"Maaf aku menganggu kalian bekerja," lirihku. Entah kenapa aku yang malah merasa bersalah disini, bukankah seharusnya aku marah-marah melihat suamiku bersama wanita lain? Ah ... kadang kala beban rasa bersalah dimasa lalu akan terus membuat kita tidak berdaya terhadap apapun. Mungkin jika saat menikah tidak ada masa lalu yang buruk, aku bisa berbuat apapun yang aku inginkan. Termasuk marah saat melihat suamiku bersama wanita lain. Ku tarik kembali handle pintu dan hendak menutupnya. "Tunggu!" cegah mas Damar. Aku diam terpaku, tidak jadi menutup pintu itu namun tetap menggenggam handle pintu tersebut. Kulihat lelaki dengan kacamata bertengger diwajahnya itu bangkit dari duduknya dan berlari ke arahku. Ah, kenapa dia semakin tampan jika memakai kacamata. Aku tak pernah melihatnya memakai benda itu jika di rumah. Mungkin hanya saat bekerja dan berurusan dengan berkas-berkas pekerjaannya. Begitu jarak kami sangat dekat, mas Damar segera memelukku dengan erat. "Jangan pergi ... Janga
"Aku melakukannya dulu saat kelas tiga SMP, setelah perpisahan sekolah aku melakukannya dengan pacarku. Beberapa kali hingga akhirnya dia hamil. Orang tuaku marah dan akhirnya memaksaku masuk ke pondok pesantren untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya. Kau ingat aku pernah bilang kabur dari pesantren? itu karena aku tidak betah disana dan memang tidak suka di paksa. Aku tetap sekolah di sekolah biasa yang berbasis agama, dan di sanalah aku mulai berubah." Mas Damar menjeda ceritanya dan menatap kearaku, lelaki itu langsung saja bercerita tanpa aku memintanya. "Aku pergi meninggalkanmu saat kamu mengatakan yang sebenarnya malam itu bukan karena aku marah padamu, tapi aku kecewa dengan diriku sendiri. Aku pikir semua terjadi karena karmaku dimasa lalu, orang selalu mengatakan jodoh cerminan diri. Aku menyalahkan diriku atas apa yang kamu lakukan, aku sudah mengambil kegadisan wanita tanpa ikatan pernikahan dan akhirnya aku mendapatkan istri yang menyerahkan kesuciannya pad
Dengan malas aku keluar dari mobil, dan berdiri di samping pintunya."Ada apa?" ketusku bertanya."Mana anak itu, berikan padaku." Aku menatap tajam ke arah lelaki yang pernah mengisi hatiku itu. Muak rasanya melihat wajahnya. "Anak?! anak siapa yang kamu maksud?" tanyaku sinis. "Anak yang kamu kandung kala itu, tentu dia sudah lahir kan. Sekarang berikan dia padaku, aku yang akan merawatnya." Aku tersenyum miring mendengar perkataannya."Dengar ya Zay, aku tidak pernah mengandung anak itu apalagi melahirkannya. Pergi dari hadapanku dan jangan menganggu hidupku lagi!" pekikku kesal. "Waktu itu kamu yang bilang sendiri jika kamu hamil anakku, apa kamu membunuhnya sebelum dia sempat lahir ke dunia?" Lelaki itu bertanya dan menuduhku dengan sorot mata yang penuh amarah, dia kira dia itu siapa bisa memarahiku karena urusan anak. Dulu saat aku menginginkanmu dia bertanggung jawab dia menolakku dan juga anak itu, sekarang dengan seenaknya sendiri memarahiku. Dia pikir aku ini isteriny
"Bukan apa-apa mas," sahutku cepat. Aku segera merapikan bekas makanan kami, tidak ingin banyak berbicara dengan mas Damar didepan sahabatku. "Sibuk tidak mas? antar aku pulang bisa?" ucapku sambil bangkit dari duduk dan berjalan menghampiri suamiku.Aku mengajak pulang mas Damar lebih cepat hari ini, mudah-mudahan dia tidak sedang sibuk. "Tumben minta di antar?" tanya mas Damar. "Aku rindu," bisikku tepat saat kami berpapasan. "Ya sudah kalau tidak mau, aku naik taksi saja." Aku sengaja mengeraskan suaraku.Aku berlalu meninggalkan mas Damar yang masih terbengong-bengong mendengar bisikanku barusan. "Kalau mas Damar sibuk, biar aku antar Amelia," sahut Alesha menawarkan diri. "Tidak perlu, biar saya saja yang mengantarkannya. Sepertinya saya tidak akan kembali kesini, kalau ada apa-apa tolong diselesaikan ya." Dari luar ruangan, aku mendengar ucapan mas Damar pada Alesha. Tak lama berselang, langkah kaki suamiku terdengar mendekat ke arahku. "Kamu sedang menggodaku?" tanya m
