Share

193. Bantuan Besar

Penulis: Adinasya Mahila
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Alma mematikan panggilan dari perawat, dia menoleh Haris sambil berusaha menyembunyikan rasa takut dan kagetnya.

“Pak, saya minta izin ke rumah sakit karena adik saya sekarang kritis,” ucap Alma dengan nada bergetar.

Haris sangat terkejut. Dia menoleh Alma sekilas lantas kembali menatap ke arah depan.

“Akan kuantar,” balas Haris.

“Tidak usah, Pak. Saya akan pergi sendiri, Anda juga harus menemui klien penting,” tolak Alma.

Haris diam sejenak untuk berpikir. Dia lalu menepikan mobil agar Alma bisa turun.

“Hati-hati di jalan,” ucap Haris ketika Alma baru akan menutup pintu mobil.

Alma menganggukkan kepala. Dia menutup pintu lalu mencari taksi agar bisa segera ke rumah sakit.

Haris sendiri tetap pergi menemui klien meski sendiri, meski mobil sudah menjauh Haris masih mengamati Alma dari kaca spion.

Beberapa saat kemudian Alma sudah berada di dalam taksi. Dia sangat cemas memikirkan kondisi adiknya. Dia bahkan meminta sopir mengemudi lebih cepat agar bisa segera sampai d
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Yessy Susanti
psti d ajk nikah xixixiiii
goodnovel comment avatar
Wida
menikahlah denganku
goodnovel comment avatar
Novita Sari
menikah denganku alma
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   194. Informasi

    Siang itu Adhitama tampak memapah Risha menuju kamar. Risha merasa kondisinya sudah membaik, tapi Adhitama masih saja memperlakukannya seperti pesakitan. “Istirahatlah dan jangan banyak pikiran,” ucap Adhitama sambil menyelimuti kaki Risha. Risha melayangkan protes ke Adhitama, tapi suaminya itu tiba-tiba menatapnya dingin, hingga mau tak mau dia mengangguk menerima perintah Adhitama.Risha malah tersenyum, dia menatap punggung Adhitama yang berjalan menuju lemari untuk mengganti pakaiannya, saat sedang mengambil baju ganti ponsel Adhitama berbunyi dan ternyata pengacaranya menghubungi. “Halo.” Adhitama menjawab panggilan dari sang pengacara. “Halo, Pak Tama. Maaf baru memberi kabar, saya tahu istri Anda sedang sakit jadi saya tidak berani mengganggu," ucap pengacara itu."Tidak apa-apa ini kami sudah pulang dari rumah sakit," balas Adhitama. "Ada apa?" tanyanya kemudian. "Saya mendapat informasi penting tentang Sevia,” ucap pengacara Adhitama dari seberang panggilan. Ekspresi w

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   195. Babak Belur

    Meli masih tidak menjawab apa-apa atas pertanyaan Sevia dan Ferdy. Meskipun sudah dipukuli tapi dia tak mengakui siapa sosok pria yang ditanyakan oleh dua orang itu. Hingga, Ferdy dan Sevia berhenti karena takut jika besok pagi orang-orang curiga melihat luka lebam pada Meli. "Dasar sialan, awas kamu!" Sevia mengancam sebelum pergi dari gudang. Meli sendiri malah memulas senyum tipis. Setelah memastikan Sevia dan Ferdy benar-benar meninggalkannya, Meli mengeluarkan ponsel yang ternyata merekam semua percakapan mereka tadi. "Habis kau jalang!" gumam Meli. Pagi harinya perawat lain yang sedang bersiap memeriksa kondisi pasien tampak kaget melihat Meli yang babak belur. Perawat bertanya pada wanita itu tentang apa yang terjadi tapi Meli berpura-pura dengan menggeleng ketakutan lalu menutup mukanya. "Apa kamu berkelahi? Dengan siapa?Ha!" Perawat itu mencoba mencari tahu, tapi Meli masih tak mau menjawab. Si Perawat itu hanya bisa geleng-geleng kemudian pergi memeriksa pasie

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   196. Terbongkar Sampai Akar

