Share

Aku Bukan Pembunuh!
Aku Bukan Pembunuh!
Author: Cheezyweeze

B1. Bestfriend

Author: Cheezyweeze
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

"Adel!" teriak seseorang dari balik pintu. "Apa kau tidak berangkat sekolah?" Tak ada respons dari dalam kamar. "Ibu tidak akan datang ke sekolahmu, jika nanti ada surat panggilan dari sekolah."

"Iya. Ini sedang bersiap-siap untuk berangkat," ucap Adel sambil menyeka buliran bening.

Adel berdiri di ambang pintu kamar mandi. Seolah dia enggan berjalan meraih tas sekolahnya.

Kenapa harus ada hari Senin lagi? batin Adel.

Adelia tampak malas melangkah mendekati ranjang. Dari raut wajahnya tampak Adel sedang bingung dan tidak tenang.

"Sebenarnya aku malas berangkat sekolah, tapi--"

"Adel!"

Teriakan nyaring itu kembali terdengar lantang dari bawah sana.

"Ah, aku benar-benar benci suara itu," gerutu Adel menarik tas sekolah dan menyeretnya di lantai.

Adel berdiri di depan pintu kamarnya, menatap pintu tersebut seolah dia sedang memikirkan sesuatu.

"Aku harus tetap berangkat," cicitnya lemah.

Adelia duduk di depan sebuah piring dengan isi roti tawar yang sudah diolesi selai stroberi oleh ibunya. Adelia hanya menatap roti itu tanpa menyentuhnya sama sekali.

"Bagaimana persiapanmu? Kau harus bisa lulus dengan baik dan masuk ke perguruan tinggi favorit."

Adel benar-benar tidak fokus dengan apa yang diucapkan oleh ibunya. Entah pikiran gadis itu sedang melayang ke mana.

Adelia sekilas melihat sang ibu yang terus mengoceh. Kata-kata yang terucap itu bagaikan sebuah kereta api yang berjalan cepat masuk ke telinga kanan Adel dan langsung keluar melewati telinga kiri. Ya, seperti lorong yang sekali terlewati tanpa berhenti.

Lantas Adelia berdiri dari kursinya. Begitu bosan dia mendengarkan ibunya setiap hari mengoceh dengan tema yang sama. Adel hanya menghabiskan segelas susu hangat tanpa memakan sarapannya.

"Ibu, aku berangkat dulu." Adel langsung berlalu meninggalkan sang ibu.

Bu Dewi berhenti seketika saat melihat putri semata wayangnya pergi begitu saja, lalu dia menoleh menatap piring sarapan milik Adel. Di sana masing tergeletak roti selai stroberi yang dia siapkan untuk Adel.

"Adel, sarapanmu," teriak Bu Dewi.

"Aku sudah kenyang," balas Adel tanpa menoleh.

"Setidaknya kau bisa membawanya untuk bekal makan siang," sambung Bu Dewi.

Ceklik!

Pintu tertutup dan tubuh Adel sudah tidak terlihat lagi. Bu Dewi menatap pintu utama dan menggelengkan kepalanya.

"Kenapa dengan dia? Akhir-akhir ini terlihat sangat aneh. Apa aku terlalu keras padanya?" Bu Dewi semakin khawatir dengan Adelia.

Bu Dewi melihat Adel belakangan ini sering murung dan suka menyendiri. Lebih banyak diam dan dari raut wajahnya Adel seperti tertekan.

"Apa karena ujian kelulusan semakin dekat dan aku memaksanya untuk masuk perguruan tinggi favorit?" Bu Dewi menggelengkan kepalanya.

***

Tiin ... tiin!

Bunyi suara klakson kendaraan yang berlalu lalang pagi itu. Tak jarang suara klakson saling bersautan seperti irama suara konser.

Cuaca ibu kota pagi itu sangat indah. Hirup pikuk suasana jalanan yang padat dengan kendaraan pribadi atau kendaraan umum membelah keramaian jalanan Ibukota.

