Share

5. Diusir?

"Siapa lo yang sebenarnya?" tanya Scarlett tanpa menyembunyikan kekesalannya.

"Maaf, Mbak, maksudnya gimana?" Andini yang juga diselimuti rasa takut akan dibawa entah ke mana, menunjukkan wajah kebingungan atas pertanyaan Scarlett tersebut.

Scarlett mendengkus jengkel. "Tante Aruna nggak mungkin sembarangan memasukkan cewek antah berantah ke rumah Andhika sampai Andhika sendiri nggak bisa nolak! Dengan alasan sebagai anak asuh? Cuih, gue lebih percaya simpanse bisa ngomong!"

"Astaghfirullah!" ucap Andini.

"Nggak usah sok religius deh lo !" sentak Scarlett sambil meliriknya sekilas.

"Astaghfirullah. Saya memang anak asuhnya Bu Aruna sejak saya SD," kata Andini jujur.

Lagi-lagi Andini mendengkus untuk menampik jawab tersebut. "Alaaa, ngaku aja deh lo ! Siapa lo yang sebenarnya?"

"Demi Allah, Mbak. Saya memang anak asuhnya Bu Aruna."

Satu alis Scarlett naik. "Lo pikir gue percaya? Nggak pernah ada ceritanya anak asuh sampai diajak tinggal bareng dan lucunya di rumah anak cowoknya yang belum menikah! Lo pikir gue bego?!"

Tanpa sadar Andini duduk merapat ke pintu mobil. "S-saya nggak bohong, Mbak "

"Siyi nggik bihing mbik," tiru Scarlett dengan nada mengejek. "Kambing kau nggak bohong! Di mana-mana anak asuh ya sekedar ngasih biaya sekolah doang! Lo, anak angkat bukan, diadopsi resmi juga enggak, saudara bukan terus lo nyuruh gue percaya?"

"S-saya memang anak asuhnya Bu Aruna."

"Bise  gue dengernya. Keluarga Wisesa nggak mungkin bertindak tanpa alasan. Lo itu cewek yang akan dijodohkan dengan Andhika, kan? Lo disuruh tinggal di rumah Andhika buat menggoda dia dan bikin cowok gue itu jatuh cinta sama lo, tunangan sampai lo cukup umur, menikah, happy end!"

Mendengar tuduhan Scarlett kali ini, untuk sesaat Andini melongo lalu buru-buru menggelengkan kepalanya. "Enggak, Mbak. Kata Ibu, rumah beliau terlalu jauh ke SMA saya sekarang."

"Ya, emang!" sahut Scarlett cepat. "Tapi lo kan bisa tinggal di tempat lain. Mereka punya gedung apartemen yang nggak jauh dari SMA Sage. Lebih dekat malah daripada rumah Andhika ke SMA Sage."

"S-saya nggak tahu."

"Halah! Berita gue pacaran dengan Andhika Wisesa sudah ada di mana-mana. Mustahil lo nggak tahu," ujar Scarlett lagi. "Andhika itu punya gue! Paham?!"

Andini mengangguk.

"Dan Rishi itu punya Emilia! Masih muda juga punya bibit pelakor! Jijik banget dah! Belum cukup Andhika, eh sepupu gue lo embat juga!"

"Sepupu?" tanya Andini kebingungan.

"Rishi itu sepupu gue!"

"Oh."

"Muka malaikat tapi hati setan! Busuk!"

Andini hanya bisa terdiam tak tahu harus berkata apa, tetapi matanya melebar tatkala menyadari mobil Scarlett sudah memasuki pelataran apartemen lalu berhenti di tempat parkir.

"Turun!" perintah Scarlett.

"Kita mau ke mana?" tanya Andini dengan wajah memucat.

Scarlett yang tak sabaran pun turun lalu membuka pintu Andini, melepaskan sabuk pengamannya dan menarik kasar Andini. "Gue bilang turun! Budek lo ya?!"

Setelah keluar dari mobil, masih dengan kasar, Scarlett menariknya agar berjalan mengikutinya dan lagi-lagi tangan yang berada di pergelangan Andini itu meremas kuat seolah ingin meremukkannya. Keduanya terus memasuki lift hingga di lantai teratas.

"Ini unit pribadi Andhika!" kata Scarlett sambil mendorong Andini hingga jatuh ke sofa dengan kasar. Lalu melemparkan kunci dan amplop ke dada Andini. "Itu kunci unit ini dan uang buat lo! Gue sudah cukup baik kasih uang saku ke Lo, entar kalau habis lo bisa minta gue lagi, gue ikhlas asal lo jauh dari Andhika. Lo juga lebih nyaman tinggal sendirian di sini dengan bebas, kan? Gue juga sudah isi kulkas dengan berbagai macam makanan dan kebutuhan lainnya. Lo mau masak sendiri atau beli terserah lo !"

