Home / Thriller / Aku Bukan Pembunuh! / B7. Kematian Adelia

Share

B7. Kematian Adelia

Author: Cheezyweeze
last update Last Updated: 2023-02-06 13:03:02

Satu jam sebelum kejadian terjadi.

Adelia mengangkat kotak yang baru dia bawa dari kelasnya. Adelia ingin membawa kotak tempat susu itu ke ruang guru. Namun, tak disangka justru dia bertemu dengan Sarah, Freya, dan Jehan.

Ketiga gadis itu menghampiri Adelia. Sarah mendekatkan kepalanya, dia seperti hendak membisikan sesuatu di telinga Adel. Saat bibir itu hampir menyentuh telinga Adel dan desiran napas hangat memutar di sekitar daun telinga Adelia. Mata indah itu mendadak membulat dengan sempurna. Setelah itu Sarah menepuk pipi Adelia dengan menggunakan tangan kanannya. Setelah itu ketiganya berlalu dari hadapan Adelia.

Satu jam setelahnya, sekolah SMA Harapan gempar karena kejadian yang mengejutkan di pagi hari. Salah satu siswi sekolah tersebut loncat dari roof top.

Bunuh diri atau kah ada yang mendorongnya?

***

Flashback,

Sehari sebelum kejadian.

Sebagai seorang sahabat, Kayana memang selalu memperhatikan Adelia. Sejak sikap aneh dari Adel, Kayana sudah merasakan firasat buruk yang akan terjadi. Akan tetapi Kayana selalu menepis dan berpikir positif kalau semua akan baik-baik saja.

Seperti halnya pagi itu, Kayana melangkahkan kakinya dan berhenti tepat di depan sebuah gerbang besi kecil. Tangannya menggapai pengait gerbang besi tersebut dan melepaskannya. Kayana  mendorong pelan gerbang besi itu ke belakang dan dia melangkah masuk ke halaman rumah itu. Belum sempat Kayana mengetuk pintu itu. Seseorang sudah membukakan pintu untuk Kayana. Bu Dewi tersenyum di balik pintu tersebut dan mempersilahkan Kayana untuk masuk ke dalam rumah.

"Ayo, masuk dulu, Kay. Adel sedang bersiap-siap di atas. Apa kau sudah sarapan?" tanya wanita yang masih terlihat cantik walaupun sudah berumur 45 tahun.

"Sudah, Tante. Terima kasih." Kayana duduk di sofa dan memperhatikan Bu Dewi yang sedang mempersiapkan segelas susu untuk Adelia. Lalu wanita itu melangkah mendekati Kayana dan duduk di depan Kayana. Sepertinya wanita cantik itu hendak menanyakan sesuatu pada Kayana.

"Kay, Tante mau tanya. Apa Adelia punya masalah di sekolah?" tanya Bu Dewi.

"Maksud Tante Dewi apa? Kay tidak paham apa yang Tante bicarakan," jawab Kayana.

"Maksud Tante begini, Adel akhir-akhir ini tampak aneh sikapnya. Dia sering melamun bahkan nilai-nilainya melorot," jelas Bu Dewi.

"Adel—tidak punya masalah di sekolah kok Tante, tapi memang akhir-akhir ini aku juga merasa ada perubahan pada diri Adel." Ternyata bukan hanya Kayana yang menangkap perubahan aneh pada diri Adel. Bu Dewi selaku ibu kandung Adel pun merasakannya.

Awalnya justru Kayana ingin menanyakan hal itu langsung pada ibunda Adelia, tapi malah kebetulan Bu Dewi yang pertama menanyakan perihal itu pada Kayana. Lantas gadis cantik itu menceritakan sikap Adelia di sekolahan yang sering melamun dan menyendiri, bahkan Kayana pernah memergoki Adelia menangis di toilet sekolah, tapi Adelia sering menyangkalnya saat ditanya oleh Kayana. Dari situ Kayana merasa jika Adelia menutupi sesuatu dari Kayana.