Sejuta pasang kaki berjalan meramaikan trotoar jalan, termasuk seorang gadis bernama Kayana Prameswari. Gadis berusia 18 tahun ini berjalan dengan membawa sejuta harapan untuk masa depannya.

Kayana melangkahkan kakinya dengan mantap menuju SMA Harapan. Di mana di sekolah itu Kayana menuntut ilmu.

"Ujian semakin dekat. Aku harus lebih giat belajar agar bisa masuk perguruan tinggi favorit. Aku harus bisa menunjukkan keberhasilanku ini pada ayah." Kayana mengangkat kepalanya dan menatap langit biru pagi itu. "Ayah, lihatlah anakmu ini pasti akan berhasil menjadi orang sukses." Senyuman manis dan cantik menghiasi bibir tipisnya.

Kayana kembali melangkah, menyusuri trotoar. Lalu dia memilih jalan pintas masuk ke sebuah gang dan melewati rumah susun. Hal itu Kayana lakukan untuk menghemat waktu sampai lebih cepat ke sekolahnya.

Kayana yang biasa dipanggil Kay ini hanya tinggal dengan ibunya. Sang ayah meninggal saat Kayana berumur 15 tahun. Mereka hidup sederhana dan sebab itulah Kay ingin menjadi orang sukses untuk bisa mengubah kehidupannya.

Di sisi lain, Adelia yang berjalan dengan sedikit melamun. Melangkah pelan dengan tatapan kosong, seperti sedang melamunkan sesuatu. Dari jauh tampak Kayana berteriak memanggil nama Adelia, akan tetapi gadis itu tidak mendengar teriakan Kayana.

Kayana berlari hendak mengejar Adel. Namun, mendadak langkahnya terhenti saat melihat sebuah kendaraan melaju cepat ke arah Adelia. Adelia sendiri menyeberang jalan tanpa menoleh ke kanan dan kiri. Spontan Kayana berteriak memanggil nama Adel.

Dia segera berlari sekuat tenaga. Beruntung nyawa Adel selamat, Kayana menarik tangan Adel ke tepi. Kedua gadis itu jatuh bersamaan di trotoar.

"Gila! Kau mau mati?" cicit Kayana dengan bahu bergejolak naik turun. Adel sendiri terlihat syok.

"Ma-maaf ...."

"Kenapa tiba-tiba menyeberang jalan tanpa menoleh kanan dan kiri? Kalau aku tidak menarikmu ke tepi, nyawamu pasti sudah melayang."

Adelia diam dan menunduk. Dia tidak menatap sahabatnya yang sedang berceramah. Adelia memang beruntung punya sahabat seperti Kayana, tapi Kayana sendiri belum tahu yang sebenarnya.

"Ayo berdiri. Kita harus secepatnya tiba di sekolah," ajak Kayana sembari mengulurkan tangannya.

Adelia mengangkat kepalanya dan menatap telapak tangan Kayana, lalu tatapannya beralih ke wajah Kayana. Melihat senyum khas Kay yang manis membuat Adelia sedikit lega.

"Ayo, bangun." Kay menarik tangan Adelia. Gadis itu mengangguk dan membalas senyuman Kay. Keduanya berjalan beriringan dan bergandeng tangan.

Adelia adalah sahabat Kayana dari pertama masuk SMA. Adelia lebih beruntung dari pada Kayana. Dia lahir dari keluarga menengah atas, akan tetapi Adel tidak pernah memilih-milih dalam hal berteman hingga akhirnya persahabatan terjalin antara Kayana dan Adelia.

Bukan hanya Bu Dewi yang merasakan keanehan pada diri Adelia. Kayana sebagai sahabatnya sendiri pun mulai merasakan keanehan dalam diri Adel.

Adelia yang selalu periang mendadak menjadi pendiam dan suka melamun. Ya, seperti kejadian yang baru beberapa saat terjadi. Adelia berjalan tanpa memperhatikan sekitar, pandangan kosong.

