"JAWAB!" Bentak Erwin. Dia terlalu lama menunggu jawaban dari Ayunda. Padahal dia sudah tidak sabar mendengar Ayunda menentukan pilihannya.Pilihan yang diharapkan oleh Erwin adalah Ayunda berpihak padanya.Tentu saja Ayunda lebih memilih hidup dari pada mati konyol bersamanya kan? "Atau kau mau mati?" Tanya Erwin lagi untuk semakin menakut-nakuti Ayunda.Puas rasanya melihat wajah ketakutan Ayunda kali ini.Anggap saja ini adalah balas atas penolakan yang dilakukan oleh Ayunda selama ini. Ayunda pun menggelengkan kepalanya dengan panik. Lelaki itu sangat gila dan nekat, tidak punya hati dan perasaan.Siapa yang bisa percaya pada pria yang terbiasa hidup dengan kebohongan?Semua orang pasti ragu jika dihadapkan dengan Erwin yang benar adalah seorang bajingan. "Atau kau sedang berpikir bahwa kau bisa lolos dari ku? Maksudnya kau berharap ada yang menolong mu?" Erwin pun tersenyum miring. Kemudian menendang kaki Ayunda yang sudah terasa sakit. "Itu tidak mungkin." "Aaa
Brak! Pintu pun hancur hanya dengan satu kali dobrak kan. David melihat Ayunda tengah berada di bawah tubuh Erwin. Amarahnya pun semakin membuncah melihat apa yang dilakukan oleh Erwin pada Ayunda. Melecehkan istrinya artinya menginjak-injak harga diri seorang David. Lihat apa yang bisa dilakukan oleh David saat ini. Sambil mengepalkan tangannya dia pun berjalan ke arah Erwin. "Kenapa kau ada di sini?" tanya Erwin yang terkejut melihatnya. Padahal Erwin sudah begitu yakin jika tempat tersebut sangat aman untuk menyekap Ayunda. Tapi apa? Apa yang dia lakukan terancam gagal jika begini. Tidak! Semuanya tidak boleh gagal begitu saja! "Berani sekali kau datang ke sini, nyali mu besar juga, apa kau pikir bisa menyelamatkan dia?" ucap Erwin dengan angkuhnya. Dia yakin bahwa David pun akan sangat menyesal karena telah mengganggu kesenangannya. Tapi David tidak perlu menjawab pertanyaan Erwin kan? Yang dia inginkan sekarang adalah menghabisi Erwin. "Jangan berani me
"Ayo kita pulang," kata David. Ayunda pun mengangguk lemah, selain karena takut pada apa yang telah terjadi dia juga ketakutan pada David. Ayunda masih bisa mengingat seperti apa saat David marah. Dia bisa melakukan hal yang selama ini tidak pernah terpikirkan olehnya. "Se.... sebentar," kata Ayunda dengan suara bergetar, dia pun mengambil sebuah kain tua yang menjadi penutup jendela di rumah tua itu. Ayunda merobek sedikit bagiannya. Kemudian mengikatnya pada lengan David yang terluka. Semetara David hanya diam sambil melihat apa yang dilakukan oleh Ayunda padanya. Setelah dipastikan darah tidak lagi mengalir, Ayunda pun mengangguk pelan, "Ayo," katanya dengan suara lemah dan bergetar. "Kamu masih sangat ketakutan? Tidak apa-apa semuanya sudah selesai," kata David meyakinkan Ayunda. Ayunda pun lagi-lagi mengangguk, kemudian David pun mengangkatnya karena untuk berjalan saja Ayunda seperti sangat kesulitan. Kakinya sedikit sakit tapi sebenarnya bukan masalah yang s
