Share

chapter 2

Author: Arsy You
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Iya Bu!" jawab Nisa.

Nisa segera menyiapkan semua pesanan dan permintaan mertua dan adik iparnya dengan begitu teliti.

Setelah mengantarkan minuman untuk keduanya, Nisa kembali ke dapur.

Nisa menyuruh Ahmad yang menemaninya sambil belajar di meja makan masuk ke kamar, dan dia pun melanjutkan kembali kegiatannya di dapur.

Setelah kurang lebih satu jam, semua masakan pun telah selesai disajikan. Nisa pun beranjak menemui mertua dan adik iparnya kembali.

"Bu, makanan sudah saya siapkan! Apa Ibu ingin makan sekarang?"

"Masak begitu saja kok lama! Kenapa sih Arman mau menikah sama kamu! Kerja aja lelet begitu!" Bukannya menghargai justru hinaan yang terlontar dari bibir bu Susy.

Bu Susy dan Bella beranjak dan berjalan ke arah dapur duduk di kursi meja makan, tanpa basa-basi untuk mengajak menantunya makan bersama, mereka menikmati makanan yang tersaji.

Sementara Nisa hanya duduk memperhatikan keduanya yang tak menganggap keberadaannya.

"Lain kali, kalau masak jangan terlalu banyak minyak, biar nggak nambah kalori dan bikin kolesterol," ujar bu Susy mengomentari masakan menantunya.

"Iya Bu!" jawaban simpel dan aman itulah yang digunakan Nisa jika menjawab ocehan mertuanya.

"Jangan iya iya aja! Apa yang dikatakan Mama itu di dengar bukan dilupakan, dasar orang kampung! Begitu saja nggak becus!" sarkas Bella ketus.

Kata kata pedas pun seolah sudah menjadi resep bagi Nisa, dalam mengolah kesabarannya.

"Iya Bell, lain kali akan saya kurangi minyaknya!" jawaban yang sama dari Nisa untuk menjaga telinganya dari bentakan Bella.

"Kami mau pulang tapi nggak ada ongkos taxi! Jadi berikan uang Arman untuk ongkos kami pulang satu juta!" ungkap Bu Susy sambil tersenyum ke arah putrinya.

"Maaf Bu, jika uang aku nggak punya. Aku cuma pegang uang belanja untuk sepuluh hari, dan jumlahnya juga tidak seberapa lagi!" jawab Nisa jujur tanpa maksud menjelekkan suaminya.

"Kamu jangan bohong ya! Arman itu uangnya banyak. Gak mungkin kamu hanya dikasih uang belanja sepuluh hari sekali! Apa kamu pikir aku percaya?" ucap bu Susy membela anaknya.

"Iya Bu, Mas Arman hanya memberikan uang belanja satu juta untuk sepuluh hari, dan hari ini adalah hari kedelapan, jadi sisa uang belanja, udah nggak cukup jika Ibu meminta satu juta!" jelas Nisa hati-hati.

"Alaah, kamu itu memang pelit, bilang saja kamu nggak mau memberi kami uang 'kan? Awas saja, kamu akan aku adukan pada Arman, biar jadi janda untuk kedua kalinya kamu!" ujar bu Susy tersenyum smirk.

"Saya berani sumpah Bu, jika apa yang saya katakan adalah benar!" Nisa merasa percuma menjelaskan tapi tak juga dipercaya.

"Ayo Bella kita pulang saja!" ucap bu Susy pada putrinya.

"Heh kamu, wanita kampung yang beruntung menjadi istri kakakku! Jangan pernah kamu memfitnah kakakku untuk menutupi kebohonganmu itu!" ucap Bella ikutan menghujat, sambil mengarahkan jari telunjuknya pada Nisa.

"Benar Bella, kamu bisa tanyakan pada Mas Arman jika kamu nggak percaya!" jawab Nisa sambil menurunkan jari Bella.

Nisa berusaha sabar menelan semua hinaan, yang selalu ia terima bila bertemu mereka.

"Alaah, sok meyakinkan! Padahal hati kamu itu busuk! Dasar nggak tau diri!"

"Sudah Bella, jangan bicara sama orang nggak berpendidikan, percuma! Nanti kamu bisa ikut-ikutan bodoh!" Bu Susy menarik tangan putrinya dan pergi meninggalkan rumah, dan berlalu begitu saja.