Namun, Kay tidak ingin berpikir negatif thinking. Kay berpikir mungkin karena sebentar lagi ujian kelulusan dan ditambah lagi dengan ujian seleksi masuk perguruan tinggi membuat Adelia tertekan serta stres. Hal itu tidak dipungkiri juga oleh Kayana, dia juga merasa sangat stres.

Kayana menepis semua pikiran negatif tentang Adelia, bahkan Kay mencoba menghibur sahabatnya itu. Kedua berjalan berdendang ria menyanyikan sebuah lagu. Adelia pun ikut berdendang dan tersenyum.

Sampai di gerbang sekolah, tiba-tiba Adelia menghentikan langkahnya dan menarik tangannya dari genggaman tangan Kayana. Netra hitam Adelia menangkap sesuatu di depan sana. Mendadak dia menelan saliva nya sendiri.

Kayana menoleh heran. "Del, kau kenapa? Apa kau sakit? Kenapa tiba-tiba wajahmu pucat?" Begitulah reaksi Kayana saat melihat Adel.

Adel menggelengkan kepalanya merespons Kayana. "A-aku tidak apa-apa."

Kayana mengerutkan kening, dia menangkap ada sedikit ketakutan dari mimik wajah Adel.

"Yakin. Kau tidak apa-apa?"

Adelia menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Kayana.

"Ayo masuk. Sebentar lagi jam pertama akan dimulai." Kayana kembali menarik tangan Adelia.

Namun, Adel seperti menolak tarikan tangan Kayana. Adel menyembunyikan tangannya ke belakang dan dia menundukkan kepalanya saat Kayana menatapnya.

Adelia seperti enggan menatap Kayana, tapi sebenarnya bukan itu yang Adel maksud. Ada sesuatu yang ingin Adel hindari.

Cheezyweeze

Halo semua! Sebenarnya, apa yang terjadi pada Adelia? Kenapa dia seperti ketakutan, ya? Jangan lupa cek bab selanjutnya!

| Like
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
MAF_0808
adel sebenarnya mau kemana
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Aku Bukan Pembunuh!   B2. Kebohongan

    Suram dan gelap. Mungkin itu adalah gambaran wajah Adel saat itu. Tanpa ekspresi di wajahnya, Adel melangkah di belakang tubuh Kayana. Bukan hanya Adel, tetapi Kayana pun memasang muka jenuh. Ya, jenuh karena bertemu dengan hari senin.Adel melangkah menundukkan kepalanya, dia sama sekali tidak mau melihat ke depan."Del, empat puluh hari lagi kita akan menghadapi ujian kelulusan. Bagaimana persiapanmu?" Celotehan Kayana tidak ditanggapi oleh Adel. Jangankan menanggapi, Adel mendengarkannya juga tidak. Gadis itu seperti berjalan dengan tatapan kosong.Kayana terus berceloteh ria, menyambung kata demi kata. Layaknya seorang sedang bercerita. Sepanjang jalan pulang yang terdengar hanyalah suara Kayana.Adel hanya menatap punggung sahabatnya yang berjalan di depannya. Pikirannya entah melayang ke mana.Aku sudah capek dengan ini semua ... batin Adel berkecamuk begitu hebat. Bingung dan takut ... Ah, aku harus bagaimana? Menghindar pun aku tak bisa. Adel kembali menatap punggung Kayana.

  • Aku Bukan Pembunuh!   B3. Malaikat Penyelamat

    Jika kamu putus asa dan tidak ada yang membantumu, lihatlah matahari menyinari bumi tanpa bantuan siapapun.••Adel diam membisu saat dicerca berbagai pertanyaan oleh Kayana. Adel tidak punya pilihan lain, dia tetap mengunci rapat mulutnya. Namun, pada akhirnya Adel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan dari Kay.Tentu saja Kayana tidak langsung mempercayainya. Adel tidak mungkin ribut dengan ibunya. Kayana sendiri tahu Tante Dewi itu orangnya seperti apa.Namun, Kay tidak serta merta memaksa Adel untuk jujur. Kay lebih memilih mengiyakan saja. Mungkin dalam waktu dekat Adel akan bercerita pada Kayana, tapi kalau untuk sekarang sepertinya Kayana harus bersabar. Jujur saja Kay seperti penasaran dengan apa yang telah terjadi pada Adel.Kayana sudah mengenal Adel cukup lama dan Kayana tahu persis Adel adalah tipikal orang yang periang. Namun, akhir-akhir ini Adel berubah jadi pendiam dan murung. Bahkan nilai-nilainya merosot padahal Adel adalah murid yang berprestasi.