"Yunda," panggil David. Ayunda yang baru saja keluar dari toilet pun menoleh ke arah David. Dia baru saja mengganti pakaiannya dan membersihkan wajahnya agar tidak lagi berantakan. "Kemari," kata David sambil menggerakkan tangannya. Ayunda pun melihat air hangat yang ada di samping David. Sebelumnya dia meminta pada bibi yang diperintahkan oleh Wina mengantarkan pakaian Ayunda untuk mengambilkan air hangat tersebut. Tapi saat ini Ayunda yang bertanya-tanya apa tujuan David memanggilnya dengan air hangat di sana? Mereka hanya berdua saja. Untuk malam ini David akan menginap di rumah sakit dan dia yang menjaganya. Tapi saat ini Ayunda justru takut jika saja David kembali berubah seperti monster seperti berhadapan dengan Erwin tadi. Wajah yang sangat mengerikan itu baru pertama kali dilihat oleh Ayunda. Bahkan Ayunda sempat mendengar jika Erwin akan dijadikan sebagai makanan hewan peliharaannya. Entah benar atau tidaknya tapi Ayunda tak dapat melupakan hal itu. Bag
"Pa, Mama ke ruangan David dulu ya," pamit Wina. Mereka dirawat di rumah sakit yang sama, jadi tidak harus memakan waktu yang lama jika Wina pergi untuk melihat keadaan David. Entah bagaimana keadaan keduanya pagi ini, Wina ingin memastikan bahwa keduanya benar-benar baik-baik saja. Terutama David yang terluka akibat benda tajam. "Iya, Ma," jawab Dirga. Dia merasa keputusannya benar-benar tepat untuk menikahkan Ayunda dan David dengan segera. Awalnya Dirga juga merasa takut dengan ucapan Ayunda saat suatu hari David akan menyakitinya. Tapi semuanya telah terpatahkan saat mengetahui David begitu melindungi putrinya. Akhirnya Dirga bisa tenang karena menikahkan anaknya dengan orang yang tepat. Pernikahan anaknya kali ini pasti bisa membawanya pada kebahagiaan. Dirga bisa bernafas lega saat ini. *** Wina pun mengetuk pintu, tapi tak ada jawaban. Akhirnya dia pun membuka pintu secara perlahan. Ternyata Ayunda dan David masih tidur dengan lelap. Mungkin karena
Rasanya seperti berada di tengah teriknya matahari yang bersinar. Entah mengapa Ayunda begitu tegang saat membantu David untuk melepaskan pakaiannya. Bahkan tangannya juga terasa bergetar. Dia merasa terlalu munafik untuk merasakan hal yang seperti ini. Dia bukan perawakan? Ayunda, jangan merasa kau tidak pernah melakukannya. Berulangkali mencoba untuk menyadarkan dirinya bahwa dirinya tak perlu setegang ini. Tapi rasanya tidak semudah itu, dia tetap saja tak bisa tenang. Hingga suara ponsel David pun terdengar. Sejenak Ayunda pun menghentikan aktivitasnya dan David pun melihat layar ponselnya. David pun segera menerima panggilan telepon. "Berikan pada harimau!" perintahnya. Ayunda pun menatap wajah David penuh tanya dia penasaran apakah yang dimaksud oleh pria ini. "Kak," panggilnya dengan suara pelan. "Ya?" tanya David. "Kakak, cuman nakutin dia aja kan?" tanya Ayunda dengan ragu. "Dia?" tanya David yang bingung. "Harimau, Erwin....... nggak jadi ma
David pun sudah dibawa pulang ke rumah, dia akan melanjutkan pemulihan di rumah. Tapi David tidak bisa diam saja, dia tetap bekerja meskipun membutuhkan waktu untuk beristirahat. Semetara Ayunda yang masih terus berusaha untuk merawat David karena rasa terimakasihnya. "Kak, Yunda buatin kopi," kata Ayunda. David yang tengah duduk di atas ranjang pun tercengang. Kopi? Bagaimana mungkin Ayunda membuat kopi? Bagaimana dengan rasanya? "Kakak, nggak yakin ya?" tanya Ayunda. "Yakin," David pernah sebelumnya meminum kopi buatan Ayunda dan rasanya sangat tidak karuan. Tapi bagaimana dengan saat ini, dan bagaimana jika dirinya menolak? Akhirnya memberanikan diri untuk meneguknya semetara Ayunda menunggu komentar dari David. Tapi ternyata rasanya cukup baik membuatnya pun kembali meneguknya lagi. "Kamu sudah pintar membuat kopi ya?" celetuk David. "Hehe," Ayunda pun tersenyum karena merasa bahagia akan pujian David. "Diajarin sama Tere," kata Ayunda sambil cengenge