Hari sudah mulai magrib, Nisa kembali masuk ke kamarnya dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslimah.

Melihat baju kerja suaminya yang belum di bawa kebelakang, Nisa pun mengambilnya. Betapa kagetnya Nisa, saat melihat jika ada beberapa tanda bibir, di kemeja putih tersebut.

"Ini bibir siapa? Apa Mas Arman telah selingkuh?" Nisa bicara sendiri sambil menatap kosong baju kemeja di tangannya.

Nisa pun langsung menyimpan baju tersebut di tempat semula, menunggu waktu yang tepat untuk bertanya.

Nisa keluar kamar dan menghampiri kamar putranya lagi.

"Ahmad....??" Sambil membuka pintu kamar Nisa memanggil, dilihatnya putranya sedang menghapal ayat ayat pendek suci Al-Qur'an di kamarnya.

" Ya Bunda!" jawab Ahmad sopan, sambil beranjak dan menghampiri Bundanya.

" Kita makan dulu yuk? Nanti belajarnya dilanjutkan lagi!" ujar Nisa sambil mengusap kepala putranya lembut.

"Baik Bun, kebetulan Ahmad juga udah lapar, hehe!" jawab Ahmad sambil berjalan ke dapur mengikuti langkah bundanya.

Mereka makan dengan lauk seadanya! Beruntung, Ahmad anak yang tidak cerewet, dan pemilih masalah makanan.

"Bun? Kenapa sekarang Ayah kalau bicara, kok suka bentak-bentak ya Bun?" tanya Ahmad di tengah suasana makan malam mereka.

"Nggak kok sayang. Cuma sekarang itu, telinga Ayah lagi bermasalah dan masih dalam masa penyembuhan, jadi kalau bicara harus lebih kencang agar kedengaran!" jawab Nisa berbohong.

"Berarti telinga Ayah sakit ya Bun?" tanya Ahmad lagi penasaran.

"Sekarang udah sembuh sayang, cuma tinggal pemulihan saja?" jelas Nisa.

"Oh syukurlah, Ahmad nggak mau lihat Ayah sakit Bun!"

Perhatian putranya pada Ayah sambungnya itu, membuat miris hati Nisa. Anaknya yang begitu perhatian namun tak pernah dianggap.

"Udah, cepat habiskan makanannya, habis itu masuk kamar lagi ya! Belajar yang rajin? Jangan lupa kalau mau tidur gosok gigi, cuci kaki dan baca do'a tidur ya, sayang!"

"Iya Bun!" jawab Ahmad sambil memasukkan suapan terakhir ke mulutnya.

Setelah mereka selesai makan, Ahmad langsung meninggalkan meja makan, dan masuk ke kamar melanjutkan kegiatannya.

Nisa membereskan sisa makannya dan membersihkan dapur seperti semula. Nisa membuat segelas kopi kesukaannya. Nisa duduk di kursi sambil menyesap kopi buatannya sambil menerawang jauh.

Baru saja Nisa ingin memikirkan, bagaimana caranya agar ia bisa menghasilkan uang, tiba-tiba kembali sebuah panggilan masuk ke handphonenya.

Sejenak, Nisa melihat nomor yang tidak dikenalnya. Namun karena penasaran, Nisa pun menerima "Hallo...! Siapa ini?" Jawab Nisa.

"Hallo, Nisa..! Assalamualaikum!" Terdengar suara seseorang laki-laki.

Mendengar suara dari seberang, tubuh Nisa menegang kaku. Ia seakan tak percaya jika saat ini, ia kembali mendengar suara yang begitu ia kenal.

"Hallo... Nisa!" Kembali suara itu memanggil.

"Ha..hallo..!" jawab Nisa gugup.

"Bagaimana kabar kalian, Nis?" tanya pria tersebut lembut.

Nisa terdiam mendengar suara lembut, dari laki-laki yang pernah mengisi hatinya di masa lalu.

"Alhamdulillah, baik!" Nisa menjawab kaku pertanyaan.

"Nis..! Apa aku bisa bertemu dengan kamu dan anak kita?" tanya laki-laki tersebut penuh harap.

"Indra..!" panggil Nisa pelan, menyebut nama dari laki-laki yang begitu ia cintai pada saat itu.

"Ya sayang!" jawab Indra dengan semangat.

