Saat Ayunda akan menaiki ojek terdengar suara ponselnya berdering. Dia berpikir itu mungkin saja Yusuf, sejenak dia pun berdiri tegak dan mencari ponselnya di dalam tasnya. Dreeet. "Halo?" Kaki Ayunda bergetar hebat mendengar apa yang dikatakan oleh orang yang ada di seberang sana. Ternyata dia mendapatkan kabar tentang baby Ken yang dibawa pergi oleh seseorang yang mengakui sebagai ayahnya. Kekuatan David begitu besar hingga dengan mudahnya membawa baby Ken dari tempat penitipan anak. Padahal mereka sudah berusaha untuk mempertahankan baby Ken, sayangnya tidak berhasil. Hingga mereka pun memutuskan untuk segera menghubungi Ayunda. David? Ayunda tahu itu pasti David. Karena David adalah ayah dari anaknya. Tapi kenapa sekarang David semakin menjadi-jadi? Bukankah seharusnya semuanya sudah selesai? Tak berselang lama ada nomor tidak dikenal yang menghubunginya. Ayunda pun menatap layar ponselnya, kemudian dia pun berpikir jika itu adalah David. "Halo?"
Wajah Ayunda tampak memerah, tatapan matanya begitu tajam. Dia sedang menahan amarah saat ini, bagaimana tidak. Dengan gilanya David malah menculik anaknya, dengan tidak tahu dirinya membawa pergi begitu saja. Hingga tanpa rasa ragu juga dia mendatangi rumah David. Kini turun dari mobil Tere dengan sangat terburu-buru, dia masuk ke dalam rumah tanpa kebingungan karena sudah pernah tinggal di sana. Benar saja ternyata David berdiri di ruang tamu bersama dengan Hera. Sedangkan bayinya digendong oleh Gia tak jauh dari dua orang tersebut. Saat itu mata David dan Hera pun mulai tertuju padanya. Ayunda yang sempat menghentikan langkahnya kini kembali melanjutkan langkah kakinya mendekati David. "Kenapa kau mengambil anak ku?!" tanyanya dengan tubuh bergetar. Ayunda bukan takut melainkan sedang menahan emosinya terhadap pria di hadapannya ini. "Dia juga anak ku!" balas David dengan tegas. Disambut senyuman sinis oleh Ayunda karena merasa konyol. "Ayah tidak tahu mal
"Sulit sekali menghubungi David, padahal aku hanya ingin membicarakan tentang pekerjaan," katanya sambil mengemudikan mobilnya. Zidan memutuskan untuk menuju rumah David secara langsung. Tapi sambil mengemudi mobilmu dia sibuk berdebat dengan pikirannya sendiri. "Kenapa dia baru mengatakan bahwa dia anak dari seorang pebisnis hebat? Kalau begitu untuk apa dulu dia bekerja menjadi asisten ku?" Zidan tak habis pikir pada apa yang pernah dilakukan oleh David. Menjadi asistennya, menyembuhkan identitasnya yang ternyata adalah putra seorang konglomerat. Tapi sesampainya di sana dia dibuat bingung karena melihat Ayunda yang turun dari mobil bersama sahabatnya. Langkah kaki adiknya itu tampak sangat terburu-buru. "Yunda? Kenapa dia disini?" gumamnya. Tapi saat itu Zidan pun tersenyum karena selama ini dirinya mencari keberadaan adiknya tersebut. Beberapa hari yang lalu dia pulang dari luar negeri setelah pekerjaan selesai dan begitu terkejut mengetahui jika adiknya telah di
