Perasaan manusia memang sangat rumit, begitu pula dengan Alma. Dia tidak pernah sekalipun membayangkan akan menenggelamkan diri ke situasi yang membuatnya berada dalam masalah. Haris. Pria itu sudah mencuri hatinya sejak pertama kali bekerja di Mahesa. Bagi Alma tak hanya rupawan, tapi sikap Haris yang baik dan perhatian membuat rasa kagum di hatinya berubah menjadi perasaan cinta. Alma tahu Haris tak mudah dirayu, dia juga tidak memiliki niat sama sekali merayu atasannya itu. Dia hanya upik abu, jadi bagaimana mungkin berharap memiliki kekasih seorang pangeran tampan. Alma menyimpan perasaannya dengan cara bekerja sebaik-baiknya untuk Haris. Hingga malam itu datang. Mata Alma buta karena perasaannya. Dia membiarkan saja Haris yang tak sadarkan diri menyentuh bahkan mencium bibirnya penuh gairah. Hingga suasana berubah semakin intim dan Alma dengan sadar menyerahkan kesuciannya. Alma menangis, tapi menyesali semua itu tak ada gunanya. Saat sadar sudah membuat kesalahan
Risha tampak berjalan mondar mandir di teras rumah, Lily yang melihatnya bingung. Bahkan pembantunya juga ikut merasakan hal yang sama. Risha seperti orang gelisah, sesekali menggigiti kuku jari telunjuk sampai Lily memberi peringatan. "Bunda itu nanti kumannya masuk mulut!" Risha terkesiap lalu meminta maaf, dia tersenyum canggung dan berkata lupa kalau menggigiti kuku jari itu tidak boleh. "Bunda ngapain sih? Ayo ke kamar Lily aja, nanti juga Papa pulang," ucap Lily. Ternyata Risha menunggu Adhitama pulang. "Iya Nyonya, ini juga udah mau Magrib lho, tidak baik di luar rumah," kata pembantu. Risha diam mencerna ucapan pembantunya. Dia melihat Lily yang mendekat padanya lalu meraih tangannya mengajak masuk. Mereka akhirnya pergi ke kamar Lily, tapi sebelum itu Risha mengambil ponselnya dulu yang ada di nakas untuk menghubungi Adhitama. Dia berjalan lalu berhenti di koridor, baru saja menempelkan ponsel ke telinga, dia mendengar nada dering dari arah belakang. Risha
Hari berikutnya Kakek Roi mengajak bertemu Lily dan Risha di butik untuk mengukur pakaian yang akan dipakai saat acara pesta perusahaan. Lily datang bersama Risha dan Audrey. Kakek Roi lega melihat Risha, kedatangan wanita itu menunjukkan kalau rasa marahnya sudah hilang. “Apa kamu sudah tidak marah, Sha?” tanya Kakek Roi. Risha menoleh Kakek Roi, lalu membalas, “Kalau aku masih marah, aku tidak akan mau bertemu Kakek.” Kakek Roi tersenyum getir, lalu berkata, “Kakek minta maaf karena sudah membohongimu.” Risha merasa kasihan pada Kakek Roi, sehingga dia membalas, “Sudah, Kek. Jangan dibahas lagi. Aku mungkin belum bisa melupakan itu semua, tapi aku sudah memaafkan Kakek.” Kakek Roi akhirnya bisa tersenyum. Dia mengangguk lega. “Tapi ada syaratnya, Kakek harus membayar semua pesanan bajuku di butik ini,” seloroh Risha. Kakek Roi tertawa lalu membalas, “Tentu saja.” Sementara dua orang itu sedang berbincang, Audrey tampak berdiri di dekat Lily yang sedang melihat-li