"Apa kita bisa bertemu, Nis? Aku rindu sama kamu dan anak kita!" Indra sangat bahagia bisa berbicara langsung dengan wanita yang selama sekian tahun ini, ia cari.

Mendengar permintaan dari Indra, Nisa tak mampu berkata-kata.

Karena tak mendapat jawaban, indra kembali memanggil "Hallo Nisa! Kamu mendengar suaraku 'kan?"

"I..iya!" Jawab Nisa gugup sambil memikirkan permintaan dari Indra tadi.

"Nisa, aku tau kamu pasti mendengar ucapanku tadi! Dan aku mohon Nisa, sebutkan alamatmu dan aku akan menemuimu, segera!" jawab Indra penuh harap.

Karena tak tau harus mengatakan apapun, Nisa pun menyebutkan alamat rumah Arman.

"Terimakasih Nisa, aku akan segera menemui kalian!" tegas indra.

Setelah beberapa saat, panggilan pun terputus.

Nisa masih terdiam, ia sama sekali tak menyangka, jika ayah kandung dari anaknya saat ini menghubunginya kembali.

Lama Nisa kembali larut dalam kisah masa lalunya yang tragis. Dimana ia dipaksa cerai, sehari setelah ijab kabul pernikahan yang tak direstui ibu dari suaminya.

Keesokan paginya, Arman duduk sambil menikmati kopi. Tiba-tiba suara handphonenya terdengar, Arman bergegas menerima panggilan dan berbicara dengan orang di sebrang sana.

Tampak kegelisahan dari raut wajah Arman. Setelah panggilan terputus, Arman pun langsung beranjak pergi tanpa berpamitan pada istrinya.

Nisa yang baru saja datang dari mengantar putranya sekolah, mendengar suara mobil suaminya bergegas menyusul keluar dan ternyata benar, bahwa suaminya kali ini pergi tanpa berpamitan lagi.

Nisa berjalan ke dapur dan melihat jika tas kerja suaminya tertinggal di meja makan.

Baru saja Nisa ingin meletakkan tas suaminya di ruang kerja, terdengar suara bel pintu.

"Assalamualaikum, Nisa!"

"I... Indra?" ucap Nisa pelan menyebut nama tamu, yang ternyata adalah mantan suaminya tersebut.

"Waalaikumsalam!" Nisa menjawab pelan salam yang diucapkan Indra.

"Apa kabar, Nisa?" tanya Indra masih berdiri di depan pintu sambil tersenyum.

"Ba..baik!" jawab Nisa gugup.

"Kamu kenapa gugup gitu, Nis?" tanya Indra tersenyum, sambil meraih tangan Nisa.

"Gak apa-apa kok!" ujar Nisa sambil melepaskan tangannya dari genggaman Indra.

"Apa aku boleh masuk, Nis?" pinta indra penuh harap.

Nisa pun tersadar jika tamunya saat ini masih berdiri di pintu "Maaf, suamiku gak ada di rumah!" tolak Nisa sambil menundukkan kepalanya.

"Oh...! Gak apa-apa. Apa kita bisa bicara sebentar, Nis!" ungkap Indra dengan wajah memohon.

Nisa pun memandang wajah Indra, yang tak nampak perubahan berarti dari mereka remaja dulu.

"Apa lagi yang ingin dibicarakan! Bukankah semua sudah berakhir seperti harapan orangtuamu? Jadi biarkan aku dan anakku menjalani kehidupan kami sendiri!" jawab Nisa dengan wajah tegas.

"Nisa..! Kumohon Nis, beri aku kesempatan untuk membuktikan cintaku padamu!" ungkap Indra mencoba tuk menarik simpati dari mantan istrinya tersebut.

"Kesempatan yang sudah kamu buang percuma, demi menjadi anak yang berbakti, 'kan?" tegas Nisa lagi.

"Nggak Nis, aku gak pernah membuang kesempatan itu, aku hanya menundanya untuk saat ini!"

"Setelah aku menjadi istri orang lain, begitu?" tanya Nisa tegas.

"Ceraikan suamimu dan menikahlah denganku!" ucap Indra tak menyerah.

"Apa semudah itu, Indra? Apa kamu pikir aku piala bergilir, yang bisa kalian perebutkan saat merasa mampu, dan dilepaskan jika merasa sulit?" ungkap Nisa emosi.

