Mina pikir, meski pelit memberikan informasi, setidaknya King akan menggertaknya dengan sesuatu mengenai pamannya. Dugaanku meleset? “Jadi, apa tujuanmu membawaku ke sini?”
“Aku sedang bosan.” King tertawa tanpa beban. “Masuklah.”
“Aku tidak mau.” Mina bertahan di tempat. Di dalam rumah, berduaan dengan lawan jenis, apalagi yang mau dilakukan? Mungkin akan ada orang lain di rumah King, namun melihat Red suka kesendirian, Mina yakin King pun tidak suka tinggal dengan orang lain.
King tidak heran kalau dirinya ditolak lagi oleh Mina, walau sudah diancam menggunakan pistol sekalipun. Tanpa raut marah, ditatapnya Mina dengan senyum. Bagi Mina, King persis orang gila mesum.
“Tadi aku ikut denganmu karena dipaksa. Kau juga menodong—”
“Yap, karena aku menodongkan pistolku padamu agar kau ikut denganku,” sela King, tentu dengan kembali mengancam menggunakan pistol. Cepat sekali tangan itu bergerak, tiba-tiba sudah memegang senjata api laras pendek. Kali ini, sasarannya pelipis Mina. “Masuk.”
Mina terbiasa, sungguh. “Katakan dulu padaku. Apa yang akan kita lakukan setelah aku masuk ke rumahmu?”
“Mengatasi kebosananku. Kau bisa menghiburku. Selagi kita bersenang-senang, kau boleh bertanya tentang apa yang kutahu mengenai Gabin.”
Tidak sepadan! Enak saja! “Aku tidak mau. Singkirkan pistolmu dariku, King.” Mina melirik King tanpa rasa takut. Bohong kalau dia sama sekali tidak takut. Hanya saja, Mina lebih baik mati daripada membusuk di penjara. Tidak. Jangan lagi. Rasa takut dari ancaman dan tekanan seperti yang sedang King lakukan, tidak sebanding dengan keadaan menyakitkan ketika di dalam penjara.
“Wah, aku kecewa, Mina. Rupanya rasa penasaranmu kalah dari kesetiaanmu pada suamimu?” King tertawa, menurunkan pistol, namun tidak melepaskan Mina. Dilingkarinya perut Mina dengan sebelah tangannya yang bebas.
Menahan diri karena pistol King begitu cepat bekerja, Mina bukannya tidak konsisten tentang perkataannya soal lebih baik mati, daripada membusuk di penjara. Dia hanya tidak mau mati sia-sia. “Ya. Kau benar. Terlepas apa pun tujuanku, seburuk-buruknya diriku, aku menghargai sebuah pernikahan.”
King menyibak rambut tergerai Mina menggunakan pistol, agar leher mulus itu terlihat olehnya ntuk kemudian diciumi bertubi. “Termasuk menghargai suamimu?”
Mina merinding sejadi-jadinya. King memberi efek panas di seluruh wajah dan kejut jantung seketika padanya. “Ya ...” Suara Mina berubah serak. Sialan! “Aku ... aku menghargainya sebagai suamiku.” Bohong! Mana sudi Mina memaksakan diri harus menghargai Red sebagai suaminya.
Hujan tiba-tiba turun lagi. Yang tadi itu mungkin cuma reda sejenak. Teras rumah King masih lima langkah lagi dari tempat mereka berdiri saat ini. King memeluk Mina erat-erat dari belakang, mendorongnya ke depan dengan paksaan, agar tidak terkena hujan untuk kali kedua.
Mina berada dalam kungkungan kedua lengan penuh urat menonjol King yang bisa terlihat, karena ujung lengan sweater digulung sampai sedikit di bawah siku. Dari belakang Mina, King memutar kunci pintu rumahnya. Satu lengan King masih melingkar erat di perut Mina.
“Aku tidak paham cara untuk mengatasi kebosananmu, King. Apalagi menghiburmu. Bisa antarkan aku pulang?” Serius, tenang dan santai Mina berusaha mempertahankan ketiga sikap selagi berharap semoga King membiarkannya kali ini.
“Apa yang kau harapkan dari pernikahanmu dengan adikku, Mina?” Pelan, King berhasil membawa Mina masuk ke dalam rumah. Belum jauh, masih di dekat pintu yang dibiarkan tetap terbuka.