    Setelah mendapat laporan dari perawat Dokter lantas mendatangi kamar Meli. Dia melihat Meli yang babak belur seperti baru saja dianiaya. Dokter itu mengobati dibantu satu perawat, sekalian melakukan pendekatan untuk mengetahui apa yang terjadi.“Kamu berkelahi dengan siapa sampai babak belur begini?” tanya dokter sambil mengobati Meli.Meli hanya diam, bersikap seperti tak ingat dan tak tahu apa-apa sehingga dokter benar-benar yakin kalau dia memang gila sampai tidak menyadari apa yang terjadi pada diri sendiri. Bahkan beberapa saat kemudian Meli pura-pura menangis dan ketakutan sambil merapat ke dinding.Dokter menghela napas karena Meli tak bisa diajak komunikasi. Dia menoleh pada perawat yang membantunya.“Nanti cek kamera Cctv di sekitar dia ditemukan, seharusnya terlihat siapa yang menghajarnya sampai begini!” perintah dokter.“Baik, Dok.”Ferdy waspada setelah apa yang dilakukannya pada Meli, apalagi dokter sudah memeriksa meski tidak ada tanda-tanda dirinya dipanggil.“Semalam

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   197. Membantu Diam-diam

    Dokter, Adhitama, dan pengacara langsung menuju ke ruang isolasi di mana Sevia berada. Saat sampai di sana, mereka semua terkejut melihat Sevia terus membenturkan keningnya di dinding, padahal sudah ada perawat yang berusaha mencegah. “Tarik dia!” perintah dokter karena kondisi Sevia sudah sangat mengerikan. Adhitama memalingkan muka saat melihat banyak darah di wajah Sevia. Perawat berusaha menjauhkan Sevia dari dinding, hingga tiba-tiba Sevia jatuh pingsan. “Angkat, bawa dia ke rumah sakit segera!” perintah dokter karena di rumah sakit jiwa tidak memiliki alat lengkap untuk pemeriksaan luka secara detail. Adhitama sama sekali tak bersimpati. Dia menatap dingin ketika melihat Sevia digendong keluar dari ruang isolasi. “Ikutlah dengan mereka. Awasi dan pantau bagaimana kondisi Sevia, aku tidak mau kecolongan lagi kali ini!” perintah Adhitama pada pengacaranya. “Baik, Pak.” Pengacara Adhitama segera menyusul perawat dan dokter yang sudah lebih dulu membawa Sevia. Adhitama memi

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   198. Pacar Apa?

    Pagi itu saat baru saja bangun Adhitama sudah tidak melihat Risha di kamar. Setelah mandi dan memakai baju rapi, Adhitama pergi mencari Risha di ruang makan, ternyata Risha sedang sibuk di dapur menyiapkan sarapan. Tentu saja hal itu membuat Adhitama sangat terkejut. “Kenapa kamu yang masak? Kamu tidak usah menyiapkan sarapan, lagi pula ada pembantu yang akan membuatnya,” kata Adhitama. “Tidak apa-apa, Mas.” Risha menanggapi dengan senyum. Wajahnya tampak semringah bahkan meski memakai apron penampilan Risha tetap mempesona. “Aku tidak mau kamu kecapekan, Sha.” Adhitama bicara sambil menatap cemas. Risha menoleh pada Adhitama dan membalas, “Tidak capek, kok Mas. Aku malah senang bisa bikin sarapan buat Mas Tama sama Lily." Adhitama diam. Dia lalu mengajak Lily duduk bersamanya di ruang makan. Risha menyajikan sarapan di meja, lalu melayani Adhitama dan Lily bergantian seperti biasa. Adhitama terus menatap Risha, memperhatikan dan merasa meski tampak biasa tapi ada yang

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   199. Masih Berpura-pura

    Sevia masih tidak sadarkan diri dan masih ada di rumah sakit. Dokter dan perawat di sana masih terus memantau kondisinya meskipun Dokter merasa sedikit janggal. “Ini aneh, hasil CT-Scan tidak menunjukkan gejala atau masalah yang serius di kepala, semua baik. Kenapa dia belum sadar?” Dokter berbicara ke perawat. “Saya juga bingung, Dok.” Perawat itu juga merasa aneh, apalagi ketika diperiksa semua tanda vital Sevia aman dan baik. “Jangan-jangan dia hanya bersandiwara dan sengaja tidak bangun,” ucap perawat curiga karena sudah mendengar cerita tentang kelakuan Sevia. “Bisa jadi.” Perawat lain ikut membenarkan. Dokter menatap perawat, lalu berkata, “Kalau begitu tetap pantau dia dan jangan sampai lengah.” Setelah mengatakan itu Dokter keluar dari ruangan Sevia. Di luar dia bertemu dengan polisi yang masih berjaga. “Kondisi pasien atas nama Sevia sebenarnya baik-baik saja, tapi entah kenapa dia tidak bangun-bangun juga, saya agak curiga kalau dia sebenarnya hanya bersandiwar

