"Om pulang ya," pamit Yusuf setelah sejak tadi bermain dengan baby Ken. "Hati-hati di jalan, Om," balas Ayunda yang menirukan suara anak kecil sambil menggendong bayinya. Kemudian Yusuf pun masuk ke dalam mobilnya lalu pergi. Sesaat setelah mobil Yusuf melaju David pun turun dari mobilnya dan segera menghampiri Ayunda yang hendak masuk kembali. Akan tetapi langkah kakinya terhenti karena ada David. "Hay," sapa Tere yang juga baru sampai di kost Ayunda. "Masuk yuk," kata Ayunda pada Tere. Dia sepertinya mengabaikan David yang padahal jelas berdiri tak jauh darinya. Karena baginya David hanya angin lalu, bagaimana dulu David memperlakukan nya begitu pula rasa bencinya. Semetara Tere belum menyadari ternyata yang ada di sana adalah ayah biologis dari anak Ayunda. Namun, tak lama kemudian David pun memanggilnya kembali. "Yunda," panggilnya. Kali ini bukan hanya langkah kaki Ayunda yang berhenti melangkah, tapi juga langkah kaki Tere. Namun, Ayunda tidak bersuara
"Ayolah, Yunda. Kita tinggal bareng aja soalnya aku juga kesepian kalau di rumah sendiri terus," pinta Tere. Sejak tadi Tere terus saja membujuknya untuk tinggal bersama di apartemennya dengan alasan dirinya kesepian di rumahnya. Ya mungkin itu benar tapi Ayunda yang masih merasa ragu. Untuk sesaat Ayunda pun mencoba untuk mengimbangi ajakan sahabatnya. Dia merasa tidak enak hati jika tinggal di rumah Tere. Dia merasa hanya menjadi beban saja. "Ayunda, ayolah. Lagian kalau tinggal di tempat aku, selain aku punya teman, Ken juga punya ruangan yang lebih luas, bukannya gimana, tapi kamu sayangkan sama dia?" "Tapi aku nggak mau jadi beban kamu." "Nggak sama sekali. Justru kamu bisa bantu aku, aku sendiri nggak punya temen, keluarga juga nggak punya." Tere pun tertunduk karena kenyataan memang tidak tahu siapa keluarga kandungannya. "Kamu maukan jadi keluarga aku?" pinta Tere penuh haru. Karena dia merasa Ayunda begitu baik, sehingga Ayunda bisa menganggapnya seperti sa
Yusuf pun menggelengkan kepalanya karena sang Mama. Kemudian dia pun tersenyum malu pada Ayunda sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Kamu jahat banget sih, orang tua sendiri kok dibohongi," omel Ayunda. "Aku dijodohkan dengan gadis jelek, cerewet dan yang parahnya sedikit gila," ucap Yusuf sambil mengingat wajah wanita tersebut. "Kamu kok bisa ngomong gitu? Aku nggak nyaka sih," kata Ayunda. "Gimana nggak kesal, pas pertemuan pertama aja aku udah dipukul pakai sapu. Gimana coba nasib aku sampai akhirnya menikah dengan dia? Sengsara seumur hidup," keluh Yusuf. "Ahahaha," Ayunda pun tertawa kecil mendengar keluhan Yusuf. Belum lagi raut wajahnya yang tampak sangat menyedihkan. "Kamu tega banget sih ngetawain aku terus." "Abisnya gimana ya." Saat itu ponsel Ayunda pun berdering dan dia pun menjawabnya. "Halo," jawab Ayunda. Tak ada suara dari seberang sana, padahal beberapa kali Ayunda bersuara. "Halo!" Kata Ayunda lagi untuk yang kesekian kalinya, kemudian pang
Saat Ayunda akan menaiki ojek terdengar suara ponselnya berdering. Dia berpikir itu mungkin saja Yusuf, sejenak dia pun berdiri tegak dan mencari ponselnya di dalam tasnya. Dreeet. "Halo?" Kaki Ayunda bergetar hebat mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang ada di seberang sana. Ternyata dia mendapatkan kabar tentang baby Ken yang dibawa pergi oleh seseorang yang mengakui sebagai ayahnya. Kekuatan David begitu besar hingga dengan mudahnya membawa baby Ken dari tempat penitipan anak. Padahal mereka sudah berusaha untuk mempertahankan baby Ken, sayangnya tidak berhasil. Hingga mereka pun memutuskan untuk segera menghubungi Ayunda. David? Ayunda tahu itu pasti David. Karena David adalah ayah dari anaknya. Tapi kenapa sekarang David semakin menjadi-jadi? Bukankah seharusnya semuanya sudah selesai? Tak berselang lama ada nomor tidak dikenal yang menghubunginya. Ayunda pun menatap layar ponselnya, kemudian dia pun berpikir jika itu adalah David. "Halo?"
