Arga dan Cindi kesal karena bukan Nirmala yang kena batunya, tapi malah mereka. Mereka pulang ke rumah Mami Mey dengan perasaan kesal.
"Istrimu itu susah banget, sih, Mas, dibuat menderita? Malah kita yang kena," gerutu Cindi sambil menepuk punggung Arga cukup keras.
"Aw! Kok kamu malah marahnya ke aku, sih?" sungut Arga kesal.
"Iyalah, dia, kan istrimu! Kenapa kita gak culik dan siksa aja, sih, Mas? Kan enak aku tinggal mukulin dia sepuasku," cakap Cindi lagi.
Entah dendam atau kesalahan apa yang diperbuat Nirmala sampai-sampai Cindi ingin membuat hidup Nirmala hancur.
"Ideku bagus, kan, Mas? Gimana menurut, Mas Arga?"
"Nanti kita bisa berurusan sama polisi kalau ketahuan. Kamu mau?" Arga masih bisa berpikir pakai logika. Dia tentu saja tidak mau masuk dalam penjara karena keb*dohan Cindi.
"Lalu kita harus apa, do
"Perkenalkan nama saya Bayu. Saya di sini ditugaskan untuk mengantar Mbak dan Mas oleh orang yang meminta kalian kemari. Mari saya antar ke kamar!" seru Bayu dengan tangan mempersilahkan masuk.Agak ragu mereka melangkah. Tapi, sudah terlanjur mereka sampai di tempat itu. Kalau pun mereka tidak melakukan tugas mereka, siap-siap akan disiksa Mami Mey jika pulang nanti."Mas, kok kayaknya tempat ini sudah tidak dipakai lagi?" Cindi memberanikan bertanya pada Bayu karena rasa penasarannya itu."Oh iya, Mbak. Memang tempat ini sudah tidak difungsikan kembali seperti dulu. Tapi masih dipakai untuk hal-hal macam Mbak ini," jawab Bayu santai.Cindi yang paham maksudnya hanya bisa ber-oh saja. Mereka melanjutkan menyusuri lorong-lorong hotel yang diterangi lampu remang-remang.Tiba-tiba Bayu berhenti dan berkata, "Ini kamarnya Mbak, Mas. Silahkan masuk! Sebentar lagi tamu k
Sungguh suasana yang tidak diinginkan oleh Arga dan juga Cindi. Suasana horor memenuhi sekitaran mereka."Kenapa, Mas? Isinya apa?"Cindi mencoba mendekati Arga dan melihat kertas yang dibawa Arga. Dia membaca isi kalimat di kertas itu.[KAMU KIRA, KAMU BISA LARI DARIKU, ARGA? KEMANAPUN KAMU PERGI, AKU AKAN BISA MENEMUKANMU! AKAN KU BALAS PERLAKUANMU PADAKU DULU. KAMU TAK AKAN BISA LARI.]Surat ancaman yang Arga sendiri tidak tahu siapa pengirimnya. Ancaman seperti ini pernah juga dia terima sat di apartemen Tante Ria. Tapi itu sudah lama dan baru sekarang lagi dia mendapatkannya."Sebenarnya siapa dia? Kenapa dia selalu mengancamku?" gumam Arya.Arya berusaha mengingat kejadian di masa lalu. Mungkin saja ini perbuatan orang di masa lalu. Tapi nihil. Arya sama sekali tidak ingat pernah menyakiti orang."Siapa yang menero
Rasa takut mereka seketika hilang ketika melihat uang yang banyak. Cindi dan Arga yang semula ingin bercerita pada Mami Mey, menjadi urung karena ternyata klien yang ditinggal kabur tidak mengadu apapun.Tapi ada satu pertanyaan besar setelah itu. Siapa dia dan mengapa bisa memberi mereka tips padahal Cindi dan Arga padahal mereka kabur dari sana?Baru saja Mami Mey hendak beranjak, Mama Zoya datang ke rumah Mami Mey. Saat ini memang Arga dan Cindi diminta datang ke rumah Mami Mey yang dipakai sehari-hari agar tidak ketahuan kalau dia punya bisnis tidak halal."Bu Zoya? Ada apa kemari, tumben?" tanya Mami Mey.Saat itu Cindi dan juga Arga masih ada di sana. Mereka juga terkejut melihat kedatangan Mama Zoya ke rumah Mami Mey."Kebetulan kamu juga ada di sini, Cindi. Saya mau bicara sama kamu dan juga Mami Mey," ucap Mama Zoya dengan tatapan dingin tidak seperti
