"Syukurlah, dia tidak bicara sekarang. Aku juga belum sanggup untuk bicara kalau dia membahas adiknya." Arthur bicara pelan seperti ini yang hanya bisa didengar oleh telinganya sendiri saat dia sudah keluar dari restoran dan kini, dia berjalan ke halte tak jauh dari lokasi resto. Yang ingin dilakukannya adalah kembali ke apartemen dan mengecek sesuatu.
"Alila. Bisa-bisanya kau pergi dari apartemenku. Aku harus mencarimu sekarang!"
Arthur teringat lagi dengan rencananya, makanya dia mengambil handphone dan mencoba menghubungi orang-orangnya untuk mencari tahu di mana wanita yang berstatus istrinya itu. Lagi-lagi ini mengganggunya, apalagi dia mengingat betul bagaimana Alila bisa masuk ke dalam mobil Shaun.
Dasar wanita kegatelan. Tadi malam kau tidur denganku dan sekarang kau sudah jatuh ke dalam pelukan orang lain?
Pipiku.Rasa panas terasa di wajah Alila setelah tangan kakaknya menerpa pipinya. Belum pernah kakaknya memukulnya seperti ini sebelumnya. Apalagi di depan umum, kakaknya selalu saja menjaganya dan melindunginya. Dan jelas teman Alila juga kaget sangat melihat apa yang dilakukan oleh Rich pada adiknya."Alila, kau tidak apa-apa?" Makanya dia sontak bertanya karena khawatir.Tapi ada seorang wanita di sana yang justru merasa sangat senang hatinya melihat adegan yang baru saja terjadi.Sekarang aku baru membiarkan kakakmu menampar wajahmu. Dan nanti kau akan lihat sendiri kakakmu akan mengusirmu ke jalanan. Atau bahkan membunuhmu demi aku, seru hatinya yang merasa mendapat jackpot melihat Alila yang baru saja kena pukul.Sedangkan Rich, jujur saja
"Alila, kau berjalan sudah seperti berlari. Hati-hati, Alila, kau baru sembuh."Shaun memang khawatir sekali dengan kondisi temannya, makanya dia buru-buru mengejar dan kini membukakan pintu untuk Alila yang memang benar merasakan pusing di kepalanya. Emosinya tadi meninggi, tapi dia tidak mau membiarkan dirinya terlihat lemah di hadapan orang lain apalagi wanita seperti Paula.Dan bahkan pukulan di wajahnya, membuat kepalanya masih kliyengan. Jangan lupakan kalau darahnya baru diambil delapan ratus mili. Dan darah itu tidak mungkin kembali dalam waktu beberapa jam."Terima kasih, Shaun. Dan aku minta maaf sekali. Aku ingin mentraktirmu di sini karena makanannya rasanya enak sebagai perayaan kita berdua lolos berangkat ke Jepang. Kurasa ini hadiah yang pas untukmu, apalagi kau memang sudah banyak membantuku. Hari ini aku tidak bisa lolos kalau b
"Hai, kalian berdua sudah datang. Tumben lebih cepat."Namun sebelum Alila memutuskan apa yang harus dilakukan, ibu Arthur sudah menyapa mereka dan melambaikan tangan, tanda bahwa mereka seharusnya mendekat dulu padanya."Hai, Tante. Halo Amar, apa kabar?""Hai, Alila. Aku tak sangka bertemu lagi denganmu sekarang.""Dia kan kerja di sini, Amar.""Iya, Rein. Aku lupa kalau Alila bekerja di sini. Apa kabar, Alila?" Amar ramah menyapa Alila bahkan mengulurkan tangannya lebih dulu."Oh ya, boleh aku bertanya sesuatu padamu?""Amar, kau ingin bertanya apa?"Dan sebelum Alila merespon Amar, Rein memotong duluan, ingin tahu. Dari mimik wajahnya, Rein terlihat tak suka.