  • Aku Bukan Pembunuh!   B4. Target Sasaran

    "Sial!" umpat Sarah.Gadis dengan perawakan tinggi kurang lebih 160 cm. Rambut sebahu, berwajah jutek itu terlihat kesal saat mengingat kejadian malam itu."Kau kenapa mengumpat seperti itu," timpal Jehan."Jika dia tidak ditolong oleh pemuda itu. Pasti aku sudah memberi dia pelajaran," sahut Sarah."Tenang saja. Itu dia baru saja masuk gerbang sekolah," tunjuk Freya pada dua gadis yang berjalan bersamaan masuk gerbang sekolah.Sarah menatap sengit pada salah satu gadis itu. Bagaimana tidak? Sudah hampir satu minggu dia mulai membangkang. Kedua tangan Sarah mengepal erat. "Lihat saja, Del. Hari ini aku pastikan kau tidak akan nyaman berada di sekolahan.""Apa yang akan kau lakukan pada dia?" tunjuk Freya mengangkat tangannya ke depan."Kau lihat saja nanti!" Sarah membalikkan tubuhnya."Auw!" pekik Freya saat tubuh Sarah menabraknya. "Kenapa dia?"Jehan menahan tangan Freya saat gadis itu hendak mengejar Sarah. Jehan menggelengkan kepalanya."Jangan sekarang, nanti kau akan kena imba

  • Aku Bukan Pembunuh!   B5. Toilet Sekolah

    Sarah, Freya, dan Jehan berada di dalam toilet sekolah. Ketiganya berdiri di depan salah satu bilik. Sarah tampak memainkan sepatu kanannya, menghentak-hentakan ke lantai."Adel ... apa kau tidak ingin keluar dari dalam sana?" gertak Sarah. "Satu pintu lagi. Aku pastikan kau ada di balik pintu bilik terakhir ini."Belum sempat tangan kanan Sarah mendorong pintu bilik tersebut. Pintu itu telah terbuka dan muncullah Adel di balik pintu."Aha ... akhirnya kau keluar juga, Del."Sarah maju beberapa langkah, sedangkan Freya berdiri di samping kanan pintu dan Jehan berdiri di sebelah kiri. Ketiganya melipatkan tangan mereka dan menatap Adelia.Adel menundukkan kepalanya. Gadis itu tidak berani membalas tatapan dari Sarah, Freya, dan Jehan."Anak pintar," ujar Sarah menepuk pipi kiri Adelia. "Dengar baik-baik. Jika sampai kau mengadu--besok atau lusa--kau akan mendapatkan yang lebih buruk dari ini. Paham!" Sarah mencengkeram kuat rambut Adel dan menariknya dengan kuat. Hal itu membuat Adel b

  • Aku Bukan Pembunuh!   B6. Bunuh Diri

    Kayana melangkah tergesa-gesa. Dia hanya ingin cepat sampai di rumah. Kayana terus melangkah sambil sesekali dia menoleh ke belakang. Dia takut jika pemuda tadi ternyata mengikutinya. Ada rasa lega saat di belakang tidak ada siapa-siapa. Namun, rasa tegang seketika muncul saat melihat pintu rumah terbuka."Ke-kenapa pintu ini terbuka?" Kayana perlahan masuk ke dalam rumah."Kau sudah pulang, Kay." Sebuah suara mengejutkan Kayana."I-ibu ...," sahut Kayana kaget sambil memegang dadanya."Kenapa kau terkejut seperti itu? Apa kau tidak suka ibu pulang ke rumah," balas wanita berambut panjang sebahu dengan rol rambut terpasang di poni depan."Se-sejak kapan ibu pulang?" tanya Kayana."Baru beberapa menit yang lalu. Ayo, makan," ajak Laras. Wanita itu menaruh sepiring tumis sayur di atas meja dan di sana sudah tersedia dua piring dengan nasi di atasnya."Aku mau membersihkan diri terlebih dahulu, bu," balas Kayana."Baiklah. Pergilah mandi, ibu akan menunggumu."Kayana berlalu dari sana d

