Share

B6. Bunuh Diri

Penulis: Cheezyweeze
last update Terakhir Diperbarui: 2023-02-04 13:59:14

Kayana melangkah tergesa-gesa. Dia hanya ingin cepat sampai di rumah. Kayana terus melangkah sambil sesekali dia menoleh ke belakang. Dia takut jika pemuda tadi ternyata mengikutinya. Ada rasa lega saat di belakang tidak ada siapa-siapa. Namun, rasa tegang seketika muncul saat melihat pintu rumah terbuka.

"Ke-kenapa pintu ini terbuka?" Kayana perlahan masuk ke dalam rumah.

"Kau sudah pulang, Kay." Sebuah suara mengejutkan Kayana.

"I-ibu ...," sahut Kayana kaget sambil memegang dadanya.

"Kenapa kau terkejut seperti itu? Apa kau tidak suka ibu pulang ke rumah," balas wanita berambut panjang sebahu dengan rol rambut terpasang di poni depan.

"Se-sejak kapan ibu pulang?" tanya Kayana.

"Baru beberapa menit yang lalu. Ayo, makan," ajak Laras.

Wanita itu menaruh sepiring tumis sayur di atas meja dan di sana sudah tersedia dua piring dengan nasi di atasnya.

"Aku mau membersihkan diri terlebih dahulu, bu," balas Kayana.

"Baiklah. Pergilah mandi, ibu akan menunggumu."

Kayana berlalu dari sana dan dia masuk ke dalam ruang kamarnya. Lalu dia keluar sambil membawa handuk. Selang 10 menit Kayana kembali duduk di depan sang ibu.

"Ayo makan, ibu sudah masak tumis sayur kesukaanmu." Laras menaruh tumis sayur di sisi piring Kayana.

"Apa ibu akan pergi lagi?" Tiba-tiba kalimat itu terlontar dari bibir Kayana.

Laras menaruh gelas berisi air putih yang baru dia teguk. Lalu wanita itu menatap putri satu-satunya.

"Ibu tidak tahu. Ibu---"

"Tidak perlu dilanjut lagi, bu. Lebih baik kita makan dulu," sela Kayana dengan tangannya sibuk menggerakkan sendok dan memakan sesuap demi sesuap.

Laras pun ikut menikmati makanan yang ada di depannya. Sesekali dia melirik Kayana yang tidak bersuara sedikit pun.

Kayana memang tinggal sendirian. Sang ibu sering sekali kabur dari rumah. Hal itu membuat Kayana kesal. Kayana memang tidak membenci ibunya, hanya saja dia tidak suka dengan sikap dan sepak terjang Sang ibu.

Setelah Kayana selesai menikmati makan malamnya, dia langsung mencuci piring dan segera masuk ke dalam kamarnya. Laras hanya menghela napas pelan. Dia memaklumi jika Kayana bersikap seperti itu padanya. Memang semuanya adalah murni salah Laras, tapi jika tidak begitu Laras pun akan bingung menghadapi hidupnya.

Laras membiarkan Kayana masuk ke dalam kamar, karena dia tahu Kayana akan menghadapi ujian kelulusan dan dialah yang bisa menentukan masa depannya kelak.

"Aku tidak ingin Kayana bernasib sama sepertiku. Aku ingin Kayana bisa menjadi orang sukses." Laras berdiri di depan pintu kamar Kayana. Tangannya terulur dan meraba pintu tersebut. Laras menundukkan kepalanya dan berlalu dari sana.

Laras duduk di sofa dan terlihat merenung. Dia memikirkan semua yang telah terjadi. Dia pun tidak mungkin terus menerus menghindar.

"Aku juga tidak ingin hidup seperti ini, tapi semua sudah terlanjur." Laras mendongak ke atas dan menyandarkan kepalanya pada head board sofa. Merenung dan menyadari akan kesalahannya. Mungkin itu yang sedang dipikirkan oleh Laras.

Sementara itu di dalam kamar Kayana sedang memikirkan kejadian di gang tersebut. Kayana teringat akan sosok pemuda yang menolongnya.