Ayunda tahu arah yang kini mereka lalu menuju rumah, hanya saja dia sadar bahwa kedua orang sudah mengusirnya. Lalu bagaimana mungkin dia kembali ke rumah itu? Benci? Bukan. Ayunda hanya tidak ingin membuat orang tuanya kembali marah padanya. Dia sadar perbuatanya lah yang menyebabkan dirinya menjadi seperti ini.Sayangnya apa yang telah terjadi tidak dapat diulang kembali.Andai itu terjadi, mungkin Ayunda akan memperbaiki kesalahannya.Dia tak akan pernah memiliki hubungan dengan David.Anaknya juga tidak akan lahir dari rahim ibu yang bodoh seperti dirinya.Dia kasihan pada putranya karena memiliki ini seperti dirinya.Dia yakin jika bisa memilih dia tidak akan mau lahir dari rahim ibu seperti dirinya.Berulangkali Ayunda meminta maaf dalam hatinya pada putranya.Tapi bagaimana pun juga dia akan berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk anaknya.Dia juga akan mempertahankan putranya, dia tak akan membiarkan David mengambilnya.Tidak akan pernah. "Kak, Yunda turun di
"Sekarang kamu istirahat dulu ke kamar, ayo Oma antarkan," kata Wina seakan berbicara pada baby Ken. Setelah Wina bersama dengan Ayunda masuk ke dalam kamar barulah Zidan mengajak sang ayah berbicara. Sepertinya Zidan tidak mau jika adiknya menanggung beban sendirian, sudah cukup saat adiknya berjuang sendiri. Bahkan, dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan seperti apa David merendahkan adiknya. Hingga sempat terusir dari keluarganya sendiri, padahal seharusnya David juga dipersalahkan karena bukan hanya Ayunda yang berhak untuk mendapatkan hukumnya. "Pa, jika dibandingkan harta dan Yunda mana yang Papa pilih?" tanya Zidan tiba-tiba. Baru saja Dirga merasa lega setelah memeluk kembali putri kecilnya, tapi kini malah diberikan pertanyaan aneh oleh putranya sendiri. "Maksudnya bagaimana?" tanya Dirga. "Kita bekerja sama dengan perusahaan Dirgantara ataupun perusahaan David, jika dia menarik semua sahamnya artinya perusahaan kita akan berakhir, padahal baru saja kembali
Adel sebenarnya menyaksikan sendiri dari kejauhan tentang apa yang terjadi hari ini, akan tetapi dia memilih untuk diam saja tidak ingin ikut campur dalam urusan David. Jika mungkin ini terasa aneh tapi tidak bagi Adel, karena dia dan David tidak sama seperti pasangan suami istri pada umumnya. Namun, setelah David hanya sendiri duduk di sofa dia pun mulai menghampiri. "Bagaimana? Sakit?" tanyanya dengan sedikit tersenyum. David pun menatap wajah Adel, dia tampak hanya datar saja. "Mari aku bantu," Adel pun duduk di samping David dan mengambil kompres di tangan David. Kemudian dia pun membatu untuk mengompres wajah David yang babak belur karena bogeman Zidan. "Kenapa kamu tidak membalasnya?" tanya Adel lagi. "Kau melihatnya?" David pun kembali bertanya karena sebelumnya dia tak melihat keberadaan Adel. "Setiap aku bertanya kau selalu bertanya kembali," ujar Adel. David pun tersenyum sebagai jawaban, tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya untuk sejenak. "Padaha
David kini menuju ruang kerjanya, dia mengambil sebuah foto dari laci meja dan menatapnya dengan sangat dalam. Disana terlihat jelas wajah seorang wanita cantik yang belum bisa juga dia lupakan sampai detik ini. Awalnya dia pikir dengan menikahi Adel bisa membunuh perasaannya terhadap Ayunda secara perlahan. Bahkan dia juga bisa membalaskan dendam nya, sayangnya tidak. Semakin dia berusaha untuk melupakan Ayunda semuanya semakin menyakitkan. Apa lagi setelah tahu ternyata akibat malam panas itu menghasilkan seorang anak. Kini dirinya semakin merasa bersalah atas segalanya. Bersalah kepada anaknya yang tak lepas dari hinaan yang terlontar dari mulutnya. Lama David menatap gambar wajah Ayunda hingga kepingan demi kepingan ingatan masa lalu pun kembali muncul. Tepatnya saat beberapa tahun yang lalu, saat itu dirinya sedang bermain ke rumah sahabatnya, Zidan. Sejak mereka kuliah di universitas yang sama keduanya pun mulai menjalin hubungan persahabatan yang begitu baik
