"Ini, hasil USG terakhir dari dokter. Bobot bayinya empat koma satu kilo."Seseorang masuk ke dalam ruang kerja Reza lalu dia duduk di hadapan Reza sambil menyodorkan sebuah berkas yang belum dibuka oleh Reza."Usia kandungannya juga sudah sembilan bulan."Tak peduli kalau tadi dia tak digubris oleh Reza tapi masih terus saja berceloteh."Katamu kau ingin menjalankan niatanmu kalau bobot bayinya sudah tiga kilo kan?" sindir David."Semua di tempat ini juga sudah dipersiapkan. Sesuai dengan rencanamu membangun tempat ini, ada rumah sakit yang bisa menangani kondisi darurat. Saat wanita itu sudah mati kau bisa cepat-cepat mengeluarkan bayimu supaya bayi itu tidak keracunan dan kekurangan oksigen. Setelah itu menyelamatkannya. Berarti tidak ada masalah bukan? apalagi yang harus dikhawatirkan?"David makin menyudutkan Reza."Dan satu lagi. Untuk masalah keamanan di tempat ini juga tidak masalah. Kalau dia meninggal tidak mungkin ada orang yang mengecek jika kita menguburkannya di tempat ma
"Ssssh, kamu pasti punya kaki yang panjang dan kuat kayak papamu ya? Makanya terus saja menendang begini?"Rania mengelus perutnya karena merasakan gerakan yang semakin cepat.Kadang-kadang dia juga meringis karena gerakan bayi itu seperti memutar. Cukup menyakitkan tapi mengingatkannya dengan kenangan lama di saat ada Marsha di dalam kandungannya yang membuat dirinya kini tersenyum simpul."Apa dia membuatmu sakit lagi?"Cuma Rania tidak bisa berpikir lama-lama karena sudah ada orang yang berdiri di dekat pintu dan mengutarakan kalimat tadi."Reza! Kamu mengagetkanku. Kenapa aku tidak mendengar suaramu datang?"Senyum Rania ketika melihat seseorang itu dia pun ingin berdiri dari kursi meja riasnya."Tunggu di sana biar aku yang mendekat.""Iya."Rania menurut dan saat Reza mengulurkan tangannya barulah dia menggapainya dan kini berdiri sambil ditopang juga berat tubuhnya oleh Reza."Nggak nyangka ya. Kandunganku sekarang udah sembilan bulan. Kurang dari dua minggu lagi anak kita akan
"Makanya aku sudah mengatakan padamu seharusnya kau pergi."Tak menjawab apakah dia memang benar-benar akan melakukan tindakannya itu pada Rania atau tidak, justru Reza mengingatkan lagi pada wanita yang sedang diajak bicara olehnya untuk menyelamatkan diri."Aku tidak akan pergi."Tapi memang Rania tidak mau menghindar darinya."Kau bodoh."Lagi Reza bicara di saat Rania mendongak dan tersenyum padanya."Mungkin. Tapi aku sudah lelah untuk lari. Dan aku tidak akan pernah bisa lari darimu."Kata-kata Rania memang benar. Kemanapun dia pergi Reza pasti bisa mencarinya. Dia punya unlimited power dari dukungan keluarganya yang tidak mungkin membiarkan Rania pergi jauh darinya.“Aku hanya akan seperti layang-layang yang akan ditarik ulur. Kau bisa menarik lebih dekat ataupun jauh. Bahkan saat aku pergi dari rumahku apa aku lewat dari pandangan matamu? Tidak sama sekali kan?" Rania memastikan lagi."Kau sendiri yang mengatakan kalau biaya pendidikanku itu semuanya kau yang memenuhi. Beasiswa
"Aku masih menunggu jawabanmu. Ayolah beritahu aku. Kupikir kau sudah diam lebih dari semenit.”Pertanyaan Rania kan simple. Tapi dua pertanyaan itu rasanya berat sekali untuk Reza menjawabnya.Malah membuat hatinya jadi semakin tak tenang. Degup jantungnya makin meningkat dan terbayanglah suasana di suatu malam dengan seorang wanita yang berteriak saat dirinya terjatuh saat didorong oleh suaminya.Padahal dia memiliki bayi di dalam kandungannya. Seorang wanita yang merintih menangis saat darah itu mulai keluar dari intinya.Dan saat itu Reza kecil belum bisa melakukan apapun. Ini membuat adrenalinnya bertambah. Ketakutan dari bayangan masa lalu inilah yang kembali membuat tangannya mengepal kencang."Aku tidak main-main dengan ancamanku. Sebaiknya kau pergi!"Dan seharusnya saat Rania mendengar ucapan Reza ini dia sadar kalau degup jantung pria yang kini dipeluk olehnya semakin kencang. Dia harus pergi. Reza masih sangat berbahaya saat ini."Aku tidak akan pergi!""Di mana kau taruh o