Krang!! Terdengar suara pecahan dari arah dapur seketika itu mengejutkan Ayunda dan David. "Kenapa ya, Kak?" tanya Ayunda. David pun menggelengkan kepalanya karena mereka berdua sama-sama tidak tahu. Dengan cepat Ayunda pun pergi menuju dapur disusul oleh David. Sesampainya di dapur ternyata ada Tere yang jatuh pingsan. Bahkan di dekatnya ada gelas yang pecah, Ayunda menebak jika suara pecahan sebelumnya berasal dari pecahan gelas tersebut. "Tere, bangun," seru Ayunda. Dia terlihat begitu panik melihat keadaan sang sahabat saat ini.Keadaan yang sangat memprihatikan. "Tere!" seru Ayunda tak hentinya. "Lho, dia kenapa?" tanya Wina yang juga melihat Tere tergeletak di lantai. "Nggak tahu, Ma. Mukanya pucat banget, kayaknya dia sakit," kata Ayunda lagi. Wina pun hanya bisa mengangguk sambil memperhatikan wajah pucat Tere. "Kak, tolong Tere," pinta Ayunda. Dia melihat yang lainnya hanya menonton saja sementara keadaan Tere cukup memprihatinkan.Apakah tak ada y
David semakin menyesap rok*k nya, asapnya sudah mulai memenuhi sekitarnya. Belum juga satunya habis dia sudah mengambil yang lainnya dan menyesapnya kembali. Otaknya benar-benar tidak bisa dikondisikan karena ulah Ayunda. Entah seberapa besar pertahanan yang tersisa, yang jelas kini semakin tipis. David sendiri tidak tahu bisa menjamin dirinya bisa kuat atau tidak. Tapi kenapa? Apakah Ayunda sengaja melakukan semua ini? Apakah dia masih terlalu polos atau sangat bodoh hingga melakukan apapun dengan sesukanya. Polos? Rasanya tidak mungkinkan? Dia sudah dewasa dan mengerti akan kebutuhan pria dewasa. David pun meneguk mineral yang tersedia di kamarnya tersebut. Kamar yang sebelumnya telah dia tinggalkan karena mengikuti Ayunda yang berpindah kamar kini justru tempatnya untuk menyimpan rasa panasnya. Untuk menormalkan segala perasaan yang ada sungguh sangat menyiksa, bahkan tangannya terlihat bergerak sambil beberapa kali mengusap wajahnya. Drettt. Suara pon
Dekat terasa menyiksa, sedangkan jauh terasa rindu. Itulah yang dirasakan oleh David saat ini, dia terdiam duduk sambil menatap layar ponselnya dimana ada wajah Ayunda di sana. Sebenarnya David sendiri bingung dengan dirinya, keinginannya pergi ke Bali untuk bekerja sekaligus untuk menghindari Ayunda. Tapi apa? Baru sampai saja sudah membuatnya menjadi tidak tenang, rasa rindu mulai melanda. Sungguh dia sangat tersiksa. Ting tong! Suara bel berbunyi dan David pun melihat daun pintu. Ting tong! Lagi-lagi terdengar suara bel dan dia harus bangkit dari duduknya untuk membuka pintu. Alangkah terkejutnya dia melihat siapa yang berdiri di depan pintu kamarnya. "Yunda?" David benar-benar tidak percaya jika Ayunda ada di hadapannya. "Kak, jangan marah dulu ya. Yunda di paksa Mama nyusul, Kakak. Tadi dianterin sama Kak Zidan." "Tapi sekarang Kak Zidan udah balik lagi," jelas Ayunda. Ayunda takut diamuk oleh David, sehingga memilih untuk segera menjelaskan. Ingatkan