"Orang jahatkah dia--taukah dia orang baik? Tapi sepertinya dia orang baik. Ah ... kenapa aku jadi memikirkan orang itu, tapi terima kasih telah menolongku," beonya pelan dan membuka bukunya.

Namun, sesaat setelah itu pikirkan melayang kembali. Yang terlintas di dalam otaknya adalah sosok Adel. Kayana merasa aneh dengan sikap Adel.

"Dia tidak pernah seperti itu sebelumnya atau jangan-jangan dia akan--ah--mikir apa aku ini." Kayana menggetok kepalanya sendiri. "Besok pagi aku akan menanyakan pada Adelia dan sekarang aku harus fokus belajar. Aku tidak ingin masa depanku berantakan. Aku ingin lulus dengan nilai yang baik dan masuk perguruan tinggi favorit. Aku harus bisa menggapai cita-citaku." Senyum manis Kayana menghiasi bibir tipisnya.

***

Tidak seperti biasanya pagi itu Adelia datang ke sekolah begitu awal. Gadis itu duduk di sebuah kursi halte bus di depan gerbang sekolahannya. Kayana yang melihatnya dari jauh memasang muka sumringah. Kay berteriak dan memanggil nama Adel. Kay melambaikan tangannya saat Adelia mengangkat kepalanya dan tersenyum padanya.

Kayana berlari dan menghampiri Adelia. "Adel, bagaimana kabarmu? Kenapa kau tidak masuk ke dalam?"

Adelia tersenyum, "Aku menunggumu, Kay. Hmm ... Kay, maaf--kemarin--"

"Ah, sudahlah. Kau tidak perlu meminta maaf," ucap Kayana. Gadis itu menangkap senyuman yang terpaksa di bibir Adelia. Hal itu membuat Kayana mengurungkan niatnya untuk bertanya pada Adelia. "Del, ayo masuk." Kayana mengulurkan tangan kanannya pada Adelia dan Adelia pun menyambutnya.

Saat keduanya berjalan, Bu Ratna menghampiri keduanya. Wali kelas Kayana dan Adelia ini meminta mereka berdua untuk ke kantor mengambil sekotak susu untuk dibagikan pada teman-teman sekelas.

"Ibu minta tolong pada kalian untuk membagikan susu pada teman-teman kalian," kata Bu Ratna.

"Baik, Bu," sahut Kay dan Adel bersamaan.

Kayana dan Adelia mengambil susu-susu itu di ruang guru. Keduanya menggotong kotak berisi susu beriringan. Saat membawa kotak itu Adelia sempat mengucapkan sesuatu.

"Aku merasa aneh hari ini," kata Adelia lirih.

"Aneh bagaimana, Del?" Kay menatap Adelia.

"Aku merasa akan ada peristiwa besar yang akan terjadi pagi ini," balas Adelia tanpa berekspresi sedikit pun.

"Kau ini jangan berpikir yang aneh-aneh. Itu mungkin hanya perasaanmu saja, Del," bantah Kayana.

"Kay ...."

Kayana menoleh saat Adelia memanggil namanya. "Ada apa?"

"Ah, tidak apa-apa. Ayo, kita bagikan susu-susu ini pada teman-teman kita agar mereka bersemangat dalam belajar." Mendadak mimik muka Adelia yang murung berubah menjadi ceria. Kayana sempat bingung, akan tetapi dia kemudian mengangkat kedua bahunya.

Kayana dan Adelia masuk ke dalam kelas dan membagikan susu-susu itu satu persatu.

"Biar aku saja yang mengembalikan kotak ini," usul Adelia.

"Apa kau yakin, Del? Perlu aku temani?" tawar Kayana.

"Tidak perlu, Kay. Kau nikmati saja susumu itu sambil belajar. Kau kan ingin lulus dengan nilai bagus agar bisa masuk perguruan tinggi favoritmu,"

"Ah, benar juga katamu. Del, nanti kita belajar bersama, ya," celetuk Kayana.

"Aku tinggal dulu, ya," pamit Adelia pada Kayana. Gadis itu berpamitan tanpa ekspresi apapun. Kayana memang menangkap ada hal aneh dalam diri Adelia.

