahira berniat mengajukan diri agar diizinkan melakukan live penjualan sepanjang hari.Mahira masih menunggu dengan cemas, hingga Risha muncul dengan senyum maanis.“Pagi,” sapa Risha ke semua stafnya. Wanita itu berjalan ke ruang kerjanya dan disusul oleh Mahira.“Bu Risha, permisi. Apa saya boleh bicara?”Ucapan Mahira membuat Risha menghentikan langkah lalu menoleh.“Bicara apa?” tanya Risha dengan kening berkerut halus.“Begini Bu Risha. Saya mau meminta izin, boleh tidak hari ini saya mengambil alih live dari pagi sampai petang? Maksimal delapan jam.”Risha mengangkat alis, kaget dengan permintaan itu. “Kenapa tiba-tiba kamu ingin live selama itu?”Mahira menarik napas panjang, matanya sedikit berkaca-kaca. “Saya butuh uang, Bu. Papa saya … papa saya ditangkap polisi.”Risha ter
Lain di mulut lain di hati. Meski terlihat tak peduli, nyatanya Andre tidak benar-benar bisa mengabaikan Mahira. Malam itu, meskipun memaksakan diri untuk tidur, pikiran Andre tetap berkelana, memikirkan Mahira dan apa yang mungkin sedang terjadi.Pagi harinya, Andre bangun dengan perasaan yang masih sama. Namun, dia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaannya kepada siapapun, termasuk ibunya.Andre bangkit dari tempat tidur dengan mata berat. Ponselnya tergeletak di meja dengan layar hitam tanpa notifikasi baru. Dia memegangnya lagi, ragu sejenak sebelum mengetik pesan lain untuk Mahira.[Kalau kamu butuh bantuan, bilang aja.]Setelah mengirim pesan itu, Andre termenung, berharap balasannya kali ini datang.Namun, keheningan tetap mengisi ruang kamarnya. Andre mendesah berat, merasa bersalah tapi masih enggan mengakui."Apa aku harus ke sana langsung?" gumamnya. Pikiran tentang Mahira di kos seorang diri terus menghantui Andre.***Matahari baru saja muncul, memancarkan sin