Saat itu keduanya semakin dekat. Ayunda pun seringkali diantar dan dijemput oleh David saat pergi mau pun pulang kuliah. Cukup lama David berusaha untuk mendapatkan Ayunda hingga usahanya tidak sia-sia karena kedekatan mereka membuat Ayunda mulai merasa nyaman. Bahkan hari-hari yang berlalu keduanya sering kali pergi diam-diam berduaan saja. Sampai akhirnya David pun memberanikan diri untuk mengatakan cinta pada Ayunda. "Yunda, Kakak boleh ngomong sesuatu nggak?" tanya David. "Ngomong apa, kok kayaknya penting banget?" Ayunda pun mulai penasaran apa sebenarnya yang ingin dikatakan oleh David. Wajah pria itu tampak sangat serius, semakin membuat Ayunda tak sabaran saja mendengarnya. "Kak David, kok diam sih? Yunda udah penasaran benget tahu!" gerutunya. Saat itu tepatnya keduanya berada di sebuah restoran cepat saji. Dia tak tahu apakah setelah ini hubungan mereka bisa menjadi lebih baik ataupun malah merenggang. Akan tetapi David pun tidak mungkin terus menyimpan
"David," Wina langsung berjalan ke arah David. Semetara Ayunda memilih untuk duduk di kursi tanpa ingin melihat wajah David. Begitu juga dengan Zidan yang berjalan kearah pintu kamar dimana ayahnya dirawat. Dimana ada cela yang membuatnya bisa melihat sang ayah yang tengah berbaring di penuhi dengan alat medis. Akan tetapi Wina tetap saja berbicara pada David. "David, Om ingin bertemu dengan kamu," ucap Wina. David pun menatap wajah Wina penuh selidik, dia bingung apa yang sebenarnya terjadi hingga memanggilnya ke sana. "Om, ditusuk oleh Erwin. Sekarang dia masih dalam pencarian polisi," ujar Wina. David cukup terkejut mendengarnya, dia tak menyangka jika ini bisa terjadi. Bahkan Erwin masih belum ditangkap. Awalnya mengira jika Dirga dirawat karena jatuh sakit. "Lalu, bagaimana keadaan Om Dirga sekarang, Tante?" tanya David yang juga penasaran dengan keadaan Dirga. "Keadaan Om sangat mengkhawatirkan, kamu diminta untuk menemuinya sekarang," ucap Wina. David
"Apa Papa sadar dengan ucapannya?" tanya Zidan tak habis pikir. "Yunda, nggak mau, Ma," ucap Ayunda. "Kenapa Papa mengatakan seperti itu?" tanya Wina. "Kata Papa untuk melindungi Yunda dan Ken, tapi perlindungan seperti apa, Ma? David jahat," kata Ayunda yang tak hentinya menangis. Sebelumnya dia menangis karena melihat keadaan sang Papa. Namun kali ini dia kembali menangis karena keinginan sang Papa. "Untuk itu Mana setuju, karena Erwin pasti akan mencari keberadaan kamu, dia jahat. Mama takut," kata Wina yang juga mengutarakan kegelisahan nya. Setelah hari ini Wina begitu trauma, bahkan untuk kembali ke rumah saja dia tidak berani. Dia takut Erwin kembali dan melakukan hal yang lebih sadis lagi. "Tapi kenapa harus David, Ma? Lagi pula Yunda bisa jaga diri," ucap Ayunda dengan putus asa. Zidan pun masuk ke dalam ruangan sang ayah, dia melihat wajah pucat ayahnya. Zidan tak berani untuk mempertanyakan tentang Ayunda, dia sungguh cemas melihat ayahnya berbaring ta