  • Aku Bukan Pembunuh!   B7. Kematian Adelia

    Satu jam sebelum kejadian terjadi. Adelia mengangkat kotak yang baru dia bawa dari kelasnya. Adelia ingin membawa kotak tempat susu itu ke ruang guru. Namun, tak disangka justru dia bertemu dengan Sarah, Freya, dan Jehan.Ketiga gadis itu menghampiri Adelia. Sarah mendekatkan kepalanya, dia seperti hendak membisikan sesuatu di telinga Adel. Saat bibir itu hampir menyentuh telinga Adel dan desiran napas hangat memutar di sekitar daun telinga Adelia. Mata indah itu mendadak membulat dengan sempurna. Setelah itu Sarah menepuk pipi Adelia dengan menggunakan tangan kanannya. Setelah itu ketiganya berlalu dari hadapan Adelia.Satu jam setelahnya, sekolah SMA Harapan gempar karena kejadian yang mengejutkan di pagi hari. Salah satu siswi sekolah tersebut loncat dari roof top. Bunuh diri atau kah ada yang mendorongnya?***Flashback,Sehari sebelum kejadian. Sebagai seorang sahabat, Kayana memang selalu memperhatikan Adelia. Sejak sikap aneh dari Adel, Kayana sudah merasakan firasat buruk y

  • Aku Bukan Pembunuh!   B8. Alibi

    -Kita tidak bisa tahu siapa teman yang baik dan buruk, tapi kita bisa memilih mana yang bisa dijadikan teman yang baik dan buruk-••Kayana masih terngiang-ngiang dengan apa yang Bima ucapkan. Kayana terus menatap benda yang ada di tangannya. Berkali-kali dia membaca rangkaian huruf yang ada di kertas tersebut."Aahh, aku harus bagaimana?" keluh Kayana lalu terduduk lemas di atas sebuah bangku.Termenung gadis cantik itu di sana. Tatapan nanar kembali menghiasi saat ingatan itu berjalan melintas. Perlahan kedua tangannya memegang kepalanya dan Kayana menggeleng pelan."Adel, kenapa kau melakukan tindakan bodoh?" Isak tangis mulai terdengar mewarnai sekitar. "Tidak kah kau ingat akan janjimu padaku diwaktu itu? Kau bilang akan mengejar impian bersama denganku, tapi kini ...." Kayana terdiam sesaat, tangan kanannya terangkat ke atas dan menyekat air matanya. Kayana mendongakkan kepalanya agar air mata itu tidak kembali meluncur lolos dari tempatnya.Kepala itu kembali menunduk dan kedua

  • Aku Bukan Pembunuh!   B9. Bullying

    -Kamu tidak akan pernah mencapai tempat yang lebih tinggi jika kamu selalu menjatuhkan orang lain-•Hidup adalah sebuah perjalanan. Kita hanya mampu berjalan ke depan, tanpa menoleh ke belakang. Masa lalu hanyalah sebuah masa yang sangat tidak berguna.Masa depan menantimu, jangan kau terbelenggu di masa lalu yang kelam. Terkadang aku bingung terhadap semua orang. Mengapa? Aku berpikir, apa ini? Kenapa aku berbeda. Ralat, aku spesial. Mempunyai dua kepribadian bukanlah hal yang sulit bagiku. Musuh hanya seperti nyamuk di tanganku. Semua ku atur, semua ku bunuh. Jalan penuh duri terus ku lalui. Lelah? Tidak, aku tidak lelah sama sekali. Yang ku rasakan hanyalah hampa. Kau tahu? Kehilangan seorang yang di cintai itu sakit. Hmm. Pembullyan selalu datang menghampiriku? Orang tua ku bercerai, nenekku meninggal. Aku kuat? Ralat, aku sangat lemah. Aku berpikir, apa yang sedang di rencanakan Tuhan. Mereka menyebutku iblis, tapi ... Aku spesial, ku akui itu. "Dasar cupu! Lemah!" Bullya

