Yusuf pun menggelengkan kepalanya karena sang Mama. Kemudian dia pun tersenyum malu pada Ayunda sambil menggaruk-garuk kepalanya. "Kamu jahat banget sih, orang tua sendiri kok dibohongi," omel Ayunda. "Aku dijodohkan dengan gadis jelek, cerewet dan yang parahnya sedikit gila," ucap Yusuf sambil mengingat wajah wanita tersebut. "Kamu kok bisa ngomong gitu? Aku nggak nyaka sih," kata Ayunda. "Gimana nggak kesal, pas pertemuan pertama aja aku udah dipukul pakai sapu. Gimana coba nasib aku sampai akhirnya menikah dengan dia? Sengsara seumur hidup," keluh Yusuf. "Ahahaha," Ayunda pun tertawa kecil mendengar keluhan Yusuf. Belum lagi raut wajahnya yang tampak sangat menyedihkan. "Kamu tega banget sih ngetawain aku terus." "Abisnya gimana ya." Saat itu ponsel Ayunda pun berdering dan dia pun menjawabnya. "Halo," jawab Ayunda. Tak ada suara dari seberang sana, padahal beberapa kali Ayunda bersuara. "Halo!" Kata Ayunda lagi untuk yang kesekian kalinya, kemudian pang
Saat Ayunda akan menaiki ojek terdengar suara ponselnya berdering. Dia berpikir itu mungkin saja Yusuf, sejenak dia pun berdiri tegak dan mencari ponselnya di dalam tasnya. Dreeet. "Halo?" Kaki Ayunda bergetar hebat mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang ada di seberang sana. Ternyata dia mendapatkan kabar tentang baby Ken yang dibawa pergi oleh seseorang yang mengakui sebagai ayahnya. Kekuatan David begitu besar hingga dengan mudahnya membawa baby Ken dari tempat penitipan anak. Padahal mereka sudah berusaha untuk mempertahankan baby Ken, sayangnya tidak berhasil. Hingga mereka pun memutuskan untuk segera menghubungi Ayunda. David? Ayunda tahu itu pasti David. Karena David adalah ayah dari anaknya. Tapi kenapa sekarang David semakin menjadi-jadi? Bukankah seharusnya semuanya sudah selesai? Tak berselang lama ada nomor tidak dikenal yang menghubunginya. Ayunda pun menatap layar ponselnya, kemudian dia pun berpikir jika itu adalah David. "Halo?"
Wajah Ayunda tampak memerah, tatapan matanya begitu tajam. Dia sedang menahan amarah saat ini, bagaimana tidak. Dengan gilanya David malah menculik anaknya, dengan tidak tahu dirinya membawa pergi begitu saja. Hingga tanpa rasa ragu juga dia mendatangi rumah David. Kini turun dari mobil Tere dengan sangat terburu-buru, dia masuk ke dalam rumah tanpa kebingungan karena sudah pernah tinggal di sana. Benar saja ternyata David berdiri di ruang tamu bersama dengan Hera. Sedangkan bayinya digendong oleh Gia tak jauh dari dua orang tersebut. Saat itu mata David dan Hera pun mulai tertuju padanya. Ayunda yang sempat menghentikan langkahnya kini kembali melanjutkan langkah kakinya mendekati David. "Kenapa kau mengambil anak ku?!" tanyanya dengan tubuh bergetar. Ayunda bukan takut melainkan sedang menahan emosinya terhadap pria di hadapannya ini. "Dia juga anak ku!" balas David dengan tegas. Disambut senyuman sinis oleh Ayunda karena merasa konyol. "Ayah tidak tahu mal
"Sulit sekali menghubungi David, padahal aku hanya ingin membicarakan tentang pekerjaan," katanya sambil mengemudikan mobilnya. Zidan memutuskan untuk menuju rumah David secara langsung. Tapi sambil mengemudi mobilmu dia sibuk berdebat dengan pikirannya sendiri. "Kenapa dia baru mengatakan bahwa dia anak dari seorang pebisnis hebat? Kalau begitu untuk apa dulu dia bekerja menjadi asisten ku?" Zidan tak habis pikir pada apa yang pernah dilakukan oleh David. Menjadi asistennya, menyembuhkan identitasnya yang ternyata adalah putra seorang konglomerat. Tapi sesampainya di sana dia dibuat bingung karena melihat Ayunda yang turun dari mobil bersama sahabatnya. Langkah kaki adiknya itu tampak sangat terburu-buru. "Yunda? Kenapa dia disini?" gumamnya. Tapi saat itu Zidan pun tersenyum karena selama ini dirinya mencari keberadaan adiknya tersebut. Beberapa hari yang lalu dia pulang dari luar negeri setelah pekerjaan selesai dan begitu terkejut mengetahui jika adiknya telah di