Sementara Mina sedang tercengang. Pertanyaan yang bahkan tidak terpikirkan sama sekali. Mina diam, tidak bergerak sanking dia pun tidak berharap mendapatkan hal lain selain bahwa dirinya tidak akan diseret paksa untuk pulang bersama Gabin. Perlindungan yang diberikan oleh Logan berharga mahal, namun setimpal dengan apa yang harus Mina lakukan.
“Entahlah.” Mina menyerah untuk mencari tahu apa yang dia mau dari pernikahannya dengan Red. Memang sepertinya tidak ada.
King menyimpan pistolnya, kedua tangan memutar pinggang Mina agar tubuh wanita itu menghadap padanya. Dicengkeramnya rahang si adik ipar menggunakan satu tangan besarnya. “Kau sungguh ingin punya anak darinya?”
“Anak?”
King tertawa, menarik wajah Mina dalam cengkeramannya agar lebih mendekat padanya, lalu dicium kasar, brutal sampai-sampai Mina menendang kakinya. Bisa tepat di tulang kering.
Tidak marah, cuma terkejut. King terkekeh merasai bahwa tendangan dari kaki kecil Mina berefek padanya. Sakit. Membuatnya senang, lalu melepas ciuman kasarnya pada istri sang adik.
“Kau menipu ibuku dengan berita kehamilanmu. Ibuku sangat bahagia sekarang.”
Mampus! Mina benar-benar tanpa sadar mengaku hamil pada Jemima hanya untuk membalas perlakuan Red padanya. Dia baru ingat bahwa Logan sudah memperingatkannya untuk jangan melakukan hal yang tidak perlu, terutama bila bersangkutan dengan ibunya King dan Red.
Serius, Mina tidak berpikir panjang saat mengaku bahwa dirinya hamil karena Red. “Dari mana kau tahu aku menipu ibumu?” Meski bersalah, Mina tidak mau terlihat lemah dan berharap dimaafkan. Dia punya cara untuk mengatasi kebohongannya tanpa harus minta maaf. Pembunuh seperti mereka tidak pantas mendengar permintaan maaf.
Mata King yang tajam menyipit memandangi wajah Mina. Raut sombong tidak kenal takut milik Mina membuat King selalu ingin tertawa setiap kali melihatnya. “Mustahil kau hamil, Mina.”
“Sekarang memang tidak, tapi aku bisa. Aku bisa hamil sesegera mungkin.” Mina mundur selangkah. Tidak nyaman berdiri terlalu dekat dengan King. Dia selalu berusaha menekan segala perasaan tidak menentu setiap kali bersama pria yang apabila sedang beraksi saat membantai manusia itu sungguh mengerikan.
“Baguslah. Karena aku pasti akan menggantungmu dengan posisi kepala di bawah dan kaki di atas, kalau sampai berani mematahkan harapan ibuku. Karena rupanya kau bernyali sekali untuk membohongi ibu.”
Mina sadar seketika bahwa perbuatannya salah. Mulutnya asal, padahal dia tahu berhadapan dengan siapa. Terlalu senang dan waspada memang membuatnya tidak waras.
Tiba-tiba King tertawa. Baru ingat kalau memang sepertinya mustahil Mina bisa hamil dari adiknya. “Baiklah. Coba saja, Mina.” King menangkap Mina, kembali membawa wanita itu ke dalam dekapannya dengan paksaan. “Atau kau mau punya anak dariku? Kita bisa—akh!”
Pelukan King yang longgar memudahkan Mina untuk menyikut perut King dengan sikunya. Melepas cepat dirinya dari sana.
Mina berlari keluar. Menuju mobil. Seingatnya, tadi King tidak melepas kunci mobil sebelum turun.
King tidak mengejar. Cuma terus terkekeh di tempat sambil menatap kepergian Mina yang rupanya membawa lari kendaraannya.
“Ingat jalan pulang, jalan pulang.” Mina bergumam sambil sekilas menoleh ke belakang, memastikan apakah King mengejarnya atau tidak. Tidak. Dia tidak mengejar!
Tidak peduli jalanan di depan berlubang, Mina tetap melajukan mobil curiannya dengan kencang. Pikiran terburuk menguasai kepalanya. Bisa saja bajingan itu mengejar menggunakan sepeda motor. Bisa saja. Mungkin saja! Terus-terusan jeritan di kepalanya memperingati, seolah bukan King yang mengejarnya, melainkan Gabin sialan!