Pinakabagong kabanata

  • Aku Bukan Pembunuh!   B36. Menyelamatkan Korban Bullyan

    Nama yang sama dengan sahabat Kayana. Gadis itu bernama Adelia. Jantung Kayana terasa berhenti sesaat ketika mendengar nama itu. Kayana sudah bisa menebak jika gadis itu baru saja menangis. Mata dan hidung merah, hal itu tidak bisa membohongi Kayana.Adelia Rahastri adalah nama gadis yang sekarang duduk di samping Kayana. Kepalanya menunduk ke bawah menatap jari jemarinya yang saling beradu.Tangan kiri Kayana terulur memegang kedua tangan Adelia. Kayana merasa sedang memegang kedua tangan sahabatnya sendiri. Kayana melihat bayangan Adelia tersenyum di sana. Pastinya Kayana langsung sadar jika bayangan itu hanyalah fatamorgana."Siapa namamu tadi?" tanya Kayana."A-Adel, Bu," jawabnya pelan.Kayana menarik napas pelan dan tersenyum, lalu tangannya terangkat menyibakkan rambut Adelia.Adelia terkejut saat tangan Kayana menyentuh rambutnya. Kayana pun heran melihat reaksi Adelia pada saat itu."Kenapa?" tanya Kayana."Ti-tidak, Bu," ujar Adelia gugup."Adel, ibu ingin tanya. Apakah kau

  • Aku Bukan Pembunuh!   B35. Guru Pembimbing

    Setelah Kayana dan Evan menikmati kebebasannya. Mereka pulang bersama dan Evan pun diajak pulang ke rumah Kayana. Ternyata Bu Laras memang sudah mempersiapkan kebebasan sang putri.Evan pun sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Bu Laras karena wanita itu sudah banyak mengetahui Evan dari putrinya, Kayana. Kayana sering bercerita jika Evan lah yang selalu melindungi Kayana. Maka dari itu Bu Laras begitu senang saat bisa bertemu dengan Evan secara langsung."Masuklah dan anggap rumah sendiri," kata Bu Laras pada Evan. Kayana pun menarik tangan Evan dan masuk ke dalam rumah. Tadinya Evan ingin menolaknya, akan tetapi Kayana memaksa Evan dan Evan tidak bisa menghindarinya.Evan duduk di sofa. Matanya terus mengikuti aktivitas Bu Laras yang sedang mempersiapkan hidangan untuk semuanya. Merasa tidak enak Evan pun berdiri dan menghampiri Bu Laras. Evan ingin membantu pekerjaan Bu Laras."Biar aku bantu, Tante," ujar Evan menawarkan bantuan."Tidak perlu, nak. Kau duduk di sana saja.

  • Aku Bukan Pembunuh!   B34. Kebebasan

    Setelah kejadian tersebut. Tidak ada yang berani mengganggu Kayana termasuk para wanita penghuni penjara. Evan memang selalu ada di samping Kayana begitu pula saat aktivitas sore hari itu. Jadwal para penghuni lapas membersihkan aula. Kayana dan Evan mendapat tugas membersihkan kamar mandi. Mereka berdua bercanda bersama. Evan begitu senang melihat wajah Kayana yang penuh cahaya serta rambut Kayana yang sudah mulai panjang. Begitu pula dengan Evan. Rambut Evan pun sudah mulai panjang.Hari itu memang ada jadwal pencukuran rambut setelah acara bersih-bersih. Evan membawa dua ember dan menaruhnya di lantai, lalu Evan mengguyurkan air di dalam ember tersebut ke lantai agar busa-busa itu segera hilang. Sedangkan Kayana masih sibuk dengan sikap di tangannya."Akhirnya selesai juga," cicit Kayana mengelap keringat yang mengalir di lehernya.Evan menoleh dan berkacak pinggang. "Sudah selesai? Jika begitu maukah kau membantuku?""Tentu saja." Kayana mengambil dua ember yang ada di samping Eva