Setelah berkata begitu Scarlett melenggang meninggalkannya sendirian.

"Mbak! Mbak Scarlett mau ke mana?" Andini buru-buru bangkit dan saat hendak menyusul pergi, ia baru melihat bahwa tas bepergian miliknya dan buku-buku sekolah sudah ada di ruangan itu. Ia pun batal menyusul Scarlett dan berjalan ke tempat barang-barangnya berada. Semua ada lengkap kecuali baju-baju dan sepatu baru yang dibelikan Andhika kemarin.

***

Scarlett sudah pergi satu jam yang lalu dan Andini belum beranjak dari tempatnya. Untuk beberapa lama ia menangis keras, menangisi nasibnya.

"Ya Allah, saya ingin pulang, Ya Allah," gumamnya letih.

Lalu Andini bangkit untuk melihat isi kulkas. Scarlett tidak bohong. Di sana terisi penuh dari minuman, susu, telur, daging, sayur hingga buah. Namun, ia tetap bimbang. Selain itu ia bingung dengan yang ada di sekitarnya. Sekali lihat, semua peralatannya modern. Bahkan ia belum pernah menggunakan kompor di rumah Andhika. Satu-satunya hal modern yang ia kuasai di rumah lelaki itu hanyalah apa yang ada di kamar mandi. Baginya itu sudah luar biasa sebab di rumahnya dulu tidak ada hal seperti itu. Hanya ada kloset jongkok dan bak mandi dengan gayung.

Di tengah kebingungannya, Andini menghubungi Elke sebab tidak tahu lagi harus bicara dengan siapa. Ia tidak berani menghubungi Aruna yang sangat sibuk.

"Kenapa, An?" tanya Elke ceria di seberang telepon.

"A-aku...nggak tahu cara pakai dapurnya," kata Andini yang baru menyadari betapa tangannya gemetar hebat.

"Dapur?" ulang Elke kebingungan. "Dapur siapa?"

"Apartemen."

"Apartemen?"

"Iya. Aku nggak berani sentuh apa-apa."

Sepertinya Elke yang bingung dengan ucapan Andini jadi terdiam. "Aku...uhm, kan ada pembantu..."

"Aku sendirian. Nggak ada siapa-siapa dan jujur, aku takut, El." Andini mengatakan itu sambil sekuat tenaga menahan tangis.

"Sebentar, coba cerita pelan-pelan," pinta Elke.

Andini yang merasa lemas, bukan karena lapar melainkan syok, dengan terbata-bata menceritakan apa yang terjadi kepada Elke sambil terduduk di lantai dapur.

"Oke, shareloc dan kamu tunggu di situ. Aku segera ke sana." Setelah mengatakan itu, Elke langsung menutup sambungan telepon.

Andini sendiri akhirnya kembali ke ruang duduk dan menunggu Elke yang baru tiba sekitar hampir dua jam kemudian.  Teman barunya itu tidak sendirian, tetapi datang dengan seseorang yang kemungkinan adalah seorang ART.

"Ini minum dulu," Elke menyodorkan segelas teh yang ia beli di salah satu cabang kedai teh terkenal yang ia lewati sebelum menemui Andini.

Setelah Andini membukakan pintu,  Elke segera mengajaknya kembali ke ruang duduk. Wajahnya betul-betul kesal melihat Andini yang seperti anak hilang apalagi masih mengenakan seragam sekolahnya.

Sekali lagi Elke meminta Andini mengulangi ceritanya sebab ia takut salah dengar.

"Sebaiknya kamu tinggal di rumahku," Elke memutuskan, "sebetulnya nggak masalah kamu di sini, nanti biar Mbak Nur menemani kamu untuk beberapa hari dan ngajarin semuanya hehehe soalnya aku nggak pernah nginjek dapur juga, tapi aku khawatir sama kamu. Gimana sekolahmu, berangkat dan pulangnya ditambah Scarlett bakalan ngelunjak dan apa yang dia lakukan sekarang akan dijadikan senjata untuk menyerangmu nanti. Dia itu licik."

"Kamu percaya sama aku?" tanya Andini kaget sekaligus penuh kelegaan.

Elke mengangguk lalu memeluknya sebentar. "Kita pergi sekarang."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status