"Kalau aku mengangkatnya khawatir papamu akan salah paham denganku!"Beberapa jam sebelumnya saat ada telepon masuk ke dalam handphone Rania, dia agak cemas. Tak yakin dengan pilihan yang harus dipilihnya"Tapi kalau Mama nggak angkat mungkin dia ingin ngasih tahu informasi yang penting? Atau Mama ingin aku yang mengangkatnya? Karena dia adalah saudara wanita itu kan Mama? Mungkin dia tahu sesuatu dan ingin bilang sama Mama?"Rich masih ingat tentang Amar karena dia pernah bertanya pada Rania dan papanya saat mereka makan malam bersama di malam pernikahan Alila dan Arthur. Makanya dia sampai ke kesimpulan seperti itu."Kau benar Rich. Kurasa aku akan mengangkatnya."Setelah meyakinkan pilihannya, Rania kini memencet handphonenya dan akhirnya bicara dengan seseorang yang sudah lama dikenalnya ituRania: Amar ada yang bisa kubantu?Amar: Rania, ada beberapa hal yang ingin kubicarakan padamu. Jika kau mau bertemu denganku.Rania: Kami sedang menuju ke airport. Kalau kau ingin bicara kau
"Tidak, tapi ya, aku sebenarnya juga penasaran bagaimana dia bisa sampai menikah dengan kakakmu karena yang kutahu Caca sebenarnya jatuh cinta pada orang lain. Tapi, fokusku bukan ke sana. Aku rasa dia punya kehidupan sendiri dan aku tidak boleh ikut campur.""Lalu apa yang kau inginkan?"Sejujurnya Sita sendiri malas menanggapi orang di hadapannya karena dia datang bukan untuk diinterogasi tapi untuk minum kopi dan merilekskan pikirannya.Tapi ada seseorang yang sudah menghampirinya dan bertanya macam-macam padanya dan ini membuatnya malas."Aku tadi melihat perseteruanmu dengan keluarga Clarke. Dan aku hanya ingin tahu apa kau benar-benar punya masa lalu dengan Reza Clarke?""Apa urusanmu?"Sita bukan orang yang mudah cerita tentang satu masalah pada orang asing yang baru ditemui olehnya.Dia tentu ingin tahu apa motifnya ditanya-tanya begini."Aku tidak menyukai anggota keluarga itu. Terutama adik dari Rich dan kurasa aku bisa membantumu jika kau ingin bersama dengan Reza Clarke."
Untung saja, dia tidak mengikutiku. Kalau sampai dia melakukannya, aku benar-benar akan panggil polisi!Beberapa saat setelah dirinya meninggalkan coffee shop, seseorang yang berada di dalam mobil merasa lega karena dia sudah tidak terganggu lagi oleh seorang wanita yang terlalu banyak bicara. Tapi rasa leganya tidak berlangsung lama sepertinya.Sita: Amar, ada apa kau meneleponku?Amar: Papa dan Mama tidak ada di rumah. Aku tadi bertanya sama pelayan, katanya dia belum pulang. Apa dia pergi sama Papa sama Mama?Sita: Mama pusing tadi. Kejadian di kampus itu bikin darah Mama naik, jadi tadi mereka pergi ke rumah sakit dan mereka nggak sama si Caca tuh! Apa mungkin dia sama temen-temennya? Kan biasanya kalau habis wisuda, mereka suka buat acara bareng sama temen-temennya.Amar: Enggak! Tadi aku udah cek dan katanya dia nggak hadir di tempat wisuda. Aku juga coba tanya ke kampus, dia pergi ke mana dan minta tolong ke staff keamanan kampus untuk cek CCTV, tapi enggak bisa. Datanya enggak
