Satu Minggu kemudian.... Ayunda kini tengah duduk sambil memangku baby Ken di depan kosannya. Pikirannya melayang jauh karena sampai saat ini belum memiliki pekerjaan. Sedangkan susu sang anak tinggal sedikit. Artinya dia harus segera membelinya lagi, tapi uang yang dia miliki kini sudah begitu menepis. Lalu kemana dia bisa mencari pekerjaan? Ayunda benar-benar kebingungan mencari uang untuk kebutuhan sang anak. Beruntung Ayunda telah membayar uang kosan hingga tiga bulan kedepan hingga dia masih memiliki kesempatan untuk mendapatkan uang sebelum jatun tempo pembayaran selanjutnya. "Ayunda?" kata seseorang. Ayunda pun bangkit dari duduknya sambil menggendong bayinya. Dia terus memperhatikan pria yang ada di hadapannya. "Yusuf?" kata Ayunda. "Iya," Yusuf. "Ya ampun, nggak nyangka kamu ada di sini juga. Kamu ngapain di sini? Kamu nggak ngekos di sini kan?" "Hehe, aku yang punya kosan ini," kata Yusuf. "Benarkah?" Ayunda pun mendadak malu mendengar ucapan Y
Semangat pagi yang begitu luar biasa, bersamaan dengan terangnya cahaya sinar mentari yang menyinari bumi ini. Hari ini sepertinya cuaca selaras dengan perasaan hati Ayunda yang tengah berbahagia. Tidak seperti biasanya hanya cuaca yang indah tapi perasaannya sendiri begitu menyedihkan. Tetapi ini bukan tentang cinta, kenangan, apalagi ketertarikan. Ini tentang kehidupan yang siap dia mulai kembali dari awal, menata masa depan yang lebih baik demi putranya. Dengan pakaian sederhananya dia pun menatap penampilannya di cermin. Kemeja putih lengan panjang yang dilipat sampai siku dipadukan dengan rok yang berwarna hitam selutut. Dia mengenakan sepatu seadanya saja. Kemampuannya dalam berhias tidak perlu diragukan lagi. Sekalipun memakai pakaian yang sederhana tapi tidak lantas menenggelamkan kecantikannya. Kecantikan yang telah tertanam dalam dirinya bukan hanya sekedar kebaikan, tetapi keindahan yang begitu luar biasa. "Nak, Bunda minta maaf karena harus m
Pekerjaan hari ini terasa begitu ringan, apa lagi mendapatkan bos yang baik seperti Yusuf. Bahkan Yusuf pun dengan senang hati mengantarkannya pulang. Bahkan, masih sempat menjemput baby Ken ditempat penitipan anak, apa lagi jalanya memang satu arah. "Terimakasih atas tumpangannya, Bos," kata Ayunda. Kemudian dia pun segera turun dari mobil Yusuf. Semetara Yusuf masih berada di dalam mobilnya, sebelumnya memang Ayunda yang mengemudikan mobil. Tetapi saat pulang berganti Yusuf lah yang mengemudi. Yusuf pun melihat wajah Ayunda dari jendela mobil. "Kau tidak ingin mengajak ku mampir? Dan, minum dulu?" seloroh Yusuf. Ayunda pun tersenyum mendengar ucapan Yusuf. Tapi sebenarnya tidak terlalu serius, karena Yusuf pun hanya bercanda saja. "Ayo masuk," kata Ayunda "Lain kali saja aku sudah tidak berminat," celetuk Yusuf. "Hehe," Ayunda pun cengengesan saat mendengar jawaban Yusuf. "Aku hanya bercanda, aku pulang dulu ya, sampai jumpa besok," pamit Yusuf. Setelah
"Nih pakaian aku, kamu boleh pakai, kenapa sih kamu nggak beli pakaian baru aja. Aku punya tabungan, kamu bisa pakai," kata Tere. "Makasih ya, tapi aku nunggu gajian aja, aku sekarang hidup nggak cuman mikirin diri sendiri. Aku punya tanggungjawab, kamu ngerti kan?" tanya Ayunda. "Iya, sih. Tapi aku nggak minta kamu harus bayar," sungut Tere lagi. "Kamu simpan aja tabungan kamu, nanti kalau aku butuh banget aku pasti akan minjem langsung," kata Ayunda lagi dengan sangat yakin. "Ya udah deh." Tere pun mengerti dan kini dia kembali mengeluarkan sisa pakaian di dalam paperbag yang barusan dia ambil dari tempat tinggalnya untuk dipakai oleh Ayunda. Sebab, Ayunda tak memiliki pakaian bagus untuk bekerja. Bahkan pakaian yang dia miliki tidak begitu banyak. Ayunda sangat berbeda jauh dari yang dulunya. Bahkan saat keluar dari rumah dia hanya membawa pakaian di badan. Roda kehidupan memang berputar dan Ayunda berharap bisa melewati semuanya dengan sabar. *** Keesokan h
