"Selamat pagi, Bos," sapa Ayunda saat tiba di kantor. "Aku ingin mengucapkan terimakasih," kata Yusuf. "Terimakasih?" Ayunda pun penasaran hal apa yang membuat Yusuf mengucapkan kata terimakasih padanya. "Mama sudah membatalkan perjodohan ku dengan wanita pecicilan itu, aku sangat berterimakasih padamu," Yusuf benar-benar tersenyum bahagia karena usahanya berhasil. "Apakah kita tidak keterlaluan sudah membohongi orang tua?" Ayunda pun mulai merasa bersalah karena telah membohongi Rika. "Tidak masalah, karena aku belum siap menikah dengan seorang wanita seperti dia," terang Yusuf. Ayunda pun tersenyum mendengar ucapan Yusuf. "Padahal dia orangnya baik banget, soalnya kami dulunya sama-sama tinggal di rumah David, tepatnya bekerja di sana," ucap Ayunda. "Aku mencari wanita yang peminim, bukan pecicilan." "Baiklah, terserah kamu saja," Ayunda pun menyerahkan semua keputusan pada Yusuf, sebab pilihan ada di tangannya sendiri. Drettt. Suara ponsel Ayunda pun berbunyi,
Saat Ayunda dan Zidan terdiam mendengar penjelasan sang Mama, dokter pun menghampiri mereka. "Dengan keluarga pasien?" "Ya, Dok. Kami semua keluarganya," jawab Wina dengan tidak sabaran. Tidak sabar mengetahui keadaan Dirga saat ini. "Silahkan masuk, Tuan Dirga sudah sadarkan diri. Hanya saja tidak boleh terlalu lama di dalam sana," ucap sang dokter. Wina pun mengangguk cepat, sambil menggenggam tangan kedua anaknya dia pun berjalan masuk. Terlihat ada banyak alat yang melekat pada tubuh sang suami. Wina pun menahan isak tangisnya. Ayunda langsung memeluk sang ayah meskipun tidak sepenuhnya karena tubuh sang ayah benar-benar dipenuhi alat medis. "Pa...." lirih Ayunda yang tampak sangat ketakutan melihat keadaan sang Papa. Dirga pun menggenggam tangan anaknya dengan erat. "Dia, mencari mu. Papa takut," ucap Dirga dengan suara lemah. Meskipun terpasangnya oksigen tapi suaranya masih bisa terdengar di telinga Ayunda dan yang lainnya. "Maafin Yunda ya, Pa. Kalau
"Apa Papa sadar dengan ucapannya?" tanya Zidan tak habis pikir. "Yunda, nggak mau, Ma," ucap Ayunda. "Kenapa Papa mengatakan seperti itu?" tanya Wina. "Kata Papa untuk melindungi Yunda dan Ken, tapi perlindungan seperti apa, Ma? David jahat," kata Ayunda yang tak hentinya menangis. Sebelumnya dia menangis karena melihat keadaan sang Papa. Namun kali ini dia kembali menangis karena keinginan sang Papa. "Untuk itu Mana setuju, karena Erwin pasti akan mencari keberadaan kamu, dia jahat. Mama takut," kata Wina yang juga mengutarakan kegelisahan nya. Setelah hari ini Wina begitu trauma, bahkan untuk kembali ke rumah saja dia tidak berani. Dia takut Erwin kembali dan melakukan hal yang lebih sadis lagi. "Tapi kenapa harus David, Ma? Lagi pula Yunda bisa jaga diri," ucap Ayunda dengan putus asa. Zidan pun masuk ke dalam ruangan sang ayah, dia melihat wajah pucat ayahnya. Zidan tak berani untuk mempertanyakan tentang Ayunda, dia sungguh cemas melihat ayahnya berbaring ta