Setelah pulang dari butik. Risha meminta Audrey menjaga Lily sementara dia pergi ke kantornya karena ingin melakukan live. Sudah lama dia tidak pernah melakukan live dan berinteraksi dengan customernya, Risha melakukan ini agar tidak dianggap menghilang setelah produknya sempat terkena masalah. Risha langsung masuk ke live yang sebelumnya dipandu oleh salah satu staffnya. Risha menyapa ramah, lalu mulai menjelaskan kondisi My Lily sekarang. “Saya mohon maaf sekali atas kasus overclaim yang terjadi. Tapi sekarang, kami selalu menguji langsung produk My Lily setelah diproduksi untuk memastikan komposisi di dalam produk tidak ada yang overclaim lagi dan tentunya produknya bagus juga aman untuk digunakan.” Setelah mengatakan itu, banyak yang memberikan komentar negatif, tapi ada juga yang memberi komentar positif dan mendukung, sehingga Risha merasa sangat lega. Sampai Risha terkejut saat membaca salah satu komentar. ‘Apa benar model bernama Sevia mati karena berurusan dengan Bu Own
Haris duduk berhadapan dengan Alma di sofa ruang kerjanya. Dia harap-harap cemas karena Alma kemarin berkata dia akan meluruskan semua yang Haris tidak ketahui tentang malam itu. “Apa kamu baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat,” kata Haris. Alma meremas jemari tangannya di atas paha, dia sampai tak sadar Haris sejak tadi terus mengamati. "Kalau kamu sakit lebih baik ke dokter dulu, apa mau aku antar?" Haris menawarkan bantuan. Alma menggeleng, dia menolak tawaran Haris kemudian memberanikan diri menatap pria itu. "Sebenarnya malam itu tidak terjadi apa-apa di antara kita," kata Alma. Haris terdiam, entah kenapa hatinya seketika kecewa. "Saya meminta maaf karena sudah lancang masuk ke kamar Anda, saya mendengar Anda menyebut nama Bu Risha dan berkata ingin merebut Bu Risha dari Pak Tama," kata Alma. "Benarkah aku berkata begitu?" tanya Haris yang tak percaya begitu saja ucapan Alma. Alma mengangguk, berharap Haris percaya dan tak lagi bertanya hal lain. Namun, dia
Risha yang sedang memeriksa laporan penjualan produknya kaget mendapat panggilan dari Haris. Dia semakin heran karena Haris tiba-tiba saja menanyakan soal ciri wanita hamil."Kenapa Kak Haris bertanya soal wanita hamil? Memangnya ada apa?"Risha diam menunggu jawaban Haris, dia sampai menjauhkan ponsel dari telinga untuk memeriksa apakah panggilan itu masih terhubung karena tak ada jawaban.“Kak!” Risha memanggil nama Haris.“Aku hanya penasaran saja,” jawab Haris.“Kenapa tidak Kakak cari saja di internet,” ucap Risha. Dia hanya asal bicara tapi Haris menanggapinya serius.Haris malah minta maaf karena sudah menganggu Risha lalu mematikan panggilan itu.Risha semakin heran, tak biasanya Haris bersikap seperti ini padanya.“Dia kenapa? Kenapa tiba-tiba bertanya soal wanita hamil,” gumam Risha. Dia meletakkan ponselnya dan kembali melanjutkan pekerjaan.Sementara itu Haris merasa sangat bodoh, dia kemudian membuka ponselnya dan mencari artikel seperti apa yang Risha katakan.Haris tak
Malam itu Pesta ulangtahun perusahaan Mahesa diselenggarakan. Risha dan Lily sudah siap untuk pergi ke pesta. Mereka ada di ruang keluarga menunggu Adhitama turun. “Lily sudah cantik ‘kan, Bunda?” tanya Lily sambil menggoyangkan gaunnya. “Iya dong, anak bunda pasti cantik,” puji Risha gemas karena Lily narsis. Lily tertawa, lalu menoleh saat melihat ada yang datang. “Kak Audrey.” Lily melebarkan senyum. Risha menoleh. Dia melongo melihat penampilan Audrey. Bukannya memakai gaun, Audrey malah memakai jas pria dengan rambut panjangnya yang diikat ekor kuda sangat rapi. Audrey sedikit membungkuk pada Risha. “Kenapa kamu jadi ganteng?” tanya Risha yang terkejut. Lily menatap Risha dan Audrey secara bergantian, lalu berkata, “Tuh ‘kan, Kak Audrey lebih keren kalau nyamar begini. Cocok pakai jas, kan Bunda?” Risha terkejut karena masih termangu melihat penampilan Audrey. Dia menoleh pada Lily lalu membalas, “Iya, cocok kalau begini.” “Siapa yang keren?” tanya Adhitama tiba-tiba
