Share

B2. Kebohongan

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2023-01-17 12:49:19

Suram dan gelap. Mungkin itu adalah gambaran wajah Adel saat itu. Tanpa ekspresi di wajahnya, Adel melangkah di belakang tubuh Kayana.

Bukan hanya Adel, tetapi Kayana pun memasang muka jenuh. Ya, jenuh karena bertemu dengan hari senin.

Adel melangkah menundukkan kepalanya, dia sama sekali tidak mau melihat ke depan.

"Del, empat puluh hari lagi kita akan menghadapi ujian kelulusan. Bagaimana persiapanmu?"

Celotehan Kayana tidak ditanggapi oleh Adel. Jangankan menanggapi, Adel mendengarkannya juga tidak. Gadis itu seperti berjalan dengan tatapan kosong.

Kayana terus berceloteh ria, menyambung kata demi kata. Layaknya seorang sedang bercerita. Sepanjang jalan pulang yang terdengar hanyalah suara Kayana.

Adel hanya menatap punggung sahabatnya yang berjalan di depannya. Pikirannya entah melayang ke mana.

Aku sudah capek dengan ini semua ... batin Adel berkecamuk begitu hebat. Bingung dan takut ... Ah, aku harus bagaimana? Menghindar pun aku tak bisa. Adel kembali menatap punggung Kayana.

"Hei, kau kenapa?" Kayana menggoyangkan bahu Adel. "Melamun?" lanjutnya.

"Ti-tidak. Ayo, kita pulang," ajak Adelia mengelak jika nanti dia akan dicerca banyak pertanyaan oleh Kayana.

***

Pagi yang cerah, tetapi tidak secerah hati Adelia. Hari itu Kayana membantu Adel membawa sebuah kotak berisi buku-buku ke kantor guru. Setelah mereka meletakkan kotak berisi buku itu di meja Bu Ratna. Adel meminta Kayana untuk pergi dulu masuk ke dalam kelasnya, karena dia ingin pergi ke toilet.

Sebelumnya Kayana menawarkan diri akan menemani Adel ke toilet, tapi Adel menolaknya. Alhasil, Kayana memilih pergi dulu kembali ke kelas.

Adel terlihat melangkahkan kakinya dengan gemetaran. Dia melangkah pelan menuju toilet sekolah yang pagi itu dalam keadaan sepi. Adel menoleh kanan dan kiri seperti sedang mencari seseorang. Wajah Adel terlihat was-was dan ada sedikit ketakutan.

Namun, tiba-tiba tubuh Adel serasa ada yang mendorong dengan kuat hingga membuat tubuh itu jatuh ke lantai. Terdengar suara cekikikan menertawakan Adel yang menahan sakit.

"Wah, sepertinya dia tidak merasakan sakit. Apa mungkin aku mendorongnya kurang kuat?" celetuk seorang di antaranya.

"Berani sekali dia datang sendirian." Seseorang berjongkok di samping kiri Adel yang menundukkan kepalanya.

"Kau menangis?" ejek seorang lagi, lalu dia jongkok dan mencengkram rahang Adel.

Bulir bening lolos dari pelupuk mata Adel. Melihat hal itu spontan Adel menjadi bahan ejekan orang-orang yang ada di dalam toilet tersebut.

Salah seorang menarik Adel secara paksa, dia menyuruh Adel untuk berdiri di dekat tembok.

"Cepat berdiri!" bentaknya menarik paksa.

"Jambak saja rambutnya jika dia tidak mau berdiri!"

Adel ketakutan, dia pun memilih langsung berdiri dan mengikuti semua perintahnya.

"Berdiri di sana!" perintahnya dengan lantang.

"Uluh ... uluh ... anak baik dan penurut," ejek seorang berjalan dengan kedua tangannya sibuk mengkucir rambutnya.

Dia berjalan mendekati Adel yang menundukkan kepalanya dan pipi yang basah karena air mata. Lantas dia memegang pipi Adel dan menepuknya dengan keras.

"Kau pikir kau bisa lolos dari kami?"

Adel diam, dia tidak menjawab sama sekali.

