“Tentu saja. Sebelum diputuskan, sudah lewat diskusi antara tuan Logan dan Red terlebih dulu.”Menyebut nama Red tanpa panggilan hormat. Mina menebak mereka mungkin sepantaran atau berteman. “Oh, baiklah kalau begitu. Tapi aku sering tidak berada di luar rumah. Mungkin kau—”“Situasi sudah tidak lagi sama seperti sebelumnya, Mina. Meski di dalam rumah Red sekalipun, aku tetap harus berada dekat denganmu untuk memastikan bahwa kau aman.” Setelah menyela, diperjelas tegas dalam nada yang ramah.“Apa yang telah kulewatkan selama berhari-hari?” Mina bertanya-tanya dalam hati, sambil mengamati Indila yang sudah masuk tanpa dipersilakan. Sembilan hari tanpa sadar berlalu begitu saja, namun situasi rupanya berubah membingungkan untuknya.Gerak Indila terburu-buru, memeriksa setiap sudut rumah. Bahkan bantal yang tergeletak di sofa pun perlu diobrak-abrik isi dalamnya dengan memasukkan tangan ke dalam. Meski begitu, aksinya tidak ribut, rapi bahkan tak meninggalkan jejak sama sekali padahal ba
“Ibu pergi ke beberapa daerah terpencil membagi-bagikan bantuan bahan makanan pokok untuk penduduk yang kekurangan pangan.” Red memberitahu. “Selama sembilan hari kau terbaring di tempat tidur, Ibu juga sedang tidak berada di sini—”“Tunggu,” sela Jemima, menatap Indila. “Kenapa kau bisa ada di sini? Bukankah seharusnya kau masih di perbatasan?”Indila tersentak. “Y-ya, Nyonya?” Bahkan sampai tergagap.“Pekerjaannya di perbatasan sudah selesai, Bu. Ayah memberinya tugas baru.” Red yang bantu menjelaskan.“Tugas baru?” Jemima tidak henti memberi tatapan intimidasi. Tidak sadar kalau Mina datang bersama Indila.“Ya, Nyonya. Tugasku saat ini adalah sebagai pengawal pribadinya Mina.”Kedua mata Jemima melebar. Merasa heran. Apa tidak ada orang lain sampai harus meminta Indila yang melakukannya?“Siapa yang merekomendasikanmu? Red?” Jemima menatap putranya.“Bu-bukan, Nyonya. Tuan Logan langsung yang memberiku perintah—”“Dan atas persetujuan Red juga,” sela Mina, melirik suaminya. “Benar
Red benar mencium bibir Mina. Mencium brutal agar istrinya berhenti membicarakan Indila. Jemima yang menyaksikan sampai berdeham, namun tidak dihiraukan.Mina memukul dada Red, berharap oksigennya yang tercuri, bisa didapatkannya kembali. Red baru mau melepaskan saat Jemima melewati mereka sambil menutup pintu.Terengah-engah keduanya. Mina sampai bersandar di dada Red sanking lemasnya. Ciuman yang barusan luar biasa menghanyutkan.“Kau ... kau melindungi wanita itu sampai sebegitunya.” Bukan cemburu, Mina mengejek karena akhirnya menang dari Red, sebab kini memegang satu kelemahan suaminya. Wanita itu, Indila Rhodes!“Apa maksudmu?”Mina melepas tubuh dari Red sebelum dirinya berkeinginan untuk memeluk pria itu erat-erat. “Apa kau selalu pura-pura bodoh begitu setiap kali dipertanyakan soal Indila?”Red memperhatikan kamar Jemima. Cemas kalau-kalau si ibu malah memasang alat penyadap di ruangan besar nan luas itu. Meski memang mustahil terpasang di kamar seorang wanita seperti ibunya