"Kumohon, Nisa! Kembalilah padaku dan ceraikan suamimu saat ini! Aku akan menikahimu segera!" ungkap Indra sambil berlutut di depan Nisa.

"Apa maksudnya ini??" Terdengar suara lantang dan nyaring tak jauh dari tempat Indra dan Nisa.

Sontak keduanya menoleh ke arah suara. Dan betapa kagetnya Nisa, saat tau jika itu adalah suara Arman, suaminya.

Related chapters

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    chapter 3

    "Apa Maksudnya ini?" tanya Arman, dengan tatapan tak sukanya pada Indra."Mas..! Kamu kenapa kembali?" tanya Nisa tak nyaman, sambil berdiri disisi suaminya."Oh...! Jadi kamu nggak suka, jika aku mengganggu acara lamaran kalian?" tanya Arman ketus."Kamu ngomong apa sih, Mas?" tanya Nisa tak nyaman pada suaminya."Jadi begini kelakuan kamu di belakangku, Nisa?" tanya Arman lagi."Ini tidak seperti yang kamu bayangkan, Mas!" jelas Nisa serba salah."Lalu, seperti apa yang tidak aku bayangkan, Nisa?" tanya Arman kasar.Indra yang merasa tak rela Nisa disudutkan, akhirnya tak mampu lagi menahan "Oh...! Jadi seperti ini kelakuan suami, yang kamu pertahankan, Nisa! Berkata kasar tanpa bertanya terlebih dahulu!" "Apa maksud kamu, hah!" sambar Arman tak terima."Udah dong, Jangan ribut!" pinta Nisa sambil berusaha memisahkan."Orang kasar seperti ini, gak bisa dipertahankan, Nisa! Lebih baik ceraikan dia dan menikahlah denganku!" ucap Indra tanpa peduli dengan Arman."Indra....!" Nisa tak

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    chapter 4

    Setelah menemukan solusi untuk masalah pekerjaannya, Nisa segera melihat jam dari hapenya. "Hm...! Baru jam delapan, pasti Dinda belum tidur. Tapi lebih baik aku ganti sim card dulu aja ah!" gumam Nisa sambil tersenyum.Setelah mengaktifkan nomornya dan menyalin nomor sahabatnya, Nisa langsung menghubungi, dan tak perlu menunggu lama panggilan pun langsung terhubung."Halo..dengan siapa ya?" Begitu mendengar suara di seberang, Nisa langsung tersenyum."Assalamualaikum Dinda, ini Nisa! Kamu nggak lupa sama aku 'kan?" jawab Nisa."Waalaikumsalam, ya Allah Nisa..! Apa kabar? Kamu kemana aja Nis?" Dinda begitu gembira, begitu tau jika yang menghubunginya adalah orang yang ia tunggu kabarnya selama ini."Alhamdulillah aku baik, Da, selama ini aku dan Ahmad tinggal di rumah Mas Arman, kamu gimana? Apa masih lanjut usaha yang waktu itu atau buka usaha baru, Da?" tanya Nisa penasaran."Oh...Aku lanjut ke usaha yang lama Nis, masalahnya di usaha itu, aku udah di kenal banyak orang, jadi lebih

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    chapter 5

    Arman yang mendengar bentakan dari istrinya, membatalkan niatnya yang ingin tidur."Cukup sudah kamu menghina posisi aku dan anakku dalam hidupmu, Mas!Bukankah sedari awal, kamu mengetahui statusku. Apa pernah aku menipumu Mas?" Kekecewaan yang selama ini terhadap sifat suaminya, tumpah sudah!"Nisa...." Arman tak mampu berkata-kata.Melihat air muka Nisa yang tampak penuh kekecewaan, ada penyesalan yang muncul dalam hatinya."Ahmad adalah darah dagingku Mas, dan aku adalah Ibu kandung Ahmad." "Jika untuk membuat kamu bahagia, harus memisahkan aku dan Ahmad. Itu nggak mungkin Mas, aku nggak akan bisa!" Sedih dan kecewa itulah perasaan Nisa saat ini."Mengapa kamu bicara begitu Nisa?" tanya Arman heran."Kamu menikahiku, tapi kamu gak bisa menerima kehadiran Ahmad dalam rumah tangga kita. Itu namanya apa, Mas?""Aku nggak pernah memisahkan kamu dan anakmu, Nisa." Arman mencoba membela diri."Ini....!! Apa kamu sadar Mas? Kata-kata ini yang telah memisahkan antara aku dan Ahmad! Apa ha