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   200. Kabur

    Adhitama menatap Haris yang bingung dengan ucapannya. Dia mencoba membaca apa yang kakak angkat Risha itu pikirkan kemudian berkata," Iya, mereka tidak pacaran." Adhitama menyesap sedikit kopi yang baru saja dia buat lalu berjalan pergi dari pantry. Terang saja sikapnya itu membuat Haris kebingungan. Haris ingin mengejar Adhitama untuk bertanya lebih rinci, tapi dia mengurungkan niat karena masih ada karyawan lain di sana. "Sial! Ada apa denganku? Kenapa ada perasaan senang mendengar Alma tidak berpacaran dengan Andre," gumam Haris. Haris akhirnya kembali ke ruang kerjanya. Namun, setelah mendengar cerita Adhitama tadi dia merasa tidak bisa fokus bekerja. "Apa aku pastikan sendiri ke Alma? Tapi untuk apa?" Haris kembali berperang dengan pikirannya sendiri. Sore harinya sekitar jam tiga, Andre kembali ke kantor. Dia menemui Adhitama untuk meminta tandatangan, tapi terkejut mendapati Adhitama sudah rapi hendak pulang. "Apa Anda sudah mau pulang Pak?" Andre merasa tak enak

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   201. Terluka

    Sevia menyembunyikan perawat itu di kamar mandi. Dia bersikap tenang, lalu berjalan keluar kamar mendorong troli. Sevia waspada, untungnya polisi tidak menyadari kalau dia bukanlah perawat. Sevia bisa keluar dari tempat itu dengan tenang, lantas bergegas meninggalkan rumah sakit. “Mas Adhitama pikir bisa menjebloskanku ke penjara begitu saja? Dia tidak akan bisa melakukan itu!” Sevia melepas maskernya, lalu mencari taksi begitu berhasil keluar dari rumah sakit. Sevia sudah berada di taksi. Dia mendapat uang di kantong seragam perawat untuk kabur, Sevia juga membawa gunting di saku pakaian yang dia gunakan. Tak lama kemudian taksi yang dinaiki Sevia sampai di sekolah Lily. Dia mengawasi sekolah itu dan mencari keberadaan Lily. Jika Sevia tidak bisa membalas Risha, maka dia akan menjadikan Lily sasaran. Pikirannya sudah tak waras, hal yang paling Sevia inginkan sekarang hanyalah menyakiti Risha sejauh yang dia bisa. “Lihat saja, apa Risha masih bisa tertawa kalau anaknya m

Bab terbaru

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Pesan Aneh

    Haris tak punya pilihan selain pergi ke Mahesa. Setelah sarapan dia pamit ke Alma yang tampak masih saja mencemaskan kondisinya. Tanpa Haris tahu, Alma takut jika sampai Haris kenapa-napa. Dia khawatir dan berpikiran negatif pada Adhitama. 'Bagaimana kalau setelah sampai di sana tiba-tiba sudah ada polisi dan Haris ditangkap?' Sebaik-baiknya Adhitama yang dia tahu, tapi mengingat bagaimana sikap Risha tempo hari membuat Alma khawatir. "Kabari aku kalau sudah sampai Mahesa ya," ucap Alma. Dia berdiri di depan Haris yang tampak gagah seperti biasa. "Aku pasti akan mengabarimu, baik-baik di rumah dan jangan pergi ke mana-mana, aku akan menyelesaikan masalah secepatnya dan langsung pulang," kata Haris. Alma mengangguk, dia meminta Haris hati-hati sesaat sebelum pria itu naik ke taksi online yang sudah dipesan. Alma melambaikan tangan, dia berniat masuk ke dalam setelah taksi yang suaminya tumpangi pergi, akan tetapi tetangganya yang kebetulan melintas lebih dulu menyapa.

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Menangis Sebelum Tidur

    Meski curiga dengan kedatangan Rara dan sikap Haris setelahnya, tapi Alma masih bisa bersikap biasa. Seperti saat menjelang tidur malam ini, Alma yang baru saja memastikan semua pintu sudah tertutup mendekat ke lemari untuk mengambil selimut. Dia tersenyum pada Haris yang tampak bersandar pada kepala ranjang sambil menonton berita dari televisi berukuran tak seberapa. "Kamu pasti merasa aneh, karena TV di kamarku hanya sebesar tempe," kata Alma. Dia mendekat ke ranjang lalu membentangkan selimut menutupi kakinya dan Haris. Mendengar ucapan merendah Alma yang lucu, Haris hanya tertawa. "Masih bagus masih bisa nonton TV," balas Haris. Alma hanya tersenyum simpul, dia mengatur bantalnya lalu tiduran miring memandang Haris yang masih duduk. "Pak Haris!" Alma iseng memanggil suaminya lalu terkekeh kecil. Haris menoleh sambil menekuk bibir, tangannya terulur melewati kepala Alma lalu membelai pipi wanita itu. "Bapak kenapa bisa ganteng banget? Makan apa dulu waktu kecil?" Haris ma