Saat mereka berdua sedang asik berbincang-bincang di ruang tengah, Adelia melangkah menuruni anak tangga dengan sangat lemas. Bu Dewi yang menyadari jika putri kesayangannya telah turun dari lantai atas kemudian menghampiri Adelia. Kayana pun beranjak dari sofa.

"Adel, apa kau sakit?" Bu Dewi mengusap lembut pipi Adel. Adelia hanya menggelengkan kepalanya. Dia terlihat malas membuka mulutnya. "Ayo, sarapan dulu," ajak Bu Dewi. Kembali Adel hanya diam dan menuruti apa kata ibunya.

Kayana terus memperhatikan Adel dengan rasa sedih di hatinya. Kayana benar-benar merasa miris melihat keadaan Adel.

"Kay, kau tidak ikut sarapan?" tanya Adelia dengan nada lirih dan lemah.

"Ah, aku sudah——baiklah. Aku akan sarapan," sahut Kayana yang pada saat itu diberi kode oleh Bu Dewi.

Kayana melangkah menuju meja makan dan duduk di samping kursi yang diduduki oleh Adel. Bu Dewi pun mengambilkan dia lembar roti tawar yang sudah diolesi selai, lalu Bu Dewi menuangkan segelas susu hangat untuk Kayana.

Kayana tidak bisa menolaknya karena itu pun atas permintaan dari Bu Dewi. Di sela-sela sarapan bersama itulah Kayana jadi teringat keadaannya. Hatinya kembali merasa sedih tak kala teringat sang ibu yang pergi dari rumah. Kayana hanya bisa menarik napas pelan.

Dalam perjalanan menuju sekolah pun Adel hanya diam. Dia berjalan sambil menundukkan kepalanya. Kayana berulang kali memperingatkan Adel, tapi Adel sama sekali tidak mengindahkan.

Hari itu memang masih terlalu pagi, tapi Kayana dan Adelia punya tugas di pagi itu. Kayana menghentikan langkahnya dan dia pun jongkok karena tali sepatunya lepas. Kayana mengikat tali sepatunya dan sekilas dia melihat Adel yang berjalan menuju tengah-tengah jalan. Kayana langsung panik dan khawatir karena pada saat itu sebuah motor melaju dengan cepat ke arah Adel.

"Adeeel!" Kayana berlari dan berteriak memanggil nama Adel. Untung saja Kayana masih sempat menarik tas punggung Adel dan membuat gadis itu jatuh terduduk di sisi jalan.

Si pengendara itu menghentikan motornya dan melepaskan helm yang dia kenakan. "Apa kau baik-baik saja?"

Kayana dan Adelia mengangkat kepalanya. Namun, kedua netra Adel langsung membulat.

***

Kayana melangkah lemas mendekati tubuh yang tergolek bersimbah darah. Lantas gadis itu melepaskan jaketnya dan menutupi jasad sahabatnya. Kay berdiri dan memperhatikan sekelilingnya, bahkan dia mengangkat kepalanya ke atas melihat orang-orang yang terus memperhatikan dia. Kay melihat semua murid SMA Harapan justru mengabadikan momen itu lewat ponsel mereka. Sama sekali mereka tidak berpikir untuk membantu atau menolongnya. Buliran bening pun lolos dan mengalir mengikuti lekuk pipinya.

Semua murid-murid hanya diam tanpa ada yang mau membantu atau mendekatinya. Bahkan para guru juga melakukan hal yang sama. Suasana hening dan satu persatu anak-anak masuk ke dalam kelas mereka masing-masing. Bu Ratna yang mengetahui kejadian itu tampak terkejut dan tidak percaya. Begitu juga Bu Dewi yang mendapatkan kabar itu langsung meluncur ke SMA Harapan. Bu Dewi meminta kasus kematian Adel diselidiki sampai tuntas. Wanita itu tidak terima atas meninggalnya Adel yang diduga loncat dari atas gedung sekolahnya.

Tentu saja hal itu membuat kepala sekolah khawatir akan pengaruh yang akan menimpa SMA Harapan dan hari itu juga polisi mendatangi sekolah tersebut. Bima, salah satu polisi yang akan menangani kasus kematian Adel dan juga akan mengusut tuntas tragedi tersebut.