Red mengangguk tanpa maksud meyakinkan Mina. “Aku tahu lewat berbagai informasi yang kudapatkan tentangmu. Kau putri tunggal. Setelah rumahmu dimasuki perampok dan kedua orang tuamu meninggal dunia, kau tinggal bersama adik ibumu—Melrose.“Gabin menikahi Melrose, namun kau kerap mendapatkan pelecehan darinya. Kau menyembunyikan traumamu jauh-jauh di dalam dirimu. Bahkan ketika dia nyaris memperkosamu, kau menancapkan gunting di pahanya. Dia pincang karena ulahmu.” Merasa cukup, Red diam memperhatikan raut wajah Mina yang berubah-ubah.“Memang mustahil kau tidak tahu,” gumam Mina. Bukan mulai ketakutan, cuma merasa cemas.“Tepat.”Mina memegang lengan Red agar pelukan erat itu terlepas darinya. Tidak peduli, makin diperkuat, Red menekan agar bagian bawah tersensitif milik Mina bertemu kebanggaannya yang jarang terasah bakatnya.Mina menggeliat pelan, bercampur perasaan was-was dalam dada. Aneh, setiap mendapat perlakuan begitu intim—entah dari Red atau King, Mina tidak pernah merasa ba
“Bagus. Lemaskan tubuhmu, Mina.” Red berbisik, mengecup telinga si istri dengan lembut memanja.Mina melihat ekspresinya yang sayu, menikmati, setengah tidak berdaya, bahkan tidak tahan untuk berdiam diri. Selagi jari suaminya keluar masuk tak henti, diraihnya ‘junior’ Red untuk digenggam, dibuat tegang.“Kau suka?” balas Mina yang menggoda. Tak mau cuma jadi pihak yang tidak melawan.“Lebih suka kalau kau menuntunnya untuk masuk ke dalam dirimu.”“Ajari aku.” Punya rasa takut, namun sama sekali tidak ada hubungannya dengan trauma akibat ulah Gabin.Mau sama mau berbanding terbalik dengan pelecehan. Mina dapat membedakan keduanya.“Kau pasti mahir dengan sendirinya. Cobalah. Nalurimu yang akan menuntunmu.” Red menimpa tangannya di tangan Mina agar semakin kuat menaikturunkan juniornya.Mina berubah pikiran. Sensasi ingin ditikam secara mendadak, membuatnya mengubah kemauan. “Kalau aku yang memintamu memasukiku lebih dulu, apa akan kau lakukan?”Padahal Red begitu ingin si perawan malu
Meleset! Namun pipi Mina sempat tergores oleh pisau yang diterbangkan ke arahnya. Pria itu seorang ahli. Jika tidak karena kaki yang ditembak Indila, mungkin pisaunya berhasil mengenai leher Mina—si target.Karena pria itu pun memiliki pistol yang sudah dikeluarkan dari balik pinggangnya, Indila wajib bersembunyi kalau tidak mau kepala atau jantungnya berlubang.Mina telah hilang dari pandangan keduanya. Rupanya lari tidak tentu arah. Tidak dipedulikannya Indila, karena dia tahu, sebagai pengawal pribadi dan terbiasa dalam situasi begini, Indila Rhodes bisa menjaga diri sendiri.“Ingat baik-baik, Mina. Ingat di mana mobilnya terparkir.” Mina komat kamit memberi kesempatan otaknya berpikir, mengingat.Cuma sekali Mina lengah, menoleh ke belakang untuk memastikan mungkin saja Indila menyusulnya, ketika dia kembali pada tatapan lurus, dihadapkan oleh mulut pistol yang mengarah ke keningnya.“Jangan bergerak, Mina.” Pria itu mengenalnya.“Tenang, Mina! Tenang! Anggap yang sedang kau hadap
Mina tidak sempat berteriak, namun bisa meraih batu kecil di dekatnya untuk dilemparkan ke arah asal suara. Gerak refleksnya lumayan bagus.King? “Sedang apa kau di sini?”Seperti biasa, King terkekeh setiap kali berhadapan dengan Mina. “Numpang lewat.”Percuma Mina bertanya. “Kau bekerja sama—”“Itu pria yang mengejarmu?” King menunjuk melewati bahu Mina, tepat di gundukan tinggi tempat tadi Mina tersandung sebelum berguling. Kini pria itu siap menuruni turunan untuk mendatanginya.“Ya. Sepertinya dia salah satu dari rekannya Gabin.”“Baiklah. Mungkin ada yang mau kalian selesaikan. Aku pergi dulu,” pamit King sambil balik badan.“Tunggu, King!” Mina berhasil menangkap kaki King, mencengkeram kuat.King pura-pura bersikap dingin. “Lepaskan aku, Mina. Selesaikan masalah di antara kalian.”Mina mendengus. Tahu kalau kakak iparnya sedang bersandiwara. “Kau sungguh akan pergi? Meninggalkanku sendirian di sini?”Yang tadinya berdiri, kini King berjongkok, tepat di hadapan Mina yang tidak