Ayunda tahu arah yang kini mereka lalu menuju rumah, hanya saja dia sadar bahwa kedua orang sudah mengusirnya. Lalu bagaimana mungkin dia kembali ke rumah itu? Benci? Bukan. Ayunda hanya tidak ingin membuat orang tuanya kembali marah padanya. Dia sadar perbuatanya lah yang menyebabkan dirinya menjadi seperti ini.Sayangnya apa yang telah terjadi tidak dapat diulang kembali.Andai itu terjadi, mungkin Ayunda akan memperbaiki kesalahannya.Dia tak akan pernah memiliki hubungan dengan David.Anaknya juga tidak akan lahir dari rahim ibu yang bodoh seperti dirinya.Dia kasihan pada putranya karena memiliki ini seperti dirinya.Dia yakin jika bisa memilih dia tidak akan mau lahir dari rahim ibu seperti dirinya.Berulangkali Ayunda meminta maaf dalam hatinya pada putranya.Tapi bagaimana pun juga dia akan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya.Dia juga akan mempertahankan putranya, dia tak akan membiarkan David mengambilnya.Tidak akan pernah. "Kak, Yunda turun di
"Sekarang kamu istirahat dulu ke kamar, ayo Oma antarkan," kata Wina seakan berbicara pada baby Ken. Setelah Wina bersama dengan Ayunda masuk ke dalam kamar barulah Zidan mengajak sang ayah berbicara. Sepertinya Zidan tidak mau jika adiknya menanggung beban sendirian, sudah cukup saat adiknya berjuang sendiri. Bahkan, dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan seperti apa David merendahkan adiknya. Hingga sempat terusir dari keluarganya sendiri, padahal seharusnya David juga dipersalahkan karena bukan hanya Ayunda yang berhak untuk mendapatkan hukumnya. "Pa, jika dibandingkan harta dan Yunda mana yang Papa pilih?" tanya Zidan tiba-tiba. Baru saja Dirga merasa lega setelah memeluk kembali putri kecilnya, tapi kini malah diberikan pertanyaan aneh oleh putranya sendiri. "Maksudnya bagaimana?" tanya Dirga. "Kita bekerja sama dengan perusahaan Dirgantara ataupun perusahaan David, jika dia menarik semua sahamnya artinya perusahaan kita akan berakhir, padahal baru saja kembali
Adel sebenarnya menyaksikan sendiri dari kejauhan tentang apa yang terjadi hari ini, akan tetapi dia memilih untuk diam saja tidak ingin ikut campur dalam urusan David. Jika mungkin ini terasa aneh tapi tidak bagi Adel, karena dia dan David tidak sama seperti pasangan suami istri pada umumnya. Namun, setelah David hanya sendiri duduk di sofa dia pun mulai menghampiri. "Bagaimana? Sakit?" tanyanya dengan sedikit tersenyum. David pun menatap wajah Adel, dia tampak hanya datar saja. "Mari aku bantu," Adel pun duduk di samping David dan mengambil kompres di tangan David. Kemudian dia pun membatu untuk mengompres wajah David yang babak belur karena bogeman Zidan. "Kenapa kamu tidak membalasnya?" tanya Adel lagi. "Kau melihatnya?" David pun kembali bertanya karena sebelumnya dia tak melihat keberadaan Adel. "Setiap aku bertanya kau selalu bertanya kembali," ujar Adel. David pun tersenyum sebagai jawaban, tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya untuk sejenak. "Padaha