Mami Mey marah besar ketika tahu kenyataan soal hubungan Cindi dan juga Arga. Setelah Mama Zoya pergi, Mami Mey memerintahkan anak buahnya menyeret keduanya ke gudang."Kunci mereka di gudang!" seru Mami Mey."Jangan, Mi! Jangan kurung aku, Mi!" rengek Cindi.Cindi tentu saja ketakutan. Dia sudah tahu rasanya dikurung di gudang yang sangat gelap dan pengap. "Lepaskan!" Arga memberontak saat tangannya dicekal oleh bodyguard Mami Mey.Mami Mey tak menghiraukan rengekan dan teriakan Cindi. Dia pun berlalu masuk ke dalam rumah. Urusan Cindi dan Arga, dia percayakan pada bodyguardnya.Bugh! Arga terkena bogem mentah tepat di wajahnya karena menendang salah satu bodyguard Mami Mey. Usahanya mau melarikan diri tidak berhasil.Arga diseret masuk ke dalam gudang. Begitupun Cindi. Tapi mereka ditempatkan di gudang yang berbeda."Masuk sana!" Dengan kasar, bodyguard Mami Mey mendorong Arga dan Cindi ke gudang yang berbeda. Kali ini tidak ada ampun untuk keduanya karena telah membuat sumber uan
Arga dan Cindi masuk ke dalam kamar mandi dengan tetap dikawal beberapa orang yang berjaga di depan pintu masuk.Arga berusaha mencari cara agar bisa lari dari sana. Dia mencari celah dari kamar mandi agar bisa keluar. Kebetulan kamar mandi yang dia gunakan ada ventilasi yang cukup jika digunakan untuk tubuhnya. "Aku hidupkan kerannya dulu agar mereka tidak curiga," gumam Arga. Cukup mudah bagi Arga untuk masuk ke dalam ventilasi yang memang kacanya sudah tidak ada karena pecah. Dengan sangat hati-hati, Arga naik ke closet duduk di kamar mandi itu dan mulai memasukkan satu kakinya ke dalam ventilasi.Brak!Tanpa sengaja kaki Arga yang satu lagi menjatuhkan botol sampo yang ada di dalam. Sontak hal itu membuat anak buah Mami Mey curiga. "Hey, buka!" Dengan menggedor-gedor pintu, anak buah Mami Mey memanggil Arga. "Buka atau aku dobrak! Satu ... " Arga benar-benar panik karena dia bisa ketahuan sebelum dirinya berhasil pergi dari sana. Sebelum anak buah Mami Mey mendobrak pintu, Ar
Sungguh kali ini hati Arga benar-benar melow. Dia berada di masjid itu sampai waktu Maghrib. Setelah sholat Maghrib, ada kajian di masjid yang dia singgahi itu. "Rasulullah SAW bersabda "Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik bagi istrinya dan aku adalah orang yang terbaik di antara kalian terhadap istriku" (HR. At-Tirmidzi no 3895, Ibnu Majah no 1977. Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Sahihah no 285).""Selain itu Rasulullah SAW juga bersabda; "Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istrinya" (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)"Hadist yang disampaikan oleh penceramah seolah menampar Arga. Dia yang selama ini bersikap cuek bahkan cenderung kasar pada Nirmala semakin merasa bersalah setelah mendengarkan ceramah itu."Astaghfirullah al'adzim! Ternyata memang selama ini aku sangat dzalim pada Nirmala. Astaghfirullah!" Berulang kali Arga mengu
Saat menunggu mobilnya selesai diganti ban, tanpa sengaja Raga mendengar bunyi perut Arga. Dia pun menoleh ke arah Arga yang tengah memegangi perutnya yang lapar."Kamu lapar? Mau makan dulu? Yuk!" ajak Raga. Sungguh, tidak ada kata dendam ataupun kebencian dari mulut Raga. Bahkan dia merasa prihatin dengan kondisi Arga saat ini.Karena sudah tidak tahan lagi menahan lapar, Arga menerima ajakan Raga walaupun dia sedikit malu. Kebetulan tak jauh dari tempat mereka saat ini ada warung Padang. Di sanalah mereka makan bersama.Selesai mereka makan, ternyata mobil Raga juga sudah siap. Berangkat lah mereka bersama-sama naik mobil Raga. Tak ada sedikitpun percakapan diantara keduanya. Hingga sampailah mereka di tempat tinggal Raga yang dulu. Tempat tinggal Tante Ria juga."Kenapa kemari?" tanya Arga lirih."Ayo turun! Nanti kamu juga akan tahu," pinta Raga sembari melepas sabuk pengaman yang dia kenakan. Arga pun mengikuti dibelakang Raga. Sungguh, seperti flashback ke masa lalu dimana d
