Nirmala mengajak Ibu Sari dan juga Raga untuk ikut makan bersama. Kebetulan tadi memang dia dan kakaknya hendak makan bersama. Sebenarnya masih ada satu hal lagi yang ingin disampaikan oleh Raga. Tapi, di masih ada sedikit ragu untuk menyampaikannya.
"Mungkin nanti setelah makan, aku bisa lebih tenang," batin Raga berkata.
Dia bertanya pada Ibu Sari dan Beliau juga setuju untuk makan terlebih dahulu. Suasana makan Nirmala kali ini terasa berbeda sekali. Ocehan Tegar membuat semuanya senyum-senyum sendiri.
Selesai makan, saat Nirmala dan Aisyah sibuk mencuci piring, Raga bicara empat mata dengan Ridwan. Selaku kakak dari Nirmala, Ridwan perlu tahu maksud dan tujuan Raga datang ke sana.
"Kalau saya, semua terserah dengan Nirmala, Ga. Gimana baiknya, nanti coba tanyakan pada Nirmala." Jawaban bijak Ridwan pada Raga. Raga mengangguk paham.
Setelah puas mengobrol, mereka kembali lagi
Nirmala tidak mau terlalu memusingkan lamaran Raga, walaupun sebelumnya dia juga sempat tidak bisa tidur. Fokusnya kali ini adalah soal perceraian dan juga usahanya yang sudah mulai berkembang.Nirmala menerima tawaran Ridwan yang membelikan tempat di tepi jalan Raya dan padat penduduk. Tujuan utamanya adalah agar usahanya semakin berkembang."Gimana, La? Tempat yang Abang pilihkan bagus, kan?" tanya Ridwan saat mereka melihat lokasi yang akan dijadikan tempat laundry Nirmala."Bagus, Bang. Sangat strategis!" jawab Nirmala sambil melihat-lihat isi di dalamnya."Nanti kamu tinggal desain saja mau seperti apa penataannya. Abang benar-benar bangga punya adik kayak kamu, La." Bang Ridwan menatap wajah Nirmala penuh haru.Selain membantu membelikan kios untuknya, Ridwan juga membantu Nirmala memasukkan gugatan cerai ke pengadilan agama. Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar. Tapi, ada satu kendala yaitu Nirmala tidak tahu keberadaan Arga saat ini. Jadi, sidang perceraian mereka be
Nirmala begitu takjub melihat hiasan di dinding yang bertulisan 'Sebentar lagi kamu akan jadi Bulek, adikku sayang!' Air mata Nirmala tumpah begitu saja. Dia merasa sangat beruntung masih mempunyai kakak yang sangat menyayangi dan menganggapnya ada. Sebuah hubungan ipar dan adik yang mungkin tidak semua orang bisa menjalaninya dengan baik.Aisyah memeluk adik iparnya itu dan mereka menangis bersama-sama. Menangis bukan karena sedih tetapi karena rasa syukur dan bahagia yang sangat luar biasa.Suasana malam itu sungguh sangat menggembirakan. Nirmala begitu senang melihat Ridwan dan Aisyah akhirnya sebentar lagi akan mempunyai seorang anak.***Keesokan harinya, saat Nirmala hendak membuka laundrynya, Zaki sudah menunggunya di depan rumahnya. "Lho, Dokter Zaki sejak kapan di sini?" tanya Nirmala yang terkejut ketika membuka pintu.Nirmala memang belum pindah ke usaha barunya karena masih ada beberapa yang perlu perbaikan. "Belum lama, paling baru lima menit. Sengaja nunggu buka meman
Cindi dan Arga masih menjalin hubungan seperti dulu walaupun mereka sekarang bekerja dengan Mami Mey. Mereka masih suka ena-ena juga bersama. Dalam hati Arga, Cindi hanya pelampiasan semata.Berbeda dengan isi hati Cindi. Dia berharap suatu hari nanti jika hidup mereka sudah mapan, Arga bisa menemani selama hidupnya. Walaupun dia semapt tidak mau mengenal dan peduli pada Arga, tapi itu hanya ucapan belaka. Nyatanya kini, cinta Cindi untuk Arga semakin bertambah besar. Bahkan Cindi tidak mau kehilangan Arga.Malam itu setelah mengantar Cindi bertemu dengan pelanggannya, Arga mengajak Cindi nongkrong di sebuah cafe."Mampir ke cafe dulu, ya, Cin. Males kalau langsung pulang," ucap Arga.Bukannya apa-apa, di tempat Mami Mey, kadang Arga diperlakukan seperti pembantu. Itu yang membuat Arga malas jika buru-buru pulang.Semua uang yang didapatkan Arga langsung masuk k
Zaki langsung melepaskan tangannya dari kerah baju Zaki. Nirmala lantas mengambil sesuatu dari tangannya."Ini undangan untukmu! Sebelum menuduhkan sesuatu yang tidak-tidak padaku, lebih baik introspeksi diri dahulu."Nirmala menyerahkan surat undangan dari pengadilan yang memang sudah lama dia bawa. Karena dia tidak tahu Arga tinggal di mana, Nirmala meminta ke pengadilan untuk membawa surat itu. Harapannya, sewaktu-waktu dia bisa bertemu dengan Arga seperti sekarang ini.Harapan untuk mempermalukan Nirmala malah justru berbanding terbalik. Kini Arga yang malu karena justru dia yang dipermalukan."Mbak Nirmala memang si*lan!" Cindi buru-buru mematikan live nya karena kondisi sudah tidak kondusif."Kita pergi dari sini, Mas! Ada hama pengganggu yang tidak tahu diri! Ada ayah yang sama sekali tidak menanyakan anaknya tapi malah menuduh istrinya macam-macam."