Huuuufff. Ayunda pun membuang nafas panjang setelah merapikan pakaiannya. Dia menatap wajahnya di depan cermin yang berukuran cukup besar di hadapannya. Tak lama berselang Tere ikut masuk ke dalam toilet. "Yunda, kamu serius mau ketemu Kak Erwin" tanya Tere setelah sebelumnya Ayunda memberitahunya melalui chat. Ayunda pun mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Tere. "Iya, aku nggak mau mencampur adukan pekerjaan dengan masalah pribadi. Kalau ditanya sebenarnya aku males banget ketemu dia, tapi Yusuf udah baik banget sama aku," jelas Ayunda dengan rasa bingung. Tapi sudahlah apapun yang terjadi dia tak boleh menghindar. Justru dia harus melawan semua rasa yang berkecamuk di dalam hatinya, lagi pula tidak ada yang harus dia takutkan. Jika selama ini dia mampu menghadapi semuanya sendiri kenapa kali ini dia harus ragu? Memangnya kenapa kalau dia bertemu dengan Erwin. Justru bila perlu Ayunda akan meminta perceraian mereka segera disahkan oleh pengadilan. "
Sedangkan ditempat lainnya dan waktu yang sama David mulai kehilangan konsentrasi nya dalam bekerja. Setelah malam itu dia tidak pernah lagi bertemu dengan Ayunda. David berpikir jika Ayunda masih berada di rumah sakit menjaga anaknya. Namun, karena rasa penasaran dia pun segera menuju rumah sakit. Sepertinya dia juga mulai merindukan baby Ken. Ah tidak, maksudnya bukan begitu. Mungkin karena wajah mereka yang memiliki kemiripan membuat David ingin melihatnya terus. Sebab seperti melihat dirinya sendiri tapi versi bayi. Lucu ya? Entahlah, pikirannya benar-benar kacau hanya karena memikirkan bayi mungil yang entah mengapa begitu mirip dengan dirinya. Namun, sesampainya di rumah sakit dia baru mengetahui ternyata beberapa hari yang lalu baby Ken sudah dibawa pulang. Anehnya David merasa Ayunda belum pulang ke rumah. Ataupun mungkin saja karena kesibukan David akhir-akhir ini membuat mereka tidak pernah bertemu. Padahal sebenarnya Ayunda ada di rumah? Ada apa
Hari libur membuat Ayunda merasa senang, artinya selama seharian ini dia bisa bersama dengan putranya. "Anak Bunda udah besar," katanya sambil membalut tubuh sang putra dengan handuk setelah selesai dia mandikan. Kemudian Ayunda membawanya ke ranjang untuk selanjutnya memakai pakaian. Bayinya sangat wangi juga segar setelah mandi, bahkan bayinya tersenyum melihat dirinya. "Eeeeemuuuah!" Ayunda mencium pipi gemas bayinya dengan penuh kasih sayang. Terlihat jelas dia sangat menikmati peranannya sebagai seorang ibu. Meskipun masih perlu belajar lebih banyak lagi tentang cara menjadi ibu yang baik. Kini pikirannya pun lebih tenang karena tak lagi mendengarkan hinaan yang membuatnya terbebani. Tapi saat itu dia pun mendengar suara ketukan pintu. Dengan segera Ayunda pun membuka pintu, dia yakin yang datang adalah Tere. Tapi ternyata bukan Tere yang datang melainkan Yusuf. Yusuf menenteng paperbag di tangannya dan kini bergerak memberikan pada Ayunda. "Selamat pagi,"