Bima menduga mungkin kejadian itu berhubungan dengan kasus yang sedang marak saat itu, yaitu kasus tentang Bullying. Lantas Bima ingin menginterogasi murid-murid yang satu kelas dengan Adelia.

Tadinya hal itu ditolak oleh kepala sekolah SMA Harapan, tapi karena para guru menyetujui cara itu agar kasus cepat selesai dan tidak menghambat ujian akhir sekolah.

Satu per satu murid di interograsi oleh Bima. Saat giliran Sarah, Freya, dan juga Jehan. Ketiga gadis itu menjawab dengan penuh percaya diri sehingga membuat alibi mereka kuat. Giliran Kayana yang di interograsi dengan keadaan mata yang masih basah. Kayana menjawab dengan tenang dan apa adanya yang dia tahu.

Penyeledikan pertama yang belum menemukan titik terang. Bima pun tetap akan mengusut tuntas kasus kematian Adelia. Sebelum meninggalkan SMA Harapan, Bima sempat menemui Kayana dan memberikan kartu namanya pada Kayana, karena Bima merasa bahwa gadis itu butuh perlindungan.

"Hubungi aku jika kau menemukan sesuatu yang mencurigakan atau jika kau dalam keadaan mendesak seperti dalam bahaya, mungkin." Bima mengulurkan tangannya dan Kayana menerima uluran sebuah kartu dari polisi muda itu.

Setelah kepergian Bima, perasaan Kayana menjadi tidak enak. Dia mulai gusar dan khawatir. Kayana masih memikirkan kalimat yang baru saja diucapkan oleh polisi muda itu.

"Apa maksud dari kalimat itu? Kenapa perasaanku tiba-tiba seperti ini? Aku menjadi tidak tenang. Apakah akan terjadi sesuatu padaku?" Rasa gelisah mulai menyerangnya. Kayana mengangkat tangan kanannya dan membaca secarik kertas berwarna putih yang dia pegang. Gadis itu mengeja satu persatu kata-kata yang tertulis di sana. Jantung Kayana mulai berdetak tidak menentu dan dia membalikkan badannya menatap gedung sekolahnya yang berdiri kokoh. Kejadian pagi itu kembali melintas di otaknya. "Apakah aku akan———"

Related chapters

  • Aku Bukan Pembunuh!   B8. Alibi

    -Kita tidak bisa tahu siapa teman yang baik dan buruk, tapi kita bisa memilih mana yang bisa dijadikan teman yang baik dan buruk-••Kayana masih terngiang-ngiang dengan apa yang Bima ucapkan. Kayana terus menatap benda yang ada di tangannya. Berkali-kali dia membaca rangkaian huruf yang ada di kertas tersebut."Aahh, aku harus bagaimana?" keluh Kayana lalu terduduk lemas di atas sebuah bangku.Termenung gadis cantik itu di sana. Tatapan nanar kembali menghiasi saat ingatan itu berjalan melintas. Perlahan kedua tangannya memegang kepalanya dan Kayana menggeleng pelan."Adel, kenapa kau melakukan tindakan bodoh?" Isak tangis mulai terdengar mewarnai sekitar. "Tidak kah kau ingat akan janjimu padaku diwaktu itu? Kau bilang akan mengejar impian bersama denganku, tapi kini ...." Kayana terdiam sesaat, tangan kanannya terangkat ke atas dan menyekat air matanya. Kayana mendongakkan kepalanya agar air mata itu tidak kembali meluncur lolos dari tempatnya.Kepala itu kembali menunduk dan kedua