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Curiga

    Rara menatap Alma yang berdiri di hadapannya. Dia sengaja datang ke sana karena kesal Adhitama memecatnya. Bahkan Rara berniat memberitahukan kebohongan Haris pada Alma, juga taruhan mereka. “Ada perlu apa?” tanya Alma lagi karena Rara tidak kunjung menjawab. Saat Rara hendak bicara, dia melihat Haris keluar dan membuat Rara memilih menahan diri. Sementara itu Haris jelas terkejut melihat Rara berada di sana. “Mau apa kamu ke sini?” tanya Haris tanpa basa-basi. Dia takut jika Rara sampai bicara macam-macam ke Alma. “Oh, aku ke sini ingin mengantar dokumen saja. Tadi mampir ke rumahmu, tapi kata pembantumu kamu pergi dan mungkin ada di rumah Alma,” jawab Rara. Alma tidak memiliki perasaan curiga sama sekali. Dia malah mempersilakan Rara masuk. “Aku buatkan minum dulu,” ucap Alma setelah Rara duduk. Haris memandang Alma yang berjalan ke dapur, begitu Alma sudah menghilang dari pandangan, Haris langsung menatap benci pada Rara. “Apa maksudmu datang ke sini?” Haris mengam

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Bawang Merah

    Beberapa saat berselang Alma sudah selesai berbelanja di warung. Dia langsung pulang sambil tersenyum membawa belanjaan yang dibelinya. “Aku sudah beli kebutuhan kita, kamu jangan cemas,” ucap Alma dengan bangga memperlihatkan apa yang dibawanya pada Haris. Haris merespon dengan senyuman saat melihat Alma tersenyum lepas. Alma pergi ke dapur untuk memasak, lalu Haris menyusul. “Biar aku bantu,” ucap Haris sambil membuka kantong plastik berisi belanjaan Alma. “Tidak usah, kamu tunggu saja,” tolak Alma. “Aku bisa bantu,” kekeh Haris. Alma menatap Haris yang memaksa, lalu akhirnya membiarkan saja Haris membantu. “Apa yang harus aku lakukan?” tanya Haris.Alma sejenak tampak berpikir sebelum menjawab, “Bantu saja aku mengupas bawang." “Bawang yang mana?” tanya Haris menatap bawang putih dan merah di meja. “Semuanya, bawang merahnya lima biji, bawang putihnya empat,” jawab Alma. Haris mengangguk. Dia mulai mengupas bawang merah lebih dulu. Awalnya biasa saja, tapi saat mengupas

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Pindah

    Perasaan Haris tak karuan, apalagi Alma tak langsung menjawab pertanyaannya. “Aku baik-baik saja. Lagi pula aku sudah biasa hidup sederhana,” ujar Alma menjawab pertanyaan Haris. Haris terkejut. Dia malah tampak seperti orang putus asa di mata Alma, hingga istrinya itu tiba-tiba memeluk dirinya. “Kita pasti bisa melewati ini semua, semua akan baik-baik saja,” ucap Alma sambil mengusap lembut punggung Haris. Alma bahkan masih bisa memulas senyuman hangat. Haris tiba-tiba merasa bersalah karena sudah membohongi Alma, tapi mau bagaimana lagi, dia harus membuat Rara kalah dan pergi jauh dari kehidupannya dan Alma untuk selamanya. ** Keesokan harinya. Haris dan Alma sudah mengemas barang mereka, keduanya menemui pembantu dan membuat mereka bingung karena Haris dan Alma membawa koper. “Kami pamit dulu, Bi,” kata Haris. “Memangnya Tuan mau ke mana? Liburan?” tanya pembantu. Haris dan Alma saling tatap, lalu Haris menjawab, “Mulai saat ini kami akan pindah dari rumah ini.”

