Keesokan harinya, Audrey memperlihatkan postingan orang tak dikenal itu, yang dia tebak semuanya adalah perbuatan Athena.Edwin yang baru selesai mengaji pun terkejut. "Astagfirullaah. Tega sekali dia, Sayang?" "Itulah, Mas, anehnya. Dia itu nggak ada kapok-kapoknya mengganggu rumah tangga kita. Apa ini ada hubungannya, ya, sama Mama?" tanggap Audrey."Hus! Nggak boleh bicara seperti itu, mereka sudah baik sama kita. Masa suuzan mulu?" Edwin mengingatkan.Istrinya membuang napas panjang. "Ya, tapi entah kenapa prasangka aku mengarah ke sana. Menurutmu, apa yang harus kita lakukan? Sudah banyak yang menghujat kita di media sosial.""Aku punya ide! Nanti sore, kebetulan aku nggak meeting. Kita ke rumah Mama dan buat video klarifikasi sebagai imbangan. Terus, tag ke akun ini. Followermu nggak jauh beda, kan, sama dia?" usul Edwin."Ide cerdas! Alhamdulillaah, walaupun cuma 5k follower, itu sudah banyak yang seolah-olah jadi fans akunku. Oke, insyaaAllaah nanti sore aku akan kosongin jadw
"Halo, Sayang? Lagi nonton apa?" tanya Zofia, lalu duduk di samping cucunya.Dianti menoleh sejenak, lalu mengerucutkan bibirnya. "Ini, ada kartun kesukaanku, tapi bosen. Diulang-ulang setiap beberapa hari sekali. Sampai hafal jalan ceritanya. Pengen main game yang lebih seru dan tertantang buat menang.""Tenang saja, Nak!" Zofia paham, lalu segera mentransfer sejumlah uang pada Athena."Kenapa, Oma?" Anak Audrey pun mengerutkan kening.Istri Juna itu mengunci beberapa aplikasi penting, lalu meminjamkan ponselnya pada Dianti. "Ini, pinjam HP-nya Oma. Nggak bakalan ada yang namanya larang-larang."Dianti pun bersorak kegirangan. "Asyik! Makasih, Oma!" Zofia memberikan senyum tipis. Dia mengambil remote untuk mengganti acara TV menjadi sinetron kesukaannya.**Jam menunjukkan pukul tiga seperempat. Edwin pulang lebih awal sesuai janjinya. "Kamu sudah salat 'Asar?" tanya Edwin, begitu selesai mandi. Audrey mengangguk, seraya memakai jilbabnya di depan kaca. "Ayo, Mas!""Dianti masih d
"Kok, senyum-senyum sendiri?" tegur Edwin, membuat Audrey yang sedang duduk di ruang tamu pun tersadar. "Eh, iya, Mas. Video kita sukses dan banyak komentar positif," sahut istrinya, sambil menunjukkan layar laptop.Edwin pun penasaran. "Memangnya sudah kamu edit?"Audrey tersenyum. "Alhamdulillaah, udah aku edit dan unggah sekaligus.""Wah! Alhamdulillaah, istriku pandai sekali kalau urusan bikin video yang berkualitas," puji pria yang berdiri di sampingnya."Hehe, hanya bakat terpendam, sih. Lagi pula, masih pemula dalam bidang edit video.""Ya, kalau komentarnya gimana, Sayang?" tanya Edwin sambil mengklik kolom komentar di postingan itu.Audrey tak menjawab, membiarkan suaminya membaca sendiri komentar orang-orang di akunnya.Edwin tampak berbinar. "Alhamdulillaah, mereka menyesal sekaligus meminta maaf sama kamu dan kembali akan follow akunmu.""Iya, Mas. Followerku balik lagi, tadi udah buka bagian notifikasi," sahut Audrey.Terdengar Dianti memanggil keduanya."Ma! Papa!" Aud
Pagi hari menjelang siang, Audrey sudah sampai di depan rumah Bu Cantika untuk bertemu calon kliennya. Sopir yang mengantarnya pun merasa senang, karena mendapatkan job hari ini, walaupun tidak setiap hari. "Makasih, Bu, sudah menyisihkan sebagian rezekinya hari ini untuk saya," kata sopir itu, sambil menutup pintu setelah istri Bosnya turun.Audrey tersenyum, lalu menyahut, "Sama-sama, Pak. Alhamdulillaah, beberapa hari yang lalu, ada sedikit rezeki dari jualan gamis. Tapi mohon maaf, hanya bisa sesekali, belum rutin tiap bulan kayak dulu. Saya masuk ke rumah itu, Bapak bisa tunggu di sini atau mau ke mana terserah, asalkan saat saya selesai, bisa stand by. Hidupkan ponselnya selalu, ya, Pak?" Sopirnya mengangguk sopan. "Tak apa, Bu. Itu sudah mendingan daripada saya menganggur di rumah. Mm, saya tunggu di sini saja, sebab tak ada agenda ke mana-mana dan kebetulan tadi pagi sudah sarapan.""Syukurlah. Mari, Pak." Audrey ikut mengangguk sopan, lalu menuju teras rumah penjahit langg