"Aku melihat Adel sering tidak fokus menanggapi apa yang aku ucapkan. Aku berharap tidak akan terjadi sesuatu pada Adel, tapi kenapa hatiku mulai tidak tenang?" Kayana mulai was-was.

Kayana mencoba berpikir positif. Dia duduk dan meraih kotak susunya, lalu dia menusukan sedotannya. Kayana menyedot susu itu sambil membaca buku yang ada di depannya. Dia menyebarkan pandangannya ke seluruh ruang kelas. Semua teman-teman sekelasnya fokus pada buku yang ada di depan mereka masing-masing dan ada banyak tumpukan buku-buku di sisi pinggir meja.

Kayana mulai fokus membaca buku dan dia pun berkali-kali melirik jam yang melingkar di tangan kirinya. Kay menoleh ke arah pintu kelas.

"Kenapa Adel begitu lama sekali, ini sudah lebih dari 20 menit dan dia belum juga kembali ke kelas." Kayana memangku dagunya. "Mikir apa aku ini. Lebih baik aku belajar lagi. Mungkin Adel sedang di kamar mandi atau mungkin sedang konsultasi dengan Bu Ratna."

Baru beberapa menit Kayana fokus pada bukunya. Tiba-tiba terdengar suara riuh dan ramai dari luar kelas. Semua yang ada di dalam kelas berbondong-bondong keluar dari dalam kelas. Kayana yang menyadarinya pun ikut keluar dari kelas.

Kayana menerobos murid-murid yang berdiri di depannya hingga Kayana bisa melihat sosok gadis tergeletak berlumuran darah di bawah sana.

Saat Kayana sadar jika itu adalah Adelia sahabatnya, Kay buru-buru berlari menuruni anak tangga. Setelah sampai di lantai bawah Kayana menghentikan langkahnya. Dia betul-betul tidak menyangka jika Adelia nekat melakukan hal itu.

Kayana melangkah pelan menuju tubuh yang sudah tidak bergerak itu. Darah berceceran di mana-mana. Semua yang di sana tidak ada satu pun yang berani mendekati tubuh Adelia, justru mereka mengeluarkan ponsel mereka dan mengambil gambar Adelia yang berlumuran darah.

Hanya Kayana yang berani mendekati tubuh Adelia. Kayana melepaskan jaket yang dia kenakan dan menutupi tubuh Adelia. Setelah itu Kayana mengangkat kepalanya dan melihat semua murid dengan ponsel berada digenggaman tangan mereka.

Bab terkait

  • Aku Bukan Pembunuh!   B7. Kematian Adelia

    Satu jam sebelum kejadian terjadi. Adelia mengangkat kotak yang baru dia bawa dari kelasnya. Adelia ingin membawa kotak tempat susu itu ke ruang guru. Namun, tak disangka justru dia bertemu dengan Sarah, Freya, dan Jehan.Ketiga gadis itu menghampiri Adelia. Sarah mendekatkan kepalanya, dia seperti hendak membisikan sesuatu di telinga Adel. Saat bibir itu hampir menyentuh telinga Adel dan desiran napas hangat memutar di sekitar daun telinga Adelia. Mata indah itu mendadak membulat dengan sempurna. Setelah itu Sarah menepuk pipi Adelia dengan menggunakan tangan kanannya. Setelah itu ketiganya berlalu dari hadapan Adelia.Satu jam setelahnya, sekolah SMA Harapan gempar karena kejadian yang mengejutkan di pagi hari. Salah satu siswi sekolah tersebut loncat dari roof top. Bunuh diri atau kah ada yang mendorongnya?***Flashback,Sehari sebelum kejadian. Sebagai seorang sahabat, Kayana memang selalu memperhatikan Adelia. Sejak sikap aneh dari Adel, Kayana sudah merasakan firasat buruk y

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • Aku Bukan Pembunuh!   B8. Alibi

