Tak ada kesedihan yang tampak diraut wajahnya, Ayunda tampak lebih cerah karena kini telah kembali ditengah-tengah keluarga. Bahkan dia juga sudah berhasil melalui semua rintangan terberat yang dia rasakan selama hidupnya. Dalam hati dia berdoa semoga kedepannya tidak akan pernah terulang kembali, semoga saja bisa memperbaiki diri agar lebih baik. Dan Ayunda tak akan mau jatuh ke lubang yang sama. Cukup sudah kehancuran yang mengerikan itu, kini dia kembali bangkit. Bahkan saat berada di keramaian ini dia tampak lebih percaya diri. Seakan semua yang terasa sesak kini menjadi lebih lega. Ayunda ingin sekali berteriak sekeras-kerasnya, berterima kasih kepada dirinya sendiri telah bekerja sama untuk bebas dari semua lukanya. Ternyata menutup hati adalah pilihan yang sangat tepat. "Kamu darimana aja? Aku nyariin kamu," kata Tere yang sempat tidak melihat keberadaan sang sahabat. "Aku di sini aja," jawab Ayunda, kemudian meneguk minumannya. "Yunda, kamu sadar nggak di
Ditengah kegelapan malam David sendiri di kamarnya, tidak ada cahaya lampu yang menerangi. Hanya ada rembulan malam memantulkan cahaya. Pintu kamar memang tertutup rapat, akan tetapi jendela kamar terbuka lebar. Gorden yang bergerak sesuai dengan tiupan angin yang kadang kencang kadang tidak. Kini David duduk di lantai bersandar pada sisi ranjang, di hadapannya di penuhin dengan botol minuman yang cukup memabukkan. Sayangnya tidak lantas membuatnya menjadi mabuk. Karena yang memabukkan dirinya hanya seorang wanita dengan kulit sawo matang, tubuh tinggi, rambut hitam pekat yang sering kali dibiarkan terurai. Tatapan wanita itu pun sangat meneduhkan hati, bertambah dengan bulu matanya yang melentik. Tidak ada yang tidak sempurna dari wanita itu, bahkan hanya sekedar bekas tangannya saja yang menyentuh sebuah benda pun begitu membuat David tergila-gila. Andaikan dia diberikan pilihan antara kehilangan kekayaan atau memiliki wanita itu, tentulah dia memilih untuk kehilan
Zidan masih berada di post satpam bermain catur bersama dengan seorang satpam penjaga rumahnya. Bahkan Dirga juga berada di sana, padahal malam sudah semakin larut tapi masih belum tidur. Tapi tiba-tiba saja matanya melihat sebuah mobil yang berhenti di depannya pintu gerbang. "Bos, apa itu maling?" tanya satpam tersebut. "Maling?" Zidan pun bingung. "Apa iya maling pakai mobil BM*?" timpal Dirga. Tak lama berselang pengemudi mobil itupun turun dan ternyata itu adalah orang yang sangat dibenci oleh Zidan dan keluarganya. "Itu David?" tanya Dirga memastikan. "Untuk apa dia datang ke sini?!" Zidan sudah sangat geram. Jangankan untuk melihat wajahnya mendengar namanya disebutkan pun sudah membuat emosi Zidan mendidih dengan mudahnya. Lihat saja Zidan langsung saja menghampirinya. David kini berdiri di depan pintu gerbang dan Zidan pun membuka pintu gerbang. Keadaan David sangat berantakan, persis seperti perasaannya yang kini juga sangat berantakan. Akan tetapi