David kini menuju ruang kerjanya, dia mengambil sebuah foto dari laci meja dan menatapnya dengan sangat dalam. Disana terlihat jelas wajah seorang wanita cantik yang belum bisa juga dia lupakan sampai detik ini. Awalnya dia pikir dengan menikahi Adel bisa membunuh perasaannya terhadap Ayunda secara perlahan. Bahkan dia juga bisa membalaskan dendam nya, sayangnya tidak. Semakin dia berusaha untuk melupakan Ayunda semuanya semakin menyakitkan. Apa lagi setelah tahu ternyata akibat malam panas itu menghasilkan seorang anak. Kini dirinya semakin merasa bersalah atas segalanya. Bersalah kepada anaknya yang tak lepas dari hinaan yang terlontar dari mulutnya. Lama David menatap gambar wajah Ayunda hingga kepingan demi kepingan ingatan masa lalu pun kembali muncul. Tepatnya saat beberapa tahun yang lalu, saat itu dirinya sedang bermain ke rumah sahabatnya, Zidan. Sejak mereka kuliah di universitas yang sama keduanya pun mulai menjalin hubungan persahabatan yang begitu baik
Zidan keluar dari kamar dan terus berjalan. Tapi ternyata di hadapannya ada David yang juga baru saja keluar dari kamarnya. Zidan yang berjalan di belakang David belum menyadari ada seseorang yang siap mencekiknya karena ulahnya semalam. Benar saja tanpa aba aba Zidan pun merangkul pundaknya. David pun seketika tersadar ada Zidan didekatnya. Tapi tatapan mata Zidan terlihat tidak baik-baik saja. "Ada apa?" tanyanya tanpa rasa bersalah. Tentu saja David tidak merasa bersalah karena Zidan gagal meminum obatnya kan? Terbukti kemarin ada satu obat yang ditunjukkan padanya. Lalu ada masalah apa? Yang ada David yang menelannya karena Zidan, bahkan dia sangat tersiksa istrinya tengah datang bulan. Sialan.... "Ada apa kata mu?!" tanya Zidan kembali seakan tak percaya dengan pertanyaan David dengan wajah santai tanpa rasa bersalah sama sekali. Zidan pun semakin mencekik leher David, dia tak bisa membendung emosinya. "Lepas!" David pun memberontak hingga berhasil mel
"Kamu belum makan kan?" tanya Wina. Tere pun menggeleng pelan sebagai jawaban. Sebelumnya dia memang ingin minum dan makan sedikit saja untuk menambah tenaga. Tapi yang terjadi justru pintu kamar terkunci dan peristiwa itupun terjadi. "Saya temani," Wina pun memegang tangan Tere dan membawanya pergi ke ruang makan sambil menunggu kamar tersebut dibersihkan oleh pembantu. Selain diminta untuk mengganti sprey juga membersikan beling kaca yang berserak di lantai. Sedangkan Tere hanya diam dan mengikut pada apapun yang dikatakan oleh Wina. Andaikan saja Wina jahat dan memberikannya racun dia tidak akan menolak sama sekali. Dia begitu kacau membuatnya tidak memilki gairah untuk melanjutkan hidupnya lagi. "Tere, ayo makan," Wina pun kembali menyadarkan Tere dari diamnya. Dia hanya duduk sambil melihat sepiring nasi goreng di atas meja makan yang baru saja dibuat oleh Wina sendiri. Tengah malam seperti ini menurutnya lebih baik makan nasi goreng pasti rasanya lebih enak