    -Kita tidak bisa tahu siapa teman yang baik dan buruk, tapi kita bisa memilih mana yang bisa dijadikan teman yang baik dan buruk-••Kayana masih terngiang-ngiang dengan apa yang Bima ucapkan. Kayana terus menatap benda yang ada di tangannya. Berkali-kali dia membaca rangkaian huruf yang ada di kertas tersebut."Aahh, aku harus bagaimana?" keluh Kayana lalu terduduk lemas di atas sebuah bangku.Termenung gadis cantik itu di sana. Tatapan nanar kembali menghiasi saat ingatan itu berjalan melintas. Perlahan kedua tangannya memegang kepalanya dan Kayana menggeleng pelan."Adel, kenapa kau melakukan tindakan bodoh?" Isak tangis mulai terdengar mewarnai sekitar. "Tidak kah kau ingat akan janjimu padaku diwaktu itu? Kau bilang akan mengejar impian bersama denganku, tapi kini ...." Kayana terdiam sesaat, tangan kanannya terangkat ke atas dan menyekat air matanya. Kayana mendongakkan kepalanya agar air mata itu tidak kembali meluncur lolos dari tempatnya.Kepala itu kembali menunduk dan kedua

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-26
  • Aku Bukan Pembunuh!   B9. Bullying

    -Kamu tidak akan pernah mencapai tempat yang lebih tinggi jika kamu selalu menjatuhkan orang lain-•Hidup adalah sebuah perjalanan. Kita hanya mampu berjalan ke depan, tanpa menoleh ke belakang. Masa lalu hanyalah sebuah masa yang sangat tidak berguna.Masa depan menantimu, jangan kau terbelenggu di masa lalu yang kelam. Terkadang aku bingung terhadap semua orang. Mengapa? Aku berpikir, apa ini? Kenapa aku berbeda. Ralat, aku spesial. Mempunyai dua kepribadian bukanlah hal yang sulit bagiku. Musuh hanya seperti nyamuk di tanganku. Semua ku atur, semua ku bunuh. Jalan penuh duri terus ku lalui. Lelah? Tidak, aku tidak lelah sama sekali. Yang ku rasakan hanyalah hampa. Kau tahu? Kehilangan seorang yang di cintai itu sakit. Hmm. Pembullyan selalu datang menghampiriku? Orang tua ku bercerai, nenekku meninggal. Aku kuat? Ralat, aku sangat lemah. Aku berpikir, apa yang sedang di rencanakan Tuhan. Mereka menyebutku iblis, tapi ... Aku spesial, ku akui itu. "Dasar cupu! Lemah!" Bullya

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-27
  • Aku Bukan Pembunuh!   B10. Berandalan Jalanan

    Kayana berlari menyusuri trotoar malam itu. Sesekali dia menoleh ke belakang melihat apa mereka masih mengejar. Ah, ternyata mereka masih berada di belakang Kayana.Siapa mereka?Mereka pastinya adalah Sarah beserta antek-anteknya.Sarah dan gerombolan mengejar Kayana yang begitu sangat ketakutan. Kayana berlari sambil sesekali melihat ke belakang. Akhirnya Kayana memilih belok ke bangunan kosong dan sebagian sudah roboh.Kayana berhenti saat merasa mereka sudah tidak mengejarnya. Kayana membungkuk dan mengatur napasnya pelan-pelan agar kembali teratur. Merasa sudah aman, Kayana kembali meneruskan langkahnya."Hei!" Sebuah teriakan membuat Kayana harus kembali berlari."Aku pikir mereka sudah tidak mengejarku lagi, tapi dugaanku salah." Suara familiar yang sudah tidak asing bagi Kayana.Deru napas yang tidak teratur di sela-sela Kayana berlari dan gelapnya malam membuat Kayana makin kesulitan.Tiba-tiba Kayana berhenti saat dia melihat segerombolan pemuda tengah menghajar seseorang. K

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-07
  • Aku Bukan Pembunuh!   B11. Gara-Gara Ponsel