  • Aku Bukan Pembunuh!   B33. Arti Kehidupan di Penjara

    Empat tahun penjara mungkin terdengar sangat lama bagi Bu Laras, tapi itu keputusan yang bisa di anggap ringan mengingat keduanya masih dibawah umur.Bu Laras selaku orang tua dari Kayana akhirnya menerima putusan tersebut. Wanita itu berlapang dada dan ikhlas terhadap hukuman untuk putrinya. Karena kejadian itu, Bu Laras mendapatkan hikmah. Wanita itu insyaf berjualan masker palsu dan mencoba mengawali usaha kecil-kecilan di rumahnya agar dia tidak terlalu memikirkan tentang Kayana. Sedangkan keluarga Sarah mengetahui perilaku almarhumah Sarah selama di sekolahan. Terutama kasus kematian Adelia yang secara langsung memang terjadi karena tekanan dari Sarah dan kawan-kawan. Keluarga Sarah meminta maaf secara langsung pada Bu Dewi orang tua Adelia yang kebetulan hadir dalam sidang vonis hukuman Kayana dan Evan.Kayana dan Evan menerima keputusan tersebut dengan hati yang ikhlas dan sabar. Masih beruntung vonis hukumannya dikurangi. Tadinya mereka harus menerima hukuman 10 tahun penjara

  • Aku Bukan Pembunuh!   B32. Vonis Hukuman

    Setelah pengakuan dari Kayana dan akhirnya Kayana ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasusnya Sarah. Kayana dan Evan pun menunggu vonis hukuman yang akan dijatuhkan pada mereka berdua.Sejak pengakuan itu, Bu Laras selalu menangisi Kayana. Wanita itu sama sekali tidak menyangka jika putri semata wayangnya telah melakukan pembunuhan.Bukan pembunuhan, tapi memang tidak sengaja melakukannya. Bu Laras begitu sangat terpukul dengan keadaan yang terjadi. "Kayana oh Kayana, kenapa bisa terjadi? Padahal semua nilai mu itu bagus dan kau bisa masuk ke Universitas favoritmu dan kini semua hancur karena perbuatan mu itu hiks ...." Bu Laras menangis tersedu-sedu. Dia memikirkan tentang masa depan Kayana. "Maafkan Kay, Bu. Kay sudah mengecewakan Ibu, tapi sebenarnya kejadian itu tidak sengaja. Dia menarik tas Kay dan Kay mencoba melindungi diri Kay agar Kay tidak jatuh menggelinding ke bawah, tapi ternyata kejadiannya malah terbalik. Dia yang jatuh dan meninggal," jelas Kayana. Bu Laras ya

  • Aku Bukan Pembunuh!   B31. Pengakuan Kayana

    Dugaan Bima tepat sekali. Ternyata Bima bisa membaca orang dengan melihat gerak tubuhnya. Bima tahu selama ini Kayana telah berbohong, tapi Bima tidak begitu saja langsung menuduh. Apalagi Evan sudah berani berkorban untuk melindungi Kayana dan mereka berdua pura-pura tidak saling mengenal.Pengorbanan yang luar biasa dilakukan oleh seorang Evan. Padahal mereka sendiri bisa dibilang baru saling mengenal, tapi kenapa Evan sudah berani mengorbankan dirinya untuk melindungi Kayana. Itulah pertanyaan yang selalu melintas dalam benak Bima. Maka dari situlah Bima melakukan cara tersebut.Bima melakukan sebuah kebohongan pada Kayana tentang hukuman mati agar Kayana berubah pikiran dan ternyata rencana Bima berhasil. Rencana itu membuat Kayana langsung down. Gadis itu bereaksi menanggapi tentang vonis hukuman. Memang cukup jahat sekali dengan membawa serta hukuman mati, tapi mungkin cara itulah yang cocok untuk menarik umpan dan ternyata umpan langsung memakannya.Dalam perjalanan Bima dan Ka