Papa, kau tega sekali padaku!Caca yang sudah mengingat masa lalunya, dia memang pergi meninggalkan tempat wisuda dan menjauh dari kampusnya dengan berjalan kaki. Dia melepaskan toga yang sudah digunakan olehnya dan membuangnya sembarangan saja di tempat sampah.Aku belajar sungguh-sungguh selama bertahun-tahun untuk mendapatkan kesempatan ini. Menjadi mahasiswa terbaik dan ini bukan sesuatu yang mudah bisa mendapat tawaran untuk berpidato di acara kelulusan kalau bukan dengan jerih payah dan kerja kerasku selama kuliah. Tapi Papa, kau tega sekali menghancurkan semua impianku! Setidaknya meski kau tidak melihatku sebagai anakmu, tapi cobalah berpikir tentang kerja keras orang lain yang sudah berjuang untuk mendapatkan mimpinya. Kau benar-benar menghancurkanku, Papa!Ada sedih dan luka yang dirasakan oleh Caca jauh di dalam relung hatinya, karena sikap papanya yang memang hanya mementingkan tentang keluarganya saja bahkan tidak berpikir tentang kepentingan orang lain.Mungkin kalau aku
Sial! Ke mana aku harus mencarinya sekarang? Reza tidak mau menolongku. Ya Tuhan, apa aku harus mengatakan padanya kalau Caca adalah putrinya? Tapi apa dia percaya? Aku belum punya bukti apa pun!Amar gamang di dalam dirinya. Stress pula pikirannya memikirkan kondisi Caca. Dia juga tidak tahu apa yang terjadi setelah acara wisuda itu selesai. Rasanya menyesal sekali dia harus meninggalkan Caca demi membuat hubungan Reza dan Rania baik-baik saja.Kalau bisa mengulang waktu, Amar lebih memilih membawa Caca pergi dan tidak menghadiri wisuda itu. Cuma sekarang, apakah mungkin dia berandai-andai untuk sesuatu yang sudah terjadi?Rein: Amar, apa kabar? Tumben kau meneleponku siang-siang begini? Dan bukannya hari ini katamu ada wisuda Caca?Amar: Rein, aku kehilangan Caca! Dan aku tahu ini pasti ada sangkut pautnya dengan Reza.Rein: Uhuk, uhuk! Sorry, Amar, aku keselek! Tadi aku sedang mengunyah makanan dan yang kau bilang tadi membuatku syok. Apa maksudmu ini ada hubungannya dengan Reza? D
"Tuan, untuk wanita yang tidak sempurna seperti dirinya dan sudah tidak lagi perawan, apakah nilai satu juta dolar itu masuk akal?""Dia ditaruh spesial di paling terakhir. Siapa yang berada di paling belakang adalah yang paling istimewa. Seharusnya harganya sudah sangat masuk akal. Bahkan wanita yang masih perawan hanya bisa dibandrol dengan harga lima ratus ribu US Dollar. Aku yakin, aku mendapatkan harga yang bagus untuknya, karena memang dia adalah yang terbaik!""Tapi, terbaik apanya ya, Tuan?""Yang ini aku tidak tahu. Tapi mungkin dia terbaik, karena dia punya sesuatu yang spesial. Kita tidak akan pernah tahu dia siapa, atau mungkin dia dari keluarga kalangan mana, ini juga penting! Cuma, kita tidak pernah tahu! Mungkin nanti akan ada untungnya untukku. Yang penting, aku sudah membelinya dulu dan dia milikku sekarang."Pelelangan berjalan tanpa adanya gangguan. Semua gadis yang dijual sudah dibeli oleh mereka yang mengikuti pelelangan dan memang tertarik dengan gadis beliannya.