“Red mungkin mencariku, King.” Sudah dua jam berlalu sejak keluar hutan, dibawa ke rumah persembunyian King yang lain. Mina yakin suaminya pasti curiga dan setidaknya mencari tahu apa belajar menembak yang diikutinya berjalan lancar atau tidak.“Mungkin.” King melepas paksa blus Mina. Sempat ada perlawanan, walau akhirnya dia yang jelas menang.“Indila pasti memberitahu Red tentang apa yang terjadi.”“Indi justru senang kau tidak ada, Mina.” Tawa King mengundang kemarahan Mina. Saat kaki kiri Mina yang tidak ikut terkilir menendangnya, cepat ditangkap dan dicengkeram. “Hmm ... mau coba?”“Jangan coba-coba.” Tahu percuma bicara pada King, apalagi mengancam, Mina hanya berusaha menegaskan bahwa dirinya tidak ingin diperlakukan seenaknya. “Hei!”“Jangan berlagak seperti perawan.” King tidak tertawa kali ini. Ditariknya paksa celana Mina agar keluar dari kedua kaki, meski yang kanan tetap menggunakan cara yang lebih sopan.“Kau kecewa?” ejek Mina. Mengingat betapa gencar King mengajaknya
Red terlihat terkejut, lalu menunduk, menghindari tatapan Mina. “Mina ... aku minta maaf. A-aku tidak pernah bermaksud begini. Aku tidak mau kau pergi. Aku cuma ... butuh waktu untuk ini.”“Waktu?” Mina melangkah lebih dekat. “Waktu tidak akan menunggu anak-anak kita tumbuh. Mereka butuh stabilitas sekarang, Red. Kita harus jadi tim. Kalau kalian mencintaiku, kalian akan mencintai mereka juga. Menerima keputusan dan rencana yang ingin kulakukan untuk kita semua.”Sunyi melingkupi ruangan beberapa detik sebelum King mendekat, memegang erat tangan Mina. “Aku akan melakukan apa pun yang kau katakan, Mina. Tapi jangan coba-coba mengambil keputusan untuk meninggalkanku.”Mina menarik napas dalam, menatap King dan Red. “Bukan aku yang harus memutuskan, King. Itu ada di tangan kalian berdua. Ikuti aturanku atau tidak sama sekali. Aku bebas pergi, jika kalian memutuskan tidak setuju dengan aturanku.”***Mina merasa kontradiksi saat kontraksi pertama datang. Di satu sisi, dia merasa ketakutan
King menarik napas panjang sebelum tiba-tiba menyeringai penuh kepuasan. “Aku tahu ini akan terjadi. Aku tahu kau akan memilihku. Kau pun tidak tahan untuk tidak mengandung bayi dariku.” Nadanya menggoda, tapi jelas sangat bangga.Namun, momen itu segera terganggu oleh suara pintu lain yang terbanting. Red masuk dengan wajah kecewa, menekan semua emosi sekuat tenaga. Dia memang masih Red Blackwood yang dulu, namun sejak Ophelia hadir, hubungan King dan Mina yang terlalu intim di matanya, tidak lagi terasa mengganggu.“Begitu rupanya.” Suaranya sedikit bergetar, tapi Red tertawa. “Aku dengar dari ibu, kalau kau mau mengandung bayi hasil dari hubungan dengan pria yang paling kau cintai. Itu artinya dia?”Mina berdiri, mencoba memberi penjelasan. “Red, ini bukan cuma soal cinta. Karena aku pun menyayangimu. Kalau kau ingin kita berpisah, aku tidak bisa melakukannya, karena itu artinya Ophelia harus bersamaku.”Mina menambahkan, agar tidak ada lagi kesalahpahaman. Sejak awal, bukan dia ya