Saat acara dimulai, para karyawan dan sekretaris berada di meja masing-masing. Mereka duduk berkelompok di meja bundar yang sudah disediakan. Di salah satu meja. Haris memandangi Alma yang berkumpul dengan staff lainnya. Haris sedang berpikir, dia ingin menanyakan sesuatu pada Alma dan malam ini harus mendapatkan kepastian. Saat Haris masih memandang Alma, ternyata sekretarisnya itu juga menoleh padanya, hingga mereka pun saling tatap. Meski begitu Haris sama sekali tidak mengalihkan pandangan layaknya orang yang ketahuan sedang mengamati secara diam-diam. Di saat bersamaan, Andre juga tak sengaja menoleh pada Alma, hingga dia menyadari ke mana arah tatapan Alma. Dia patah hati, tapi karena Alma masih baik padanya, Andre pun bersikap biasa. Dia bersyukur karena hubungan pertemanan dengan Alma masih terjaga dengan baik. Setelah acara sambutan. Mereka pun melanjutkan dengan menikmati hidangan yang sudah tersedia. Para karyawan itu mulai mengobrol dari membahas masalah pekerjaan sa
Risha dan Adhitama berjalan beriringan masuk ke sekolah Lily pagi itu. Mereka terlihat beberapa kali berhenti untuk berbicara dengan orangtua teman Lily yang juga datang ke sekolah.Hari itu acara kelulusan murid digelar, Risha sudah tidak sabar melihat bagaimana penampilan putri kecilnya di atas pentas.Risha duduk sambil harap-harap cemas menunggu acara dimulai.“Dia tidak akan membuat kesalahan ‘kan?” tanya Risha sambil meremas tangan. Padahal Lily yang akan tampil, tapi dia yang grogi.Adhitama yang melihat Risha beberapa kali menggigit bibir bawah hanya tersenyum, dia meraih tangan sang istri yang ada di atas paha lalu menggenggamnya erat.“Dingin sekali, kenapa kamu yang gugup begini?” tanya Adhitama.“Aku hanya khawatir. Lihat saja banyak orang begini, bagaimana kalau dia takut hingga membuat kesalahan. Dia pasti sedih dan bisa kehilangan rasa percaya diri, ini penampilan pertamanya di depan banyak orang,” jawab Risha.“Kamu harus yakin ke Lily, dia pasti bisa. Calon penerus Ma
Sore itu, Andre duduk di meja kerjanya sambil menatap layar laptop. Pekerjaan hari itu hampir selesai, tetapi ada satu hal lagi yang harus dia urus sebelum meminta izin pulang ke Adhitama.Andre melihat jam di tangannya, sudah hampir pukul lima sore. Andre menarik napas dalam-dalam sebelum berdiri dan melangkah ke ruangan Adhitama.“Pak, apa saya bisa bicara sebentar?” kata Andre, mencoba terdengar tenang meskipun ada sedikit kegugupan di suaranya.Adhitama yang masih berkutat dengan layar laptop menjawab, “Tentu. Ada apa?”“Saya mau minta izin, Pak. Lusa rencananya saya ingin mengambil cuti untuk jalan-jalan sebentar. Sudah lama saya tidak liburan."Adhitama sedikit terkejut mendengar permintaan Andre. Dia menghentikan pekerjaannya sejenak lalu memandang sekretarisnya itu. “Jalan-jalan? Ke mana? Memang kamu sudah punya pacar?” goda Adhitama.Andre tertawa kecil mendengar pertanyaan sang atasan. Pemuda itu sedikit berkilah dengan menjawab, “Memang pergi jalan-jalan harus bersama pacar