Wajah Ayunda tampak memerah, tatapan matanya begitu tajam. Dia sedang menahan amarah saat ini, bagaimana tidak. Dengan gilanya David malah menculik anaknya, dengan tidak tahu dirinya membawa pergi begitu saja. Hingga tanpa rasa ragu juga dia mendatangi rumah David. Kini turun dari mobil Tere dengan sangat terburu-buru, dia masuk ke dalam rumah tanpa kebingungan karena sudah pernah tinggal di sana. Benar saja ternyata David berdiri di ruang tamu bersama dengan Hera. Sedangkan bayinya digendong oleh Gia tak jauh dari dua orang tersebut. Saat itu mata David dan Hera pun mulai tertuju padanya. Ayunda yang sempat menghentikan langkahnya kini kembali melanjutkan langkah kakinya mendekati David. "Kenapa kau mengambil anak ku?!" tanyanya dengan tubuh bergetar. Ayunda bukan takut melainkan sedang menahan emosinya terhadap pria di hadapannya ini. "Dia juga anak ku!" balas David dengan tegas. Disambut senyuman sinis oleh Ayunda karena merasa konyol. "Ayah tidak tahu mal
"Sulit sekali menghubungi David, padahal aku hanya ingin membicarakan tentang pekerjaan," katanya sambil mengemudikan mobilnya. Zidan memutuskan untuk menuju rumah David secara langsung. Tapi sambil mengemudi mobilmu dia sibuk berdebat dengan pikirannya sendiri. "Kenapa dia baru mengatakan bahwa dia anak dari seorang pebisnis hebat? Kalau begitu untuk apa dulu dia bekerja menjadi asisten ku?" Zidan tak habis pikir pada apa yang pernah dilakukan oleh David. Menjadi asistennya, menyembuhkan identitasnya yang ternyata adalah putra seorang konglomerat. Tapi sesampainya di sana dia dibuat bingung karena melihat Ayunda yang turun dari mobil bersama sahabatnya. Langkah kaki adiknya itu tampak sangat terburu-buru. "Yunda? Kenapa dia disini?" gumamnya. Tapi saat itu Zidan pun tersenyum karena selama ini dirinya mencari keberadaan adiknya tersebut. Beberapa hari yang lalu dia pulang dari luar negeri setelah pekerjaan selesai dan begitu terkejut mengetahui jika adiknya telah di
Ayunda tahu arah yang kini mereka lalu menuju rumah, hanya saja dia sadar bahwa kedua orang sudah mengusirnya. Lalu bagaimana mungkin dia kembali ke rumah itu? Benci? Bukan. Ayunda hanya tidak ingin membuat orang tuanya kembali marah padanya. Dia sadar perbuatanya lah yang menyebabkan dirinya menjadi seperti ini.Sayangnya apa yang telah terjadi tidak dapat diulang kembali.Andai itu terjadi, mungkin Ayunda akan memperbaiki kesalahannya.Dia tak akan pernah memiliki hubungan dengan David.Anaknya juga tidak akan lahir dari rahim ibu yang bodoh seperti dirinya.Dia kasihan pada putranya karena memiliki ini seperti dirinya.Dia yakin jika bisa memilih dia tidak akan mau lahir dari rahim ibu seperti dirinya.Berulangkali Ayunda meminta maaf dalam hatinya pada putranya.Tapi bagaimana pun juga dia akan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya.Dia juga akan mempertahankan putranya, dia tak akan membiarkan David mengambilnya.Tidak akan pernah. "Kak, Yunda turun di