"Menghindar pun kau tidak akan bisa, karena kau adalah target kami selanjutnya." Menepuk pipi Adel dengan keras dan itu lebih keras dari yang pertama Adel terima hingga Adel meringis kesakitan.

"Mana?" Meminta paksa pada Adel dengan menengadahkan tangan kanannya.

Adelia menggelengkan kepalanya pelan.

"Apa maksudmu dengan menggelengkan kepala, hah!"

"Sudah kuduga pasti dia belum membuatnya," sambung lainnya.

"Ada bagusnya kita beri dia pelajaran."

Salah satu dari mereka menarik kasar baju Adel dan mendorong tubuh itu hingga membentur dinding.

"Awas saja sampai kau berteriak. Jika itu sampai terjadi, maka kau akan mendapatkan yang lebih sakit dari pada ini." Menjambak rambut panjang Adel dengan kasar dan menariknya. Adel hanya bisa menahan rasa sakit itu.

Saat Adel kesakitan, salah satu dari mereka mengabadikan dalam bentuk video dan foto. Terlihat mereka begitu sangat senang dengan kesengsaraan dan kesakitan Adel.

"Ingat baik-baik. Lakukan apa yang aku perintahkan dan segeralah berikan itu padaku. Paham!"

Lantas mereka pergi meninggalkan Adel yang sedang merintih kesakitan dengan air mata yang terus mengalir membasahi pipinya.

Setelah kepergian mereka, Adelia berdiri dan melangkah mendekati cermin. Adel berdiri di depan cermin dan menatap pantulan wajah kusutnya.

Wajah yang terlihat begitu nelangsa dengan rambut panjang yang berantakan. Adel menyalakan keran air dan membasuh wajahnya.

Adel mengeringkan wajahnya dengan menggunakan tisu dan merapikan rambut panjangnya. Adel menatap wajahnya dengan seksama. Ada sedikit memar saat dia terbentur ke dinding.

Rasa sakit dia rasakan di lengan kanan bagian atas. Adel pun menaikan lengan seragam sekolahnya dan ternyata di sana ada luka memar kebiru-biru akibat benturan keras tadi.

Adelia menarik napas panjang, dia begitu meratapi nasib yang dia alami.

"Mereka benar-benar keterlaluan," rintih Adel.

Sementara itu Kayana masih menunggu Adel di depan pintu kelasnya. Berkali-kali dia melihat jam yang melingkar tangan kirinya.

Kayana terus menerus menatap tangga. Berharap Adelia muncul dan berteriak memanggil namanya.

"Sudah tiga puluh menit lebih Adel belum juga kembali ke kelas. Sebenarnya sedang apa dia di toilet? Apa dia ketiduran?" Kayana menebak-nebak.

Seperti orang yang sedang bingung dan gelisah. Kayana mondar-mandir di depan tangga sampai pada akhirnya Bu Ratna yang muncul dan membuat kaget Kayana.

"Eh-Bu Ratna," ujar Kayana.

"Sedang apa kau di sini?" tanya Bu Ratna.

"Hm-anu-sedang menunggu Adel," jawab Kayana.

"Memangnya Adel di mana?"

"Tadi dia bilang ke toilet, tapi sampai sekarang dia belum kembali."

"Kalau begitu cepat kau susul dia dan ajak dia segera kembali ke kelas. Hari ini ada tugas yang harus kalian kerjakan."

"Baik, Bu." Kayana segera berlari untuk menyusul Adelia.

Setelah menuruni anak tangga dan melewati lapangan. Sampailah Kayana di toilet. Kayana masuk ke dalam toilet yang sangat sepi.

"Sepi ... lalu di mana Adel?" ujarnya lirih. Kayana melangkah masuk dan melihat suasana sekitar. "Del ... Adel ... apa kau masih di sini?" teriak Kayana dengan suara lirih.

Suara lirih itu menggema di seluruh ruangan tersebut. Kayana menoleh pada salah satu bilik toilet saat mendengar suara gemercik air.

"Del ... kau kah itu?" Kayana melangkahkan kakinya semakin mendekat pada bilik tersebut. "Del ...," panggil Kay sekali lagi.