King tentu menggunakan kesempatan itu untuk menyusup masuk.King memasuki kamar Jemima tanpa ragu, hampir tanpa suara. Dia ahli dalam bertindak begini. Sebelum pada tujuannya, ditatapnya sejenak bayi Mina dan Red.“Ophelia, jangan sampai terbangun, apalagi berisik kalau tidak ingin aku marah dan membawamu pada ayahmu. Tetap tenang,” ucap King dalam suara pelan dan berat.Kini matanya langsung tertuju pada Mina yang terlelap di sisi ranjang. Wajah si istri terlihat begitu tenang, rambutnya sedikit berantakan menyentuh pipi. Sesuatu di dalam dada King bergemuruh, seperti kebahagiaan kecil yang sulit dijelaskan. Belakangan, entah kapan tepatnya, ada banyak perasaan ‘brutal’ pada Mina jadi melemah, bukan berkurang, tapi seakan melembut dengan sendirinya.King berjalan mendekat, mengatur langkahnya agar tidak terlalu berat.Duduk di tepi ranjang, membiarkan ujung jarinya dengan lembut menyentuh rambut Mina, menyelipkannya ke belakang telinga. Reaksi Mina sedetik kemudian—menggeliat pelan,
Sudah dua hari berlalu dari seks agak lama di mobil dan kembali hal serupa terulang.Kali ini, tangga. Tangga menuju kamar atap, menjadi saksi selanjutnya. Mina sedang naik duluan, membawa sekeranjang pakaian kotor, saat King tiba-tiba menarik pinggangnya dari belakang.Mina hampir jatuh, tapi King memegangnya erat-erat, mendorong sampai punggung Mina menempel ke dinding tangga.King menarik celana Mina dengan cepat, tangannya masuk ke dalam, menyentuh Mina sampai si istri mengerang pelan. Mina mencengkeram pegangan tangga, mencoba menahan diri.King tidak bicara, langsung membuka celananya sendiri. Dia mengangkat satu kaki Mina, meletakkan di bahunya, lalu masuk ke dalam Mina dengan gerakan keras.Selain tangganya sempit, mereka harus cepat karena situasi tidak mendukung. Mina menggigit bibirnya agar tidak bersuara, tapi King menarik dagunya, mencium bibirnya kasar ketika akhirnya ada desah yang sempat lolos sedetik lalu.Mereka bergerak bersama, membawa getaran hebat yang menjalar p
Mina tahu perasaannya tak sederhana. Antara King dan Red. Ada dorongan yang tak bisa dibendung, perasaan yang terjebak antara dua dunia, dua suami yang sangat berbeda. Kali ini lebih menantang karena mereka berbaur bersama di satu atap. Beruntung sekarang Jemima sering berada di tengah-tengah mereka, mengurangi kegiatan sosialnya demi untuk cucu tercinta.Jemima-lah yang membuat jarak di antara King, Mina dan Red benar-benar punya celah. Dan itu sungguh bagus.Red sedang keluar, katanya bertemu Logan sementara Jemima tengah membawa Ophelia jalan-jalan di seputaran rumah—halaman depan, juga memamerkan si cucu pada tetangga.Mina ditarik King ke sini. Ditatapnya ke depan, mata terfokus pada pintu garasi yang tertutup rapat.Suasana di dalam mobil terasa sunyi. Cuma ada suara debar jantung Mina yang berdetak lebih cepat. King duduk di sampingnya, jarak mereka begitu dekat, namun tidak ada kata-kata yang keluar seperti kenakalan dan kebrutalan King yang biasa. Mungkin belum.“Kenapa harus
Red dan Mina masih duduk. Tanpa jarak di antara mereka. Mina menyandarkan kepalanya ke bahu Red, sementara pria itu menggenggam tangan si istri begitu erat—tidak menyakiti. Mereka menunggu, terus menanti.“Harusnya aku selalu ada di sisinya,” gumam Mina akhirnya, suaranya dipenuhi rasa bersalah. Dalam situasi dan kondisi begini, segala perasaan marah serta bencinya pada Zara, benar-benar hilang entah ke mana.Red menoleh, menatap Mina dengan sorot yang lembut tetapi tegas. “Sekarang kau sudah di sini. Kita akan melewati ini bersama."Sebelum Mina sempat menjawab, pintu ruang bersalin terbuka, dan seorang perawat keluar. Mereka berdua langsung bangkit serempak.“Bagaimana dia?” tanya Mina, nadanya nyaris panik.“Zara melewati masa kritisnya. Perdarahannya sudah teratasi, dan kondisinya mulai stabil,” kata perawat itu dengan senyum menenangkan. “Bayi perempuan, sehat dan sempurna.”Mina menutup wajah dengan kedua tangannya, terisak lega. Sementara Red entah bagaimana merasa sangat berbe