Seminggu kemudian Alma dan Haris mengadakan syukuran atas kelahiran anak mereka.Syukuran di rumah mereka berjalan meriah. Tamu-tamu yang datang silih berganti, membawa suasana hangat penuh canda tawa.Alma, yang baru saja melahirkan putra pertamanya, tampak bahagia menyambut satu per satu tamu yang hadir.Andre melangkah masuk dengan senyum kecil di wajah. Berbaur dengan tamu-tamu lain yang sebagian besar dia kenal. Namun, saat melihat sosok gadis yang tengah mengobrol di sudut lain ruangan, Andre segera berjalan mendekatinya. Ia sudan lama tak bertemu dengan Mahira, tapi dia sebenarnya sudah menduga pasti akan bertemu dengan Mahira di rumah Alma."Andre! Lama nggak ketemu. Apa kabar?" tanya Mahira sambil tersenyum lebar.Andre mengangguk kecil. "Baik. Kamu gimana?""Aku? Baik juga. Ngomong-ngomong, kabar mamamu gimana? Sehat kan?""Sehat kok," jawab Andre.Mereka terlihat canggung, Mahira bahkan ingin menjauh tapi entah kenapa ada perasaan yang membuatnya ingin terus mengobrol denga
Risha baru saja keluar dari kamar Lily malam itu. Dia berjalan pelan sambil memandang pintu ruang kerja Adhitama. Risha ragu mungkinkah Adhitama masih berada di sana atau sudah kembali ke kamar mereka. Risha mengedikkan bahu, memilih mempercepat langkah menuju kamar tidur. Baru saja menutup pintu, Adhitama membuat Risha terkejut karena sudah berada di dalam. “Astaga Mas Tama!” pekik Risha setelah sebelumnya berjengket karena kaget. “Kamu itu kenapa?” Adhitama terkekeh kecil lalu menekuk tangan di depan dada. “Aku pikir Mas masih di ruang kerja,” balas Risha sambil naik ke atas ranjang lalu duduk di samping Adhitama. “Apa ada masalah lagi di Mahesa?” tanyanya penuh perhatian. “Tidak ada, hanya mengecek dan memastikan sesuatu.” Adhitama membalas sambil melingkarkan tangan melewati punggung Risha, memberi isyarat kalau dia ingin memeluk istrinya itu. “Bagaimana Pembangunan kantor dan pabrik barumu? Bukankah seharusnya bulan depan pabrik sudah bisa mulai beroperasi?” tanya Adhitama
“Sudah sayang, kamu sudah cantik!”Ucapan Adhitama membuat Risha menoleh dan tersenyum. Adhitama berjalan mendekat pada Risha yang masih mematut diri di depan cermin, memeluk pinggang lalu mencium pundak istrinya itu.“Lily sudah siap?” tanya Risha sambil memandang Adhitama dari pantulan kaca di hadapannya.“Sudah, dia senang sekali mendengar kita mau mengajaknya pergi belanja,” balas Adhitama. “Ternyata semua wanita sama, suka sekali dengan hal berbau materi,” imbuhnya.Risha tertawa lebar, dia memutar tubuh lalu memandang Adhitama yang semakin hari semakin terlihat menawan di matanya.“Jadi selama ini Mas Tama pikir aku ini matre? Begitu?” goda Risha.“Hm .. bagaimana aku menjawab? Yang pasti aku bahagia bisa memberimu segalanya.” Adhitama meraih pinggang Risha. Menarik tubuh wanita itu hingga menempel padanya.“Aku hanya butuh Mas cintai dan jadikan satu-satunya wanita di dalam hidup Mas Tama,” ujar Risha. Senyum tipis dan tatapan matanya yang penuh cinta melenakan Adhitama hingga
Andre sedang duduk di meja kerjanya, memeriksa laporan yang harus diserahkan ke Adhitama saat atasannya itu baru saja datang.Andre langsung berdiri dan menyapa dengan sopan. “Selamat pagi, Pak.”"Pagi, ikut ke ruanganku, ada yang mau aku bicarakan," ucap Adhitama seraya melangkah masuk.Andre mengangguk, dia berdiri dari kursinya kemudian menyusul Adhitama. Meskipun terdengar serius, tapi raut Adhitama tidak tampak mengintimidasi."Aku mendengar dari pengacara kalau masalah dengan ayahmu itu belum ada titik temu, bagaimana perkembangannya?” tanya Adhitama.Andre menarik napas dalam sebelum menjawab. “Sebenarnya semalam saya bertemu dengannya, yang bisa saya baca dia mulai terlihat khawatir. Mungkin karena saya bilang bekerja di Mahesa dan memiliki dukungan penuh dari perusahaan.”Adhitama tersenyum tipis. “Baguslah kalau begitu. Orang seperti Papamu itu biasanya hanya menggertak. Kalau ada yang kamu butuhkan, jangan ragu untuk bicara, aku pasti akan membantu,” ucapnya.“Terima kasih,