Ceklek ....

Pintu bilik terbuka dan keluar seorang gadis yang tanpa sadar akan keberadaan Kayana di sana. Gadis itu keluar dari dalam bilik dengan menyeka air matanya. Kayana yang berdiri tak jauh dari sana bisa menangkap jika gadis itu baru saja menangis di dalam bilik tersebut. Gadis itu juga memegang tisu untuk mengelap hidungnya merah.

"Adel ...."

Adel terperanjat seketika saat mengetahui Kayana sudah berdiri tidak jauh darinya.

"K-Kay ...."

"Apa kau baru saja menangis di dalam bilik itu?" tunjuk Kayana.

"Ti-tidak," elak Adelia.

"Kau tidak bisa berbohong padaku, Del dan kau itu bukan pembohong ulung."

"A-aku tidak menangis," kekeh Adel menjauh dari Kayana.

"Mata merah dan basah, serta hidungmu merah. Kau masih mengelak akan hal itu," cerca Kayana.

Isak tangis akhirnya mulai terdengar. Adel tidak bisa menahan rasa sakitnya, akan tetapi dia tidak bisa jujur pada Kayana tentang kejadian yang baru dia alami. Adel tidak ingin jika Kayana ikut terseret dan mengalami hal serupa.

"Kenapa kau tidak bercerita padaku? Apa kau sedang ada masalah?" Kayana mendekati Adel dan menatap sahabatnya itu.

Saat Kayana memegang lengan Adel, seketika Adel merintih kesakitan. Lantas Kay memaksa Adel untuk menaikkan lengan seragam yang dia kenakan. Kay pun terkejut melihatnya.

"Apa kau sedang bertengkar dengan ibumu?" terka Kayana. Adelia diam dan menatap Kayana.

Cheezyweeze

Lantas Adelia akan menjawab apa pada Kayana? Jangan lupa cek bab selanjutnya!

| Like

Related chapters

  • Aku Bukan Pembunuh!   B3. Malaikat Penyelamat

    Jika kamu putus asa dan tidak ada yang membantumu, lihatlah matahari menyinari bumi tanpa bantuan siapapun.••Adel diam membisu saat dicerca berbagai pertanyaan oleh Kayana. Adel tidak punya pilihan lain, dia tetap mengunci rapat mulutnya. Namun, pada akhirnya Adel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan dari Kay.Tentu saja Kayana tidak langsung mempercayainya. Adel tidak mungkin ribut dengan ibunya. Kayana sendiri tahu Tante Dewi itu orangnya seperti apa.Namun, Kay tidak serta merta memaksa Adel untuk jujur. Kay lebih memilih mengiyakan saja. Mungkin dalam waktu dekat Adel akan bercerita pada Kayana, tapi kalau untuk sekarang sepertinya Kayana harus bersabar. Jujur saja Kay seperti penasaran dengan apa yang telah terjadi pada Adel.Kayana sudah mengenal Adel cukup lama dan Kayana tahu persis Adel adalah tipikal orang yang periang. Namun, akhir-akhir ini Adel berubah jadi pendiam dan murung. Bahkan nilai-nilainya merosot padahal Adel adalah murid yang berprestasi.

    Last Updated : 2023-01-17
  • Aku Bukan Pembunuh!   B4. Target Sasaran

    "Sial!" umpat Sarah.Gadis dengan perawakan tinggi kurang lebih 160 cm. Rambut sebahu, berwajah jutek itu terlihat kesal saat mengingat kejadian malam itu."Kau kenapa mengumpat seperti itu," timpal Jehan."Jika dia tidak ditolong oleh pemuda itu. Pasti aku sudah memberi dia pelajaran," sahut Sarah."Tenang saja. Itu dia baru saja masuk gerbang sekolah," tunjuk Freya pada dua gadis yang berjalan bersamaan masuk gerbang sekolah.Sarah menatap sengit pada salah satu gadis itu. Bagaimana tidak? Sudah hampir satu minggu dia mulai membangkang. Kedua tangan Sarah mengepal erat. "Lihat saja, Del. Hari ini aku pastikan kau tidak akan nyaman berada di sekolahan.""Apa yang akan kau lakukan pada dia?" tunjuk Freya mengangkat tangannya ke depan."Kau lihat saja nanti!" Sarah membalikkan tubuhnya."Auw!" pekik Freya saat tubuh Sarah menabraknya. "Kenapa dia?"Jehan menahan tangan Freya saat gadis itu hendak mengejar Sarah. Jehan menggelengkan kepalanya."Jangan sekarang, nanti kau akan kena imba