"Dia tadi bilang, dia tidak tahu, Rein." Tapi Amar malah menjawab singkat seperti itu sambil dia menghempaskan tubuhnya duduk lagi di kursi tadi sebelum Alila datang."Tapi kan itu katanya. Apa kau tidak memperhatikan sikapnya? Kurasa dia tahu sesuatu, tapi dia tidak mau bicara. Rasanya itu mudah untuk kita tahu, kan? Kita sudah lebih dewasa darinya. Gesture-nya beda, Amar."Mereka juga dulu pernah muda dan pernah menjadi remaja seperti Alila. Dari gerak-gerik Alila memang terbaca sesuatu di mata orang tua seperti mereka. Tapi Amar malah menggelengkan kepalanya, menolak pernyataan Rein."Aku tidak bodoh. Tapi aku juga tidak mau memaksakan kehendakku. Jika dia mau cerita, dia pasti cerita. Karena dia juga tahu seberapa besar kekuasaan ayahnya. Cuma mungkin, dia memang tidak tahu detailnya? Dan dia punya alasan sendiri kenapa dia menyembu
"Apa mereka berdua sudah menuju ke sini, Dave?""Hmm. Sudah, Reza. Kurasa tidak ada di antara mereka yang akan mengabaikan panggilanmu."David menjawab pertanyaan bosnya yang kini sedang duduk di kursi kerjanya dan tangannya memijat dahinya sendiri.Mata pria itu terpejam, tapi tentu dia tidak tidur. Hanya lelah dan penat saja dengan berita yang baru saja didapatkan olehnya dan pikirannya sangat sibuk sekali."Kau tenanglah dulu. Ini bukan bom atom, kok. Hanya keributan kecil kakak-beradik.”"Tapi mereka mempertaruhkan reputasiku.”Jawaban yang kembali membuat David menghela napas dan dia mendekat, lalu duduk berseberangan dengan posisi Reza dan di antara mereka ada meja kerja lumayan lebar yang memisahkan keduanya."Reza, na
"Papa?""Tanda tangan di surat perjanjian yang sudah dibuat oleh David dan setelah itu aku akan menuliskan pasal-pasalnya dan membuatnya legal." Reza memang tidak bermain-main kalau dia sudah menentukan satu hal yang ingin dilakukan olehnya."Kau ingin membuktikan kalau wanita itu wanita baik-baik dengan memolesnya menggunakan uangku? Tidak akan kubiarkan. Meski kau bilang kau menghasilkan itu dari jerih payahmu sendiri, tapi ini perusahaanku. Jadi aku tidak akan pernah membiarkanmu menggunakan uang dari perusahaanku, meski kau menghasilkannya dari kerjamu, tapi kau tidak menggajiku untuk mendidikmu dari usia kecil sampai kau bisa sebesar ini. Apa kau pikir uang yang kau dapatkan itu bisa membayar semua experience yang sudah kudapatkan sampai bisa membuatmu juga seperti sekarang?"Pertanyaan yang tidak dijawab oleh Rich. Tak sangka saja dirinya
"Nah, kau bisa beristirahat di sini dan buka sepatumu. Bersantailah dulu sambil menunggu makananmu dan kalau kau ingin mandi lalu kau ingin beristirahat dan tidur, lakukan apa yang kau mau.""Papa, kau baik sekali membukakan sepatuku. Aku sangat lelah sekali sampai aku tidak sanggup membukanya."Reza memang sangat amat memanjakan putri bungsunya ini. Lihatlah sekarang. Dia rela menggerakkan tangannya untuk memegang sepatu kotor putrinya. Dia tidak peduli. Tapi untuk putrinya, memang ini berbeda."Iya, kau memang sangat manja. Tidurlah dulu. Atau ada yang mau kau sampaikan padaku?"Reza baru saja membuka sepatu anaknya juga kaos kakinya dan kini dia berjalan menuju satu meja sambil bertanya."Tak ada yang ingin kusampaikan. Papa, kau cari apa?"
"Sudah selesai.""Dengan kau menandatangani, itu artinya kau juga menyetujui semua pasal-pasal yang nanti akan dibuat oleh papamu, Rich. Seperti biasa, no negotiation. Apa kau paham itu?"“Aku mengerti. Dan terima kasih, David. Aku akan melakukan sesuai dengan yang kau katakan tadi."David kini memberikan senyum di bibirnya. Rich yang juga menyerahkan kertas itu padanya terlihat plong."Copy-annya akan kuberikan nanti. Kau tunggulah dulu. Aku juga memesan makanan untukmu.”"Tapi sebenarnya aku sudah makan di restoran masakan Indonesia yang langganan keluarga. Tadi aku kesana sama Arthur."Dan mereka kembali melanjutkan obrolan mereka tanpa beban seperti biasa. Rich tidak masalah dengan yang tadi diminta ole