"David," Wina langsung berjalan ke arah David. Semetara Ayunda memilih untuk duduk di kursi tanpa ingin melihat wajah David. Begitu juga dengan Zidan yang berjalan kearah pintu kamar dimana ayahnya dirawat. Dimana ada cela yang membuatnya bisa melihat sang ayah yang tengah berbaring di penuhi dengan alat medis. Akan tetapi Wina tetap saja berbicara pada David. "David, Om ingin bertemu dengan kamu," ucap Wina. David pun menatap wajah Wina penuh selidik, dia bingung apa yang sebenarnya terjadi hingga memanggilnya ke sana. "Om, ditusuk oleh Erwin. Sekarang dia masih dalam pencarian polisi," ujar Wina. David cukup terkejut mendengarnya, dia tak menyangka jika ini bisa terjadi. Bahkan Erwin masih belum ditangkap. Awalnya mengira jika Dirga dirawat karena jatuh sakit. "Lalu, bagaimana keadaan Om Dirga sekarang, Tante?" tanya David yang juga penasaran dengan keadaan Dirga. "Keadaan Om sangat mengkhawatirkan, kamu diminta untuk menemuinya sekarang," ucap Wina. David
Ayunda berharap ini hanyalah sebuah mimpi, mimpi buruk yang begitu mengerikan. Besok adalah hari dimana dirinya akan menikah dengan David. Menikah di rumah sakit dengan keadaan yang mendesak. Pernikahan yang sudah tidak dia inginkan sama sekali. Andai saja tak pernah ada luka yang ditorehkan David padanya, mungkin hari esok adalah hari yang paling membahagiakan untuk dirinya. Namun, bagaimana lagi. Kepala Ayunda hampir pecah memikirkan semua ini, dia bahkan tak mengerti mengapa bisa ayahnya mengatakan bahwa hanya David yang bisa menjaganya. Lantas bagaimana dengan kehidupannya selama ini? Apakah ada David yang menjaganya? Tidak. Huuuufff. Untuk kesekian kalinya Ayunda membuang nafas berat untuk masalah ini. "Hay," Tere pun menyapanya membuatnya tersadar dari lamunannya. "Kamu udah sembuh?" tanya Ayunda secara langsung, karena sebelumnya terakhir kali bertemu Tere tampak menggigil. "Udah, aku cuma butuh sedikit istirahat," ucap Tere. "Emang kamu nggak pern
Ketika pagi harinya Ayunda merasa sangat tidak bersemangat untuk menjalani harinya. Dia masih menatap kebaya berwarna putih yang tergeletak di atas ranjang. Memakainya atau tidak? Saat dia tengah sibuk menimbang-nimbang Tere pun menghampirinya. "Yunda," panggil Tere. "Tere, aku nggak pengen banget pakek kebaya ini," ucap Ayunda. Tere pun tersenyum karena merasa bingung harus berkomentar apa. Namun, dia pun hari ini akan menuju rumah sakit untuk melihat pernikahan Ayunda. Meskipun sebenarnya tahu kehadirannya tidak diharapkan sama sekali. Tapi paling tidak dia hadir untuk sahabatnya, Ayunda.Apa lagi hanya Ayunda orang satu-satunya yang selalu membelanya. "Yunda, kita berangkat sekarang," ucap Wina secara langsung. Tapi dia melihat anaknya belum juga memakai kebaya yang dia berikan. "Kok kebayanya belum di pakai?" "Ma, Yunda nggak mau pakai kebaya," balas Ayunda. "Kenapa? Apa dia sudah meracuni isi pikiran kamu?" tanya Wina dengan penuh kekesalan tepatnya me
"Lepas!" pekik Yunda semakin kesal dengan ulah David. "Kenapa? Kita sudah menikah!" "Aku nggak mau, lepas!" Ayunda terus saja berusaha untuk melepaskan dirinya dia sangat kesal pada pria yang ada di dekatnya ini. "Kamu tidak mau ya tidak masalah, biar aku saja yang mau," balas David dengan santainya. "Dasar gila!" Tak hentinya Ayunda menggerutu kesal karena ulah David yang menjengkelkan. "Lepas nggak?!" "Baiklah," dengan terpaksa David pun melepaskan Ayunda karena tak ingin suara Ayunda sampai ke luar sana. "Kita memang udah nikah, tapi jangan coba-coba dekat-dekat!" tegas Ayunda lagi. "Kita suami istri, gimana caranya nggak dekat?" tanya David tak habis pikir. "Ogah! O Tu Du Gah! Ogah!" balas Ayunda. "Kamu aneh, apa iya pengantin baru seperti ini?" "Pengantin baru?" sekujur tubuh Ayunda terasa merinding mendengarnya. "Kamu tahu dong ritual pengantin baru," goda David. "Yeeee, apa-apa an sihh. Ihhh......" Ayunda benar-benar merinding melihat wajah mesum