Saat Ayunda dan Zidan terdiam mendengar penjelasan sang Mama, dokter pun menghampiri mereka. "Dengan keluarga pasien?" "Ya, Dok. Kami semua keluarganya," jawab Wina dengan tidak sabaran. Tidak sabar mengetahui keadaan Dirga saat ini. "Silahkan masuk, Tuan Dirga sudah sadarkan diri. Hanya saja tidak boleh terlalu lama di dalam sana," ucap sang dokter. Wina pun mengangguk cepat, sambil menggenggam tangan kedua anaknya dia pun berjalan masuk. Terlihat ada banyak alat yang melekat pada tubuh sang suami. Wina pun menahan isak tangisnya. Ayunda langsung memeluk sang ayah meskipun tidak sepenuhnya karena tubuh sang ayah benar-benar dipenuhi alat medis. "Pa...." lirih Ayunda yang tampak sangat ketakutan melihat keadaan sang Papa. Dirga pun menggenggam tangan anaknya dengan erat. "Dia, mencari mu. Papa takut," ucap Dirga dengan suara lemah. Meskipun terpasangnya oksigen tapi suaranya masih bisa terdengar di telinga Ayunda dan yang lainnya. "Maafin Yunda ya, Pa. Kalau
"Selamat pagi, Bos," sapa Ayunda saat tiba di kantor. "Aku ingin mengucapkan terimakasih," kata Yusuf. "Terimakasih?" Ayunda pun penasaran hal apa yang membuat Yusuf mengucapkan kata terimakasih padanya. "Mama sudah membatalkan perjodohan ku dengan wanita pecicilan itu, aku sangat berterimakasih padamu," Yusuf benar-benar tersenyum bahagia karena usahanya berhasil. "Apakah kita tidak keterlaluan sudah membohongi orang tua?" Ayunda pun mulai merasa bersalah karena telah membohongi Rika. "Tidak masalah, karena aku belum siap menikah dengan seorang wanita seperti dia," terang Yusuf. Ayunda pun tersenyum mendengar ucapan Yusuf. "Padahal dia orangnya baik banget, soalnya kami dulunya sama-sama tinggal di rumah David, tepatnya bekerja di sana," ucap Ayunda. "Aku mencari wanita yang peminim, bukan pecicilan." "Baiklah, terserah kamu saja," Ayunda pun menyerahkan semua keputusan pada Yusuf, sebab pilihan ada di tangannya sendiri. Drettt. Suara ponsel Ayunda pun berbunyi,
David yang tengah mengemudikan mobilnya terlihat hanya diam saja, ia akan mengantarkan ibunya pulang ke rumah terlebih dahulu, setelah itu baru pergi menuju kantor. Tapi Hera yang terus menatapnya dengan penuh tanya. "Apa kamu benar-benar mencintai dia?" tanya Hera. Setelah apa yang dia lihat tadi benar-benar menjadi beban pikirannya. Dia tak mengerti mengapa bisa anaknya berbuat demikian. Merendahkan dirinya, sedangkan selama ini David begitu keras menjaga harga dirinya yang menurutnya adalah harga mati. "Mama tidak tahu bagaimana, tapi apakah dia begitu istimewa hingga kamu seperti ini?" tanya Hera yang tampak putus asa. David lagi-lagi hanya diam, dia tak berkeinginan untuk berbicara sama sekali. *** "Yunda, apa kamu tidak ingin mempertimbangkan untuk kembali dengan David?" tanya Wina. Ayunda pun menatap wajah sang ibu dengan penuh tanya, dia kecewa dengan pertanyaan ibunya. "Maksud Mama mencoba untuk memberikan kesempatan kedua pada David, Mama rasa dia benar
"David, kamu baik-baik saja?" tanya Wina yang merasa khawatir karena yang membuat David babak belur adalah Zidan tak lain putranya sendiri. Apapun alasannya apa yang dilakukan oleh putranya salah, namun dia juga tahu anaknya seperti ini karena memiliki alasan yang begitu kuat. Untuk yang kesekian kalinya David dihajar oleh Zidan, akan tetapi tidak membuatnya menyerah untuk terus saja mendapatkan Ayunda. "Saya baik-baik saja, Tante." "Yunda, tolong obati David," perintah Wina. Tapi David malah merasa senang karena bisa diobati oleh Ayunda. "Kok Yunda, Ma?" tanya Ayunda tidak percaya. Sekaligus tidak ingin melakukannya sama sekali. "Ayunda, tolong ya, Nak," pinta Wina lagi. Wina merasa bersalah karena Zidan telah melakukan hal ini. Akhirnya dengan terpaksa Ayunda pun menurut. Dia pun berjalan menuju dapur untuk mengambil es batu dan handuk. Semetara David mengikutinya dari belakang. "Kamu ngapain sih, ngikutin aku Mulu?!" tanya Ayunda dengan nada suara yang begi