    Last Updated : 2023-01-17
  • Aku Bukan Pembunuh!   B5. Toilet Sekolah

    Sarah, Freya, dan Jehan berada di dalam toilet sekolah. Ketiganya berdiri di depan salah satu bilik. Sarah tampak memainkan sepatu kanannya, menghentak-hentakan ke lantai."Adel ... apa kau tidak ingin keluar dari dalam sana?" gertak Sarah. "Satu pintu lagi. Aku pastikan kau ada di balik pintu bilik terakhir ini."Belum sempat tangan kanan Sarah mendorong pintu bilik tersebut. Pintu itu telah terbuka dan muncullah Adel di balik pintu."Aha ... akhirnya kau keluar juga, Del."Sarah maju beberapa langkah, sedangkan Freya berdiri di samping kanan pintu dan Jehan berdiri di sebelah kiri. Ketiganya melipatkan tangan mereka dan menatap Adelia.Adel menundukkan kepalanya. Gadis itu tidak berani membalas tatapan dari Sarah, Freya, dan Jehan."Anak pintar," ujar Sarah menepuk pipi kiri Adelia. "Dengar baik-baik. Jika sampai kau mengadu--besok atau lusa--kau akan mendapatkan yang lebih buruk dari ini. Paham!" Sarah mencengkeram kuat rambut Adel dan menariknya dengan kuat. Hal itu membuat Adel b

    Last Updated : 2023-01-17
  • Aku Bukan Pembunuh!   B6. Bunuh Diri

    Kayana melangkah tergesa-gesa. Dia hanya ingin cepat sampai di rumah. Kayana terus melangkah sambil sesekali dia menoleh ke belakang. Dia takut jika pemuda tadi ternyata mengikutinya. Ada rasa lega saat di belakang tidak ada siapa-siapa. Namun, rasa tegang seketika muncul saat melihat pintu rumah terbuka."Ke-kenapa pintu ini terbuka?" Kayana perlahan masuk ke dalam rumah."Kau sudah pulang, Kay." Sebuah suara mengejutkan Kayana."I-ibu ...," sahut Kayana kaget sambil memegang dadanya."Kenapa kau terkejut seperti itu? Apa kau tidak suka ibu pulang ke rumah," balas wanita berambut panjang sebahu dengan rol rambut terpasang di poni depan."Se-sejak kapan ibu pulang?" tanya Kayana."Baru beberapa menit yang lalu. Ayo, makan," ajak Laras. Wanita itu menaruh sepiring tumis sayur di atas meja dan di sana sudah tersedia dua piring dengan nasi di atasnya."Aku mau membersihkan diri terlebih dahulu, bu," balas Kayana."Baiklah. Pergilah mandi, ibu akan menunggumu."Kayana berlalu dari sana d

    Last Updated : 2023-02-04
  • Aku Bukan Pembunuh!   B7. Kematian Adelia

    Satu jam sebelum kejadian terjadi. Adelia mengangkat kotak yang baru dia bawa dari kelasnya. Adelia ingin membawa kotak tempat susu itu ke ruang guru. Namun, tak disangka justru dia bertemu dengan Sarah, Freya, dan Jehan.Ketiga gadis itu menghampiri Adelia. Sarah mendekatkan kepalanya, dia seperti hendak membisikan sesuatu di telinga Adel. Saat bibir itu hampir menyentuh telinga Adel dan desiran napas hangat memutar di sekitar daun telinga Adelia. Mata indah itu mendadak membulat dengan sempurna. Setelah itu Sarah menepuk pipi Adelia dengan menggunakan tangan kanannya. Setelah itu ketiganya berlalu dari hadapan Adelia.Satu jam setelahnya, sekolah SMA Harapan gempar karena kejadian yang mengejutkan di pagi hari. Salah satu siswi sekolah tersebut loncat dari roof top. Bunuh diri atau kah ada yang mendorongnya?***Flashback,Sehari sebelum kejadian. Sebagai seorang sahabat, Kayana memang selalu memperhatikan Adelia. Sejak sikap aneh dari Adel, Kayana sudah merasakan firasat buruk y