    Last Updated : 2023-02-26
  • Aku Bukan Pembunuh!   B9. Bullying

    -Kamu tidak akan pernah mencapai tempat yang lebih tinggi jika kamu selalu menjatuhkan orang lain-•Hidup adalah sebuah perjalanan. Kita hanya mampu berjalan ke depan, tanpa menoleh ke belakang. Masa lalu hanyalah sebuah masa yang sangat tidak berguna.Masa depan menantimu, jangan kau terbelenggu di masa lalu yang kelam. Terkadang aku bingung terhadap semua orang. Mengapa? Aku berpikir, apa ini? Kenapa aku berbeda. Ralat, aku spesial. Mempunyai dua kepribadian bukanlah hal yang sulit bagiku. Musuh hanya seperti nyamuk di tanganku. Semua ku atur, semua ku bunuh. Jalan penuh duri terus ku lalui. Lelah? Tidak, aku tidak lelah sama sekali. Yang ku rasakan hanyalah hampa. Kau tahu? Kehilangan seorang yang di cintai itu sakit. Hmm. Pembullyan selalu datang menghampiriku? Orang tua ku bercerai, nenekku meninggal. Aku kuat? Ralat, aku sangat lemah. Aku berpikir, apa yang sedang di rencanakan Tuhan. Mereka menyebutku iblis, tapi ... Aku spesial, ku akui itu. "Dasar cupu! Lemah!" Bullya

    Last Updated : 2023-02-27
  • Aku Bukan Pembunuh!   B10. Berandalan Jalanan

    Kayana berlari menyusuri trotoar malam itu. Sesekali dia menoleh ke belakang melihat apa mereka masih mengejar. Ah, ternyata mereka masih berada di belakang Kayana.Siapa mereka?Mereka pastinya adalah Sarah beserta antek-anteknya.Sarah dan gerombolan mengejar Kayana yang begitu sangat ketakutan. Kayana berlari sambil sesekali melihat ke belakang. Akhirnya Kayana memilih belok ke bangunan kosong dan sebagian sudah roboh.Kayana berhenti saat merasa mereka sudah tidak mengejarnya. Kayana membungkuk dan mengatur napasnya pelan-pelan agar kembali teratur. Merasa sudah aman, Kayana kembali meneruskan langkahnya."Hei!" Sebuah teriakan membuat Kayana harus kembali berlari."Aku pikir mereka sudah tidak mengejarku lagi, tapi dugaanku salah." Suara familiar yang sudah tidak asing bagi Kayana.Deru napas yang tidak teratur di sela-sela Kayana berlari dan gelapnya malam membuat Kayana makin kesulitan.Tiba-tiba Kayana berhenti saat dia melihat segerombolan pemuda tengah menghajar seseorang. K

    Last Updated : 2023-03-07
  • Aku Bukan Pembunuh!   B11. Gara-Gara Ponsel

    Kayana merebut ponsel dari tangan Evan. Ponsel yang sudah benar-benar mati total itu adalah satu-satunya barang berharga yang dimiliki Kayana. Antara marah dan bingung, Kayana terlihat sangat kecewa sekaligus kesal karena dia sendiri tidak punya uang. "Berikan ponselmu padaku. Aku akan bertanggung jawab memperbaiki ponselmu itu," kata Evan.Bimbang yang dirasakan Kayana. Gadis itu tidak langsung merespons Evan. Netra hitam Kayana fokus menatap benda pipih yang sedang dia pegang. Evan pun kembali merebut ponsel dari tangan Kayana. "Berikan padaku!""Tidak per———""Sst ... jangan protes!" potong Evan tegas. "Aku janji ponsel ini akan kembali normal. Setelah itu aku akan langsung memberikan benda ini padamu. Paham," tegas Evan, lalu dia memasukkan ponselnya itu ke dalam saku celananya.***Setelah kejadian itu Kayana sering merenung sendiri dan untungnya besok adalah hari minggu jadi Kayana merasa lega akan keselamatan dirinya sendiri. Dia memikirkan tentang dirinya jika nanti bertemu