Nirmala pergi dengan tetap diantar oleh Zaki. Zaki merasa bertanggung jawab karena tadi dia yang mengajak Nirmala. Sebenarnya ada hal yang ingin ditanyakan oleh Zaki. Tapi, Zaki merasa sekarang bukan waktu yang tepat untuk menanyakan hal itu."Biar Nirmala tenang dulu. Aku tidak boleh gegabah," batin Zaki.Dalam diam, Zaki mengantarkan Nirmala sampai di rumahnya. Setelah itu, Zaki kembali lagi ke kosnya. Walaupun makan malamnya bersama Nirmala gagal, itu tak masalah baginya."Bukankah laki-laki tadi itu mirip yang dulu bersama Cindi di rumah sakit? Jadi, dia suaminya Nirmala? Lalu, Cindi itu apanya, ya?" tanya Zaki seorang diri.Saat Zaki sedang merebahkan badannya, tiba-tiba ponselnya dipenuhi oleh pesan dari teman dan juga sahabat-sahabatnya.[Kamu merebut istri orang, Ki? Gak nyangka gue!][Ki, jangan bilang kalau di video itu Elo! Gak mungkin,
Ternyata ada Pak RT dan juga Ibu RT yang sedang mencoba menenangkan warga. Pak RT dan Ibu RT inilah yang paham masalah Nirmala dan Arga. Makanya mereka tidak ikut terpengaruh."Sabar, Bapak-bapak dan Ibu-ibu! Kita bisa bicarakan ini baik-baik, tidak harus seperti ini!" teriakan Pak RT di tengah teriakan-teriakan ibu-ibu yang lain.Kondisi semakin tidak terkendali. Ada yang bahkan melempar telor ke dalam rumah Nirmala. Tapi, Zaki tidak melihat Nirmala keluar rumah."Mungkin Nirmala sedang sembunyi," batin Zaki."Ada apa ini ribu-ribut?" Suara Fano yang besar dan menggelegar membuat semua orang menoleh.Mata mereka melotot melihat Fano yang memakai seragam polisi. Seketika para ibu dan juga bapak-bapak diam tak bersuara. Hingga akhirnya ada satu warga yang bicara."Kamu mau mengusir perempuan yang sukanya selingkuh, Pak! Dia sudah mengotori
"Nirmala gak apa-apa, Bang. Cuma Nirmala gak habis pikir sama Mas Arga, kenapa dia gak capek ganggu hidup Nirmala, Bang?" adu Nirmala pada Abangnya.Di dalam masih ada Pak RT dan juga beberapa warga yang hendak meminta penjelasan dari Nirmala dan Zaki."Sabar. Besok kalau kamu sudah resmi bercerai, dia tidak akan bisa ganggu-ganggu kamu lagi. Kalau masih menganggu, tinggal lapor polisi saja karena sudah menganggu kenyamanan." "Sudah kamu serahkan surat dari pengadilan?" tanya Ridwan. Nirmala mengangguk.Pak RT dan beberapa warga masih mendengarkan obrolan kedua kakak beradik itu. Sampai sini mereka paham jika memang Nirmala sudah menggugat cerai Arga."Mbak Nirmala, maafkan kelakuan warga, ya. Mereka tidak tahu menahu masalah internal Mbak Nirmala. Mereka hanya terhasut saja," ujar Pak RT yang merasa tidak enak dengan kelakuan warganya.Tak ada yang berani menatap Nirmala karena memang merasa bersalah. Hanya ada satu orang yang kekeh tidak mau minta maaf, yaitu Ibu Dina. Dia ada dend
"Maksud perkataanmu tadi apa, La? Kamu kenal dengan Cindi juga?" tanya Zaki yang memang belum tahu cerita sebenarnya. Nirmala menganggukkan kepalanya. Dia bingung hendak memulai cerita dari mana. "Mana mungkin kamu kenal dia? Dia itu teman anak Tante yang kaya raya," sanggah Ibu Hermin. Beliau masih tetap menatap Nirmala dengan pandangan tidak sukanya."Anak teman Mama yang mana? Mami Mey?" Fano mulai berani bicara. Dia berpikir sudah saatnya menyadarkan mamanya."Kamu tahu apa? Gak usah ikut campur, Fan!" sentak Mama Zoya."Sudah, Ma! Kita dengarkan dulu apa yang mau Nirmala ceritakan. Mama juga gak tahu persis, kan, asal usul Cindi itu? Gak ada salahnya kita mendengarkan dari orang yang tahu, Ma." Zaki mencoba menengahi agar tidak terjadi keributan di rumah Nirmala lagi.Zaki mengajak Mama Zoya untuk ikut duduk bersama dan mendengarkan cerita dari Nirmala."Begini, Ibu ... bukannya saya ikut campur, tapi memang lebih baik Ibu dengarkan penjelasan Mbak Nirmala soal Cindi. Saya saks