"Sekarang kamu istirahat dulu ke kamar, ayo Oma antarkan," kata Wina seakan berbicara pada baby Ken. Setelah Wina bersama dengan Ayunda masuk ke dalam kamar barulah Zidan mengajak sang ayah berbicara. Sepertinya Zidan tidak mau jika adiknya menanggung beban sendirian, sudah cukup saat adiknya berjuang sendiri. Bahkan, dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan seperti apa David merendahkan adiknya. Hingga sempat terusir dari keluarganya sendiri, padahal seharusnya David juga dipersalahkan karena bukan hanya Ayunda yang berhak untuk mendapatkan hukumnya. "Pa, jika dibandingkan harta dan Yunda mana yang Papa pilih?" tanya Zidan tiba-tiba. Baru saja Dirga merasa lega setelah memeluk kembali putri kecilnya, tapi kini malah diberikan pertanyaan aneh oleh putranya sendiri. "Maksudnya bagaimana?" tanya Dirga. "Kita bekerja sama dengan perusahaan Dirgantara ataupun perusahaan David, jika dia menarik semua sahamnya artinya perusahaan kita akan berakhir, padahal baru saja kembali
Ayunda terus menangis sambil terus melajukan sepeda motor yang dia kendarai. Dia kecewa atas keputusan sang Papa yang memaksanya untuk menikah dengan David. "Kenapa harus dia sih?" tanya Ayunda sambil terus terisak. Ditambah lagi dengan sikap David yang semena-mena membuatnya semakin merasa tidak nyaman. Rasanya seperti tidak ingin berada di rumah jika ada David. Sejenak Ayunda sampai berpikir untuk melarikan diri dari rumah. Terutama dari David. Tapi kemana dia bisa pergi membawa anaknya? Apa lagi dengan keadaan sang Papa saat ini. Dia bisa terguncang jika Ayunda nekat melarikan diri. Ayunda dibuat bingung dengan keadaannya saat ini. Sepertinya tidak ada cela untuk bisa pergi dari semua ini. Ayunda benar-benar bingung dengan roda kehidupan yang terasa begitu menyakitinya. Sampai kapan ini akan terus berlangsung? Ayunda tidak tahan lagi. Awalnya mengira semua telah berakhir setelah lepas dari Erwin dan David. Tapi apa? Justru Ayahnya sendiri yang menari
"Ehem!" David pun berdehem. Ayunda pun mulai menoleh pada David, dia masih bisa mengingat dengan jelas seperti apa bentuk tubuh David saat sebelumnya hanya mengunakan handuk saja. Bukan hanya itu, dia juga masih mengingat saat pisang keras pria itu ditekan pada bagian belakangnya. Gila! Warna merah pada wajahnya benar-benar tidak bisa ditutupi karena rasa malu. "Kamu bilang ke Mama aku perkosa kamu ya?" tanya David. Ayunda pun panik seketika sambil melihat sekitarnya. Beruntung tak ada orang, jika ada yang mendengar suara David sungguh sangat memalukan. "Kamu ngomong apa sih?!" kesal Ayunda. "Tadi kamu ngomong gitu ke Mama." "Dia Mama aku, jadi kamu nggak usah ikut panggil dia Mama!" "Kan kita udah menikah!" "Iya! Perawat di rumah sakit juga tahu!" sinis Ayunda, "nikah udah seperti kencing aja, nikah ya nikah." "Siap-siap nanti malam aku perkosa beneran!" Degh! Jantung Ayunda berdegup kencang karena keterkejutan yang begitu luar biasa. Apa tidak bisa pr