"Ya ampun, David. Apa yang terjadi pada mu?" Hera terkejut melihat keadaan anaknya yang babak belur saat dibawa pulang ke rumah. "Kamu kenapa?" tanya Hera sambil mengikuti langkah kaki sang anak yang kini duduk di sofa ruang tamu. Tapi David tidak berbicara padahal ibunya terlihat sangat khawatir padanya. "Kamu minum?" Hera pun mengibas-ngibaskan tangannya karena tak suka mencium aroma alkohol. Huuuufff.... David menarik napas berat sambil memijat pelipisnya. Tak lama kemudian Hera pun memanggil Adel untuk mengobati David. Adel mengompres wajahnya dengan perlahan. "David, sebenarnya apa yang terjadi? Jangan buat Mama khawatir!" omel Hera. "Tidak ada yang harus dikhawatirkan, Ma. David bukan anak kecil lagi," jawab David. "Atau jangan-jangan kamu masih berusaha untuk menemui Ayunda!" tebak Hera. David pun memilih untuk tidak menjawab karena dia tahu ibunya tidak akan suka dengan apa yang dia lakukan. Tapi melihat raut wajah anaknya Hera yakin apa yang dikatakan
Tidak ada yang memperdulikan keberadaan David. Semuanya tidak menganggap adanya David di sana. Ayunda tampak hanya fokus pada baby Ken. Meskipun terasa sangat diasingkan akan tetapi tidak membuat David menyerah untuk terus berada di sana. Dia tahu kehadirannya tidak diharapkan, akan tetapi dia juga ingin tahu seperti apa keadaan anaknya, sambil berdoa semoga anaknya segera pulih kembali. "Bagaimana, Dok keadaan anak saya?" tanya David saat melihat dokter yang baru selesai memeriksa keadaan anaknya. "Tidak, dia bukan siapa-siapa," sela Ayunda dengan cepat. Sang dokter merasa bingung mendengar ucapan Ayunda. "Sebenarnya anak saya sakit apa, Dok?" tanya Ayunda, yang tak ingin perduli pada David. Apa lagi untuk memikirkan perasaan David, rasanya itu sangat tidak perlu. "Kami merasa bayi Anda harus melakukan pemeriksaan lanjutan, untuk memastikan apakah dugaan kami benar atau tidak," jawab sang dokter. "Baiklah, Dok," saya tunggu setelah pemeriksaan selanjutnya.
Dokter pun telah mengetahui hasil pemeriksaan lanjutan untuk baby Ken, dia pun kembali meminta Ayunda untuk menemuinya. Tentunya itu bukan masalah, dengan perasaan tegang dia pun kembali masuk keruangan dokter. Tentu saja David masih saja mengikutinya, rasanya sangat menjengkelkan. Akan terjadi saat ini anaknya yang lebih penting hingga dia memilih untuk diam saja. "Bagaimana, Dok?" tanya Ayunda dengan suara pelan. Dia sangat berharap Kenzie tidak kenapa-kenapa. "Apakah putra anda lahir secara prematur?" tanya sang dokter terlebih dahulu. "Iya, Dok," jawab Ayunda membenarkan. "Bayi ibu mengalami Anemia, salah satunya penyebabnya adalah bayi yang terlahir prematur." Terang sang dokter secara singkat. Ayunda merasa lemas, sepertinya dia sedang tidak baik-baik saja. Hingga membuatnya sedikit kebingungan, dia terlalu takut terjadi hal buruk pada sang anak. "Kami harap anak anda segera mendapatkan donor darah, kebetulan stok darah golongan AB di rumah sakit sedang koson
"David," Hera pun membangunkan putranya yang tidur di kursi tepat di depan pintu kamar rawat baby Ken. Semalaman David tidur di sana, meskipun sempat diusir oleh Zidan dan Ayunda namun kembali lagi setelah beberapa saat kemudian. Dia ingin menjaga anaknya meskipun hanya dari kejauhan. Jadi pengemis. Itulah yang kini terjadi, akan tetapi David pun tidak menyalahkan Ayunda. Dia tahu, dia lah yang bersalah hingga Ayunda begitu dingin padanya. "Mama," katanya setelah membuka mata. "Kamu pulang dulu, lihat diri mu," kata Hera. Rambut David sudah cukup panjang untuk seorang laki-laki, berantakan, serta rahangnya yang biasanya selalu mulus kini terlihat mulai ditumbuhi bulu. Keadaan anaknya sangat berantakan persis seperti perasaannya. Hera benar-benar tidak mengerti mengapa bisa semuanya seperti ini. Setelah itu dia pun perlahan mulai mengetuk pintu kamar rawat baby Ken. "Selamat pagi cucu Oma," sapanya dengan senyuman ramah. Untuk kehadiran Hera tidak dipermasalah