Hari yang ditunggu Nirmala telah tiba. Hari ini sidang perceraiannya yang pertama. Tentu saja dia sangat gugup karena dia baru pertama kali menghadapi persidangan."Tenang, gak usah gugup, Dek. Abang dan Kakakmu akan selalu bersamamu," ujar Kak Aisyah memberikan semangat untuk Nirmala."Terima kasih, ya, Kak. Tanpa kalian, Nirmala gak akan kuat untuk berdiri lagi." Nirmala memeluk erat kakak iparnya itu. "Ya sudah, ayo kita berangkat!" ajak Ridwan memecah keharuan kedua perempuan itu.Semakin dekat dengan pengadilan agama, jantung hati Nirmala semakin berdetak kencang. Dia takut jika nantinya, Arga akan mempersulit Nirmala."Bismillahirrahmanirrahim! Semoga Mas Arga tidak akan membuat masalah dan semoga Mas Arga mau datang. Aamiin!" Doa Nirmala dalam hati. Ridwan sudah menyewa pengacara untuk membantu perceraian adiknya itu. Dan pengacara itu sudah menunggu mereka.Karena banyaknya bisnis yang digeluti Ridwan, mudah baginya meminta bantuan temannya yang punya kenalan pengacara."Nan
Fano mengutarakan niatnya mempersunting Ana lebih cepat. Dia merasa tidak baik menunda hal baik. Apalagi hampir setiap hari Fano dan Ana bertemu. "Apa mama dan Mas Zaki tidak keberatan? Mengingat kita belum lama kehilangan Mbak Nirmala," ungkap Fano yang masih memikirkan perasaan Zaki. "Alhamdulillah!" Mama Zoya dan Zaki secara bersamaan mengucap syukur. "Tentu saja tidak, Fan. Mas malah bahagia jika kamu sudah menemukan tambatan hati. Niat baik itu memang harus disegerakan. Menikahlah! Kapan rencana kalian?" balas Zaki. "Kalau memang semuanya setuju, rencananya akhir bulan di bulan depan, Ma, Mas. Iya, kan, An?" Ana menunduk karena tersipu malu. Kini dia dan Nirmala punya nasib yang sama. Tanpa orang tua, dia harus merencanakan pernikahannya sendiri bersama keluarga calon suaminya. Dulu, Ana memang kagum pada Zaki karena pandangan pertama. Tapi lambat-laun saat dia bekerja di rumah Mama Zoya, hatinya tertarik pada Fano. Gayung pun bersambut. Ternyata Fano juga men
Sudah empat bulan kepergian Nirmala. Dan selama itu pula Zaki masih belum bisa menerima kepergiannya. "Ki, kamu gak mau lihat anakmu? Dia sudah empat bulan dan kamu belum memberinya nama," ucap Mama Zoya suatu hari. Zaki menjadi sangat g*la bekerja. Tak jarang dia tidur di rumah sakit karena enggan untuk pulang ke rumah. Rumahnya terlalu menyimpan banyak kenangan bersama Nirmala. Selama empat bulan itu pula, Mama Zoya bekerjasama dengan Ana menjadi dan merawat bayi yang belum diberi nama itu. Mereka berdua sangat telaten dan satu sama lain saling membantu. Kehadiran bayi itu sedikit banyak mengobati rasa kehilangan Mama Zoya. Apalagi bayi itu semakin hari semakin mirip dengan Nirmala. "Ti, apa sebaiknya dipikirkan lagi soal menjual usaha Mbak Nirmala?" kata Ana. Ya, Ana memanggil Mama Zoya dengan sebutan uti untuk membahasakan anak Nirmala. Sekarang prioritas Mama Zoya adalah membesarkan anak Nirmala. Sehingga dirinya sudah jarang sekali ke tempat usaha Nirmala yang sebelumnya d