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    Chapter 6

    "Nggak Nisa, nggak! kumohon jangan kau ucapkan kata terkutuk itu lagi!" jawab Arman semakin merengkuh tubuh istrinya.Takut merasa akan kehilangan, membuat Arman pun langsung berkata "Jangan tinggalkan aku, jangan pernah capek berdiri di sisiku, Nis, aku mohon...!Temani aku, untuk menaklukkan bahtera ini, seperti cita-cita kita dulu Nisa, please...!" Arman merasa tak sanggup mendengar rintih kepedihan dalam diri istrinya, yang begitu ia cintai."Percuma aku bertahan Mas, jika aku sendiri tak tau lagi ke mana arah bahtera ini akan di bawa!" jawab Nisa lemah."Cukup kamu bertahan di sisiku Nis, biarkan aku berjuang sendiri di temani semangat cinta yang kau berikan." Arman begitu takut, jika harus kehilangan wanita yang ia perjuangkan, walau harus melawan orang tuanya saat itu."Siapa dia Mas?""Si..siapa? Kamu mengigau 'kan Nis? Tidurlah." Arman dengan susah payah menyelesaikan ucapannya yang hanya beberapa kata."Jawab jujur Mas, siapa dia? Biarkan aku melepas mu jika itu membuat mu te

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    chafther 7

    Begini Pak, istri anda mengalami pendarahan, terlambat sedikit saja ditangani, maka akan fatal akibatnya!" ucap dokter dengan wajah tegas. "Apa pasien melakukan pekerjaan berat atau mengalami tekanan emosi yang berlebihan?" tanya pria berjas putih itu.Maaf Dok, tadi memang kita ada salah paham yang berakibat pertengkaran. Memangnya apa yang terjadi pada istri saya Dok?" "Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat atas kehamilan istri anda." jawab Dokter tersebut."Apa Dok!? Istri saya hamil??" "Benar Pak, usia kandungan pasien saat ini memasuki usia empat minggu." "Nisa hamil?.... istri saya hamil Dok? alhamdulillah." tanya Arman lagi dengan wajah bahagia.Tanpa sadar Arman langsung memeluk Dokter paruh baya tersebut."Begini ya Pak, kandungan ibu Nisa sangat lemah, jadi tolong diusahakan, agar bapak lebih extra dalam menjaga pola makan, istirahat dan terutama emosinya. Bagaimana pak?" nasehat dokter tersebut."Baik Dok, saya akan berusaha memberikan yang terbaik untuk istri dan ca

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    chapter 8

    Mendengar jika istrinya mempunyai teman laki-laki, Arman merasa tak terima jika istrinya nanti lebih akrab dengan laki-laki itu dan merasa nyaman, maka bisa saja Nisa pergi meninggalkan dirinya."Memangnya udah lama kenal yank?kenal di mana? Udah pernah ketemuan ya?" Arman segera memberikan rentetan pertanyaan.Nisa yang melihat rona merah menahan emosi di wajah suaminya, semakin semangat bercerita. "Hmm.! Sebenarnya aku baru sih kenal sama dia Mas, yaa..! Walaupun awal kenal lewat aplikasi sih, tapi dia enak diajak ngobrol, ngobrolnya nyambung lagi! Malah nih Mas ya? Dia itu udah kabulkan apa pun permintaan aku lho Mas, hehehe.""Mana, sini nomor handphone nya?" ucap Arman sambil menadahkan tangan meminta."'Kan handphone aku di rumah Mas, emang nya kamu mau ngapain? Mau hubungin dia? Ayo...!Jangan usil deh Mas."Nisa berusaha menahan tawanya, saat melihat wajah suaminya yang merah seperti kepiting rebus menahan emosi."Yank, please jangan nekad deh, jangan pernah hubungi dia lagi ya