"Aaaaaa!" teriak Ayunda ketika kembali ke kamar melihat David yang keluar dari kamar mandi hanya mengunakan handuk yang melilit di pinggangnya. Cepat-cepat David pun menutup mulutnya agar tak ada yang mendengar teriakan Ayunda. "Jangan teriak nanti orang-orang rumah mendengar," kata David. Ayunda pun mengangguk dan David pun melepaskan tangganya yang menutup mulut Ayunda. "Kamu ngapain cuma pakai handuk di kamar aku? Mana handuk aku lagi!" omel Ayunda sambil memunggungi David. Dia tidak mau melihat David dalam keadaan seperti ini. "Memangnya kenapa? Kamu kan istri ku, lagi pula kamu juga sudah pernah melihatnya," balas David. Wajah Ayunda pun mendadak memerah karena mendengar ucapan David. Itu memang benar, tapi saat itu Ayunda dalam pengaruh alkohol. "Mana ada? Aku nggak ingat!" kesal Ayunda. "Yakin nggak ingat," David pun melingkarkan tangannya pada pinggang Ayunda. Tubuh keduanya seakan begitu dekat bahkan bisa saling merasakan kehangatan. Dengan hembusan na
"Selamat siang?" Yusuf pun mengulurkan tangannya pada Zidan. Zidan pun membalasnya dengan baik, mereka baru menjalin kerja untuk pertama kalinya. Setelah David yang membantunya. Tapi disana dia dan Tere tampak sangat asing, tidak ada pembicaraan pribadi. Benar-benar sangat asing, siapapun tak akan ada yang mengira jika mereka adalah sepasang suami istri. Kecuali Yusuf yang memang sudah mengetahui sejak awal. Akhirnya setelah satu jam berlalu rapat pun selesai. "Terimakasih dan semoga kita bisa saling bekerjasama dengan baik," ucap Yusuf diakhir kalimatnya. "Tentu," balas Zidan.Zidan pun mengundurkan diri, kemudian 30 menit berikutnya rapat pun kembali dimulai dengan orang yang berbeda.Tere kembali dengan dirinya yang penuh percaya diri dan terlihat sangat murah senyum.Kulitnya yang kuning langsat membuat dirinya terlihat sedikit berbeda.Dia terlihat sangat manis dengan rambutnya yang pendek sebahunya, dengan warna hitam pekat. "Tuan, Yusuf. Bisa saya sedikit berb
"Tere dimana ya?" Ayunda pun segera menuju kamar sahabatnya yang sekaligus adalah Kakak iparnya sendiri. Dia akan memberitahu bahwa David akan segera menemukan dimana makam sang Mama. Tapi saat berdiri didepan pintu telinganya mendengar suara dari dalam sana. Akibat pintu yang tidak tertutup rapat membuatnya bisa mendengar dengan sangat jelas. "Kamu bisanya apa? Melakukan hal kecil seperti ini saja tidak becus!" bentak Zidan. Tere pun tersentak kala mendengar suara Zidan yang meninggi. Dengan tangan yang saling meremas dia hanya bisa menundukkan kepalanya. Tanpa kata apalagi meskipun hanya untuk membela diri. Percuma saja bersuara karena Zidan tidak akan mau mengerti. "Kenapa diam?!" bentak Zidan lagi. "Maaf, Kak," ucap Tere. Tidak ada yang bisa dia katakan selain minta maaf. "Setiap kali kamu hanya bisa minta maaf, bosan sekali, otak mu dipakai!" ucap Zidan sambil menunjuk kepala Tere. Tere menutup matanya mengira jika Zidan akan memukulnya. "Kak!" seru Ay