    Last Updated : 2023-03-19
  • Aku Bukan Pembunuh!   B12. Tanggung Jawab Evan

    Kayana tersentak saat Evan tiba-tiba berhenti di depannya. Pemuda itu langsung memberi kode dengan menggerakkan kepalanya yang memakai helm. Kayana yang tidak peka hanya diam mematung, lalu Evan membuka kaca helmnya dan barulah Kayana paham siapa pemuda yang ada di depannya itu."Naiklah," kata Evan memberi perintah pada Kayana. Kayana sempat mengalihkan pandangannya dan tertuju pada Sarah, Jehan, dan juga Freya. Dengan buru-buru Kayana langsung naik ke bagian belakang motor milik Evan."Pegangan!" perintah Evan."A-apa? Pe-pegangan?" kata Kayana sedikit gugup.Lantas Evan kembali membuka helmnya dan menengok ke belakang. "Jika kau tidak pegangan. Kau akan jatuh," lanjutnya."Ah, i-iya." Kedua tangan Kayana mencubit jaket hitam yang dikenakan oleh Evan, tapi pemuda itu tidak menyadarinya. Dia langsung tancap gas motornya dan hampir saja membuat Kayana terjungkal ke belakang. Untungnya Kayana dengan reflek melingkarkan kedua tangannya di pinggang Evan.Tindakan Kayana membuat Evan kag

    Last Updated : 2023-03-22
  • Aku Bukan Pembunuh!   B13. Masker Wajah Palsu

    Detak jantung Kayana berdegup tidak beraturan. Kedua kakinya tampak gemetaran. Namun, Kayana berusaha untuk mengendalikannya. Walaupun begitu bahasa tubuh Kayana tidak bisa berbohong.Bingung, itulah yang dirasakan oleh Kayana. Kedua kakinya sungguh tidak bisa digerakkan. Kaki itu terasa sangat kaku dan berat untuk diayunkan ke depan. Padahal hanya empat kali langkah lagi menuju kelas Kayana.Kayana sendiri sebenarnya sudah siap dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Dia tahu dan paham jika dia pasti akan kena bully Sarah dan kawan-kawan. Kayana menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. "Aku harus bersikap tenang. Aku harus kuat dan tidak boleh lemah," bisik Kayana pada dirinya sendiri.Perlahan, tapi pasti Kayana mulai melangkahkan kakinya menuju ruang kelas. Namun, apa yang terjadi? Tafsiran Kayana salah besar. Ternyata semua aman, tidak terjadi apa-apa saat keduanya saling bertemu. Sarah terlihat biasa saja ketika berpapasan dengan Kayana. Hal ini yang membuat Kayana se

    Last Updated : 2023-04-02
  • Aku Bukan Pembunuh!   B14. Sebuah Tawaran

    Evan hanya berdiri melihat Kayana berlalu pergi dari hadapannya. Lantas dia membalikkan badannya dan mendapatkan sebuah remasan kertas di bawah sana, tepat di samping sepatunya. Evan membungkuk dan mengambil gulungan kertas yang sudah kusut.Mata Evan mengikuti tiap baris rangkaian kata yang ada di sana. Mata Evan menatap jauh ke depan. Tangannya meremas selembaran yang ada di tangannya, lalu Evan membuang remasan kertas itu.Evan melangkah hendak menyusul Kayana, akan tetapi Evan ketinggalan jejak. Kayana sudah hilang dari pandangan Evan."Sial!" umpat Evan sambil menyepak angin di atas jalan yang terbuat dari semen.Sementara itu di lain tempat, seorang wanita tengah bingung dan cemas. Dia berjalan mondar-mandir di ruang tengah dengan membawa sebuah ponsel di tangan kanannya."Bagaimana bisa ketahuan? Kenapa aku benar-benar sial," umpatnya.Laras kembali berjalan mondar-mandir sambil menggigit kuku. Sampai-sampai Laras tidak sadar jika pintu utama terbuka. Dari balik pintu muncullah

    Last Updated : 2023-04-14
  • Aku Bukan Pembunuh!   B15. Sang Pelindung

    Netra hitam Evan menatap dalam kedua bola mata Kayana. Lama mereka berdua saling pandang dalam keheningan suasana sekitar. Semilir angin sore itu menerbangkan anak rambut Kayana. Mereka berdua berdiri dengan radius yang cukup dekat."Kenapa kau berada di sini?" tanya Kayana."Aku tidak sengaja lewat jalan ini dan melihatmu sedang kebingungan," jelas Evan berbohong.Evan memang sengaja berada dilingkungan itu karena dia tahu Kayana pasti akan lewat di sana. Evan mundur dua langkah agar keduanya berdiri tidak begitu dekat."Maaf," kata Evan. Pemuda itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal."Hmm, Evan ...." Kayana menggantungkan kalimatnya."Ada apa?" Evan membalikkan badannya. Lantas pemuda itu menatap gadis yang ada di depannya. "Kau ingin bicara apa?""Aku ...." Kayana berhenti sejenak. Jari jemarinya saling memainkan dan meremas jarinya sendiri. Evan jadi merasa heran melihat Kayana yang tampak bingung."Sebenarnya kau ingin bicara apa, Kay?""Ah, tidak. Tidak ada apa-apa," elak Kaya