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    chapter 9

    Brak..!""Arman! Ngapain kamu bawa dia ke rumah sakit, jika hanya sakit biasa begitu sih! Buang-buang uang saja." Melihat putranya memperlakukan istrinya dengan baik, bu Susy pun meradang."Ma! Mama apaan sih Ma! Datang ke Rumah Sakit teriak-teriak begitu. Mama mau kalau sampai Mama diusir sama security?" "Mengenai Nisa yang dirawat di sini, itu bukan keinginan dia. Tapi itu semua salah aku, gara-gara keegoan aku, aku hampir kehilangan calon anak aku, Ma."Bu Susy yang mendengar kabar kehamilan menantunya nampak tak suka dan tak rela."Apa!! Wanita itu hamil?" "Wanita itu istriku Ma, dia punya nama. Please, demi anak aku, hargai dia Ma." Arman memohon pada mamanya."Cukup dulu kamu memohon untuk menikahi dia Arman! Jangan pernah kamu memohon pada Mama, untuk menerima dia sepenuhnya hanya karena dia hamil. Mama gak sudi punya cucu dari wanita seperti dia!" ujar bu Susy sambil melototkan matanya.Kata-

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    chapter 10

    Arman yang melihat raut kecewa di wajah istrinya, langsung menolak panggilan dan menyimpannya kembali."Maaf, aku akan menyelesaikan permasalah ini secepatnya sayang!" ungkap Arman sambil memegang tangan istrinya."Itu adalah hak kamu Mas, dan aku hanya tidak ingin, jika pernikahan kita dimasuki orang ketiga." Tanpa berkata lagi, Nisa langsung membaringkan tubuhnya, dan membelakangi suaminya."Jika aku tahu kalian masih menjalin hubungan, maka jangan salahkan aku, jika aku inginkan perpisahan, Mas!" lanjut Nisa.Arman yang mendengar ultimatum istrinya hanya diam. Begitu masuk kedalam rumahnya, bu Susy langsung duduk dengan kasar dan meletakkan tasnya begitu saja. Nampak wajah penuh kemarahan, dan hembusan napas kasar pun berulang ulang ia lakukan.Semua itu membuat Bella, yang dari tadi duduk santai sambil menikmati cemilan di depan tv merasa heran dengan kelakuan ibunya."Mama kenapa sih? Datang-datang bukannya ucap salam k

Latest chapter

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 162

    Bu Susy tersadar dari tidurnya kaget, melihat suasana berbeda dengan tempat yang ia tempati beberapa bulan terakhir. Dalam kebingungan, ibu Susy berteriak. Tak berapa lama, seorang perawat yang bertugas melayani para penghuni panti, datang. "Ada apa, Bu?" tanya perawat tersebut. "Hapa... hamu...?" tanya bu Susy heran. "Saya perawat di sini, Bu! Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya perawat yang telah terbiasa berinteraksi dengan orang stroke, membuat ia bisa mengartikan bahasa tak jelas dari ibu Susy."Hana, haman, haku hau haman!" "Maaf Bu, Bapak Arman sendiri, yang mengantarkan Ibu ke sini! Saat ini, Bapak Arman sudah pulang! Ibu bisa tenang, Ibu berada di tempat yang khusus merawat para orangtua, yang tak sempat, di rawat anak-anak mereka!"Betapa kagetnya bu Susy setelah mendengar penjelasan perawat. Ia nampak shock, tak menyangka jika ia akan dibuang oleh anaknya sendiri. Bu Susy menangis, ia menyesal

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 165

    "Apaan sih, Mas! Aku malah bahagia, jika mereka bisa tetap bersama selamanya! Lagi pula, aku udah punya kamu, ngapain harus menyemburukan suami orang?" jawab Nisa sambil nyelendot di tangan Rasya. Hati Rasya berbunga-bunga, dengan ungkapan perasaan istrinya. "Terimakasih sayang! Aku harap, apapun masalahnya, kita bisa bicarakan baik-baik! Aku tak mau mengalami kegagalan, dalam rumahtangga kita!""Aamiiiin....! Sama-sama, sayang!" jawab Nisa tersenyum manis. Nisa merasa bahagia, dengan selesainya semua permasalahan yang ia rasakan selama ini, Nisa akhirnya bisa merasa lega. "Mas.... aku bahagia banget, masalalu yang dulu aku alami terasa berat, ternyata memberi kebahagiaan bagiku, di masa sekarang!" ucap Nisa memandang jalanan di depan. "Syukurlah, tapi aku akan berusaha, memberikan kebahagiaan bukan cuma saat ini, tapi selamanya!""Aamiiiin...!"Kedua suami istri tak jadi pulang ke rumah, tapi justru mereka