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Menguji Kesetiaan

    Hari itu karena masih belum mendapat sekretaris pengganti, Haris pergi makan siang di kantin. Saat sedang makan. Rara tiba-tiba mendekati Haris karena melihat pria itu duduk sendirian. “Kamu sendirian?” tanya Rara lalu langsung duduk di kursi yang berhadapan dengan Haris. Haris terkejut Rara muncul di sana dan langsung duduk, tapi dia membiarkan saja. “Selamat untuk pernikahanmu,” ucap Rara. “Terima kasih,” balas Haris singkat. Haris melanjutkan makan. Dia tidak memedulikan keberadaan Rara di depannya. Namun, saat Haris masih sibuk makan, tiba-tiba Rara kembali bicara. “Apa kamu yakin kalau Alma mencintaimu bukan karena hartamu?” tanya Rara memancing. Haris melirik tajam pada Rara, lalu membalas, “Jangan berpikiran buruk apalagi menjelek-jelekkan istriku.” “Aku tidak menjelekkan, hanya saja semua orang juga berpikir sama denganku,” ujar Rara sambil melirik ke samping. Rara yakin karyawan yang berada di sana sedang memperhatikannya dan Haris. Haris ingin mengaba

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Sekretaris Yang Cocok

    Pagi itu, Haris sedang menatap layar laptopnya. Ketukan pintu pelan membuatnya menoleh. Kepala HRD Mahesa melangkah masuk dengan membawa map tebal."Selamat pagi, Pak Haris," sapa wanita itu sopan."Pagi. Silakan duduk, Bu Mira," jawab Haris sambil berdiri dari kursi empuknya menuju sofa.Haris bersikap biasa, seolah tidak terjadi apa-apa di antara mereka. Padahal dulu dia pernah marah ke wanita itu.Mira tersenyum kecil sambil membuka map di tangannya. "Saya ke sini untuk membahas soal sekretaris baru yang akan ditugaskan ke Bapak. Ada beberapa kandidat yang sudah kami seleksi, tapi kami ingin tahu lebih detail mengenai kriteria yang Bapak inginkan."Haris menyandarkan punggung dan melipat tangan di depan dada. "Maaf, aku lupa bilang semoga tidak terlambat memberitahu, yang paling penting aku ingin sekretarisku berjenis kelamin laki-laki."Mira terlihat sedikit terkejut. "Oh, apakah ada alasan khusus, Pak?""Alasannya simpel," jawab Haris dengan nada tenang. "Aku lebih nyaman bekerj

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Mimpi?

    Pagi pertama sebagai pengantin baru terasa berbeda. Haris membuka mata perlahan, mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya yang masih berat. Sinar matahari yang menyusup melalui sela-sela tirai kamar membuat Haris menyadari bahwa hari baru telah tiba. Di sisinya, Alma masih terlelap dengan posisi miring ke arahnya, wajah wanita itu terlihat damai dan polos. Haris tersenyum sendiri, tangannya bergerak lembut membelai rambut istrinya. "Alma, bangun, ini sudah pagi," bisik Haris. Suaranya hangat namun cukup untuk membuat Alma mengerutkan kening kecil. "Hmm... ya ampun, maaf aku bangun kesiangan," jawab Alma sambil bergeser sedikit sambil berusaha membuka matanya. "Tidak apa-apa! Hari ini spesial, hari pertama kita jadi suami-istri," kata Haris sambil terkekeh. Mendengar itu, Alma membuka matanya lebar, dia menatap Haris yang tersenyum penuh cinta di depannya. Pipi Alma langsung merona. "Kita sudah menikah ya? Rasanya masih seperti mimpi buatku." Haris mengangguk sambil mera

  • Aku Ingin Bercerai, Pak CEO!   Haris - Alma : Malam Pertama

    Haris benar-benar menunggu Alma. Dia berdiri di kamar sambil melihat Alma mengambil baju di lemari juga beberapa barang pribadi lainnya.“Sudah?” tanya Haris ketika Alma berjalan ke arahnya.“Sudah,” jawab Alma dengan kedua tangan penuh pakaian.Haris membantu membawa pakaian Alma dan kembali ke kamarnya.“Aku mau mandi dulu, setelah itu nanti kamu,” kata Alma sambil meletakkan pakaiannya di sofa.Haris hanya mengangguk dan menuruti keinginan Alma.Alma masuk kamar mandi dan membersihkan diri, baru setelahnya bergantian dengan Haris. Alma agak canggung, apalagi saat keluar dari kamar mandi Haris memandangnya tanpa berkedip.Alma tak mau menatap wajah Haris, dia langsung duduk dan membiarkan pria itu masuk ke kamar mandi.Saat Haris masih di kamar mandi, Alma bingung harus melakukan apa. Bahkan dia takut naik ke ranjang, sehingga memilih duduk di sofa yang ada di kamar sambil menyalakan televisi.Alma merasa aneh. Jantungnya berdegup tak karuan, sampai-sampai dadanya berdebar cepat kar

DMCA.com Protection Status