Meski Mina tidak melihat ada sepeda motor terparkir di garasi King—tetap saja terbiasa berpikir segala kemungkinan dapat terjadi, membuatnya waspada. Mau tidak mau. Dia terbiasa.
Butuh tiga kali mondar mandir di jalan yang sama—tersesat, sampai Mina bisa tiba di jalanan besar. Begitu menemukan keramaian yang telah menjauhi arah hutan menuju rumah King, Mina menepikan mobil.
Turun terburu-buru, muntah di samping mobil tanpa bisa ditahannya lagi. Mina terus mengeluarkan isi perutnya sampai perasaannya menjadi lebih baik.
***
Red tidak ada di rumah saat Mina tiba. Mina merasa bebas, sedikit senang, lalu pergi ke kamar mandi. Sampai dia selesai berendam pun, Red tidak terlihat.
Perasaan damai yang hampir tidak pernah dirasakannya selama beberapa tahun terakhir, seakan menyelimutinya begitu erat, enggan pergi.
Mina kembali ke kamar, selesai minum sedikit air. Berbaring telentang, melebarkan kedua lengan seolah akan terbang. Memejamkan kedua mata, lalu menarik dan mengembuskan napas. Dilakukan berulang. Sampai akhirnya Mina bisa tertidur. Tidur paling nyaman setelah bertahun-tahun nyaris tidak dapat tidur nyenyak.
Tengah malam, Red masuk ke kamar. Baru kembali dari rumah ayahnya. Ada banyak pembicaraan yang perlu dibahas bersama. Lelah, sakit kepala, Red naik ke tempat tidur setelah berendam dengan air hangat.
Mengganti penerangan kamar dengan lampu tidur, Red memperhatikan Mina yang terlelap. Posisi tidur Mina berubah. Tidak serapi saat pertama kali Red melihatnya kemarin malam.
Sepertinya, kemarin dia pura-pura tidur. Red angkat bahu tidak peduli. Berbaring, menarik selimut untuk dirinya sendiri.
***
Jika biasanya mengigau pasti menangis atau berteriak, maka Mina akan menendang atau memukul-mukul udara dalam keadaan kedua mata terpejam. Red terkena tendangan ketiga kalinya dan satu tinju sampai akhirnya memutuskan untuk membangunkan Mina yang seperti tengah berkelahi.
“Hei, bangun!” Red menendang pelan kaki Mina. Namun langsung mendapat tendangan balasan.
Melompat dari tempat tidur karena kesal bukan main, Red menarik kedua kaki Mina, tapi tidak sampai menghempaskannya ke lantai. Dibuatnya terduduk, lalu dia sendiri membungkuk untuk menepuk-nepuk wajah istrinya.
“Bangun!”
Kerasnya suara bentakan Red, membuat Mina tersentak, membuka mata. Refleks pertahanan dirinya memperingati untuk bertindak. Kedua lengan terulur, mencekik leher Red kuat-kuat.
“Mati kau, Gabin berengsek bajingan!” Mata merah melotot Mina nyaris keluar sanking marahnya dia.
Red pun refleks menampar Mina sampai wanita itu merasakan denging di telinga, perih di pipi dan pusing di kepala secara bersamaan. Detik itu juga Mina sadar sesadar sadarnya.
Sudah pagi ternyata. Belum terlalu terang, masih gelap. Jam empat pagi. Red mengangkat tubuh Mina yang terbaring miring diam, kaku karena tamparannya.
Mina tidak melawan. Terlalu lemas, lelah setelah bertarung dalam mimpinya yang memberi efek sampai ke dunia nyata.
Bahkan Mina sudah menduga kalau Red akan menyiraminya dengan air. Memandikannya tanpa melepas pakaiannya.
Red berhenti, saat melihat Mina sudah tidak lagi dengan tatapan kosongnya. Dia berjongkok di sisi Mina, lalu berbisik. “Buat dirimu sadar. Kita perlu membicarakan tentang kebohonganmu pada ibuku.”