"Kak," Ayunda pun memberanikan diri untuk memeluk David terlebih dahulu. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, tapi tidak apa demi bisa menjadi seseorang yang bisa berguna untuk Tere. David pun menatap tangan Ayunda yang melingkar di pinggangnya. "Kak, Yunda boleh minta tolong nggak?" "Apa?" "Tolong carikan makam Mamanya Tere." David pun mengambil kesimpulan jika tujuan Ayunda memeluknya duluan karena itu. Tidak masalah. "Kak," Ayunda pun mengguncangkan tubuh David karena belum mengabulkan permintaannya. "Iya," jawab David. "Besok harus udah ketemu ya, Kak," kata Ayunda lagi. "Besok?" David pun menautkan kedua alisnya mendengar ucapan Ayunda. "Kakak, keberatan?" "Apakah waktunya sesingkat itu?" "Ayolah, Kak. Tere cuma punya Yunda aja," mohon Ayunda. Gadis nakal ini mulai pintar merayu suaminya sendiri. Lihatlah dengan bergelayut manja seakan dia sudah sangat tahu bahwa suaminya suka hal seperti ini. "Kak," lagi-lagi Ayunda pun mengguncangkan tubuh Dav
"Kamu kenapa?" tanya David saat melihat Ayunda begitu gelisah sedari tadi. Seharusnya Ayunda sudah terlelap tapi tidak, tampak ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. "Perut Yunda nyeri, Kak," kata Yunda sambil bergerak turun dari ranjang. "Kita ke rumah sakit?" David pun menyusul turun dari ranjang karena merasa khawatir. Sementara Ken masih terlelap di atas ranjang, dia tidur diantara kedua orang tuanya dan ini untuk pertama kalinya terjadi. "Nggak perlu, Yunda datang bulan," ucap Ayunda. "O, begitu, tapi tadi pagi?" David pun mulai mengerti dengan apa yang terjadi pada istrinya ini. "Baru aja." Tapi mata Yunda melihat seseorang di bawah sana. "Tere ngapain duduk di sana tengah malam begini?" tanyanya. David pun ikut melihat apa yang dilihat oleh Ayunda. "Seperti hantu saja, duduk di luar saat tengah malam begini," sahut David. Tapi Ayunda tak menghiraukannya, dia justru semakin penasaran pada Tere. "Yunda ke sana dulu ya, Kak," pamitnya pada suaminya.
Sesuatu hal yang berbeda benar-benar terjadi, kali ini Ayunda tidak lagi sendiri ketika berusaha untuk menjadi yang terdepan untuk sang anak. Dia tahu kedua orang tuanya selalu membantunya, dia tak lupa itu. Namun, sesuatu yang terasa lain kini dia rasakan setelah menikah dengan David. Karena kini yang menjadi temanya pergi ke rumah sakit bukan lagi kedua orang tuanya. Dia pergi ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan sang anak bersama dengan David, sekaligus ayah dari anak tersebut. "Ayah," panggil Ken ketika David memarkirkan mobilnya. Ken seperti meminta ingin digendong oleh David. Berulangkali mencoba untuk berpindah ke pangkuan David dengan cara menarik-narik kemeja sang ayah yang tadinya mengemudikan mobil. David pun tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Sini sayang," kata David. Setelah itu keluar dari mobil sambil memeluk Ken, disusul oleh Ayunda. Sambil berjalan masuk Ayunda melihat wajah David yang menggendong sang anak dengan penuh cinta. Dia merasa K
"Kak," Ayunda pun membangunkan David yang masih terlelap tidur di sampingnya. Padahal hari sudah hampir siang tapi masih saja belum terjaga. Berulangkali Ayunda mencoba untuk membangunkan David tapi tak juga ada hasilnya. Justru suaminya itu semakin memelukmu dengan erat, seakan ingin kembali mengajaknya untuk tidur.Mereka bahkan belum sarapan pagi sama sekali. "Kak, bangun dong," kata Ayunda lagi berharap David segera bangun. "Untuk apa buru-buru bangun?" tanya David dengan suara parau sambil kembali menyelundupkan wajahnya pada tubuh bagian belakang Ayunda. Semetara tangannya melingkar pada pinggang istrinya tersebut. "Kak, kita harus pulang ke rumah," ucap Ayunda berharap David tak lagi membuang waktu dibawah selimut untuk bermalas-malasan. "Kok pulang? Kita di sini dulu, ayolah kita buat adik untuk Ken. Kalau sekarang namanya Kenzie, nanti lahir adiknya kita beri nama Kenzie, lucu kan?" "KAK!" geram Ayunda. "Apakah aku salah bicara?" David pun mulai mencari ke