"Daddy Reza.""Rania. Aku bicara padamu serius apa yang kau inginkan?""Tadi sudah kusebutkan. Aku hanya menginginkan papanya Marsha. Tak bisakah kau mendengarnya?"Reza tadinya mencoba bertanya apa yang dibutuhkan oleh Rania sekarang. Karena dia belum tahu apa yang harus dia lakukan di saat emosinya masih turun naik dan dia merasa kesal sendiri karena dia masih gagal untuk melakukan apa yang ingin dilakukannya. Dan rasanya saat ini seperti tidak mungkin lagi dia melakukan itu. Apalagi Rania sudah tahu semuanya dan dirinya juga merasa lemah karena dia tidak berani melakukannya padahal dia tak ingin bersama dengan anak keturunan dari Ganesha Rahardja.Tapi jawaban Rania malah memusingkan dirinya."Lebih spesifik!""Kau Daddy Reza. Setiap inci jiwamu. Setiap inci tubuhmu. Aroma tubuhmu, belaian tanganmu. Aku juga menginginkan tatapanmu dan senyummu hanya untukku."Rania bicara sambil memberanikan diri menggerakkan jarinya memegang bagian wajah Reza yang disebutkannya."Aku ingin menjadi
Apa memang sesederhana ini caraku bahagia dengannya?Masih ada ragu di dalam hati Rania yang tidak diucapkannya pada Reza.Malam itu dirinya tak bisa tidur dan masih terus kepikiran tentang rencana Reza yang akan memboyongnya ke Hongkong.Wajah pria itu sumringah dan menunjukkan kalau memang kakeknya Vladimir sudah merestui mereka dan dia sudah merencanakan dirinya ingin memperkenalkan Rania sebagai ratu di dalam hatinya di hadapan semua orang.Tapi rasanya itu terlalu indah. Sesuatu yang membuat Rania membayangkannya saja jadi takut.“Apa iya sekarang adalah akhir dari semua rasa sakitku dan ini adalah awal dari kebahagiaan kami happily ever after selamanya?”Dan pertanyaan ini terlontar lagi dari bibir Rania ketika dia sudah duduk di pesawat jet pribadi milik keluarga Clarke.Tadi pagi Rania sudah dapat ceramah dari Reza karena kantong matanya yang besar dan lingkar matanya menghitam. Reza tahu kalau Rania tidak tidur dan tadi malam adalah malam di mana Reza memang tertidur pulas tid
"Aku tidak suka kamu membohongiku. Jadi bisa kau menepati janjimu untuk tidak menelepon mereka semua yang kularang, sweet J?""Yang ingin kutelepon dengan handphone ini hanyalah Papanya Marsha. Aku tidak akan menghubungi siapapun dan aku juga tidak akan membuka media sosialku yang dulu. Tenang saja Daddy Reza.""Handphone-mu yang lama masih padaku. Aku sengaja tidak mengaktifkannya. Tapi semua data-datanya masih aktif. Aku memastikan nomor itu masih menjadi milikmu. Tapi tidak untuk kau gunakan."Masih menjadi miliknya tapi tidak boleh digunakannya? Rania juga tak paham tapi dia sudah mengangguk saja, terserah Reza."Sekarang beristirahatlah. Tak perlu ke kamar mandi dulu. Kalau kau ingin ke sana, biar nanti pelayan menemanimu. Aku keluar dulu sebentar dan jika kau butuh sesuatu, mintalah pada Shine.""Iya Reza. Gadis itu siapa? Dia sepertinya seumuran denganku?""Anaknya Paman Bagus."Rania saat itu juga membulatkan bibirnya. Da baru tahu anaknya Bagus."Dia bekerja di sini?""Paman B
"Kalau begitu, pergilah!" Rania tahu apa maksudnya.Tidak mungkin menyelesaikan masalah hanya dengan diam di rumah tanpa melihat langsung ke lokasi dan bicara dengan orang-orang yang berkepentingan."Aku tidak bisa," cuma jawaban Reza lagi-lagi membuat Rania speechless.Saat itu Rania baru bangun tidur. Masa kelahirannya sudah tinggal beberapa hari lagi. Sembilan bulan dua minggu. Rania sudah masuk ke minggu kedua. Di sini dia menatap Reza yang masih duduk di sampingnya dengan pakaian rumah, seperti biasa. Padahal dia bilang sendiri sedang ada masalah, makanya Rania gemas."Kenapa? Aku aman di sini. Bodyguard-mu banyak di rumah ini. Lagi pula ada Kakek di sini dan aku kalau perlu bantuan apa-apa bisa bilang pada Shine."Rania membujuk karena dari wajahnya Reza memang tampak kesal sendiri dirinya, menanggung beban yang mengganggunya ini."Pergilah Daddy Reza. Atau kau ingin aku ikut?""Kau beristirahatlah!" Reza menolak."Tapi--""Kau yakin tidak akan apa-apa aku tinggal sebentar?""Hmm