Wina pun menutup pintu kamar agar Tere tak mendengar suara mereka. Anaknya harus diberikan peringatan habis-habisan, jika tidak maka ini bisa saja terulang kembali. Dia bisa mati berdiri akibat ulah anaknya ini. Sudah cukup putrinya yang merasakan menderita karena suaminya, jangan lagi ada wanita lainnya dan anaknya yang menjadi penjahatnya. Tidak. Kini keduanya berdiri di depan pintu kamar, mulut Wina tak sabar untuk segera mendengar jawaban dari sang anak dari setiap pertanyaannya. "Zidan, apa yang kamu lakukan?" tanya Wina secara langsung. Tidak ada basa-basi lagi dan Zidan harus menjelaskan dengan cepat tanpa bertele-tele. "Ma, Zidan nggak sepenuhnya salah," ucap Zidan yang juga berusaha untuk membela diri. "Kamu bilang apa?" Wina ingin sekali memukul sang anak saat ini juga. Mungkin otak anaknya sedang berpindah dari tempatnya hingga akhirnya dia menjadi seperti ini. "Tidak waras," gerutunya yang tidak bisa menerima jawaban sang anak. Bahkan tangannya sudah siap
Akhirnya Zidan pun mendapatkan puncaknya, kini dia terkulai lemas di atas tubuh Tere. Perasaannya kini jauh lebih lega dari pada sebelumnya. Sesaat kemudian dia pun mulai bergerak untuk turun dan menyadari bahwa Tere tidak sadarkan diri. Ada rasa panik yang mulai melanda, dia merasa malu mengingat kembali apa yang dia lakukan barusan. Setelah memakai pakaiannya kembali dia pun mencoba untuk membangunkan Tere. "Tere!" panggilnya. Zidan benar-benar bingung dengan dirinya yang tidak bisa mengusai dirinya sendiri hingga ini terjadi. "Tere," panggil Zidan lagi tapi Tere tidak juga sadarkan diri. Dia pun menarik selimutnya untuk menutupi tubuh polos wanita itu. Kemudian meraih ponselnya bertujuan untuk meminta orang rumah untuk membukakan pintu kamar. Kenapa sebelumnya dia tidak melakukan ini? Seharusnya dia melakukan ini sebelum semuanya terjadi kan? Tidak. Sebelumnya reaksi obat yang membuatnya kehilangan kesadarannya. Pikirannya hanya tentang menuntaskan sesua
Zidan ingin sekali menguasai dirinya sendiri, tapi obatnya jauh lebih kuat dari pada dirinya. "Kak, lepas!" seru Tere sambil menusukkan kuku-kukunya pada punggung Zidan. Dia berharap dengan begitu Zidan akan merasa sakit dan segera menghentikan semua ini.Atau pun mungkin saja Zidan akan tersadar hingga tidak lagi seperti iblis.Tere takut jika Zidan seperti ini, bagaimana dia bisa menyerah dirinya seperti ini?Sambil berlinang air mata Tere pun terus berusaha sekuat tenaga untuk mencakar punggung Zidan. Tapi ternyata tidak menjadi masalah sama sekali, karena Zidan terus saja melakukan aksinya. Tangannya semakin menjelajah liar di tubuh Tere, bersamaan dengan hisapan pada tengkuk yang menciptakan warna merah keunguan.Kini tangan Zidan memegang tengkuknya, sedangkan sebelah lagi menjalar ke bawah sana.Tere merasa bukan menjadi seorang istri yang jatuh melayani suaminya, tepatnya seperti seorang wanita yang tengah melayani nafsu gila iblis. "KAK ZIDAN!!" Seru Tere semakin ke
Zidan pun masuk ke dalam kamar, ternyata bertepatan dengan Tere yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono nya. Ini untuk pertama kalinya terjadi, dan cukup mengejutkan untuk Tere. Tere pun menundukkan kepalanya sambil berjalan ke arah almarmari, mencari pakaiannya. Mungkin karena terlalu banyak menangis membuatnya tidak bisa fokus. Bahkan dia mandi karena ingin menyegarkan tubuhnya yang terasa kelelahan. "Kau sengaja ingin menunjukkan ini?" sinis Zidan. Dia yakin wanita di hadapannya ini sedang merencanakan sesuatu hal. Mengingat kelakuan Tere yang begitu diluar batas, tidak tutup kemungkinan apa yang dia ucapkan benarkan? Ataupun mungkin Tere ingin menggodanya? "Aku tidak tertarik sama sekali," kata Zidan lagi dengan angkuhnya. Kemudian dia pun membalikkan badannya karena ingin segera pergi. Tapi ternyata pintu tidak bisa dibuka. "Siapa yang mengunci?" tangannya bingung. Cepat-cepat Tere pun memakai piama tidurnya agar lebih menutupi tubuhnya.