'Apa pernikahan kami cuma menutupi ketidak normalnya aja ya? Tapi apa iya? Iya juga sih, kenapa sebelum menikah dia berusaha mendekati aku terus dan sekarang biasa aja. Malahan udah tidur satu kamar, satu ranjang pula,' batin Ayunda. Semetara David kebingungan melihat wajah Ayunda yang terus memperhatikannya dalam diam. Apa yang ada dipikiran wanita di hadapannya tersebut sungguh membuat David penasaran. "Kak, sebenarnya pekerjaan Bimo apa sih?" tanya Ayunda berusaha untuk mencari tahu tentang Bimo. Tepatnya ingin tahu sebesar apa perasaan David terhadap Bimo. Apa perasaan? Kacau! Ayunda semakin berpikir jauh, tapi tentunya tidak boleh menyimpulkan sesuatu tanpa ada bukti yang akurat. Mari kita cari buktinya dulu. "Dia orang kepercayaan ku di sini," jawab David. "Menurut, Kakak dia gimana?" "Baik, dan jujur, bisa diandalkan dalam segala hal," terang David. "Segala hal? Contohnya?" Ayunda semakin penasaran dan merasa pertanyaannya semakin sengit. "Iya, semuany
Karena sudah tidak sanggup David pun segera pergi tanpa berpamitan sama sekali. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. "Kak!" panggil Ayunda yang merasa kebingungan. Melihat David yang tiba-tiba pergi, bahkan pintu pun sudah tertutup rapat. Berbagai pertanyaan muncul di benaknya melihat David yang pergi begitu saja. "Kak David kenapa ya? Apa aku keterlaluan banget minta dipijat? Kayaknya aku keterlaluan deh, mungkin aja kan dia nggak suka di suruh-suruh," gumamnya dengan rasa bersalah. Ayunda pun tak lagi mempermasalahkan David yang pergi begitu saja. Dia memilih untuk tidur agar kembali pulih. Tok tok tok. "Yunda!" seru Wina. Ayunda pun terbangun dan ternyata hari sudah siang. Ternyata dia sudah tidur hampir seharian. "Ya, Ma," sahutnya sambil bergerak turun dari ranjang dan membuka pintu. "Kamu kok nggak sarapan pagi, nggak makan siang? Nanti tambah sakit lho," omel Wina. "Iya, Ma. Yunda mandi dulu ya." "Pengantin baru jam segini belum mandi
Tengah malam David belum juga bisa terlelap, dia pun segera pergi ke luar untuk mencari angin segar. Tepatnya untuk menenangkan dirinya sendiri. Dia menuju taman belakang dan duduk di kursi sambil mengusap wajahnya beberapa kali. "Sedang apa kau di sini?" tanya Zidan. David pun menoleh dan ternyata dia melihat Zidan. "Mencari angin segar," jawab David. Setelah sekian lama akhirnya Zidan mengajaknya berbicara? Tentunya David merasa senang, semoga saja persahabatan mereka bisa kembali membaik. "Apa kabar?" tanya David kembali. "Kenapa bertanya soal kabar, apakah aku terlihat tidak baik-baik saja?!" sinis Zidan. "Bukan begitu, aku hanya ingin minta maaf pada mu," ucap David lagi. Zidan pun terdiam begitu juga dengan David. Hingga Zidan pun kembali bertanya, "Sampai kapan kau akan mencari angin segar di sini? Apakah kau tidak ingin tidur?" tanya Zidan penuh selidik. "Lalu bagaimana dengan mu, kenapa ada di sini juga?" David pun pun memutar balikan pertanyaan. S
Sesekali David menoleh pada Ayunda yang duduk di sampingnya, dia bingung karena sepanjang perjalanan menuju rumah Ayunda hanya diam saja. David berpikir jika Ayunda masih berpikir tentang apa yang dikatakan oleh temanya barusan. "Kamu masih kepikiran sama ucapan barusan?" tanya David secara langsung. Sudah susah payah dia berusaha untuk tetap membuat hubungan mereka baik tapi ada saja celah yang membuat David merasa terancam. "Nggak sih, Kak. Tapi kalau dipikir-pikir lagi nggak mungkin juga dia ngarang, buat apa?" jawab Ayunda. David pun menggaruk kepalanya karena bingung sendiri untuk membuat Ayunda mengerti. "Terserah, Kakak aja deh. Yunda nggak papa kok," Ayunda pun tersenyum sambil menunjukkan dua baris giginya. Ayunda mengatakan tidak apa-apa? Dia terlihat santai tanpa beban. Tapi reaksi Ayunda membuat David terluka, dengan begitu artinya Ayunda tak memiliki perasaan padanya. Sedalam apa luka yang dulu dia torehkan hingga mampu menghapus cinta Ayunda yang begi