    Last Updated : 2023-04-23

Latest chapter

  • Aku Bukan Pembunuh!   B36. Menyelamatkan Korban Bullyan

    Nama yang sama dengan sahabat Kayana. Gadis itu bernama Adelia. Jantung Kayana terasa berhenti sesaat ketika mendengar nama itu. Kayana sudah bisa menebak jika gadis itu baru saja menangis. Mata dan hidung merah, hal itu tidak bisa membohongi Kayana.Adelia Rahastri adalah nama gadis yang sekarang duduk di samping Kayana. Kepalanya menunduk ke bawah menatap jari jemarinya yang saling beradu.Tangan kiri Kayana terulur memegang kedua tangan Adelia. Kayana merasa sedang memegang kedua tangan sahabatnya sendiri. Kayana melihat bayangan Adelia tersenyum di sana. Pastinya Kayana langsung sadar jika bayangan itu hanyalah fatamorgana."Siapa namamu tadi?" tanya Kayana."A-Adel, Bu," jawabnya pelan.Kayana menarik napas pelan dan tersenyum, lalu tangannya terangkat menyibakkan rambut Adelia.Adelia terkejut saat tangan Kayana menyentuh rambutnya. Kayana pun heran melihat reaksi Adelia pada saat itu."Kenapa?" tanya Kayana."Ti-tidak, Bu," ujar Adelia gugup."Adel, ibu ingin tanya. Apakah kau

  • Aku Bukan Pembunuh!   B35. Guru Pembimbing

    Setelah Kayana dan Evan menikmati kebebasannya. Mereka pulang bersama dan Evan pun diajak pulang ke rumah Kayana. Ternyata Bu Laras memang sudah mempersiapkan kebebasan sang putri.Evan pun sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Bu Laras karena wanita itu sudah banyak mengetahui Evan dari putrinya, Kayana. Kayana sering bercerita jika Evan lah yang selalu melindungi Kayana. Maka dari itu Bu Laras begitu senang saat bisa bertemu dengan Evan secara langsung."Masuklah dan anggap rumah sendiri," kata Bu Laras pada Evan. Kayana pun menarik tangan Evan dan masuk ke dalam rumah. Tadinya Evan ingin menolaknya, akan tetapi Kayana memaksa Evan dan Evan tidak bisa menghindarinya.Evan duduk di sofa. Matanya terus mengikuti aktivitas Bu Laras yang sedang mempersiapkan hidangan untuk semuanya. Merasa tidak enak Evan pun berdiri dan menghampiri Bu Laras. Evan ingin membantu pekerjaan Bu Laras."Biar aku bantu, Tante," ujar Evan menawarkan bantuan."Tidak perlu, nak. Kau duduk di sana saja.

  • Aku Bukan Pembunuh!   B34. Kebebasan

    Setelah kejadian tersebut. Tidak ada yang berani mengganggu Kayana termasuk para wanita penghuni penjara. Evan memang selalu ada di samping Kayana begitu pula saat aktivitas sore hari itu. Jadwal para penghuni lapas membersihkan aula. Kayana dan Evan mendapat tugas membersihkan kamar mandi. Mereka berdua bercanda bersama. Evan begitu senang melihat wajah Kayana yang penuh cahaya serta rambut Kayana yang sudah mulai panjang. Begitu pula dengan Evan. Rambut Evan pun sudah mulai panjang.Hari itu memang ada jadwal pencukuran rambut setelah acara bersih-bersih. Evan membawa dua ember dan menaruhnya di lantai, lalu Evan mengguyurkan air di dalam ember tersebut ke lantai agar busa-busa itu segera hilang. Sedangkan Kayana masih sibuk dengan sikap di tangannya."Akhirnya selesai juga," cicit Kayana mengelap keringat yang mengalir di lehernya.Evan menoleh dan berkacak pinggang. "Sudah selesai? Jika begitu maukah kau membantuku?""Tentu saja." Kayana mengambil dua ember yang ada di samping Eva