"Sepertinya pekerjaan kotor itu telah mendarah daging dalam diri wanita ini," gumamnya. Dia pun tersenyum miring sambil memikirkan pekerjaan kotor Ayunda. Rasanya tidak mungkin jika seorang wanita bersama dengan seorang pria tak melakukan hal tersebut. Uang? Itulah sebabnya, meskipun demikian cara kotor akan dia halalkan! "Apa kabar?" sapa David. Ayunda yang sudah berbalik badan pun seketika kembali memutar badannya. Matanya melihat wajah David. Dia tidak menyangka jika David ada di hadapannya. Tapi apa tujuan pria ini, khusus menemuinya ataupun mungkin melihatnya tanpa sengaja. Dari mana David tahu tempat tinggalnya sekarang? Dan apa alasannya berada di hadapannya? "Ada yang bisa saya bantu, Tuan David?" tanya Ayunda. Sepertinya Ayunda sangat malas untuk bertemu apa lagi berbicara dengan David. Tapi saat ini orang itu ada di hadapannya dan dia tak mau jika nanti pria ini mempermalukan dirinya. "Ternyata kau tidak ada bedanya dengan wanita-wanita yang ada
Zidan keluar dari kamar dan terus berjalan. Tapi ternyata di hadapannya ada David yang juga baru saja keluar dari kamarnya. Zidan yang berjalan di belakang David belum menyadari ada seseorang yang siap mencekiknya karena ulahnya semalam. Benar saja tanpa aba aba Zidan pun merangkul pundaknya. David pun seketika tersadar ada Zidan didekatnya. Tapi tatapan mata Zidan terlihat tidak baik-baik saja. "Ada apa?" tanyanya tanpa rasa bersalah. Tentu saja David tidak merasa bersalah karena Zidan gagal meminum obatnya kan? Terbukti kemarin ada satu obat yang ditunjukkan padanya. Lalu ada masalah apa? Yang ada David yang menelannya karena Zidan, bahkan dia sangat tersiksa istrinya tengah datang bulan. Sialan.... "Ada apa kata mu?!" tanya Zidan kembali seakan tak percaya dengan pertanyaan David dengan wajah santai tanpa rasa bersalah sama sekali. Zidan pun semakin mencekik leher David, dia tak bisa membendung emosinya. "Lepas!" David pun memberontak hingga berhasil mel
"Kamu belum makan kan?" tanya Wina. Tere pun menggeleng pelan sebagai jawaban. Sebelumnya dia memang ingin minum dan makan sedikit saja untuk menambah tenaga. Tapi yang terjadi justru pintu kamar terkunci dan peristiwa itupun terjadi. "Saya temani," Wina pun memegang tangan Tere dan membawanya pergi ke ruang makan sambil menunggu kamar tersebut dibersihkan oleh pembantu. Selain diminta untuk mengganti sprey juga membersikan beling kaca yang berserak di lantai. Sedangkan Tere hanya diam dan mengikut pada apapun yang dikatakan oleh Wina. Andaikan saja Wina jahat dan memberikannya racun dia tidak akan menolak sama sekali. Dia begitu kacau membuatnya tidak memilki gairah untuk melanjutkan hidupnya lagi. "Tere, ayo makan," Wina pun kembali menyadarkan Tere dari diamnya. Dia hanya duduk sambil melihat sepiring nasi goreng di atas meja makan yang baru saja dibuat oleh Wina sendiri. Tengah malam seperti ini menurutnya lebih baik makan nasi goreng pasti rasanya lebih enak
Wina pun menutup pintu kamar agar Tere tak mendengar suara mereka. Anaknya harus diberikan peringatan habis-habisan, jika tidak maka ini bisa saja terulang kembali. Dia bisa mati berdiri akibat ulah anaknya ini. Sudah cukup putrinya yang merasakan menderita karena suaminya, jangan lagi ada wanita lainnya dan anaknya yang menjadi penjahatnya. Tidak. Kini keduanya berdiri di depan pintu kamar, mulut Wina tak sabar untuk segera mendengar jawaban dari sang anak dari setiap pertanyaannya. "Zidan, apa yang kamu lakukan?" tanya Wina secara langsung. Tidak ada basa-basi lagi dan Zidan harus menjelaskan dengan cepat tanpa bertele-tele. "Ma, Zidan nggak sepenuhnya salah," ucap Zidan yang juga berusaha untuk membela diri. "Kamu bilang apa?" Wina ingin sekali memukul sang anak saat ini juga. Mungkin otak anaknya sedang berpindah dari tempatnya hingga akhirnya dia menjadi seperti ini. "Tidak waras," gerutunya yang tidak bisa menerima jawaban sang anak. Bahkan tangannya sudah siap