Tapi ini bukan salahku! Aku hanya membela diri dan aku tidak pernah menjual diriku!Tangan Caca masih gemetaran. Dia bukan seorang kriminal, tapi hari ini dia baru menjadi seorang kriminal setelah menghabisi nyawa seseorang dengan cara yang sangat buruk.Caca juga tidak berniat untuk mengambil barang bukti apa pun. Dia menarik kabel listrik yang terhubung tadi setelah mencabut dari saklar dan kini melangkah meninggalkan kamar mandi dengan perasaan takut, bingung, cemas, campur baur semua rasanya.Caca tahu orang yang berada di kamar mandi itu bukan orang sembarangan dan bukankah orang seperti itu pasti punya ajudan yang akan menjaganya?Baju! Oh, ini ada baju! Aku pakai saja yang ini!Sepertinya pria itu juga sudah menyiapkan pakaian wanita. Besok dia akan membawa Caca pergi. Ada beberapa pakaian di sana dan Caca mengambil yang paling simpel saja. Dress sedapatnya saja. Dress dengan lengan panjang dan panjangnya cuma sampai di atas lutut. Karena yang paling masuk akal adalah dress itu
"Tadi aku sudah bilang padamu, yang di dalam itu adalah pacarku.""Kami sudah mendengar dan kau tidak perlu mengulangi lagi! Kami hanya ingin melihatnya!"Jelas sudah di antara mereka sudah tidak lagi terjalin kepercayaan dan sudah saling curiga. Tatapan mereka sama-sama dingin. Pria itu menatap tegas dan curiga, begitupun beberapa pria yang tadi sedang mengejar Caca juga mulai bersiap berjalan mendekat padanya, mengantisipasi segala keadaan."Tapi sayang, aku tidak mengizinkannya!" Pria itu tegas menolak lagi permintaan sekelompok orang itu yang ingin membuka mobilnya dan melihat siapa di dalamnya."Tapi kami memaksa!"Dan pria-pria berbadan kekar yang tadi bosnya baru saja dibunuh, merasa mereka tidak lagi bisa berkomunikasi dan melakukannya dengan baik-baik dengan pria di hadapannya. Mereka mulai menunjukkan kebengisan di wajahnya. "Mau apa kau dengan pacarku? Aku sedang ribut dengannya dan tadi dia ingin pergi dari mobilku. Jadi ada sedikit kecelakaan, aku tidak hati-hati memper
Delima: Mana ku tahu. Dia baru kembali beberapa jam yang lalu. Mungkin dia ingin memberikan surprise padamu.Shaun, dia menempuh kuliah S1 dan S2-nya di Jepang dan semuanya mendapat beasiswa. Hari ini kepulangannya dan Alila sungguh tak percaya kalau temannya itu sudah datang tanpa meneleponnya.Alila: Berikan teleponnya padanya.Shaun: Hai Alila.Delima pun menurut. Dan kini suara seseorang sudah membuat Alila begitu murka padanyaAlila: Kau. Sahabat macam apa kau pulang tidak bilang-bilang padaku?Shaun: Dengar dulu, aku-Alila: Tak mau. Aku lagi marah padamu Shaun.Yah, sudah terbayang memang bagaimana kesalnya Alila karena tidak diberitahukan tentang kedatangan pria itu. Padahal selama ini komunikasi mereka cukup lancar. Tapi kenapa dia harus tahu dari orang lain tentang kedatangan Shaun?Shaun: Baiklah, aku minta maaf, aku ingin kasih kejutan padamu.Alila: Maafmu tidak diterima. Cepat temui aku di plaza dan bantu aku mengurus empat monster kecil ini. Bawa juga Delima. Dia yang pa
"Alila, kau dengar aku tidaaaak?""Dengaaaar, sabarlah Darwin, kan aku masih berpikir!"Entah kenapa Alila jadi mengingat ini. Sampai dia diam beberapa detik dan Darwin mengomel.Bayangan tentang Arthur memang tidak bisa dilupakannya dengan mudah. Ini yang membuatnya kembali menunjuk pekerjaan pada Darwin."Jangan bilang kau akan menunda lagi. Atau jangan-jangan kau menunda terus supaya aku berpaling dari Delima padamu.""Dih, kau pikir aku menyukaimu Darwin? Ish.""Habis, lama sekali sih. Aku sudah tidak sabar. Apa kau tidak mendukungku bersama dengannya dan hanya menipuku selama ini?"Darwin memang tidak sabaran. Delima memang sangat cantik sekali dan Darwin menyukainya sejak pandangan pertama. Alila jadi terkekeh lagi melihat bagaimana kesalnya Darwin padanya.Hubungannya dengan Darwin tidak se-kaku hubungan antara Reza dengan David. Mereka tak pakai panggilan resmi. Di tempat kerja, panggilan nama seperti ini juga tak masalah. Tak jarang mereka juga ribut satu sama lain di depan k