    Kayana merebut ponsel dari tangan Evan. Ponsel yang sudah benar-benar mati total itu adalah satu-satunya barang berharga yang dimiliki Kayana. Antara marah dan bingung, Kayana terlihat sangat kecewa sekaligus kesal karena dia sendiri tidak punya uang. "Berikan ponselmu padaku. Aku akan bertanggung jawab memperbaiki ponselmu itu," kata Evan.Bimbang yang dirasakan Kayana. Gadis itu tidak langsung merespons Evan. Netra hitam Kayana fokus menatap benda pipih yang sedang dia pegang. Evan pun kembali merebut ponsel dari tangan Kayana. "Berikan padaku!""Tidak per———""Sst ... jangan protes!" potong Evan tegas. "Aku janji ponsel ini akan kembali normal. Setelah itu aku akan langsung memberikan benda ini padamu. Paham," tegas Evan, lalu dia memasukkan ponselnya itu ke dalam saku celananya.***Setelah kejadian itu Kayana sering merenung sendiri dan untungnya besok adalah hari minggu jadi Kayana merasa lega akan keselamatan dirinya sendiri. Dia memikirkan tentang dirinya jika nanti bertemu

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-19
  • Aku Bukan Pembunuh!   B12. Tanggung Jawab Evan

    Kayana tersentak saat Evan tiba-tiba berhenti di depannya. Pemuda itu langsung memberi kode dengan menggerakkan kepalanya yang memakai helm. Kayana yang tidak peka hanya diam mematung, lalu Evan membuka kaca helmnya dan barulah Kayana paham siapa pemuda yang ada di depannya itu."Naiklah," kata Evan memberi perintah pada Kayana. Kayana sempat mengalihkan pandangannya dan tertuju pada Sarah, Jehan, dan juga Freya. Dengan buru-buru Kayana langsung naik ke bagian belakang motor milik Evan."Pegangan!" perintah Evan."A-apa? Pe-pegangan?" kata Kayana sedikit gugup.Lantas Evan kembali membuka helmnya dan menengok ke belakang. "Jika kau tidak pegangan. Kau akan jatuh," lanjutnya."Ah, i-iya." Kedua tangan Kayana mencubit jaket hitam yang dikenakan oleh Evan, tapi pemuda itu tidak menyadarinya. Dia langsung tancap gas motornya dan hampir saja membuat Kayana terjungkal ke belakang. Untungnya Kayana dengan reflek melingkarkan kedua tangannya di pinggang Evan.Tindakan Kayana membuat Evan kag

    Terakhir Diperbarui : 2023-03-22
  • Aku Bukan Pembunuh!   B13. Masker Wajah Palsu

    Detak jantung Kayana berdegup tidak beraturan. Kedua kakinya tampak gemetaran. Namun, Kayana berusaha untuk mengendalikannya. Walaupun begitu bahasa tubuh Kayana tidak bisa berbohong.Bingung, itulah yang dirasakan oleh Kayana. Kedua kakinya sungguh tidak bisa digerakkan. Kaki itu terasa sangat kaku dan berat untuk diayunkan ke depan. Padahal hanya empat kali langkah lagi menuju kelas Kayana.Kayana sendiri sebenarnya sudah siap dengan apa yang akan terjadi pada dirinya. Dia tahu dan paham jika dia pasti akan kena bully Sarah dan kawan-kawan. Kayana menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. "Aku harus bersikap tenang. Aku harus kuat dan tidak boleh lemah," bisik Kayana pada dirinya sendiri.Perlahan, tapi pasti Kayana mulai melangkahkan kakinya menuju ruang kelas. Namun, apa yang terjadi? Tafsiran Kayana salah besar. Ternyata semua aman, tidak terjadi apa-apa saat keduanya saling bertemu. Sarah terlihat biasa saja ketika berpapasan dengan Kayana. Hal ini yang membuat Kayana se

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-02
  • Aku Bukan Pembunuh!   B14. Sebuah Tawaran

    Evan hanya berdiri melihat Kayana berlalu pergi dari hadapannya. Lantas dia membalikkan badannya dan mendapatkan sebuah remasan kertas di bawah sana, tepat di samping sepatunya. Evan membungkuk dan mengambil gulungan kertas yang sudah kusut.Mata Evan mengikuti tiap baris rangkaian kata yang ada di sana. Mata Evan menatap jauh ke depan. Tangannya meremas selembaran yang ada di tangannya, lalu Evan membuang remasan kertas itu.Evan melangkah hendak menyusul Kayana, akan tetapi Evan ketinggalan jejak. Kayana sudah hilang dari pandangan Evan."Sial!" umpat Evan sambil menyepak angin di atas jalan yang terbuat dari semen.Sementara itu di lain tempat, seorang wanita tengah bingung dan cemas. Dia berjalan mondar-mandir di ruang tengah dengan membawa sebuah ponsel di tangan kanannya."Bagaimana bisa ketahuan? Kenapa aku benar-benar sial," umpatnya.Laras kembali berjalan mondar-mandir sambil menggigit kuku. Sampai-sampai Laras tidak sadar jika pintu utama terbuka. Dari balik pintu muncullah