Mina keluar kamar setelah satu jam mengurung diri. Maksudnya, mandi selama mungkin sambil berpakaian sengaja dilambat-lambatkan.Red rupanya tidak mau menunggu. Mina senang karena batal membicarakan apa yang seharusnya dipertanggungjawabkan. Nanti. Biarkan dia bernapas lega dulu sejenak setelah insiden melarikan diri dari singa jantan dan mimpi buruk.Memastikan bahwa Red benar tidak berada di dalam, Mina pergi keluar rumah. Sepi. Mobil Red tidak ada di garasi, justru Mina baru ingat, mobil King-lah yang saat ini terparkir asal di halaman depan rumah Red.Aku benar-benar lupa telah mencuri mobil si berengsek itu kemarin.Berniat mendekat, sekitar dua puluh meter, Mina sama sekali tidak tahu apalagi menduga kalau ada seseorang di dalam mobil. Barulah dia sadar ketika kendaraan roda empat itu bergerak, maju dalam kecepatan tinggi.Tidak menghindar, Mina yakin si pengemudi cuma menggertak—walau entah siapa di dalam sana. Tidak akan menabrak, pasti berniat memperingatinya.Jangan mati sia
“Kau bukan suamiku.” Mina sibuk mencari di mana menyimpan pistol yang diberikan oleh Red padanya tadi.“Oh, harus jadi suami dulu baru boleh menidurimu?”Mina tidak menanggapi, sibuk mengingat di mana meletakkan benda berharga itu selagi seharusnya dia menjadikan pistol Red sebagai pelindung dari si singa jantan.King sudah berada tepat di belakang Mina, tanpa sempat disadari oleh Mina yang sibuk mengingat sambil mencari pistolnya.King melingkarkan kedua lengannya di sekeliling tubuh Mina. Bibirnya mengecup leher dan pundak Mina bergantian. “Mencari pistol milik Red yang diberikan padamu?”Mina berdebar bukan karena ketahuan, tapi tangan King yang mengusap lembut di sekitaran pusarnya sambil terus turun lebih ke bawah memberikan sensasi mengejutkan.Selagi Mina menahan diri, King terus memprovokasi.“Red tidak mungkin menyentuhmu dengan penuh perasaan sepertiku, Mina.”Nyaris lepas kontrol! Mina mengatur napas dan debar jantung yang tidak karuan. Dering dari telepon rumah menyadarkan
Karena mengambil ramuan yang diminta oleh Jemima, Red membiarkan ‘bercinta’ mereka gagal malam itu. Dia pergi selagi Mina berendam begitu lama di bathtub.Ramuan yang Jemima maksudkan adalah sejenis racikan segala macam bahan untuk membuat putra bungsunya ‘kuat perkasa tahan lama’ di atas ranjang.Logikanya, Red menganggap ibunya berlebihan. Namun saat mengikuti perasaannya, dia tahu bahwa ibunya sedang berusaha. Baik Jemima atau pun Logan, wajar mengharapkan garis keturunan mereka terus berkembang, bukannya berhenti di dua putranya.Percuma King dan Red yang luar biasa di segala bidang, tidak memiliki satu pun keturunan yang bisa meneruskan segala bakat yang mereka miliki.Jemima punya rencana terhadap cucu-cucunya nanti. Tujuannya sendiri.“Mina sedang hamil. Untuk apa lagi ramuan ini?” Red mengernyit sesaat ketika memutar-mutar badan botol. Memastikan bukan ramuan aneh yang harus diminum, dia memutar tutupnya. Mendekatkan hidung ke mulut botol, menghirupnya.“Tetap diperlukan. Ramu
“Salah satu dari kalian membunuh Gabin Walle. Dan salah satu dari kalian juga yang membongkar makamnya.” Logan menatap bergantian pada kedua putranya.Melihat tidak ada yang mau buka mulut, Logan langsung membuka bukti-bukti secara transparan. “Kau, Red. Siapa yang memintamu untuk membunuhnya? Istrimu?”“Tidak,” geleng Red cepat. “Mina tidak ada kaitannya sama sekali. Dia tidak tahu apa-apa.”Logan menghela napas, mengusap wajah dengan gusar. “Kau tahu aturan kita, bukan? Sejak dulu, tidak ada anggota keluarga Blackwood membunuh orang yang tidak bersalah dan tanpa alasan.”Red mengernyit, tidak terima dianggap tidak beralasan dan tidak bersalah oleh Logan. “Justru aku melakukannya karena banyak alasan. Gabin Walle sangat bersalah. Dia menghancurkan hidup istriku, Ayah.”Logan menggeleng. “Bukan urusan kita, Red. Gabin tidak merugikan apa pun untuk keluarga kita. Bisnis—”“Sekarang Mina Allerick adalah keluarga kita. Dia salah satu dari Blackwood,” sela King. Tidak pernah mau menunggu