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 164

    "Terimakasih atas saran lo, Nis! Aku akan lihat, bagaimana Indra menyadari kesalahannya! Jika memang dia pantas untuk dipertahankan, maka aku akan berusaha mempertahankannya!" jawab Dinda santai. "Bagus deh, semoga Allah memberikan kebaikan untuk rumahtangga kalian!""Aamiiin....!" balas Dinda atas do'a Nisa. "Oh iya Nis! Aku mau minta maaf, ya! Nama kamu, ikut digunakan oleh mendiang anakku!' jawab Dinda sedih teringat dengan kematian putri kecilnya. "Gak papa, kok! Lagian, nama itu 'kan belum aku bikinkan lisensinya, jadi siapa aja boleh menggunakannya! Apalagi aku cantik, aku yakin siapapun yang menggunakan nama itu, pasti cantik kayak aku!" jawab Nisa enteng. Dinda melongo dengan kenarsisan sahabatnya, sejak kapan, pikirnya "Lo baik-baik aja, 'kan, Nis?" tanya Dinda sambil menempelkan tangannya di dahi Nisa. "Apaan sih, Din! Orang sehat begini, malah dibilang sakit!" gumam Nisa sewot. "Tunggu.... tunggu! Sejak

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 163

    "Assalamualaikum....!" ucap salam Nisa yang di depan sebuah rumah minimalis, ditemani suaminya. "Rumahnya, asri ya Mas!" ucap Nisa sambil melihat-lihat lingkungan rumah sahabatnya. "Kamu suka?" tanya Rasya merangkul tubuh istrinya kepelukan. "Banget, aku itu sukanya suasana alam, ya.... seperti taman ini, Mas!""Nanti kita beli satu, rumah yang ada tamannya!" jawab Rasya enteng. "Awh....!" jerit Rasya yang mendapat cubitan dari istrinya. "Apaan sih, sayang! Main cubit aja!" sungut Rasya sambil menggosok perutnya. "Kamu yang apaan, Mas! Beli rumah, kayak beli gado-gado, pemborosan tau!" protes Nisa. "Kan kamu ingin suasana seperti ini, sayang!" jawab Rasya membela diri. "Tapi nggak gitu juga konsepnya, kali...!" jawab Nisa heran dengan pola pikir suaminya. "Waalaikum salam....! Maaf, cari siapa, ya?" tanya wanita paruhbaya yang membukakan pintu. Rasya dan Nisa menoleh ke pintu

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 161

    "Dasar, adik ipar perhitungan! Baru aja dimintai pertolongan beberapa kali, udah main kabur!" omel Arman di sepanjang jalan. Sampai di rumah, emosi Arman semakin membengkak! Ibunya yang duduk di atas kursi roda, melemparkan perabotan rumah yang tidak seberapa, ke segala arah. "Mama apa-apaan sih, Ma! Udah gak bisa bantu beres-beres, malah berantakin rumah begini!" Melihat kedatangan putranya, bu Susy tambah meradang. Semua barang benda yang dapat terjangkau oleh tangannya, ia lemparkan kepada Arman. "Huh.... huh...!" Sambil melempar, hanya kata gak jelas yang keluar dari bibirnya. "Ma.... jika Mama terus-terusan seperti ini, Arman pastikan Mama akan menyesal!" bentak Arman memandang tajam. "Mama mikir gak, sih! Mama baru aja keluar dari Rumah Sakit, bukannya istirahat malah marah nggak jelas begini!" omel Arman sambil mengumpulkan pecahan beling yang berserakan di lantai."Hamu... hak.. hecus, hurus hibu!" ujar bu

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 160

    Hati Indra terasa miris, melihat wanita yang biasanya selalu ceria, kini hilang ingatannya. Yang dipikirannya, hanya mengenai anak yang ia lahirkan, yang telah kembali ke pankuan ilahi. "Dinda, kamu udah makan obat?" tanya Indra duduk di bangku, yang ada di kamar mereka. "Udah donk, Mas! Aku kan harus sehat, agar bisa menjaga dede Nisa!" jawab Dinda semangat. "Iya, kamu harus minum obat terus ya, agar dede bayi juga ikutan sehat!" ucap Indra memotivasi istrinya agar tetap semangat untuk minum obat, walau harus mengikuti ke 'halu an' istrinya. "Gitu ya, Mas?" tanya Dinda dengan senyum di bibirnya. "Iya, donk! Jika kamu sehat, nanti kita bisa jalan-jalan!" tambah Indra. "Jalan-jalan...? Sama dede Nisa, Mas?" tanya Dinda dengab mata berbinar. Dinda duduk di pinggir tempat tidur, menghadap suaminya, seperti seorang anak yang ingin mendengar dongeng dari ibunya. "Iya..kita akan jalan-jalan, tapi pastikan