"Kamu pulang aja, istirahat dulu di rumah. Muka kamu pucat sekali," ucap Wina. "Yunda bisa istirahat di sini, Ma." "Kamu istirahat di rumah aja, soalnya kalau di sini istirahat kamu nggak akan sempurna. Nanti Papa juga menyusul ke sini kok," kata Wina lagi. Dia tahu putrinya sangat kelelahan, sehingga memintanya untuk beristirahat di rumah sebentar. Untuk hari ini dia juga menjaga cucunya yang tampan itu. "Ya udah, Ma. Yunda pulang dulu ya, sekalian Yunda mau menghubungi Yusuf untuk minta ijin," Ayunda pun menyetujui saran sang Mama. Apa lagi jarak antara rumah sakit dan tempat tinggal mereka tidak begitu jauh, hanya memerlukan waktu sekitar 5 menit saja. "Ini kunci mobil Mama." Ayunda pulang ke rumah dengan mengendarai mobil sang Mama. Namun, ketika sampai di rumah dia mendapati seorang wanita tengah berbicara dengan suara tinggi pada pembantunya. Wanita itu terlihat kesal karena mencari seseorang tapi belum juga diijinkan untuk bertemu. "Kamu cuma babu di sini,
Dengan membawa perasaan bahagia Ayunda pun kembali ke kamarnya. "Akhirnya Zidan akan tunduk pada Tere," kata Ayunda dengan senyuman penuh dengan kemenangan. "Kakak kenapa?" tanya Ayunda melihat wajah David yang mulai memerah. Tapi belum juga menjawab pertanyaannya David sudah kembali masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. "Aneh," kata Ayunda yang tidak ambil pusing dengan keadaan David. Menurutnya David sedang ingin cepat-cepat buang air hingga harus dituntaskan dengan segera.. Hingga Sesaat kemudian David pun keluar dari kamar mandi. "Kak, Ken sama Mama ya?" "Iya, kata Mama Papa minta Ken tidur dengan mereka," jawab David. Segera David pun naik ke atas ranjang bersebelahan dengan Ayunda. Tapi pikirannya sudah semakin dikuasai oleh obat sialan barusan. Bagaimana ini? Dia terus menatap wajah Ayunda yang ada di sampingnya. "Kak, kira-kira ini akan berhasil nggak ya?" tanyanya berharap semuanya lancar jaya. "Kita doa kan saja." "Semog
"Ini, Bos," Bimo pun mengantarkan obat yang diminta oleh David. "Terimakasih," kata David. Terimakasih? Bimo cukup bingung karena mendengar ucapan terimakasih dari mulut bosnya. "Kenapa?" tanya David yang bingung dengan reaksi Bimo. "Tidak, Bos saya permisi," pamit Bimo. "Hem!" Setelah Bimo pergi mobil Zidan pun terlihat mulai memasuki pintu gerbang. David pun masih berdiri di teras menunggu Zidan keluar dari mobilnya. "Aku ingin bicara," kata David. "Aku juga," balas Zidan. "Kita bicara dibelakang saja," kata David. Zidan pun mengangguk dan keduanya menuju taman belakang, duduk di kursi saling berhadapan dengan meja berbentuk bulat yang berada di tengah keduanya. Huuuufff... "Bik, tolong buatkan kopi," kata Zidan saat melihat seorang art di kejauhan sedang melintas. Tak berselang lama dua cangkir kopi pun tiba dan kini diletakkan di atas meja. "Setelah kejadian kemarin aku terus diancam oleh Tuan Herlambang," kata Zidan yang memulai pembicaraan. "Kej