"Aaaaaa!" teriak Ayunda ketika kembali ke kamar melihat David yang keluar dari kamar mandi hanya mengunakan handuk yang melilit di pinggangnya. Cepat-cepat David pun menutup mulutnya agar tak ada yang mendengar teriakan Ayunda. "Jangan teriak nanti orang-orang rumah mendengar," kata David. Ayunda pun mengangguk dan David pun melepaskan tangganya yang menutup mulut Ayunda. "Kamu ngapain cuma pakai handuk di kamar aku? Mana handuk aku lagi!" omel Ayunda sambil memunggungi David. Dia tidak mau melihat David dalam keadaan seperti ini. "Memangnya kenapa? Kamu kan istri ku, lagi pula kamu juga sudah pernah melihatnya," balas David. Wajah Ayunda pun mendadak memerah karena mendengar ucapan David. Itu memang benar, tapi saat itu Ayunda dalam pengaruh alkohol. "Mana ada? Aku nggak ingat!" kesal Ayunda. "Yakin nggak ingat," David pun melingkarkan tangannya pada pinggang Ayunda. Tubuh keduanya seakan begitu dekat bahkan bisa saling merasakan kehangatan. Dengan hembusan na
"Lepas!" pekik Yunda semakin kesal dengan ulah David. "Kenapa? Kita sudah menikah!" "Aku nggak mau, lepas!" Ayunda terus saja berusaha untuk melepaskan dirinya dia sangat kesal pada pria yang ada di dekatnya ini. "Kamu tidak mau ya tidak masalah, biar aku saja yang mau," balas David dengan santainya. "Dasar gila!" Tak hentinya Ayunda menggerutu kesal karena ulah David yang menjengkelkan. "Lepas nggak?!" "Baiklah," dengan terpaksa David pun melepaskan Ayunda karena tak ingin suara Ayunda sampai ke luar sana. "Kita memang udah nikah, tapi jangan coba-coba dekat-dekat!" tegas Ayunda lagi. "Kita suami istri, gimana caranya nggak dekat?" tanya David tak habis pikir. "Ogah! O Tu Du Gah! Ogah!" balas Ayunda. "Kamu aneh, apa iya pengantin baru seperti ini?" "Pengantin baru?" sekujur tubuh Ayunda terasa merinding mendengarnya. "Kamu tahu dong ritual pengantin baru," goda David. "Yeeee, apa-apa an sihh. Ihhh......" Ayunda benar-benar merinding melihat wajah mesum
Ketika pagi harinya Ayunda merasa sangat tidak bersemangat untuk menjalani harinya. Dia masih menatap kebaya berwarna putih yang tergeletak di atas ranjang. Memakainya atau tidak? Saat dia tengah sibuk menimbang-nimbang Tere pun menghampirinya. "Yunda," panggil Tere. "Tere, aku nggak pengen banget pakek kebaya ini," ucap Ayunda. Tere pun tersenyum karena merasa bingung harus berkomentar apa. Namun, dia pun hari ini akan menuju rumah sakit untuk melihat pernikahan Ayunda. Meskipun sebenarnya tahu kehadirannya tidak diharapkan sama sekali. Tapi paling tidak dia hadir untuk sahabatnya, Ayunda.Apa lagi hanya Ayunda orang satu-satunya yang selalu membelanya. "Yunda, kita berangkat sekarang," ucap Wina secara langsung. Tapi dia melihat anaknya belum juga memakai kebaya yang dia berikan. "Kok kebayanya belum di pakai?" "Ma, Yunda nggak mau pakai kebaya," balas Ayunda. "Kenapa? Apa dia sudah meracuni isi pikiran kamu?" tanya Wina dengan penuh kekesalan tepatnya me
Ayunda berharap ini hanyalah sebuah mimpi, mimpi buruk yang begitu mengerikan. Besok adalah hari dimana dirinya akan menikah dengan David. Menikah di rumah sakit dengan keadaan yang mendesak. Pernikahan yang sudah tidak dia inginkan sama sekali. Andai saja tak pernah ada luka yang ditorehkan David padanya, mungkin hari esok adalah hari yang paling membahagiakan untuk dirinya. Namun, bagaimana lagi. Kepala Ayunda hampir pecah memikirkan semua ini, dia bahkan tak mengerti mengapa bisa ayahnya mengatakan bahwa hanya David yang bisa menjaganya. Lantas bagaimana dengan kehidupannya selama ini? Apakah ada David yang menjaganya? Tidak. Huuuufff. Untuk kesekian kalinya Ayunda membuang nafas berat untuk masalah ini. "Hay," Tere pun menyapanya membuatnya tersadar dari lamunannya. "Kamu udah sembuh?" tanya Ayunda secara langsung, karena sebelumnya terakhir kali bertemu Tere tampak menggigil. "Udah, aku cuma butuh sedikit istirahat," ucap Tere. "Emang kamu nggak pern