    Last Updated : 2023-02-06
  • Aku Bukan Pembunuh!   B8. Alibi

    -Kita tidak bisa tahu siapa teman yang baik dan buruk, tapi kita bisa memilih mana yang bisa dijadikan teman yang baik dan buruk-••Kayana masih terngiang-ngiang dengan apa yang Bima ucapkan. Kayana terus menatap benda yang ada di tangannya. Berkali-kali dia membaca rangkaian huruf yang ada di kertas tersebut."Aahh, aku harus bagaimana?" keluh Kayana lalu terduduk lemas di atas sebuah bangku.Termenung gadis cantik itu di sana. Tatapan nanar kembali menghiasi saat ingatan itu berjalan melintas. Perlahan kedua tangannya memegang kepalanya dan Kayana menggeleng pelan."Adel, kenapa kau melakukan tindakan bodoh?" Isak tangis mulai terdengar mewarnai sekitar. "Tidak kah kau ingat akan janjimu padaku diwaktu itu? Kau bilang akan mengejar impian bersama denganku, tapi kini ...." Kayana terdiam sesaat, tangan kanannya terangkat ke atas dan menyekat air matanya. Kayana mendongakkan kepalanya agar air mata itu tidak kembali meluncur lolos dari tempatnya.Kepala itu kembali menunduk dan kedua

    Last Updated : 2023-02-26
  • Aku Bukan Pembunuh!   B9. Bullying

    -Kamu tidak akan pernah mencapai tempat yang lebih tinggi jika kamu selalu menjatuhkan orang lain-•Hidup adalah sebuah perjalanan. Kita hanya mampu berjalan ke depan, tanpa menoleh ke belakang. Masa lalu hanyalah sebuah masa yang sangat tidak berguna.Masa depan menantimu, jangan kau terbelenggu di masa lalu yang kelam. Terkadang aku bingung terhadap semua orang. Mengapa? Aku berpikir, apa ini? Kenapa aku berbeda. Ralat, aku spesial. Mempunyai dua kepribadian bukanlah hal yang sulit bagiku. Musuh hanya seperti nyamuk di tanganku. Semua ku atur, semua ku bunuh. Jalan penuh duri terus ku lalui. Lelah? Tidak, aku tidak lelah sama sekali. Yang ku rasakan hanyalah hampa. Kau tahu? Kehilangan seorang yang di cintai itu sakit. Hmm. Pembullyan selalu datang menghampiriku? Orang tua ku bercerai, nenekku meninggal. Aku kuat? Ralat, aku sangat lemah. Aku berpikir, apa yang sedang di rencanakan Tuhan. Mereka menyebutku iblis, tapi ... Aku spesial, ku akui itu. "Dasar cupu! Lemah!" Bullya

    Last Updated : 2023-02-27
  • Aku Bukan Pembunuh!   B10. Berandalan Jalanan

    Kayana berlari menyusuri trotoar malam itu. Sesekali dia menoleh ke belakang melihat apa mereka masih mengejar. Ah, ternyata mereka masih berada di belakang Kayana.Siapa mereka?Mereka pastinya adalah Sarah beserta antek-anteknya.Sarah dan gerombolan mengejar Kayana yang begitu sangat ketakutan. Kayana berlari sambil sesekali melihat ke belakang. Akhirnya Kayana memilih belok ke bangunan kosong dan sebagian sudah roboh.Kayana berhenti saat merasa mereka sudah tidak mengejarnya. Kayana membungkuk dan mengatur napasnya pelan-pelan agar kembali teratur. Merasa sudah aman, Kayana kembali meneruskan langkahnya."Hei!" Sebuah teriakan membuat Kayana harus kembali berlari."Aku pikir mereka sudah tidak mengejarku lagi, tapi dugaanku salah." Suara familiar yang sudah tidak asing bagi Kayana.Deru napas yang tidak teratur di sela-sela Kayana berlari dan gelapnya malam membuat Kayana makin kesulitan.Tiba-tiba Kayana berhenti saat dia melihat segerombolan pemuda tengah menghajar seseorang. K