Ayunda pun telah membawa Tere untuk kembali ke rumahnya. Dia benar-benar tidak bisa meninggalkan Tere di apartemennya sendiri.Tidak, setelah hari ini bukan tidak mungkin Tere akan mengulanginya kembali dan dia pasti akan merasa bersalah. Bahkan Ayunda pun sudah menceritakan tentang apa yang barusan dilakukan oleh Tere yang hampir mengakhiri hidupnya pada Wina. "Ma, Tere mencoba untuk bunuh diri," kata Ayunda. "Ya ampun, apa itu benar?" tanya Wina yang benar-benar terkejut mendengarnya. "Iya, Ma. Untung aja Yunda cepat datang kalau nggak?" Ayunda pun menggelengkan kepalanya karena tak sanggup melanjutkan ucapannya. "Mama jadi kasihan sama dia, Kakak kamu kok tega sekali melakukan hal jahat ya?" Wina dibuat geleng-geleng kepala oleh tingkah putranya yang tak pernah dia bayangkan selama ini. "Iya, Ma." "Sekarang Tere dimana?" "Di kamarnya, tapi kayaknya Yunda bakalan tidur sama Tere terus deh, Ma." "Kenapa begitu?" "Biar Kak Zidan nggak bisa jahatin Tere." "Trus
Tere pun mulai tersadar, dia merasa mual dan segera lari ke kamar mandi. Mungkin ini karena alkohol yang begitu banyak dia teguk. Tapi sesaat kemudian dia pun segera memandikan tubuhnya. Setelah itu dia segera mencari keberadaan Ayunda. Tok tok tok. Tere memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar Ayunda pagi-pagi sekali. Pintu kamar pun terbuka dan Ayunda yang membukanya. "Kamu udah bangun? Padahal tadi pas aku tinggal kamu masih belum bangun," ucap Ayunda. Tere bingung dengan maksud Ayunda. "Semalam aku tidur sama kamu, barusan aku balik ke kamar aku," terang Ayunda. "Benarkah?" Tere benar-benar tidak mengetahuinya. "Gimana keadaan kamu?" "Aku baik, Yunda aku minta alamat makam Mama boleh?" "Iya." Ayunda tidak mau melihat Tere terlalu lama bersedih dan dia pun segera memberikan pada Tere. "Makasih ya, Yunda. Aku pamit," kata Tere kemudian dia pun memeluk Ayunda. "Pamit?" tanya Ayunda bingung. "Aku pergi," kata Tere lagi. Kemudian dia pun segera p
Dreet... Suara ponsel Zidan terdengar, dia yang sedang duduk di kursi meja makan pun melihat ponselnya dan ternyata yang menghubunginya adalah Tuan Herlambang. "Halo," jawabnya. "Tuan Zidan, apa kabar?" tanyanya berbasa-basi dari seberang sana. "Baik," jawab Zidan dengan nada suara sangat tidak bersahabat. Tuan Herlambang pun tertawa kecil mendengar suara Zidan, kemudian kembali lanjut berbicara. "Jadi, begini Tuan Zidan, saya akan menyimpan video istri anda baik-baik jika anda mau membantu saya mendapatkan proyek dari Tuan David," ucapnya mengatakan tujuannya. Dia tidak tahu jika David adalah sahabat sekaligus adik iparnya, yang dia tahu Zidan dan David adalah sahabat dekat. Sehingga jika saja berhasil mendapatkan proyek dengan bantuan Zidan dia bisa kaya dalam sekejap saja. Bagaimana mungkin tidak mempergunakan kesempatan ini dengan baik. "Anda sedang mengancam saya?!" tanya Zidan. "Tidak Tuan Zidan, saya hanya mengajak anda bekerja sama. Dan saya memberikan an
"Adel, silahkan masuk," Wina pun mempersilahkan Adel untuk memeriksa keadaan Tere. Setelah Adel masuk Zidan pun memutuskan untuk keluar dari kamarnya. "Zidan" panggil Wina. Zidan pun menghentikan langkahnya dan menoleh pada sang Mama. "Mama mau bicara," kata Wina. Wina pun segera menarik tangan anaknya untuk ikut dengannya ke ruang tamu, baginya anaknya tetap saja anak-anak.Dia tak mau Zidan pergi sebelum berbicara empat mata dengannya. "Zidan, kenapa ada memar di pipi Tere?" tanya Wina secara langsung. Sebenarnya dia ingin bertanya sejak tadi, ketika menyadarinya. Tetapi di sana ada Ayunda. Sudah pasti Ayunda akan mengamuk jika dia bertanya saat itu juga sedangkan keadaan Tere sedang sangat memprihatikan. "Kamu menamparnya?" tanya Wina lagi yang tidak sabar mendengar jawaban sang anak. "Lalu, aku harus apa, Ma? Memberinya penghargaan karena berbuat gila?" tanya Zidan kembali seakan dia membenarkan apa yang dia lakukan. "Ya ampun, Zidan. Apa isi otak kamu?" Win