Beberapa hari kemudian, pesanan Bu Rahma selesai. Meski temannya Bu Cantika itu mengirim pesan kalau tenggang waktu pengerjaan minimal satu bulan, tetapi Audrey tak mau menyia-nyiakan waktu. Lebih cepat lebih baik, sehingga costumer percaya padanya. Pelanggan lama Audrey pun kembali dan usahanya semakin lancar. Costumer baru juga bermunculan, karena mereka tahu dari teman-teman yang sudah membeli gamis di tokonya. Sesekali, Audrey mengajak Dianti ke playground di mall terdekat, tanpa sepengetahuan Juna, Zofia ataupun kakak-kakak iparnya. Hal itu dia lakukan agar tak ada yang mengganggu quality time bersama sang anak.Seiring usia Dianti bertambah dari bulan ke bulan, dia juga mulai mengerti kesibukan Papa-Mamanya, sehingga sudah jarang minta ini-itu. Jika ingin pergi ke rumah teman atau Omanya, tinggal minta izin saja pada Audrey.Edwin terus menyemangati istrinya setiap kali akan menyerah ketika menghadapi suatu masalah. Kebetulan, gajinya di kantor juga mulai naik bulan kemarin. Me
Athena kecewa pada Zofia yang sudah membantu Edwin dalam video klarifikasi, walaupun itu cuma pura-pura. Namun, hatinya terlanjur sakit, karena apa yang dilakukan istri Juna itu, semakin menjauhkannya dari Edwin. Di tengah gemerlap lampu diskotik dengan kerumunan orang yang berjoget ria, diiringi musik yang dipandu seorang DJ, serta bau minuman beralkohol, Athena sedang menangis sendirian."Mau pesan apa, Nona?" tanya bartender di hadapan Athena.Perempuan itu mengusap air matanya, lalu menjawab, "Yang biasa, Mas. Tiga gelas.""Oke!"Setelah beberapa saat, tiga gelas minuman keras tersedia di hadapan Athena."Makasih." Wanita itu minum segelas, lalu merasakan sensasi dalam dirinya."Tante Zofia jahat! Dia tega! Gue jadi makin jauh dari Edwin," gumam Athena tak jelas, lalu minum lagi segelas.Kepalanya menjadi pusing. Dia benar-benar hancur dan kehabisan akal. Apa yang harus dia lakukan untuk mendapatkan Edwin? Obsesi untuk memiliki suami Audrey itu, membawanya ke tempat maksiat ini.
Athena selesai makan dan memberi tip pada pelayan. Kemudian, masuk ke mobil."Enaknya ke mana, ya?" tanyanya sambil mulai menjalankan mesin.Mobil Athena terus berjalan tanpa tujuan. Perempuan itu sendiri bingung mau pergi ke mana. Dia baru sadar, ternyata tak mempunyai teman yang bisa dijadikan sebagai tempat curhat. Jika membuat status sindiran di sosmed pun, pasti yang muncul justru makian untuknya karena cap pelakor terlanjur melekat padanya."Lagian kenapa, sih, netizen itu masih ingat kejadian bertahun-tahun yang lalu? Yang udah mbok, ya, udah! Nggak usah diungkit-ungkit lagi! Emangnya gue nggak butuh temen apa?" kesal Athena, di sepanjang perjalanan.Kini, pikirannya kosong. Kemudian, tanpa sadar, tangannya menyetir ke sebuah jalanan yang cukup padat."Sialan! Gue terjebak macet!" keluhnya lagi.Dia kembali merasakan hatinya panas, hingga air di matanya mengalir lagi. Cobaan untuknya sungguh berat kali ini.Beberapa saat, mobil Athena bisa maju meski hanya satu meter. Setelah i
Keesokan harinya, Edwin dan Audrey sudah siap di depan apartemen yang disewa Athena. "Akhirnya, setelah sekian lama gue berharap sama Edwin, dia perhatian juga sama gue!" gumam Athena licik, seraya memakai kacamata hitamnya.Dia berjalan menuju mobil, lalu membuka pintu depan. Audrey yang sedang menatap lurus ke depan berkata, "Duduk di belakang!"Athena mengembuskan napas kesal, lalu menutup pintu mobil dengan keras. Dia kira, hanya ada Edwin di dalam. "Oke!" Wanita itu pun masuk ke mobil di jok belakang, lalu bertanya, "Kamu mau ajak aku ke mana?""Nggak usah banyak tanya! Ikut aja! Nanti juga kamu tahu sendiri," ketus Audrey."Hiih! Gue nggak tanya sama lu!" balas Athena.Edwin berdeham. "Jika ada orang yang membantu kamu, bersikaplah yang sopan, Athena!"Hal itu membuat Audrey tersenyum simpul, sementara orang di belakangnya merasa semakin dongkol.Mereka menempuh perjalanan yang cukup panjang. Audrey ketiduran karena semalam banyak costumer gamis di toko online miliknya yang ha