    Terakhir Diperbarui : 2023-04-14

Bab terbaru

  • Aku Bukan Pembunuh!   B36. Menyelamatkan Korban Bullyan

    Nama yang sama dengan sahabat Kayana. Gadis itu bernama Adelia. Jantung Kayana terasa berhenti sesaat ketika mendengar nama itu. Kayana sudah bisa menebak jika gadis itu baru saja menangis. Mata dan hidung merah, hal itu tidak bisa membohongi Kayana.Adelia Rahastri adalah nama gadis yang sekarang duduk di samping Kayana. Kepalanya menunduk ke bawah menatap jari jemarinya yang saling beradu.Tangan kiri Kayana terulur memegang kedua tangan Adelia. Kayana merasa sedang memegang kedua tangan sahabatnya sendiri. Kayana melihat bayangan Adelia tersenyum di sana. Pastinya Kayana langsung sadar jika bayangan itu hanyalah fatamorgana."Siapa namamu tadi?" tanya Kayana."A-Adel, Bu," jawabnya pelan.Kayana menarik napas pelan dan tersenyum, lalu tangannya terangkat menyibakkan rambut Adelia.Adelia terkejut saat tangan Kayana menyentuh rambutnya. Kayana pun heran melihat reaksi Adelia pada saat itu."Kenapa?" tanya Kayana."Ti-tidak, Bu," ujar Adelia gugup."Adel, ibu ingin tanya. Apakah kau

  • Aku Bukan Pembunuh!   B35. Guru Pembimbing

    Setelah Kayana dan Evan menikmati kebebasannya. Mereka pulang bersama dan Evan pun diajak pulang ke rumah Kayana. Ternyata Bu Laras memang sudah mempersiapkan kebebasan sang putri.Evan pun sudah dianggap seperti keluarga sendiri oleh Bu Laras karena wanita itu sudah banyak mengetahui Evan dari putrinya, Kayana. Kayana sering bercerita jika Evan lah yang selalu melindungi Kayana. Maka dari itu Bu Laras begitu senang saat bisa bertemu dengan Evan secara langsung."Masuklah dan anggap rumah sendiri," kata Bu Laras pada Evan. Kayana pun menarik tangan Evan dan masuk ke dalam rumah. Tadinya Evan ingin menolaknya, akan tetapi Kayana memaksa Evan dan Evan tidak bisa menghindarinya.Evan duduk di sofa. Matanya terus mengikuti aktivitas Bu Laras yang sedang mempersiapkan hidangan untuk semuanya. Merasa tidak enak Evan pun berdiri dan menghampiri Bu Laras. Evan ingin membantu pekerjaan Bu Laras."Biar aku bantu, Tante," ujar Evan menawarkan bantuan."Tidak perlu, nak. Kau duduk di sana saja.

  • Aku Bukan Pembunuh!   B34. Kebebasan

    Setelah kejadian tersebut. Tidak ada yang berani mengganggu Kayana termasuk para wanita penghuni penjara. Evan memang selalu ada di samping Kayana begitu pula saat aktivitas sore hari itu. Jadwal para penghuni lapas membersihkan aula. Kayana dan Evan mendapat tugas membersihkan kamar mandi. Mereka berdua bercanda bersama. Evan begitu senang melihat wajah Kayana yang penuh cahaya serta rambut Kayana yang sudah mulai panjang. Begitu pula dengan Evan. Rambut Evan pun sudah mulai panjang.Hari itu memang ada jadwal pencukuran rambut setelah acara bersih-bersih. Evan membawa dua ember dan menaruhnya di lantai, lalu Evan mengguyurkan air di dalam ember tersebut ke lantai agar busa-busa itu segera hilang. Sedangkan Kayana masih sibuk dengan sikap di tangannya."Akhirnya selesai juga," cicit Kayana mengelap keringat yang mengalir di lehernya.Evan menoleh dan berkacak pinggang. "Sudah selesai? Jika begitu maukah kau membantuku?""Tentu saja." Kayana mengambil dua ember yang ada di samping Eva