    Last Updated : 2023-03-07

Latest chapter

  • Aku Bukan Pembunuh!   B36. Menyelamatkan Korban Bullyan

    Nama yang sama dengan sahabat Kayana. Gadis itu bernama Adelia. Jantung Kayana terasa berhenti sesaat ketika mendengar nama itu. Kayana sudah bisa menebak jika gadis itu baru saja menangis. Mata dan hidung merah, hal itu tidak bisa membohongi Kayana.Adelia Rahastri adalah nama gadis yang sekarang duduk di samping Kayana. Kepalanya menunduk ke bawah menatap jari jemarinya yang saling beradu.Tangan kiri Kayana terulur memegang kedua tangan Adelia. Kayana merasa sedang memegang kedua tangan sahabatnya sendiri. Kayana melihat bayangan Adelia tersenyum di sana. Pastinya Kayana langsung sadar jika bayangan itu hanyalah fatamorgana."Siapa namamu tadi?" tanya Kayana."A-Adel, Bu," jawabnya pelan.Kayana menarik napas pelan dan tersenyum, lalu tangannya terangkat menyibakkan rambut Adelia.Adelia terkejut saat tangan Kayana menyentuh rambutnya. Kayana pun heran melihat reaksi Adelia pada saat itu."Kenapa?" tanya Kayana."Ti-tidak, Bu," ujar Adelia gugup."Adel, ibu ingin tanya. Apakah kau

  • Aku Bukan Pembunuh!   B35. Guru Pembimbing

    Setelah Kayana dan Evan menikmati kebebasannya. Mereka pulang bersama dan Evan pun diajak pulang ke rumah Kayana. Ternyata Bu Laras memang sudah mempersiapkan kebebasan sang putri.Evan pun sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Bu Laras karena wanita itu sudah banyak mengetahui Evan dari putrinya, Kayana. Kayana sering bercerita jika Evan lah yang selalu melindungi Kayana. Maka dari itu Bu Laras begitu senang saat bisa bertemu dengan Evan secara langsung."Masuklah dan anggap rumah sendiri," kata Bu Laras pada Evan. Kayana pun menarik tangan Evan dan masuk ke dalam rumah. Tadinya Evan ingin menolaknya, akan tetapi Kayana memaksa Evan dan Evan tidak bisa menghindarinya.Evan duduk di sofa. Matanya terus mengikuti aktivitas Bu Laras yang sedang mempersiapkan hidangan untuk semuanya. Merasa tidak enak Evan pun berdiri dan menghampiri Bu Laras. Evan ingin membantu pekerjaan Bu Laras."Biar aku bantu, Tante," ujar Evan menawarkan bantuan."Tidak perlu, nak. Kau duduk di sana saja.

  • Aku Bukan Pembunuh!   B34. Kebebasan

    Setelah kejadian tersebut. Tidak ada yang berani mengganggu Kayana termasuk para wanita penghuni penjara. Evan memang selalu ada di samping Kayana begitu pula saat aktivitas sore hari itu. Jadwal para penghuni lapas membersihkan aula. Kayana dan Evan mendapat tugas membersihkan kamar mandi. Mereka berdua bercanda bersama. Evan begitu senang melihat wajah Kayana yang penuh cahaya serta rambut Kayana yang sudah mulai panjang. Begitu pula dengan Evan. Rambut Evan pun sudah mulai panjang.Hari itu memang ada jadwal pencukuran rambut setelah acara bersih-bersih. Evan membawa dua ember dan menaruhnya di lantai, lalu Evan mengguyurkan air di dalam ember tersebut ke lantai agar busa-busa itu segera hilang. Sedangkan Kayana masih sibuk dengan sikap di tangannya."Akhirnya selesai juga," cicit Kayana mengelap keringat yang mengalir di lehernya.Evan menoleh dan berkacak pinggang. "Sudah selesai? Jika begitu maukah kau membantuku?""Tentu saja." Kayana mengambil dua ember yang ada di samping Eva