Menikahi saksi mata. Terpaksa Red lakukan demi menghindari banyak hal, terutama untuk menjamin si saksi tutup mulut. Padahal tidak harus sampai sebegitunya, namun keputusan ayahnya—Logan Blackwood, memang tidak bisa dibantah. “Buka kakimu lebar-lebar, Mina.” “Tidak.” Mina malah merapatkan kedua kakinya. Red mencekik Mina menggunakan satu tangan, namun hal serupa pun dibalas Mina meski cengkeraman Red terasa lebih kuat. “Hebat. Kau membaca gerakanku, lalu membalasnya.” Menyeringai, Red senang karena ternyata menikahi wanita tangguh seperti Mina. Tidak takut padanya, apalagi pada kematian. Padahal baru tempo hari Mina di sana. Melihatnya melakukan sesuatu yang pastinya tidak mudah diterima oleh orang waras dan normal pada umumnya. Namun kini wanita itu ada di sini, bersamanya, menikah dengannya. Menjadi istri, pendamping hidup—meski terpaksa. Mina balas menyeringai. Tidak berniat melepas cengkeraman kedua tangannya dari leher Red, kalau pria itu tidak mau melepasnya lebih dulu. “Per
“Mundur, Red.” Padahal King menyaksikan sendiri kalau adiknya sama sekali tidak melangkah maju, melainkan tetap di tempat, namun dia begitu suka melihat kepanikan di wajah Red yang selama ini hidup aman dan tenang di bawah naungan keluarga besar mereka. Red perlu diguncang.“Jangan mengujiku,” geram Red sambil mengepal tinju. “Kau rupanya sengaja menggunakan ibu untuk memancingku datang bersama Mina.”King terkekeh pelan, menyeret mulut pistolnya dari pelipis Mina, turun ke pipi, lalu menuju leher, memberi penekanan di sana. “Kau terlalu tegang, Red. Santailah sedikit. Aku cuma ingin melihat wajah saksi yang menonton perbuatan kita tempo hari.”Mina memasang ekspresi datar. Terlihat tidak gentar. “Aku tidak dengan sengaja menonton aksi pembunuhan yang kalian lakukan.”Pistol King menjauh dari leher Mina. Tertawa pelan, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Mina. “Aku mengawasimu, Mina Allerick. Jangan kira dengan menikahi adikku semuanya selesai.”“Akan kuingat ancamanmu dengan baik.”
King melepas ciuman mereka, tapi tidak membiarkan Mina lolos. Dicekiknya Mina, ditindih agar tidak mampu melawan. Dirasai lidahnya sendiri yang terluka dan berdarah.“Wah, wah. Kau pintar menggigit, ya?” King terkekeh. Menatap Mina yang terengah parah, tidak lagi kedinginan, karena mereka sedang bergumul panas. Bukan bercinta, bukan—namun lebih nikmat dari sensasi melayang karena penyatuan. Bagi King, sulit mendapatkan lawan yang mau bersikap kasar terhadap dirinya. Semua dari mereka—para wanita—patuh, menurut padanya.Diminta menjilat, pasti dilakukan. Diperintah mengulum, jelas dipatuhi. Tidak perlu memaksa mereka, karena dengan suka rela wanita-wanita itu bersedia telentang telanjang di tempat tidur King.Berpikir keras mencari cara membalas yang tepat, tidak ada niat dalam hati Mina untuk bernegosiasi dengan orang gila seperti King. Melawan. Cuma melawanlah yang harus dia lakukan.Walau dalam diam dengan mata saling bertatapan, King dan Mina merasa seolah memahami isi pikiran satu
“Salah satu dari kalian membunuh Gabin Walle. Dan salah satu dari kalian juga yang membongkar makamnya.” Logan menatap bergantian pada kedua putranya.Melihat tidak ada yang mau buka mulut, Logan langsung membuka bukti-bukti secara transparan. “Kau, Red. Siapa yang memintamu untuk membunuhnya? Istrimu?”“Tidak,” geleng Red cepat. “Mina tidak ada kaitannya sama sekali. Dia tidak tahu apa-apa.”Logan menghela napas, mengusap wajah dengan gusar. “Kau tahu aturan kita, bukan? Sejak dulu, tidak ada anggota keluarga Blackwood membunuh orang yang tidak bersalah dan tanpa alasan.”Red mengernyit, tidak terima dianggap tidak beralasan dan tidak bersalah oleh Logan. “Justru aku melakukannya karena banyak alasan. Gabin Walle sangat bersalah. Dia menghancurkan hidup istriku, Ayah.”Logan menggeleng. “Bukan urusan kita, Red. Gabin tidak merugikan apa pun untuk keluarga kita. Bisnis—”“Sekarang Mina Allerick adalah keluarga kita. Dia salah satu dari Blackwood,” sela King. Tidak pernah mau menunggu