"Amar, Caca akan melahirkan!"Cuma sebelum siapapun merespon, Alila sadar duluan. Darah segar pun mengalir begitu saja yang membuat Amar cemas, Alila memekik."Kenapa kau diam saja? Cepat bawa istrimu ke dalam!"Reza juga panik. Dia segera mungkin membuka ruangan dan memanggil dokter untuk mempersiapkan operasi kedua yang jaraknya bahkan tak lebih dari seperempat jam dari Rania yang baru selesai.Caca tidak bisa diminta lahiran normal karena masalah di kepalanya dikhawatirkan akan mengganggu kesehatannya.Sekarang saja masalah di otaknya belum sembuh betul. Ya memang kondisinya sudah lebih baik. Caca bisa bertahan mengingat seseorang lebih dari seperempat jam. Bahkan rekor, pernah setengah jam dia tak bertanya dan bisa fokus ke obrolan tanpa gangguan. Tapi tetap saja, lahiran normal ini resiko berat."Papa. Amar. Bisa tidak sih kalian tidak bolak-balik? Mengganggu penglihatanku saja!"Tadi saat Rania melahirkan, Reza masih bisa tenang hanya menggenggam tangan Alila dan merangkul putri
"Aku tidak jadi bicara denganmu. Akan kupikirkan lagi bagaimana aku harus menyingkirkanmu!"Lagi-lagi jawaban yang membuat kepala David pening."Reza kau ingin aku mengundurkan diri kah?"Amar tak mengerti apa yang sedang mereka perdebatkan tapi sepertinya dia melihat sisi positif dari sikap David yang menekan Reza ini."Kau tidak perlu mengundurkan diri kalau Reza memang membenciku, David. Dia masih berpikir kalau aku ingin merebut Rania-""BUKAN HANYA RANIA!" Reza memekik."Kau pikir masalahku denganmu hanya karena itu? Aku membencimu karena kau selalu mengganggu hidupku, selalu mengambil apa yang seharusnya menjadi milikku."Bingung juga Amar mencernanya. Karena dia merasa tidak mengambil apapun dan bahkan dia sudah mengembalikan Rania kepada Reza.Dia tidak mengganggu hubungan mereka selama mereka bersama, dia tidak datang kecuali dia ingin mengecek DNA Caca barulah dia muncul."Sudah Amar, tidak perlu dipikirkan. Reza hanya cemburu tentang Marsha. Kau bersama dengan Marsha dari d
"Kau jaga Marsha. Aku akan bicara dengan suaminya tentu dia sendirian di dalam kamarnya, temani dia."Tapi Reza tidak mengizinkan Alila ikut.Dan putrinya pun menurut meski saat ini David yang melihat ini dia menatap tak suka pada Reza."Kenapa kau?""Aku ikut kau bicara dengannya. Tapi jika kau berani mencoba mengganggunya maka aku akan menyelamatkannya Reza. Kau temanku tapi aku tahu kalau menyerang Amar adalah tindakan yang salah."Ini hanya sebatas kekhawatiran David kalau Reza akan melakukan tindakan yang sama seperti yang dilakukan oleh kakeknya Frederick dulu. Bersikap baik pada Rania tapi di belakang dia menusuk Rania. Membuat wanita itu kesulitan dan bahkan Frederick adalah orang yang patut disalahkan untuk semua kejadian yang menimpa Marsha.Tidak mungkin Marsha diculik dan mengalami luka di kepalanya yang parah jika Frederick melindunginya."Kau ingin menentangku?"Dan tentu saja pembicaraan ini terjadi setelah Alila keluar dan dia menuju kamar Caca dan Amar. Reza mengingin