  • Aku Bukan Pembunuh!   B33. Arti Kehidupan di Penjara

    Empat tahun penjara mungkin terdengar sangat lama bagi Bu Laras, tapi itu keputusan yang bisa di anggap ringan mengingat keduanya masih dibawah umur.Bu Laras selaku orang tua dari Kayana akhirnya menerima putusan tersebut. Wanita itu berlapang dada dan ikhlas terhadap hukuman untuk putrinya. Karena kejadian itu, Bu Laras mendapatkan hikmah. Wanita itu insyaf berjualan masker palsu dan mencoba mengawali usaha kecil-kecilan di rumahnya agar dia tidak terlalu memikirkan tentang Kayana. Sedangkan keluarga Sarah mengetahui perilaku almarhumah Sarah selama di sekolahan. Terutama kasus kematian Adelia yang secara langsung memang terjadi karena tekanan dari Sarah dan kawan-kawan. Keluarga Sarah meminta maaf secara langsung pada Bu Dewi orang tua Adelia yang kebetulan hadir dalam sidang vonis hukuman Kayana dan Evan.Kayana dan Evan menerima keputusan tersebut dengan hati yang ikhlas dan sabar. Masih beruntung vonis hukumannya dikurangi. Tadinya mereka harus menerima hukuman 10 tahun penjara

  • Aku Bukan Pembunuh!   B32. Vonis Hukuman

    Setelah pengakuan dari Kayana dan akhirnya Kayana ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasusnya Sarah. Kayana dan Evan pun menunggu vonis hukuman yang akan dijatuhkan pada mereka berdua.Sejak pengakuan itu, Bu Laras selalu menangisi Kayana. Wanita itu sama sekali tidak menyangka jika putri semata wayangnya telah melakukan pembunuhan.Bukan pembunuhan, tapi memang tidak sengaja melakukannya. Bu Laras begitu sangat terpukul dengan keadaan yang terjadi. "Kayana oh Kayana, kenapa bisa terjadi? Padahal semua nilai mu itu bagus dan kau bisa masuk ke Universitas favoritmu dan kini semua hancur karena perbuatan mu itu hiks ...." Bu Laras menangis tersedu-sedu. Dia memikirkan tentang masa depan Kayana. "Maafkan Kay, Bu. Kay sudah mengecewakan Ibu, tapi sebenarnya kejadian itu tidak sengaja. Dia menarik tas Kay dan Kay mencoba melindungi diri Kay agar Kay tidak jatuh menggelinding ke bawah, tapi ternyata kejadiannya malah terbalik. Dia yang jatuh dan meninggal," jelas Kayana. Bu Laras ya

  • Aku Bukan Pembunuh!   B31. Pengakuan Kayana

    Dugaan Bima tepat sekali. Ternyata Bima bisa membaca orang dengan melihat gerak tubuhnya. Bima tahu selama ini Kayana telah berbohong, tapi Bima tidak begitu saja langsung menuduh. Apalagi Evan sudah berani berkorban untuk melindungi Kayana dan mereka berdua pura-pura tidak saling mengenal.Pengorbanan yang luar biasa dilakukan oleh seorang Evan. Padahal mereka sendiri bisa dibilang baru saling mengenal, tapi kenapa Evan sudah berani mengorbankan dirinya untuk melindungi Kayana. Itulah pertanyaan yang selalu melintas dalam benak Bima. Maka dari situlah Bima melakukan cara tersebut.Bima melakukan sebuah kebohongan pada Kayana tentang hukuman mati agar Kayana berubah pikiran dan ternyata rencana Bima berhasil. Rencana itu membuat Kayana langsung down. Gadis itu bereaksi menanggapi tentang vonis hukuman. Memang cukup jahat sekali dengan membawa serta hukuman mati, tapi mungkin cara itulah yang cocok untuk menarik umpan dan ternyata umpan langsung memakannya.Dalam perjalanan Bima dan Ka