"Sayang," David pun tersenyum sambil berjalan mendekati Ayunda yang tengah mengganti pakaian Ken. Ayunda pun menoleh dan ternyata David semakin berjalan ke arahnya. "Di sini tempat pemakaman Mama Tere," kata David sambil memberikan sebuah foto pada Ayunda. Ayunda pun menerimanya dan melihat gambar sebuah makam yang tertulis nama di batu nisannya. Kemudian dibelakangnya ada alamat lengkapnya. "Makasih banyak ya, Ayah," kata Ayunda dengan senyuman manisnya. David pun terkejut mendengar panggilan Ayunda. Ayah? Hatinya semakin berbunga-bunga karena merasa dicintai oleh seseorang yang juga sangat dia cintai. "Kamu panggil apa tadi?" David pun ingin mendengar kembali. Ayunda pun tersipu malu karena merasa berat untuk mengulanginya lagi. "Ayolah," David sedikit memaksa berharap Ayunda kembali mengulangi panggilannya. "Ayah," kata Ayunda dengan suara hampir menghilang. Tapi David bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh istrinya tercinta tersebut. Dia pu
Pukul dua belas malam Zidan masih sibuk dengan pekerjaannya di kantor padahal sudah seharusnya dia pulang dan beristirahat. Akan tetapi dia juga harus mengerjakan pekerjaannya agar segera selesai.Ada banyak sekali pekerjaan karena kini perusahaan sang ayah telah diserahkan sepenuhnya padanya.Ditambah lagi dia tak mau jika keuntungan perusahaan menurun saat ditangannya, dia akan sangat malu pada David yang memiliki saham terbesar di perusahaannya. Tapi tak lama kemudian dia pun merasa lega karena akhirnya selesai juga. Ting! Satu pesan masuk dan dia pun segera meraih ponselnya. Sambil berjalan menuju mobil dia pun membuka pesan masuk tersebut. Tapi mendadak dia dibuat syok dengan apa yang dia lihat. Sebuah vidio yang terlihat cukup menjijikkan dan orang yang mengirimkannya adalah salah seorang rekan bisnisnya. Zidan pun meremas ponselnya karena seiring dengan emosi yang membuncah. Sebenarnya dia tidak peduli pada Tere, tapi dia malu pada Herlambang yang mengetahui b
Tere hanya bisa membungkus lukanya dengan dengan air mata, hidupnya telah berubah penuh luka. Tidak ada keluarga, tidak ada siapa-siapa tempatnya untuk mengadu, dia sendiri, benar-benar sebatang kara. Setiap kali tegukan minuman yang memabukkan ini mampu menepikan setiap luka yang terasa. Hingga akhirnya dia pun melampiaskan semua masalahnya pada minum itu. Hidupnya sudah rusak, hancur, terjebak dalam lembah kegelapan demi mencari ketenangan sesaat. Dia sudah tidak tahu caranya bagaimana keluar dari dunia haram ini. Dia hidup hanya menunggu kapan mati, tidak ada tujuan, tidak ada kebahagiaan, dia hanya mendapatkan sedikit kenyamanan di club malam ini. Sesapan demi sesapan rok*k terus saja dia lakukan, matanya terlihat memerah dan tubuh berantakan tak lantas membuatnya merasa lelah. "Ter, duduk mulu. Ikutan yang lain yuk, banyak cowok keren disini. Kamu nggak minat apa?" tanya Kesya sesaat menghampiri Tere setelah sejak tadi dia bersama dengan teman lelaki yang baru dia