Akhirnya Zidan pun mendapatkan puncaknya, kini dia terkulai lemas di atas tubuh Tere. Perasaannya kini jauh lebih lega dari pada sebelumnya. Sesaat kemudian dia pun mulai bergerak untuk turun dan menyadari bahwa Tere tidak sadarkan diri. Ada rasa panik yang mulai melanda, dia merasa malu mengingat kembali apa yang dia lakukan barusan. Setelah memakai pakaiannya kembali dia pun mencoba untuk membangunkan Tere. "Tere!" panggilnya. Zidan benar-benar bingung dengan dirinya yang tidak bisa mengusai dirinya sendiri hingga ini terjadi. "Tere," panggil Zidan lagi tapi Tere tidak juga sadarkan diri. Dia pun menarik selimutnya untuk menutupi tubuh polos wanita itu. Kemudian meraih ponselnya bertujuan untuk meminta orang rumah untuk membukakan pintu kamar. Kenapa sebelumnya dia tidak melakukan ini? Seharusnya dia melakukan ini sebelum semuanya terjadi kan? Tidak. Sebelumnya reaksi obat yang membuatnya kehilangan kesadarannya. Pikirannya hanya tentang menuntaskan sesua
Zidan ingin sekali menguasai dirinya sendiri, tapi obatnya jauh lebih kuat dari pada dirinya. "Kak, lepas!" seru Tere sambil menusukkan kuku-kukunya pada punggung Zidan. Dia berharap dengan begitu Zidan akan merasa sakit dan segera menghentikan semua ini.Atau pun mungkin saja Zidan akan tersadar hingga tidak lagi seperti iblis.Tere takut jika Zidan seperti ini, bagaimana dia bisa menyerah dirinya seperti ini?Sambil berlinang air mata Tere pun terus berusaha sekuat tenaga untuk mencakar punggung Zidan. Tapi ternyata tidak menjadi masalah sama sekali, karena Zidan terus saja melakukan aksinya. Tangannya semakin menjelajah liar di tubuh Tere, bersamaan dengan hisapan pada tengkuk yang menciptakan warna merah keunguan.Kini tangan Zidan memegang tengkuknya, sedangkan sebelah lagi menjalar ke bawah sana.Tere merasa bukan menjadi seorang istri yang jatuh melayani suaminya, tepatnya seperti seorang wanita yang tengah melayani nafsu gila iblis. "KAK ZIDAN!!" Seru Tere semakin ke
Zidan pun masuk ke dalam kamar, ternyata bertepatan dengan Tere yang baru keluar dari kamar mandi dengan handuk kimono nya. Ini untuk pertama kalinya terjadi, dan cukup mengejutkan untuk Tere. Tere pun menundukkan kepalanya sambil berjalan ke arah almarmari, mencari pakaiannya. Mungkin karena terlalu banyak menangis membuatnya tidak bisa fokus. Bahkan dia mandi karena ingin menyegarkan tubuhnya yang terasa kelelahan. "Kau sengaja ingin menunjukkan ini?" sinis Zidan. Dia yakin wanita di hadapannya ini sedang merencanakan sesuatu hal. Mengingat kelakuan Tere yang begitu diluar batas, tidak tutup kemungkinan apa yang dia ucapkan benarkan? Ataupun mungkin Tere ingin menggodanya? "Aku tidak tertarik sama sekali," kata Zidan lagi dengan angkuhnya. Kemudian dia pun membalikkan badannya karena ingin segera pergi. Tapi ternyata pintu tidak bisa dibuka. "Siapa yang mengunci?" tangannya bingung. Cepat-cepat Tere pun memakai piama tidurnya agar lebih menutupi tubuhnya.