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 159

    "Siapa istri pemuda itu..? Apakah istrinya, mengenalku? Semoga saja begitu, dengan demikian, aku mempunyai harapan selamat, dari balas dendam bocah itu!" ucap hati Tuan Frass. "Ada apa dengan Tuan! Nampaknya dia begitu bahagia!" Tanda tanya menghantui pikiran Jhon, tapi dia tetap menjalankan perintah Tuannya***Di rumah, Nisa nampak duduk dengan Ahmad,putranya. Ahmad begitu senang mendengar kabar kehamilan ibunya, "Bunda... berapa lama lagi adik Ahmad bisa diajak bermain, Bun?" tanya Ahmad semringah. "Hehe... sabar ya sayang, tunggu adik lahir dulu, terus tunggu adek gede, baru deh main sama kakak Ahmad!" ucap Nisa sambil membelai rambut putranya. "Kok lama banget! Sekarang adik di mana, Bun?" tanya Ahmad polos. Sambil tersenyum, Nisa memindahkan tangan Ahmad, ke perutnya yang masih datar. "Kok di sini, Bun? Apa gak sempit Bun? Terus, tempat adik bermain, dimana?" tanya Ahmad heran. "Nggak sempit don

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 158

    Air mata Nisa tak dapat ia bendung, air mata bahagia, mengiasi wajah cantiknya. Nisa merasa tak percaya, baru satu bulan ia menikah, ternyata Allah kembali menitip kan karunia terbesar, pada dirinya. Ia benar-benar bersyukur, karena banyak di luar sana, yang telah sekian lama menikah, namun belum dikaruniai seorang anak. "Selamat ya, Bu atas kehamilannya!" ucap dokter wanita yang menanganinya. "Terimakasih, Dok!" ucap Nisa tersenyum haru. "Sudah menjadi tugas kami, Bu! Pesan saya, jaga emosinya agar jangan sampai stres, dan jangan lupa konsumsi makanan bergizi ya, Bu! Jangan lupa, perbanyak istirahat!" nasehat dokter. "Baik, Dok!" jawab Nisa, serius mendengar nasehat dokter. "Satu lagi, di sini saya tulis resep vitamin, juga obat penghilang mualnya, jangan lupa bulan depan datang lagi, kita cek perkembangan janinnya, ya Bu!" "In syaa allah, Dok!"Setelah menebus obat dan vitamin di apotik, Nisa, segera meninggalkan

  • Aku Dilamar Di Depan Suamiku    capther 157

    Nisa baru ingat, jika bulan ini dia belum menstruasi. "Kenapa, nak? Kamu gak berencana menunda kehamilan, 'kan?" "Ee...nggak kok, Yah!" cicit Nisa."Syukurlah, gak baik kamu menunda kehamilan! Walau bagaimanapun, kamu harus menghargai keinginan suamimu! Lagi pula, Ahmad juga sudah besar, sudah sepantasnya punya adik!" nasehat Ayah Faisal. "Iya Yah, dari awal menikah, Nisa gak ada niat untuk menunda kehamilan! Tapi kalau belum hamil, ya sabar aja!" jawab Nisa, tapi dalam hati Nisa berkata lain. "Bagus itu, mumpung kamu masih muda, jadi peluang untuk hamil itu, masih besar! Ayah do'akan agar kamu secepatnya, bisa memberikan Keturunan buat Rasya!""Iya, Yah! Moga aja secepatnya dipercaya Allah!""In syaa allah, aamiiin!" doa ayah Faisal.Ia ingin, dengan kehamilan, dapat mempererat cinta dalam rumahtangga putrinya. Nisa yang masih terngiang pertanyaan ayahnya, dia mulai memikirkan perubahan yang terja

DMCA.com Protection Status