"Papa?""Papa Reza, Marsha.""Sssh, Papa Rezanya Marsha, om Amar?""Hm, papanya Marsha. Papanya Marsha juga sudah kangen sekali dengan Marsha dan ingin sekali memeluk Marsha."Ada senyum dari wanita yang sedang ada dalam rangkulan Amar itu dan Reza juga menegang saat Amar mengatakannya.Tidak terbesit dalam pikiran Reza sama sekali kalau Amar akan membahas tentang dirinya pada Marsha dengan cara seperti ini setelah sebulan lebih Reza terus berpikir negatif tentang Amar dan cemburu padanya."Baca ini Reza."Amar memberikan handphone yang diambil David agar Reza baca.[Reza kemarilah. Putrimu yang ini juga ingin dipeluk olehmu. Dia memegang tanganku kencang sekali saat kau memeluk adiknya, Alila.]"Eh tentu Papa, kau harus memeluknya."Alila yang mengintip isi pesan itu, melepaskan diri dan dia khawatir sekali kalau kakaknya akan cemburu padanya.Dia meninggalkan Reza sendiri dan memberikan jarak agar papanya bisa mendekat pada Marsha di mana Amar juga memberikan jarak."Om Amar, dia pa
"Kenapa kau bicara begitu tentang Arthur? Kau siapa?" Caca sudah lupa lagi tentang siapa Alila.Tapi setiap kali membicarakan Arthur memang Caca selalu melindunginya dan ini yang membuat Amar tak setuju dengan rencana Alila."Tidak Alila. Aku tidak yakin. Kita akan melihat nanti seiring dengan berjalannya waktu.""Tapi kan ini sudah pasti. Dia menculikku!" sanggah Alila tak terima."Saat aku bertemu dengan mamamu untuk kedua kalinya dan dia hilang ingatan, tidak mengenal tentang Reza, aku sangat yakin sekali kalau papamu itu adalah orang yang sangat jahat. Dia menculik mamamu dan berusaha untuk membuat mamamu menyukainya. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, aku bisa melihat kalau Reza tidak seburuk yang dikatakan oleh Giyan. Jadi kurasa waktu selalu bisa menunjukkan siapa orang itu sebenarnya. Hanya perlu menunggu saja."Amar mengembalikan semuanya pada kejadian itu dan matanya kembali menatap Reza."Amar kau tidak percaya padaku kah? Aku sendiri yang bicara dengan ayahnya!"Ketim
"Tidak Amar kau salah jika berpikir kalau Arthur adalah orang baik. Justru semua masalah ini diawali darinya!"Tapi saat itu juga Alila menepis semua pikiran Amar tentang kebaikan Arthur. Dia mencoba memblok dirinya dan tidak mau terbuai dengan perasaannya lagi.Dia yakin sekali Arthur adalah sumber permasalahannya. Pria itu sangat jahat padanya dan keluarganya. Alila hanya ingin memperingati dirinya untuk membenci Arthur."Alila, apa maksudmu?" tapi sebetulnya Amar tidak setuju"Lagipula dia sudah tidak ada lagi di dunia ini. Dia sudah mendapatkan karmanya. Dia sudah mati. Jadi tak perlu dibahas lagi Amar."Reza kau berhasil menyingkirkan Arthur berarti sebentar lagi kau juga berusaha untuk menyingkirkanku karena keegoisanmu dan merasa dirimu yang paling benar. Tapi aku tidak akan pernah menyerah dan aku tidak akan pernah membiarkan Caca pergi dari hidupku. Apapun yang kau akan lakukan padaku, aku akan bertahan demi istriku.Cuma saat itu juga pikiran Amar memperingatkan dirinya kala
"Tuan pasien sudah bisa dibawa ke ruangan opname. Dan kami akan membawanya sekarang."Melihat kondisi Caca yang sedang tertidur sudah mulai stabil lagi, perawat menginfokan. Lagi pula dia sudah ada di dalam ruang observasi lebih dari dua jam.Mereka tidak bisa melakukan apapun untuk ingatannya agar kembali pulih seperti dulu. Tapi dari luka fisiknya tidak ada yang bermasalah. Luka di kepalanya juga stabil dan ini jadi pertimbangan dokter untuk memindahkan Caca ke kamar pasien.Dan kejadian ini berlangsung setelah kepergian Reza sekitar setengah jam."Baik. Kalau begitu silakan dipindahkan sekarang."Amar mengizinkan. Dan selama proses pemindahan dia tidak pergi ke manapun. Dia tetap menemani Caca di samping tempat tidurnya yang didorong oleh perawat ke ruangan opname.Amar juga hanya menunggu Caca di dalam ruangan itu sambil sesekali dia melihat handphonenya dan mengirim pesan untuk mengurus masalah bisnisnya juga.Bukan hanya masalah bisnis, ibunya yang ingin pamit pulang ke Indonesi