  • Aku Bukan Pembunuh!   B33. Arti Kehidupan di Penjara

    Empat tahun penjara mungkin terdengar sangat lama bagi Bu Laras, tapi itu keputusan yang bisa di anggap ringan mengingat keduanya masih dibawah umur.Bu Laras selaku orang tua dari Kayana akhirnya menerima putusan tersebut. Wanita itu berlapang dada dan ikhlas terhadap hukuman untuk putrinya. Karena kejadian itu, Bu Laras mendapatkan hikmah. Wanita itu insyaf berjualan masker palsu dan mencoba mengawali usaha kecil-kecilan di rumahnya agar dia tidak terlalu memikirkan tentang Kayana. Sedangkan keluarga Sarah mengetahui perilaku almarhumah Sarah selama di sekolahan. Terutama kasus kematian Adelia yang secara langsung memang terjadi karena tekanan dari Sarah dan kawan-kawan. Keluarga Sarah meminta maaf secara langsung pada Bu Dewi orang tua Adelia yang kebetulan hadir dalam sidang vonis hukuman Kayana dan Evan.Kayana dan Evan menerima keputusan tersebut dengan hati yang ikhlas dan sabar. Masih beruntung vonis hukumannya dikurangi. Tadinya mereka harus menerima hukuman 10 tahun penjara

  • Aku Bukan Pembunuh!   B32. Vonis Hukuman

    Setelah pengakuan dari Kayana dan akhirnya Kayana ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasusnya Sarah. Kayana dan Evan pun menunggu vonis hukuman yang akan dijatuhkan pada mereka berdua.Sejak pengakuan itu, Bu Laras selalu menangisi Kayana. Wanita itu sama sekali tidak menyangka jika putri semata wayangnya telah melakukan pembunuhan.Bukan pembunuhan, tapi memang tidak sengaja melakukannya. Bu Laras begitu sangat terpukul dengan keadaan yang terjadi. "Kayana oh Kayana, kenapa bisa terjadi? Padahal semua nilai mu itu bagus dan kau bisa masuk ke Universitas favoritmu dan kini semua hancur karena perbuatan mu itu hiks ...." Bu Laras menangis tersedu-sedu. Dia memikirkan tentang masa depan Kayana. "Maafkan Kay, Bu. Kay sudah mengecewakan Ibu, tapi sebenarnya kejadian itu tidak sengaja. Dia menarik tas Kay dan Kay mencoba melindungi diri Kay agar Kay tidak jatuh menggelinding ke bawah, tapi ternyata kejadiannya malah terbalik. Dia yang jatuh dan meninggal," jelas Kayana. Bu Laras ya

  • Aku Bukan Pembunuh!   B31. Pengakuan Kayana

    Dugaan Bima tepat sekali. Ternyata Bima bisa membaca orang dengan melihat gerak tubuhnya. Bima tahu selama ini Kayana telah berbohong, tapi Bima tidak begitu saja langsung menuduh. Apalagi Evan sudah berani berkorban untuk melindungi Kayana dan mereka berdua pura-pura tidak saling mengenal.Pengorbanan yang luar biasa dilakukan oleh seorang Evan. Padahal mereka sendiri bisa dibilang baru saling mengenal, tapi kenapa Evan sudah berani mengorbankan dirinya untuk melindungi Kayana. Itulah pertanyaan yang selalu melintas dalam benak Bima. Maka dari situlah Bima melakukan cara tersebut.Bima melakukan sebuah kebohongan pada Kayana tentang hukuman mati agar Kayana berubah pikiran dan ternyata rencana Bima berhasil. Rencana itu membuat Kayana langsung down. Gadis itu bereaksi menanggapi tentang vonis hukuman. Memang cukup jahat sekali dengan membawa serta hukuman mati, tapi mungkin cara itulah yang cocok untuk menarik umpan dan ternyata umpan langsung memakannya.Dalam perjalanan Bima dan Ka