Karena mengambil ramuan yang diminta oleh Jemima, Red membiarkan ‘bercinta’ mereka gagal malam itu. Dia pergi selagi Mina berendam begitu lama di bathtub.Ramuan yang Jemima maksudkan adalah sejenis racikan segala macam bahan untuk membuat putra bungsunya ‘kuat perkasa tahan lama’ di atas ranjang.Logikanya, Red menganggap ibunya berlebihan. Namun saat mengikuti perasaannya, dia tahu bahwa ibunya sedang berusaha. Baik Jemima atau pun Logan, wajar mengharapkan garis keturunan mereka terus berkembang, bukannya berhenti di dua putranya.Percuma King dan Red yang luar biasa di segala bidang, tidak memiliki satu pun keturunan yang bisa meneruskan segala bakat yang mereka miliki.Jemima punya rencana terhadap cucu-cucunya nanti. Tujuannya sendiri.“Mina sedang hamil. Untuk apa lagi ramuan ini?” Red mengernyit sesaat ketika memutar-mutar badan botol. Memastikan bukan ramuan aneh yang harus diminum, dia memutar tutupnya. Mendekatkan hidung ke mulut botol, menghirupnya.“Tetap diperlukan. Ramu
“Kau bukan suamiku.” Mina sibuk mencari di mana menyimpan pistol yang diberikan oleh Red padanya tadi.“Oh, harus jadi suami dulu baru boleh menidurimu?”Mina tidak menanggapi, sibuk mengingat di mana meletakkan benda berharga itu selagi seharusnya dia menjadikan pistol Red sebagai pelindung dari si singa jantan.King sudah berada tepat di belakang Mina, tanpa sempat disadari oleh Mina yang sibuk mengingat sambil mencari pistolnya.King melingkarkan kedua lengannya di sekeliling tubuh Mina. Bibirnya mengecup leher dan pundak Mina bergantian. “Mencari pistol milik Red yang diberikan padamu?”Mina berdebar bukan karena ketahuan, tapi tangan King yang mengusap lembut di sekitaran pusarnya sambil terus turun lebih ke bawah memberikan sensasi mengejutkan.Selagi Mina menahan diri, King terus memprovokasi.“Red tidak mungkin menyentuhmu dengan penuh perasaan sepertiku, Mina.”Nyaris lepas kontrol! Mina mengatur napas dan debar jantung yang tidak karuan. Dering dari telepon rumah menyadarkan
Mina keluar kamar setelah satu jam mengurung diri. Maksudnya, mandi selama mungkin sambil berpakaian sengaja dilambat-lambatkan.Red rupanya tidak mau menunggu. Mina senang karena batal membicarakan apa yang seharusnya dipertanggungjawabkan. Nanti. Biarkan dia bernapas lega dulu sejenak setelah insiden melarikan diri dari singa jantan dan mimpi buruk.Memastikan bahwa Red benar tidak berada di dalam, Mina pergi keluar rumah. Sepi. Mobil Red tidak ada di garasi, justru Mina baru ingat, mobil King-lah yang saat ini terparkir asal di halaman depan rumah Red.Aku benar-benar lupa telah mencuri mobil si berengsek itu kemarin.Berniat mendekat, sekitar dua puluh meter, Mina sama sekali tidak tahu apalagi menduga kalau ada seseorang di dalam mobil. Barulah dia sadar ketika kendaraan roda empat itu bergerak, maju dalam kecepatan tinggi.Tidak menghindar, Mina yakin si pengemudi cuma menggertak—walau entah siapa di dalam sana. Tidak akan menabrak, pasti berniat memperingatinya.Jangan mati sia
Mina pikir, meski pelit memberikan informasi, setidaknya King akan menggertaknya dengan sesuatu mengenai pamannya. Dugaanku meleset? “Jadi, apa tujuanmu membawaku ke sini?”“Aku sedang bosan.” King tertawa tanpa beban. “Masuklah.”“Aku tidak mau.” Mina bertahan di tempat. Di dalam rumah, berduaan dengan lawan jenis, apalagi yang mau dilakukan? Mungkin akan ada orang lain di rumah King, namun melihat Red suka kesendirian, Mina yakin King pun tidak suka tinggal dengan orang lain.King tidak heran kalau dirinya ditolak lagi oleh Mina, walau sudah diancam menggunakan pistol sekalipun. Tanpa raut marah, ditatapnya Mina dengan senyum. Bagi Mina, King persis orang gila mesum.“Tadi aku ikut denganmu karena dipaksa. Kau juga menodong—”“Yap, karena aku menodongkan pistolku padamu agar kau ikut denganku,” sela King, tentu dengan kembali mengancam menggunakan pistol. Cepat sekali tangan itu bergerak, tiba-tiba sudah memegang senjata api laras pendek. Kali ini, sasarannya pelipis Mina. “Masuk.”