"David," Wina langsung berjalan ke arah David. Semetara Ayunda memilih untuk duduk di kursi tanpa ingin melihat wajah David. Begitu juga dengan Zidan yang berjalan kearah pintu kamar dimana ayahnya dirawat. Dimana ada cela yang membuatnya bisa melihat sang ayah yang tengah berbaring di penuhi dengan alat medis. Akan tetapi Wina tetap saja berbicara pada David. "David, Om ingin bertemu dengan kamu," ucap Wina. David pun menatap wajah Wina penuh selidik, dia bingung apa yang sebenarnya terjadi hingga memanggilnya ke sana. "Om, ditusuk oleh Erwin. Sekarang dia masih dalam pencarian polisi," ujar Wina. David cukup terkejut mendengarnya, dia tak menyangka jika ini bisa terjadi. Bahkan Erwin masih belum ditangkap. Awalnya mengira jika Dirga dirawat karena jatuh sakit. "Lalu, bagaimana keadaan Om Dirga sekarang, Tante?" tanya David yang juga penasaran dengan keadaan Dirga. "Keadaan Om sangat mengkhawatirkan, kamu diminta untuk menemuinya sekarang," ucap Wina. David
"Apa Papa sadar dengan ucapannya?" tanya Zidan tak habis pikir. "Yunda, nggak mau, Ma," ucap Ayunda. "Kenapa Papa mengatakan seperti itu?" tanya Wina. "Kata Papa untuk melindungi Yunda dan Ken, tapi perlindungan seperti apa, Ma? David jahat," kata Ayunda yang tak hentinya menangis. Sebelumnya dia menangis karena melihat keadaan sang Papa. Namun kali ini dia kembali menangis karena keinginan sang Papa. "Untuk itu Mana setuju, karena Erwin pasti akan mencari keberadaan kamu, dia jahat. Mama takut," kata Wina yang juga mengutarakan kegelisahan nya. Setelah hari ini Wina begitu trauma, bahkan untuk kembali ke rumah saja dia tidak berani. Dia takut Erwin kembali dan melakukan hal yang lebih sadis lagi. "Tapi kenapa harus David, Ma? Lagi pula Yunda bisa jaga diri," ucap Ayunda dengan putus asa. Zidan pun masuk ke dalam ruangan sang ayah, dia melihat wajah pucat ayahnya. Zidan tak berani untuk mempertanyakan tentang Ayunda, dia sungguh cemas melihat ayahnya berbaring ta
Saat Ayunda dan Zidan terdiam mendengar penjelasan sang Mama, dokter pun menghampiri mereka. "Dengan keluarga pasien?" "Ya, Dok. Kami semua keluarganya," jawab Wina dengan tidak sabaran. Tidak sabar mengetahui keadaan Dirga saat ini. "Silahkan masuk, Tuan Dirga sudah sadarkan diri. Hanya saja tidak boleh terlalu lama di dalam sana," ucap sang dokter. Wina pun mengangguk cepat, sambil menggenggam tangan kedua anaknya dia pun berjalan masuk. Terlihat ada banyak alat yang melekat pada tubuh sang suami. Wina pun menahan isak tangisnya. Ayunda langsung memeluk sang ayah meskipun tidak sepenuhnya karena tubuh sang ayah benar-benar dipenuhi alat medis. "Pa...." lirih Ayunda yang tampak sangat ketakutan melihat keadaan sang Papa. Dirga pun menggenggam tangan anaknya dengan erat. "Dia, mencari mu. Papa takut," ucap Dirga dengan suara lemah. Meskipun terpasangnya oksigen tapi suaranya masih bisa terdengar di telinga Ayunda dan yang lainnya. "Maafin Yunda ya, Pa. Kalau