Pagi hari ini Hera akan menjenguk cucunya, dia sudah mempersiapkan banyak mainan untuk sang cucu sejak kemarin. Selama beberapa hari ini tidak bertemu membuatnya merasa rindu. Bagaimana pun juga Kenzie adalah cucunya.Dia memang kesal terhadap David, tapi tidak lantas membuatnya menjadi benci pada Kenzie. "Ini apa, Ma?" tanya David saat melihat ada banyak paperbag di atas meja makan. Biasanya di atas meja hanya untuk meletakkan makanan saja, namun sepertinya kali ini sedikit berbeda. "Mainan," jawab Hera kemudian kembali melanjutkan sarapannya. David pun ikut duduk di bangku lainnya untuk sarapan pagi bersama seperti biasanya. "Mainan untuk siapa, Ma?" tanyanya lagi. Hera pun menatapnya dengan tajam, mungkin Hera kesal pada pertanyaan sang anak. "Minum yang banyak, minumlah sepuasnya, sepuas hati mu!" sinis Hera yang menyinggung David. Tentunya Hera membahas tentang semalam dimana David di dipergokinya tengah minum-minum beralkohol. "Tentu saja untuk cucu ku! Per
Hera memasuki ruang pribadi sang anak, maksud Hera adalah mempertanyakan keberadaan Adel. Selama beberapa hari ini Adel tidak pulang ke rumah, bahkan saat dihubungi juga tidak bisa. Hera kecewa atas keputusan Adel dan David yang bercerai secara diam-diam. Akan tetapi Hera juga masih begitu mengkhawatirkan keadaan Adel. Baginya Adel bukanlah seorang menantu, ataupun mantan menantu. Tidak. Dia adalah anak perempuannya, dia bagian dari keluarga andaipun David bukan lagi suaminya dan itu akan berlanjut sampai kapanpun juga. Tapi apa yang didapati oleh Hera saat ini? Dia melihat wajah sang anak begitu kacau, dia duduk bersandar sambil menadahkan wajahnya pada langit-langit ruangan. Di atas meja ada banyak minuman. Kenapa anaknya jadi seperti ini? "David?" David pun tersadar ternyata Hera telah berdiri di hadapannya. Matanya tampak memerah, dengan tubuh yang sangat kacau. "Kenapa kamu jadi seperti ini?" tanya Hera tak habis pikir. "David cuman butuh istirahat,
Ayunda duduk di balkon kamarnya sambil melihat cincin yang melingkar di jari manisnya. Cincin yang dipasang langsung oleh Rika sebagai tanda hubungannya dan Yusuf sudah sangat serius. Cincin tersebut terlihat sangat cantik dan juga begitu pas di jari-jari Ayunda. Hanya saja semuanya hanya pura-pura, Ayunda juga tidak tahu sampai kapan dia bisa membuka hatinya untuk pria. Jatuh cinta dan bahagia. Namun, untuk sekarang ini tidak terpikirkan untuk jatuh cinta lagi pada lelaki manapun. Traumanya masih begitu dalam hingga sulit untuk bisa sembuh kembali. Huuuufff. Ayunda pun menarik napas panjang sambil menikmati udara malam yang cukup dingin, rintik hujan membasahi bumi seakan tahu bahwa Ayunda tengah berada di dalam kesunyian malam. Hingga saat itu terbesit di pikirannya untuk melakukan sesuatu. Dia pun memotret cincin di jarinya dan mengirimkan di aplikasi berwarna hijau. Siapun bisa melihatnya, tapi tujuannya adalah David. Dia sangat berharap David melihatnya.