  • Aku Bukan Pembunuh!   B30. Hukuman Mati

    Kayana memotong rambut panjangnya dan sekarang dia berpenampilan layaknya seorang cowok. Binar kebahagiaan terpancar dari raut wajah Kayana. Begitu pula dengan sang ibu. Bu Laras mendekati Kayana yang sedang duduk di kursi dan memegang hasil ujian. Bu Laras memeluk Kayana dari belakang."Selamat sayang, nilai mu benar-benar sempurna. Kau sudah menunjukkan pada ibumu ini jika kau bisa melakukannya. Ibu yakin kau bisa masuk ke perguruan tinggi favoritmu." Pelukan Bu Laras semakin kencang. Kayana pun meneteskan air mata. Tidak dipungkiri jika Kayana bahagia. Namun, dari senyum Kayana tersembunyi rasa bersalahnya pada Evan. Seharusnya Evan juga merasakan kebahagiaan ini.Bu Laras melepaskan pelukannya di tubuh Kayana saat gadis itu memutarkan badannya ke belakang. Kayana menatap mata sang ibu dengan seksama."Apakah Ibu yakin jika aku bisa meraih cita-cita ku?""Tentu saja." Bu Laras meyakinkan putri semata wayangnya. Keduanya pun tersenyum. Kayana kembali melihat nilai-nilai yang terter

  • Aku Bukan Pembunuh!   B29. Janji Kayana

    Apa yang sebenarnya telah Bima lihat sehingga Bima berani menduga-duga?Hanya Bima dan authornya yang bisa menjawabnya. Bima terus memperhatikan Kayana dari kejauhan. Walaupun Bima sudah yakin, tapi Bima tidak ingin langsung bergerak. Bima ingin melihat keberhasilan Kayana dalam mendapatkan nilai yang sempurna.Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Saatnya bagi Kayana untuk bertarung mendapatkan nilai yang bagus. Kayana melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang ujian. Dia mendapatkan tempat duduk di baris ke empat. Kayana begitu tenang duduk di sana. Padahal yang lainnya tengah sibuk sendiri. Ada yang meminta tolong untuk diberi contekan jawaban, ada yang sibuk menyembunyikan contekan dan sebagainya.'Huh, kenapa mereka berisik sekali. Sudah tahu akan menghadapi ujian akhir sekolah, tapi kenapa mereka tidak mau belajar," batin Kayana. Memang benar sih apa yang dikatakan Kayana. Kenapa mereka justru malah berisik meminta contekan."Kay ... nanti bagi kunci jawabannya, ya," teriak seseo

  • Aku Bukan Pembunuh!   B28. Tahanan Luar

    Bima memang tidak percaya pada penjelasan dari Kayana atau pun Evan. Bima masih terus menggali dan mencari bukti agar dia tidak salah melangkah dalam mengambil keputusan. Fokus Bima masih pada Kayana sehingga menjadikan Kayana sebagai tahanan luar. Kayana yang masuk sekolah sampai pulang sekolah selalu mendapat pengawasan dari pihak polisi."Ah, kenapa jadi banyak CCTV," gerutu Kayana yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dan disambut dengan sebuah pemandangan seseorang berdiri diseberang jalan. Siapa lagi jika bukan Bima. Tentu saja hal itu membuat Kayana merasa tidak nyaman. Ruang geraknya menjadi sangat sempit. "Apa aku ini seperti penjahat?" geram Kayana pada saat itu. Tapi pada kenyataannya Kayana memang bersalah.Cuaca sore itu terlihat sangat tidak baik. Langit diwarnai dengan awan hitam yang bergulung-gulung semacam ombak laut yang saling berebut. Begitu pula dengan angin yang bertiup kencang dan hendak ingin menerbangkan siapa saja. Kayana mempercepat langkahnya agar ce

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status