  • Aku Bukan Pembunuh!   B30. Hukuman Mati

    Kayana memotong rambut panjangnya dan sekarang dia berpenampilan layaknya seorang cowok. Binar kebahagiaan terpancar dari raut wajah Kayana. Begitu pula dengan sang ibu. Bu Laras mendekati Kayana yang sedang duduk di kursi dan memegang hasil ujian. Bu Laras memeluk Kayana dari belakang."Selamat sayang, nilai mu benar-benar sempurna. Kau sudah menunjukkan pada ibumu ini jika kau bisa melakukannya. Ibu yakin kau bisa masuk ke perguruan tinggi favoritmu." Pelukan Bu Laras semakin kencang. Kayana pun meneteskan air mata. Tidak dipungkiri jika Kayana bahagia. Namun, dari senyum Kayana tersembunyi rasa bersalahnya pada Evan. Seharusnya Evan juga merasakan kebahagiaan ini.Bu Laras melepaskan pelukannya di tubuh Kayana saat gadis itu memutarkan badannya ke belakang. Kayana menatap mata sang ibu dengan seksama."Apakah Ibu yakin jika aku bisa meraih cita-cita ku?""Tentu saja." Bu Laras meyakinkan putri semata wayangnya. Keduanya pun tersenyum. Kayana kembali melihat nilai-nilai yang terter

  • Aku Bukan Pembunuh!   B29. Janji Kayana

    Apa yang sebenarnya telah Bima lihat sehingga Bima berani menduga-duga?Hanya Bima dan authornya yang bisa menjawabnya. Bima terus memperhatikan Kayana dari kejauhan. Walaupun Bima sudah yakin, tapi Bima tidak ingin langsung bergerak. Bima ingin melihat keberhasilan Kayana dalam mendapatkan nilai yang sempurna.Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Saatnya bagi Kayana untuk bertarung mendapatkan nilai yang bagus. Kayana melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang ujian. Dia mendapatkan tempat duduk di baris ke empat. Kayana begitu tenang duduk di sana. Padahal yang lainnya tengah sibuk sendiri. Ada yang meminta tolong untuk diberi contekan jawaban, ada yang sibuk menyembunyikan contekan dan sebagainya.'Huh, kenapa mereka berisik sekali. Sudah tahu akan menghadapi ujian akhir sekolah, tapi kenapa mereka tidak mau belajar," batin Kayana. Memang benar sih apa yang dikatakan Kayana. Kenapa mereka justru malah berisik meminta contekan."Kay ... nanti bagi kunci jawabannya, ya," teriak seseo

  • Aku Bukan Pembunuh!   B28. Tahanan Luar

    Bima memang tidak percaya pada penjelasan dari Kayana atau pun Evan. Bima masih terus menggali dan mencari bukti agar dia tidak salah melangkah dalam mengambil keputusan. Fokus Bima masih pada Kayana sehingga menjadikan Kayana sebagai tahanan luar. Kayana yang masuk sekolah sampai pulang sekolah selalu mendapat pengawasan dari pihak polisi."Ah, kenapa jadi banyak CCTV," gerutu Kayana yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dan disambut dengan sebuah pemandangan seseorang berdiri diseberang jalan. Siapa lagi jika bukan Bima. Tentu saja hal itu membuat Kayana merasa tidak nyaman. Ruang geraknya menjadi sangat sempit. "Apa aku ini seperti penjahat?" geram Kayana pada saat itu. Tapi pada kenyataannya Kayana memang bersalah.Cuaca sore itu terlihat sangat tidak baik. Langit diwarnai dengan awan hitam yang bergulung-gulung semacam ombak laut yang saling berebut. Begitu pula dengan angin yang bertiup kencang dan hendak ingin menerbangkan siapa saja. Kayana mempercepat langkahnya agar ce

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status