  • Aku Bukan Pembunuh!   B33. Arti Kehidupan di Penjara

    Empat tahun penjara mungkin terdengar sangat lama bagi Bu Laras, tapi itu keputusan yang bisa di anggap ringan mengingat keduanya masih dibawah umur.Bu Laras selaku orang tua dari Kayana akhirnya menerima putusan tersebut. Wanita itu berlapang dada dan ikhlas terhadap hukuman untuk putrinya. Karena kejadian itu, Bu Laras mendapatkan hikmah. Wanita itu insyaf berjualan masker palsu dan mencoba mengawali usaha kecil-kecilan di rumahnya agar dia tidak terlalu memikirkan tentang Kayana. Sedangkan keluarga Sarah mengetahui perilaku almarhumah Sarah selama di sekolahan. Terutama kasus kematian Adelia yang secara langsung memang terjadi karena tekanan dari Sarah dan kawan-kawan. Keluarga Sarah meminta maaf secara langsung pada Bu Dewi orang tua Adelia yang kebetulan hadir dalam sidang vonis hukuman Kayana dan Evan.Kayana dan Evan menerima keputusan tersebut dengan hati yang ikhlas dan sabar. Masih beruntung vonis hukumannya dikurangi. Tadinya mereka harus menerima hukuman 10 tahun penjara

  • Aku Bukan Pembunuh!   B32. Vonis Hukuman

    Setelah pengakuan dari Kayana dan akhirnya Kayana ditetapkan sebagai tersangka utama dalam kasusnya Sarah. Kayana dan Evan pun menunggu vonis hukuman yang akan dijatuhkan pada mereka berdua.Sejak pengakuan itu, Bu Laras selalu menangisi Kayana. Wanita itu sama sekali tidak menyangka jika putri semata wayangnya telah melakukan pembunuhan.Bukan pembunuhan, tapi memang tidak sengaja melakukannya. Bu Laras begitu sangat terpukul dengan keadaan yang terjadi. "Kayana oh Kayana, kenapa bisa terjadi? Padahal semua nilai mu itu bagus dan kau bisa masuk ke Universitas favoritmu dan kini semua hancur karena perbuatan mu itu hiks ...." Bu Laras menangis tersedu-sedu. Dia memikirkan tentang masa depan Kayana. "Maafkan Kay, Bu. Kay sudah mengecewakan Ibu, tapi sebenarnya kejadian itu tidak sengaja. Dia menarik tas Kay dan Kay mencoba melindungi diri Kay agar Kay tidak jatuh menggelinding ke bawah, tapi ternyata kejadiannya malah terbalik. Dia yang jatuh dan meninggal," jelas Kayana. Bu Laras ya

  • Aku Bukan Pembunuh!   B31. Pengakuan Kayana

    Dugaan Bima tepat sekali. Ternyata Bima bisa membaca orang dengan melihat gerak tubuhnya. Bima tahu selama ini Kayana telah berbohong, tapi Bima tidak begitu saja langsung menuduh. Apalagi Evan sudah berani berkorban untuk melindungi Kayana dan mereka berdua pura-pura tidak saling mengenal.Pengorbanan yang luar biasa dilakukan oleh seorang Evan. Padahal mereka sendiri bisa dibilang baru saling mengenal, tapi kenapa Evan sudah berani mengorbankan dirinya untuk melindungi Kayana. Itulah pertanyaan yang selalu melintas dalam benak Bima. Maka dari situlah Bima melakukan cara tersebut.Bima melakukan sebuah kebohongan pada Kayana tentang hukuman mati agar Kayana berubah pikiran dan ternyata rencana Bima berhasil. Rencana itu membuat Kayana langsung down. Gadis itu bereaksi menanggapi tentang vonis hukuman. Memang cukup jahat sekali dengan membawa serta hukuman mati, tapi mungkin cara itulah yang cocok untuk menarik umpan dan ternyata umpan langsung memakannya.Dalam perjalanan Bima dan Ka