  • Aku Bukan Pembunuh!   B30. Hukuman Mati

    Kayana memotong rambut panjangnya dan sekarang dia berpenampilan layaknya seorang cowok. Binar kebahagiaan terpancar dari raut wajah Kayana. Begitu pula dengan sang ibu. Bu Laras mendekati Kayana yang sedang duduk di kursi dan memegang hasil ujian. Bu Laras memeluk Kayana dari belakang."Selamat sayang, nilai mu benar-benar sempurna. Kau sudah menunjukkan pada ibumu ini jika kau bisa melakukannya. Ibu yakin kau bisa masuk ke perguruan tinggi favoritmu." Pelukan Bu Laras semakin kencang. Kayana pun meneteskan air mata. Tidak dipungkiri jika Kayana bahagia. Namun, dari senyum Kayana tersembunyi rasa bersalahnya pada Evan. Seharusnya Evan juga merasakan kebahagiaan ini.Bu Laras melepaskan pelukannya di tubuh Kayana saat gadis itu memutarkan badannya ke belakang. Kayana menatap mata sang ibu dengan seksama."Apakah Ibu yakin jika aku bisa meraih cita-cita ku?""Tentu saja." Bu Laras meyakinkan putri semata wayangnya. Keduanya pun tersenyum. Kayana kembali melihat nilai-nilai yang terter

  • Aku Bukan Pembunuh!   B29. Janji Kayana

    Apa yang sebenarnya telah Bima lihat sehingga Bima berani menduga-duga?Hanya Bima dan authornya yang bisa menjawabnya. Bima terus memperhatikan Kayana dari kejauhan. Walaupun Bima sudah yakin, tapi Bima tidak ingin langsung bergerak. Bima ingin melihat keberhasilan Kayana dalam mendapatkan nilai yang sempurna.Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Saatnya bagi Kayana untuk bertarung mendapatkan nilai yang bagus. Kayana melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang ujian. Dia mendapatkan tempat duduk di baris ke empat. Kayana begitu tenang duduk di sana. Padahal yang lainnya tengah sibuk sendiri. Ada yang meminta tolong untuk diberi contekan jawaban, ada yang sibuk menyembunyikan contekan dan sebagainya.'Huh, kenapa mereka berisik sekali. Sudah tahu akan menghadapi ujian akhir sekolah, tapi kenapa mereka tidak mau belajar," batin Kayana. Memang benar sih apa yang dikatakan Kayana. Kenapa mereka justru malah berisik meminta contekan."Kay ... nanti bagi kunci jawabannya, ya," teriak seseo

  • Aku Bukan Pembunuh!   B28. Tahanan Luar

    Bima memang tidak percaya pada penjelasan dari Kayana atau pun Evan. Bima masih terus menggali dan mencari bukti agar dia tidak salah melangkah dalam mengambil keputusan. Fokus Bima masih pada Kayana sehingga menjadikan Kayana sebagai tahanan luar. Kayana yang masuk sekolah sampai pulang sekolah selalu mendapat pengawasan dari pihak polisi."Ah, kenapa jadi banyak CCTV," gerutu Kayana yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dan disambut dengan sebuah pemandangan seseorang berdiri diseberang jalan. Siapa lagi jika bukan Bima. Tentu saja hal itu membuat Kayana merasa tidak nyaman. Ruang geraknya menjadi sangat sempit. "Apa aku ini seperti penjahat?" geram Kayana pada saat itu. Tapi pada kenyataannya Kayana memang bersalah.Cuaca sore itu terlihat sangat tidak baik. Langit diwarnai dengan awan hitam yang bergulung-gulung semacam ombak laut yang saling berebut. Begitu pula dengan angin yang bertiup kencang dan hendak ingin menerbangkan siapa saja. Kayana mempercepat langkahnya agar ce

DMCA.com Protection Status