Dengan membawa perasaan bahagia Ayunda pun kembali ke kamarnya. "Akhirnya Zidan akan tunduk pada Tere," kata Ayunda dengan senyuman penuh dengan kemenangan. "Kakak kenapa?" tanya Ayunda melihat wajah David yang mulai memerah. Tapi belum juga menjawab pertanyaannya David sudah kembali masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin. "Aneh," kata Ayunda yang tidak ambil pusing dengan keadaan David. Menurutnya David sedang ingin cepat-cepat buang air hingga harus dituntaskan dengan segera.. Hingga Sesaat kemudian David pun keluar dari kamar mandi. "Kak, Ken sama Mama ya?" "Iya, kata Mama Papa minta Ken tidur dengan mereka," jawab David. Segera David pun naik ke atas ranjang bersebelahan dengan Ayunda. Tapi pikirannya sudah semakin dikuasai oleh obat sialan barusan. Bagaimana ini? Dia terus menatap wajah Ayunda yang ada di sampingnya. "Kak, kira-kira ini akan berhasil nggak ya?" tanyanya berharap semuanya lancar jaya. "Kita doa kan saja." "Semog
"Ini, Bos," Bimo pun mengantarkan obat yang diminta oleh David. "Terimakasih," kata David. Terimakasih? Bimo cukup bingung karena mendengar ucapan terimakasih dari mulut bosnya. "Kenapa?" tanya David yang bingung dengan reaksi Bimo. "Tidak, Bos saya permisi," pamit Bimo. "Hem!" Setelah Bimo pergi mobil Zidan pun terlihat mulai memasuki pintu gerbang. David pun masih berdiri di teras menunggu Zidan keluar dari mobilnya. "Aku ingin bicara," kata David. "Aku juga," balas Zidan. "Kita bicara dibelakang saja," kata David. Zidan pun mengangguk dan keduanya menuju taman belakang, duduk di kursi saling berhadapan dengan meja berbentuk bulat yang berada di tengah keduanya. Huuuufff... "Bik, tolong buatkan kopi," kata Zidan saat melihat seorang art di kejauhan sedang melintas. Tak berselang lama dua cangkir kopi pun tiba dan kini diletakkan di atas meja. "Setelah kejadian kemarin aku terus diancam oleh Tuan Herlambang," kata Zidan yang memulai pembicaraan. "Kej
Ayunda pun telah membawa Tere untuk kembali ke rumahnya. Dia benar-benar tidak bisa meninggalkan Tere di apartemennya sendiri.Tidak, setelah hari ini bukan tidak mungkin Tere akan mengulanginya kembali dan dia pasti akan merasa bersalah. Bahkan Ayunda pun sudah menceritakan tentang apa yang barusan dilakukan oleh Tere yang hampir mengakhiri hidupnya pada Wina. "Ma, Tere mencoba untuk bunuh diri," kata Ayunda. "Ya ampun, apa itu benar?" tanya Wina yang benar-benar terkejut mendengarnya. "Iya, Ma. Untung aja Yunda cepat datang kalau nggak?" Ayunda pun menggelengkan kepalanya karena tak sanggup melanjutkan ucapannya. "Mama jadi kasihan sama dia, Kakak kamu kok tega sekali melakukan hal jahat ya?" Wina dibuat geleng-geleng kepala oleh tingkah putranya yang tak pernah dia bayangkan selama ini. "Iya, Ma." "Sekarang Tere dimana?" "Di kamarnya, tapi kayaknya Yunda bakalan tidur sama Tere terus deh, Ma." "Kenapa begitu?" "Biar Kak Zidan nggak bisa jahatin Tere." "Trus