  • Aku Bukan Pembunuh!   B30. Hukuman Mati

    Kayana memotong rambut panjangnya dan sekarang dia berpenampilan layaknya seorang cowok. Binar kebahagiaan terpancar dari raut wajah Kayana. Begitu pula dengan sang ibu. Bu Laras mendekati Kayana yang sedang duduk di kursi dan memegang hasil ujian. Bu Laras memeluk Kayana dari belakang."Selamat sayang, nilai mu benar-benar sempurna. Kau sudah menunjukkan pada ibumu ini jika kau bisa melakukannya. Ibu yakin kau bisa masuk ke perguruan tinggi favoritmu." Pelukan Bu Laras semakin kencang. Kayana pun meneteskan air mata. Tidak dipungkiri jika Kayana bahagia. Namun, dari senyum Kayana tersembunyi rasa bersalahnya pada Evan. Seharusnya Evan juga merasakan kebahagiaan ini.Bu Laras melepaskan pelukannya di tubuh Kayana saat gadis itu memutarkan badannya ke belakang. Kayana menatap mata sang ibu dengan seksama."Apakah Ibu yakin jika aku bisa meraih cita-cita ku?""Tentu saja." Bu Laras meyakinkan putri semata wayangnya. Keduanya pun tersenyum. Kayana kembali melihat nilai-nilai yang terter

  • Aku Bukan Pembunuh!   B29. Janji Kayana

    Apa yang sebenarnya telah Bima lihat sehingga Bima berani menduga-duga?Hanya Bima dan authornya yang bisa menjawabnya. Bima terus memperhatikan Kayana dari kejauhan. Walaupun Bima sudah yakin, tapi Bima tidak ingin langsung bergerak. Bima ingin melihat keberhasilan Kayana dalam mendapatkan nilai yang sempurna.Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Saatnya bagi Kayana untuk bertarung mendapatkan nilai yang bagus. Kayana melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang ujian. Dia mendapatkan tempat duduk di baris ke empat. Kayana begitu tenang duduk di sana. Padahal yang lainnya tengah sibuk sendiri. Ada yang meminta tolong untuk diberi contekan jawaban, ada yang sibuk menyembunyikan contekan dan sebagainya.'Huh, kenapa mereka berisik sekali. Sudah tahu akan menghadapi ujian akhir sekolah, tapi kenapa mereka tidak mau belajar," batin Kayana. Memang benar sih apa yang dikatakan Kayana. Kenapa mereka justru malah berisik meminta contekan."Kay ... nanti bagi kunci jawabannya, ya," teriak seseo

  • Aku Bukan Pembunuh!   B28. Tahanan Luar

    Bima memang tidak percaya pada penjelasan dari Kayana atau pun Evan. Bima masih terus menggali dan mencari bukti agar dia tidak salah melangkah dalam mengambil keputusan. Fokus Bima masih pada Kayana sehingga menjadikan Kayana sebagai tahanan luar. Kayana yang masuk sekolah sampai pulang sekolah selalu mendapat pengawasan dari pihak polisi."Ah, kenapa jadi banyak CCTV," gerutu Kayana yang baru saja keluar dari gerbang sekolah dan disambut dengan sebuah pemandangan seseorang berdiri diseberang jalan. Siapa lagi jika bukan Bima. Tentu saja hal itu membuat Kayana merasa tidak nyaman. Ruang geraknya menjadi sangat sempit. "Apa aku ini seperti penjahat?" geram Kayana pada saat itu. Tapi pada kenyataannya Kayana memang bersalah.Cuaca sore itu terlihat sangat tidak baik. Langit diwarnai dengan awan hitam yang bergulung-gulung semacam ombak laut yang saling berebut. Begitu pula dengan angin yang bertiup kencang dan hendak ingin menerbangkan siapa saja. Kayana mempercepat langkahnya agar ce

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status