Situasi di dalam ruang ICU sangat tegang. Semua tenaga medis yang ada di dalam berusaha untuk memberikan pertolongan kepada istri dari pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja. Tak ada berada di luar ruangan, Zaki ikut masuk ke dalam ICU. Tak ada yang menghalangi Zaki kali ini. Dengan memegang tangan Nirmala, Zaki berkata, "Aku tunggu kamu pulang, Sayang. Anak kita sangat tampan dan dia sehat. Ayo pulang, Yang!" Setelah Zaki bicara seperti itu, mata Nirmala terbuka dan melotot. Tapi, setelah itu bunyi alat yang terpasang di tubuh Nirmala menjadi datar. Zaki terkejut dan melihat ke arah dokter dan perawat. Mereka semua menggelengkan kepala. Air mata Zaki sudah tak bisa dibendung lagi. "Gak! Gak mungkin! Bangun, Sayang! Ayo kamu bangun! Anak kita sudah menunggu, La. Kamu harus lihat wajah anak kita. Aku mohon, Sayang!"Suasana ICU menjadi haru. Nirmala menghembuskan nafas terakhir dengan didampingi oleh Zaki. Wajah Nirmala tampak cantik dan bibirnya tersenyum. Seolah-olah mengisya
Air mata Zaki terus saja mengalir kala melihat sang istri terbaring dengan berbagai macam alat yang menempel di tubuh Nirmala. Saat ini Nirmala ada di ruang ICU. Pendarahan Nirmala memang sudah bisa diatasi. Tapi, kondisi Nirmala tak lantas membaik. Dia koma. Lengkap sudah kesedihan Zaki saat ini. Istri dan anaknya tengah berjuang di ruangan yang sangat ditakuti itu. "Ya Allah, tolong izinkan aku untuk bisa membahagiakan istriku! Tolong!" rintihnya dalam hati. "Ki ... jangan patah semangat dan terus berdoa, ya. Mama akan selalu mendoakan untuk kesembuhan Nirmala dan cucu mama. Mama ingin kita berkumpul lagi bersama-sama." Mama Zoya menguatkan. Zaki mengangguk walaupun ragu. "Mas, Fano bawa mama pulang dulu, ya. Nanti Fano akan kembali lagi ke sini. Mas Zaki mau nitip apa?"Hari memang sudah terlalu larut. Mama Zoya terlihat kelelahan dan memang seharusnya istirahat di rumah. Fano tak mau jika nantinya Mama Zoya ikut sakit. "Iya. Mama memang harus istirahat. Tolong bawakan saja p
"Mbak Nirmala!" pekik Fano. Dia melihat Nirmala merintih kesakitan dengan darah yang keluar dari kedua kakinya. Di sana ada Ana yang tengah menahan beban tubuh Nirmala yang berat. "Tolong, Mas!" kata Ana lirih. Fano dengan cepat dan hati-hati menggotong Nirmala. Dibelakangnya ada Ana yang sigap mengikuti. Tangannya masih gemetar karena menyaksikan langsung Nirmala yang kesakitan. "Ayo cepat, Ana!" seru Fano. "Astaghfirullah! Nirmala! Mbakmu kenapa, Fano?" tanya Mama Zoya saat mereka berpapasan di ruang tamu. "Gak tahu, Ma. Ayo kita cepat bawa ke rumah sakit, Ma!" jawab Fano panik. "Iya. Tapi tunggu dulu mama mau ambil tas Nirmala dulu. Dia udah siapkan tas ke rumah sakit," kata Mama Zoya. "Biar saya ambilkan, Bu. Dimana kamar Mbak Nirmala?" Ana menawarkan diri. Dia merasa bisa lebih cepat mengambil daripada Mama Zoya. Setelah diarahkan oleh Mama Zoya, Ana lari ke kamar Nirmala dan mengambil tas yang dimaksud. Lalu, dia dengan berlari juga kembali lagi ke depan. Nirmala dan
Nirmala dan Zaki keluar secara bersama-sama. Di ruang tamu, ada seorang perempuan yang tengah menunggu kehadirannya. "Ana?" lirih Nirmala. Melihat Ana di rumahnya, tentu Zaki terkejut. Tapi, dia lebih terkejut lagi setelah mengetahui jika Nirmala mengenal Ana. "Kamu kenal dengan dia, Sayang?" tanya Zaki setengah berbisik. Nirmala mengangguk. Nirmala terlihat mempersilahkan Ana untuk duduk lagi. Dia bersama Zaki ikut duduk berhadapan dengannya. Nirmala sudah mendengar soal ayah Ana. Bahkan dia juga yang melunasi tagihan rumah sakit ayah Ana. Hanya saja memang Nirmala belum sempat mengucapkan belasungkawa secara langsung karena kondisinya tidak memungkinkan untuk bepergian. "Saya sudah mendengar soal ayahmu. Saya ikut berdukacita, Ana. Semoga ayahmu diterima di sisinya oleh Allah SWT. Aamiin. Kamu yang tabah, ya." Nirmala memulai pembicaraan. Ana mengangguk. Sebenarnya dia menahan air matanya dan itu rasanya tidak nyaman sama sekali. Walaupun sudah berlalu beberapa minggu, tetap