Dengan membawa perasaan bahagia Ayunda pun kembali ke kamarnya. "Akhirnya Zidan akan tunduk pada Tere," kata Ayunda dengan senyuman penuh dengan kemenangan. "Kakak kenapa?" tanya Ayunda melihat wajah David yang mulai memerah. Tapi belum juga menjawab pertanyaannya David sudah kembali masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. "Aneh," kata Ayunda yang tidak ambil pusing dengan keadaan David. Menurutnya David sedang ingin cepat-cepat buang air hingga harus dituntaskan dengan segera.. Hingga Sesaat kemudian David pun keluar dari kamar mandi. "Kak, Ken sama Mama ya?" "Iya, kata Mama Papa minta Ken tidur dengan mereka," jawab David. Segera David pun naik ke atas ranjang bersebelahan dengan Ayunda. Tapi pikirannya sudah semakin dikuasai oleh obat sialan barusan. Bagaimana ini? Dia terus menatap wajah Ayunda yang ada di sampingnya. "Kak, kira-kira ini akan berhasil nggak ya?" tanyanya berharap semuanya lancar jaya. "Kita doa kan saja." "Semog
"Ini, Bos," Bimo pun mengantarkan obat yang diminta oleh David. "Terimakasih," kata David. Terimakasih? Bimo cukup bingung karena mendengar ucapan terimakasih dari mulut bosnya. "Kenapa?" tanya David yang bingung dengan reaksi Bimo. "Tidak, Bos saya permisi," pamit Bimo. "Hem!" Setelah Bimo pergi mobil Zidan pun terlihat mulai memasuki pintu gerbang. David pun masih berdiri di teras menunggu Zidan keluar dari mobilnya. "Aku ingin bicara," kata David. "Aku juga," balas Zidan. "Kita bicara dibelakang saja," kata David. Zidan pun mengangguk dan keduanya menuju taman belakang, duduk di kursi saling berhadapan dengan meja berbentuk bulat yang berada di tengah keduanya. Huuuufff... "Bik, tolong buatkan kopi," kata Zidan saat melihat seorang art di kejauhan sedang melintas. Tak berselang lama dua cangkir kopi pun tiba dan kini diletakkan di atas meja. "Setelah kejadian kemarin aku terus diancam oleh Tuan Herlambang," kata Zidan yang memulai pembicaraan. "Kej
Ayunda pun telah membawa Tere untuk kembali ke rumahnya. Dia benar-benar tidak bisa meninggalkan Tere di apartemennya sendiri.Tidak, setelah hari ini bukan tidak mungkin Tere akan mengulanginya kembali dan dia pasti akan merasa bersalah. Bahkan Ayunda pun sudah menceritakan tentang apa yang barusan dilakukan oleh Tere yang hampir mengakhiri hidupnya pada Wina. "Ma, Tere mencoba untuk bunuh diri," kata Ayunda. "Ya ampun, apa itu benar?" tanya Wina yang benar-benar terkejut mendengarnya. "Iya, Ma. Untung aja Yunda cepat datang kalau nggak?" Ayunda pun menggelengkan kepalanya karena tak sanggup melanjutkan ucapannya. "Mama jadi kasihan sama dia, Kakak kamu kok tega sekali melakukan hal jahat ya?" Wina dibuat geleng-geleng kepala oleh tingkah putranya yang tak pernah dia bayangkan selama ini. "Iya, Ma." "Sekarang Tere dimana?" "Di kamarnya, tapi kayaknya Yunda bakalan tidur sama Tere terus deh, Ma." "Kenapa begitu?" "Biar Kak Zidan nggak bisa jahatin Tere." "Trus