Begitu banyak barang yang dibeli oleh Ayunda, karena pakaian anaknya juga mulai sempit akibat pertumbuhan Ken yang begitu cepat. Kenzie kini lebih gemuk dan semakin menggemaskan, apa lagi dia sudah bisa duduk. Tapi Ayunda yang bingung melihat sikap David. Sejenak dia menatap wajah David penuh tanya. "Kenapa?" tanya David menyadari tatapan mata Ayunda yang berbeda padanya. "Yunda perhatiin kok, Kakak lebih kalem ya. Maksudnya agak beda dari sebelumnya yang kerjanya bikin kesel terus," ujar Ayunda. David pun tersenyum mendengar ucapan Ayunda, tapi sebenarnya dia takut salah bicara dan membuat hubungan baik mereka malah kembali menegang seperti dulu. Jadi David lebih memilih untuk diam, karena kini sikap Ayunda begitu baik padanya. "Kak, kira-kira ini bagus nggak ya?" tanya Ayunda sambil menunjuk sebuah pakaian mungil untuk Kenzie. "Bagus," jawab David. "Apanya yang bagus, ini jelek," gerutu Ayunda. David hanya bisa diam, lihatlah wanita yang membingungkan ini. Wa
"Zidan," panggil Wina saat melihat anaknya melintas di ruang keluarga lagi. Kali ini Zidan sepertinya akan pergi padahal baru kembali. Tapi Wina tidak perduli dengan semua itu karena telah menjadi kebiasaan anaknya. "Ya, Ma?" jawabannya sambil menghentikan langkah kakinya. "Sebenarnya kamu berbuat apa pada Tere, kok dia sampai begitu ketakutan kalau lihat kamu," tanya Wina penasaran. Semetara Ayunda masih diam menunggu jawaban dari sang Kakak. Dia juga penasaran akan kehidupan yang dijalani oleh sahabatnya. Ayunda bahkan merasa jika Tere yang kini tidak dia kenali lagi. Terlihat hanya ada beban hidup yang dia pikul, bahkan untuk tertawa lepas seperti dulu saja tidak pernah dilihatnya lagi. "Memangnya dia tidak berbicara pada, Mama?" tanya Zidan kembali. Wina pun menggeleng kepalanya. "Zidan pikir dia sudah memberi tahu, tapi sejak kapan, Mama peduli?" tanya Zidan lagi yang malah bingung. Karena setahunya Wina juga tidak setuju jika Tere menjadi istrinya, bahkan
Krang!! Terdengar suara pecahan dari arah dapur seketika itu mengejutkan Ayunda dan David. "Kenapa ya, Kak?" tanya Ayunda. David pun menggelengkan kepalanya karena mereka berdua sama-sama tidak tahu. Dengan cepat Ayunda pun pergi menuju dapur disusul oleh David. Sesampainya di dapur ternyata ada Tere yang jatuh pingsan. Bahkan di dekatnya ada gelas yang pecah, Ayunda menebak jika suara pecahan sebelumnya berasal dari pecahan gelas tersebut. "Tere, bangun," seru Ayunda. Dia terlihat begitu panik melihat keadaan sang sahabat saat ini.Keadaan yang sangat memprihatikan. "Tere!" seru Ayunda tak hentinya. "Lho, dia kenapa?" tanya Wina yang juga melihat Tere tergeletak di lantai. "Nggak tahu, Ma. Mukanya pucat banget, kayaknya dia sakit," kata Ayunda lagi. Wina pun hanya bisa mengangguk sambil memperhatikan wajah pucat Tere. "Kak, tolong Tere," pinta Ayunda. Dia melihat yang lainnya hanya menonton saja sementara keadaan Tere cukup memprihatinkan.Apakah tak ada y