"Aku tahu kamu butuh biaya besar untuk ayahmu di sini. Aku bisa bantu itu. Tapi, aku juga butuh bantuanmu," ucap Nirmala kemudian. "Bantuan? Bantuan apa?" tanya Ana yang penasaran. "Saya akan menjamin biaya ayahmu di rumah sakit ini. Kamu kerja denganku," sahut Nirmala. Ana terkejut ketika Nirmala menawarkan pekerjaan padanya. Saat ini memang dia sedang butuh pekerjaan karena uang pegangannya sudah menipis. Apalagi ayahnya masih butuh banyak biaya. Walaupun dokter sudah angkat tangan dan menyarankan untuk melepas alat bantu, Ana belum mau. Ada keyakinan dalam dirinya jika sang ayah akan pulih kembali seperti sedia kala. Hanya saja saat ini Ana dihadapkan dengan biaya rumah sakit yang sangat besar. Isi kepalanya hampir keluar karena pusing memikirkan biaya rumah sakit. "Kerjanya apa? Apa aku masih bisa merawat ayahku di sini?" tanya Ana ragu. "Jadi asisten pribadiku. Kamu hanya perlu ikut saya kalau saya sedang butuh teman saja. Mudah bukan?"Nampaknya Ana sedang berpikir keras.
"Lalu kamu mau apa? Maaf saya tidak punya banyak waktu untuk mengurusi urusan tidak penting ini. Saya sudah minta maaf dan kamu pun tidak terluka. Lalu apa lagi?" Zaki dibuat sedikit kesal oleh perempuan muda itu. "Gak penting katamu? Gara-gara kamu, aku jadi terlambat memberi makanan pada ayahku. Jadi, kamu harus tanggung jawab!" Perempuan yang belum diketahui namanya itu tak kalah kesal. Zaki menghela nafas panjang. Waktunya terbuang percuma hanya untuk menanggapi orang yang tak dikenal. "Kamu harus ikut aku dan minta maaf langsung sama ayahku!" sambungnya lagi. "Maaf saya tidak ada waktu." Zaki pergi begitu saja tanpa menghiraukan panggilan perempuan tadi. Langkahnya hampir sampai di ruangan rawat inap Nirmala. Dia merasa sedikit lega karena tak lagi mendengar suara perempuan tadi. Namun, prediksinya salah. Ternyata perempuan itu mengikutinya sampai di depan ruangan Nirmala.Perempuan itu mencegat Zaki. "Kamu harus ikut aku!" serunya. "Gak sopan! Kamu dari tadi mengikuti ku?"
Mama Zoya yang tertidur dengan kepala berbaring ke ranjang Nirmala pun terkejut mendengar suara Nirmala. Spontan Mama Zoya langsung bangun dan memastikan Nirmala sudah sadar. Lalu, Mama Zoya lari keluar untuk memanggil perawat jaga. Setelah perawat jaga memeriksa Nirmala, Mama Zoya baru lah lega karena menurut perawat, semuanya baik-baik saja dan tak ada yang perlu dikhawatirkan. Untuk penanganan lebih lanjut, menurut kata perawat akan menunggu instruksi dari dokter yang menangani Nirmala. Dokter yang memeriksa Nirmala belum mengatakan apapun pada mertua Nirmala itu. Alasannya karena menunggu suami Nirmala. "Aku dimana, Ma? Kok mama di sini?" tanya Nirmala yang masih tak sadar kalau dia di rumah sakit. Fano sudah kembali bertugas dan Zaki juga sudah diberitahu kalau Nirmala ada di rumah sakit. Sekarang, Zaki sedang ada di perjalanan. Dia juga baru selesai menangani dua operasi yang sangat darurat. Setelah melihat sekeliling dan mengingat kejadian terakhir, Nirmala baru ingat kal