“Mina.” Suara King terdengar tegas dari luar mobil. Pria itu membuka pintu pengemudi dengan gerakan cepat, membuat Mina terkejut.“Hei, ada apa, King?” King menatapnya dalam, mata kelamnya dipenuhi ketegasan yang tidak bisa dibantah. “Kau tidak akan menyetir dalam kondisi seperti itu,” katanya sambil menarik tubuhnya menjauh dari pintu. “Pindah ke kursi penumpang.”“Seperti apa?” Mina tertawa, tawa yang kering.“Tanganmu gemetar, kau gelisah.”“Aku baik-baik saja.” Mina tetap bergeming, meski tahu argumennya tidak akan bertahan lama—King tidak pernah bisa dibantah.King mendekat lebih jauh, satu tangannya bersandar pada atap mobil, menciptakan bayangan besar di atas Mina. “Aku tidak akan mengulanginya, Mina. Pindah sekarang.” Ada sesuatu dalam nada suaranya yang membuat Mina segera menyerah tanpa banyak perlawanan.Mina menelan sisa protesnya, membuka sabuk pengaman, dan keluar dari mobil. “Kenapa tiba-tiba kau berubah pikiran?” tanyanya, menatap King yang kini mengambil alih posisi
Langkahnya terseok-seok menuju tempat tidur, mencoba meraih kursi dekat jendela, berpegangan pada meja kayu yang sudah mulai terlihat lusuh. Semua terasa begitu mencekam. Seperti ada banyak hal yang terpendam dalam dirinya, tapi rasa sakit itu memaksa dia untuk mengabaikannya. Semua terfokus pada satu hal—bayi yang semakin mendekat.Detik demi detik terasa lambat. Dia mengumpulkan kekuatan, meskipun lututnya hampir tak mampu menopang tubuhnya yang lelah. Sejak awal hamil, dia sudah terbiasa mandiri—tanpa bantuan Logan, tanpa banyak orang. Tapi ini berbeda. Inilah ujian terberatnya.Pikiran tentang Logan kembali menghantui. Bayangan wajahnya muncul di pikirannya, tetapi segera dia buang jauh-jauh. Tidak ada gunanya. Tidak ada gunanya menunggu sesuatu yang tidak pasti.Hingga akhirnya, sebuah teriakan keluar dari tenggorokannya. Sebuah teriakan yang penuh keputusasaan, namun di saat yang sama, penuh dengan kekuatan yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Dengan setiap tarikan napas ya
“Em, sepertinya begitu.” Berusaha tidak memperlihatkan kekesalan beserta kekecewaan, Red mengangguk, merelakan istrinya pergi menemui kakaknya. Mina sudah melepas diri sepenuhnya dari Red, tapi kemudian mengingat Zara. Didekatinya Red dengan cepat sambil berkata, “Jaga dia. Ingat, bayi kita ada padanya. Pastikan semua yang dia butuhkan terpenuhi. Andai kau keberatan, beritahu aku.”Red mengangguk, merebut wajah Mina sambil dihadiahkan sebuah ciuman kilat.Red menahan napas sejenak setelah bibirnya meninggalkan Mina. Matanya menelusuri wajah istrinya, mencoba menghafal setiap detail sebelum harus melepaskannya lagi—meskipun ini bukan pertama kalinya.“Pergilah,” katanya akhirnya, suaranya terdengar datar, tapi genggaman di pinggang Mina sedikit lebih erat sebelum dia benar-benar melepaskan.Mina menatap si suami pertama sejenak, seperti ingin memastikan semuanya baik-baik saja, lalu akhirnya berbalik, meninggalkan Red seperti biasa.Red menatap punggung Mina yang menjauh. Berat di dad