Sunset di pantai terlihat sangat indah, Ayunda begitu bahagia karena dirinya bisa menikmati keindahan ini. Sebuah impian sejak dulu namun saat ini barulah semuanya tercapai. Dengan menunggang kuda di pinggir pantai bersama dengan David rasanya sangat membahagiakan. Inikah kebahagiaan? Kebahagiaan yang selama ini begitu dia nantikan, ternyata baru didapatkan setelah badai besar yang dia lalui. Liburan inipun tak disangka akan terjadi, semuanya tak direncanakan sama sekali. "Apa enaknya naik kuda?" tanya David yang duduk di belakang Ayunda. Pertanyaan David seperti merusak suasana hati Ayunda yang tengah menikmati keindahan alam. "Ini hanya bisa dirasakan oleh orang-orang tertentu, tidak dirasakan oleh orang aneh," sindirnya. "Maksudnya aku aneh?" "Lumayan." "Maksudnya lebih enak main kuda-kudaan dari pada naik kuda begini," kata David lagi yang sedang berusaha untuk menggoda Ayunda. "Apa sih, nggak jelas banget sih?" gerutu Ayunda dengan sangat kesal. "Memangn
Ayunda pun melompat dari atas ranjang demi menghindari David. Tapi ternyata David juga ikut turun dari ranjang. "Apaan sih?!" seru Ayunda. "Nggak papa," ejek David. "Ya udah, kalau gitu ngapain ngikutin aku turun?" "Emang kenapa?" "Aku nggak mau!" "Kalau akunya yang mau gimana dong?" "Apa sih?" Ayunda pun hendak pergi tapi David pun mengejarnya dan mengangkatnya hingga dilemparkan kembali ke atas ranjang. Namun, Ayunda berhasil menghindar saat David akan memeluknya. "Ahahahha," Ayunda tertawa bahagia karena merasa berhasil menghindari David. David yang kini menatapnya dengan tatapan kesal karena kecewa. Semakin melihat wajah kesal David semakin membuat Ayunda merasa bahagia, karena tentunya berhasil mengerjainya. Sesaat kemudian Ayunda pun mendorong David hingga terjatuh ke dalam kolam renang. Bur! "Ahahahha," Ayunda tak hentinya tertawa terbahak-bahak melihat David yang kali ini tercebur ke dalam kolam. Akan tetapi dia bingung karena David berteriak
Entah bagaimana caranya bisa tidur nyenyak tanpa gangguan. Setelah dua hari bersama David mendadak Ayunda merindukan tidur yang nyenyak. Sebab, kelelahan akibat malam panjang yang tak kunjung usai yang mereka lewati bersama. Percuma juga pijatan kemarin, karena hari ini tubuhnya kembali remuk tanpa ampun. Tapi bagaimana dengan perasaannya? Dia baru menyadari ternyata saat ini merasa lebih nyaman, berada didekat David seperti dilindungi. Namun, kali ini Ayunda yang dibuat diam karena perasaan tegang. Di pagi hari ini mereka menikmati keindahan alam dan juga mata hari pagi yang langsung menembus jendela kaca. Sambil berbaring di atas ranjang David memeluknya dari belakang. Seakan dia ingin menebus hari-hari yang telah terlewati selama ini. "Sayang, aku belum bisa lupa dengan apa yang dulu terjadi pada kita," ucap David tiba-tiba. Ayunda pun bingung mendengar ucapan David yang tak disangkanya. Tentunya masa lalu mereka terlalu banyak menyimpan kenangan penuh luka.