King melepas ciuman mereka, tapi tidak membiarkan Mina lolos. Dicekiknya Mina, ditindih agar tidak mampu melawan. Dirasai lidahnya sendiri yang terluka dan berdarah.“Wah, wah. Kau pintar menggigit, ya?” King terkekeh. Menatap Mina yang terengah parah, tidak lagi kedinginan, karena mereka sedang bergumul panas. Bukan bercinta, bukan—namun lebih nikmat dari sensasi melayang karena penyatuan. Bagi King, sulit mendapatkan lawan yang mau bersikap kasar terhadap dirinya. Semua dari mereka—para wanita—patuh, menurut padanya.Diminta menjilat, pasti dilakukan. Diperintah mengulum, jelas dipatuhi. Tidak perlu memaksa mereka, karena dengan suka rela wanita-wanita itu bersedia telentang telanjang di tempat tidur King.Berpikir keras mencari cara membalas yang tepat, tidak ada niat dalam hati Mina untuk bernegosiasi dengan orang gila seperti King. Melawan. Cuma melawanlah yang harus dia lakukan.Walau dalam diam dengan mata saling bertatapan, King dan Mina merasa seolah memahami isi pikiran satu
“Mundur, Red.” Padahal King menyaksikan sendiri kalau adiknya sama sekali tidak melangkah maju, melainkan tetap di tempat, namun dia begitu suka melihat kepanikan di wajah Red yang selama ini hidup aman dan tenang di bawah naungan keluarga besar mereka. Red perlu diguncang.“Jangan mengujiku,” geram Red sambil mengepal tinju. “Kau rupanya sengaja menggunakan ibu untuk memancingku datang bersama Mina.”King terkekeh pelan, menyeret mulut pistolnya dari pelipis Mina, turun ke pipi, lalu menuju leher, memberi penekanan di sana. “Kau terlalu tegang, Red. Santailah sedikit. Aku cuma ingin melihat wajah saksi yang menonton perbuatan kita tempo hari.”Mina memasang ekspresi datar. Terlihat tidak gentar. “Aku tidak dengan sengaja menonton aksi pembunuhan yang kalian lakukan.”Pistol King menjauh dari leher Mina. Tertawa pelan, lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Mina. “Aku mengawasimu, Mina Allerick. Jangan kira dengan menikahi adikku semuanya selesai.”“Akan kuingat ancamanmu dengan baik.”
Menikahi saksi mata. Terpaksa Red lakukan demi menghindari banyak hal, terutama untuk menjamin si saksi tutup mulut. Padahal tidak harus sampai sebegitunya, namun keputusan ayahnya—Logan Blackwood, memang tidak bisa dibantah. “Buka kakimu lebar-lebar, Mina.” “Tidak.” Mina malah merapatkan kedua kakinya. Red mencekik Mina menggunakan satu tangan, namun hal serupa pun dibalas Mina meski cengkeraman Red terasa lebih kuat. “Hebat. Kau membaca gerakanku, lalu membalasnya.” Menyeringai, Red senang karena ternyata menikahi wanita tangguh seperti Mina. Tidak takut padanya, apalagi pada kematian. Padahal baru tempo hari Mina di sana. Melihatnya melakukan sesuatu yang pastinya tidak mudah diterima oleh orang waras dan normal pada umumnya. Namun kini wanita itu ada di sini, bersamanya, menikah dengannya. Menjadi istri, pendamping hidup—meski terpaksa. Mina balas menyeringai. Tidak berniat melepas cengkeraman kedua tangannya dari leher Red, kalau pria itu tidak mau melepasnya lebih dulu. “Per