Di tengah hujan gerimis yang mengguyur kota, Mahira duduk di kursi penumpang mobil Andre sambil membuka jendela, membiarkan angin segar bercampur bau aspal basah masuk ke dalam mobil.Di tengah perjalanan menuju kos, tiba-tiba Mahira berkata, “Apa bisa berhenti sebentar di minimarket depan? Aku mau beli beberapa makanan buat stok di kos.”Andre mengangguk tanpa banyak bicara, lalu memutar setir ke arah minimarket yang Mahira maksud. Mobil itu melambat dan berhenti di depan minimarket yang terlihat ramai. Mahira keluar lebih dulu, lalu menoleh ke Andre yang masih duduk di kursi kemudi.“Yuk, ikut," ajaknya. Andre sebenarnya malas keluar mobil, tapi entah kenapa dia mengiyakan saja ajakan Mahira."Kamu kalau mau beli sesuatu boleh. Aku traktir, kamu pilih apa aja yang kamu mau.” Senyum Mahira mengembang. Pikirnya, Andre sudah banyak membantu jadi tidak ada salahnya mengeluarkan beberapa puluh ribu untuk membelikan pemuda itu sesuatu.Andre menghela napas sambil menggeleng. "Nggak usah.
Mahira duduk di ruang kecil kantor My Lily, matanya terus melirik jam dinding. Risha belum juga datang, dan dia sudah tidak sabar untuk meminta izin pada ibunda Lily itu.Meski terdengar keterlaluan, tapi Mahira berniat mengajukan diri agar diizinkan melakukan live penjualan sepanjang hari.Mahira masih menunggu dengan cemas, hingga Risha muncul dengan senyum maanis.“Pagi,” sapa Risha ke semua stafnya. Wanita itu berjalan ke ruang kerjanya dan disusul oleh Mahira.“Bu Risha, permisi. Apa saya boleh bicara?”Ucapan Mahira membuat Risha menghentikan langkah lalu menoleh.“Bicara apa?” tanya Risha dengan kening berkerut halus.“Begini Bu Risha. Saya mau meminta izin, boleh tidak hari ini saya mengambil alih live dari pagi sampai petang? Maksimal delapan jam.”Risha mengangkat alis, kaget dengan permintaan itu. “Kenapa tiba-tiba kamu ingin live selama itu?”Mahira menarik napas panjang, matanya sedikit berkaca-kaca. “Saya butuh uang, Bu. Papa saya … papa saya ditangkap polisi.”Risha ter
Lain di mulut lain di hati. Meski terlihat tak peduli, nyatanya Andre tidak benar-benar bisa mengabaikan Mahira. Malam itu, meskipun memaksakan diri untuk tidur, pikiran Andre tetap berkelana, memikirkan Mahira dan apa yang mungkin sedang terjadi.Pagi harinya, Andre bangun dengan perasaan yang masih sama. Namun, dia tetap berusaha untuk tidak memperlihatkan perasaannya kepada siapapun, termasuk ibunya.Andre bangkit dari tempat tidur dengan mata berat. Ponselnya tergeletak di meja dengan layar hitam tanpa notifikasi baru. Dia memegangnya lagi, ragu sejenak sebelum mengetik pesan lain untuk Mahira.[Kalau kamu butuh bantuan, bilang aja.]Setelah mengirim pesan itu, Andre termenung, berharap balasannya kali ini datang.Namun, keheningan tetap mengisi ruang kamarnya. Andre mendesah berat, merasa bersalah tapi masih enggan mengakui."Apa aku harus ke sana langsung?" gumamnya. Pikiran tentang Mahira di kos seorang diri terus menghantui Andre.***Matahari baru saja muncul, memancarkan sin