"Sudahlah ayo kita pergi, benar katamu. Percuma meladeni orang yang tidak waras!" Mas Damar berkata sambil memeluk pinggangku dan berjalan meninggalkan mantan kekasihku itu. Beruntung Zayden tidak lagi berbuat kekacauan ataupun mengejar kami. "Kamu kok bisa turun dan mendatangiku, mas?" tanyaku begitu kami sampai di ruangannya. "Tadi Alesha bilang melihatmu dari lantai dua, dia bilang kamu sedang bersama lelaki. Aku berpikir jika itu mantan kekasihmu, jadi aku segera turun karena khawatir," jawab mas Damar menjelaskan."Dari mana lelaki itu tahu tempat kerjamu disini mas? siapa yang kasih tahu. Tadi dia mengancam akan mencari alamat rumah kita dari orang yang sama.""Entahlah, tapi kamu harus hati-hati jika di rumah, jangan-jangan dia akan benar-benar datang kerumah.""Lihatlah apa akibat yang aku dapatkan dari kesalahan-kesalahan masa lalu. Bahkan saat aku sudah berusaha menjadi lebih baik, masa lalu itu terus mengikutiku dan ingin merusak kebahagiaanku. Bahkan kamu jadi kena imb
POV DAMAR-------&&-------Sejak Amelia bercerita tentang mantan kekasihnya, dan laki-laki itu dengan beraninya datang ke tempatku bekerja, membuat kekawatiran hadir dalam diriku. Sepertinya lelaki itu tipe orang yang nekad dan bukan dari keluarga yang sembarangan. Saat dia mengatakan hal buruk tentang Amelia, sesungguhnya aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menghajarnya. Suami mana yang tidak marah saat ada laki-laki lain merendahkan istrinya. "Apa kamu tidak ingin tahu bagaimana saat istrimu menyerahkan dirinya padaku" Kupingku sangatlah panas mendengar kalimat itu. Keburukan yang didapatkan karena berzina memang akan selalu melekat pada diri orang yang melakukannya, bahkan saat dia sudah berubah sekalipun. Dimata manusia itu akan tetap menjadi topik yang akan dibicarakan meskipun waktu sudah berlalu dan pelaku sudah bertaubat. Apa lagi untuk wanita yang melakukannya. Saat lelaki itu mengatakan hal tersebut, ingin rasanya aku menghajarnya saat itu juga. Namun lagi-lagi aku b
"Zay, jangan memaksaku seperti ini. Kita bisa melakukannya dengan cinta seperti dulu," ucapku sambil menutup mata saat bibirnya hendak menciumku. "Kamu mau melakukannya dengan cinta?" bisiknya di telingaku. Aku mengangguk mengiyakan, "Iya di kamarku," sahutku. Sejujurnya aku sangat jijik saat mengatakan hal itu, tapi aku menahan diri. Aku harap dia percaya dan akan bangun dari atas tubuhku. "Iya bangunlah, kita akan melakukan dengan cinta seperti dulu," bujukku lagi. Lelaki itu percaya, melepaskan cengkraman tangannya dan melepaskan tubuhku dari kungkungannya. Aku bangun dari posisiku dan merapikan rambutku yang berantakan. Saat kulihat Zayden lengah, aku segera berlari sekencang-kencangnya menuju kamar, lalu menguncinya dari dalam. Dari dalam kamar, kudengar umpatan dan makin keluar dari mulut lelaki itu. Aku tidak peduli, aku harap diriku akan aman berada di dalam kamar ini. Pintu kamar ini cukup kokoh, mungkin jika dia mendobraknya akan butuh waktu lama dan aku harap saat it
"Hai anak-anak apa kalian sudah makan?" suara mama mengurai perdebatan kami. Mama memang senang menyediakan makan jika kami berkumpul dirumah dulu, mama yang hanya memiliki satu orang putri senang jika ada banyak orang dirumah. Apalagi teman-temanku adalah anak-anak yang baik, mereka tidak pernah neko-neko. Itulah yang membuat mama suka jika mereka datang dan aku berteman dengan mereka."Belum Tante," sahut Ziva. "Ayo kalau begitu kita makan rame-rame, pasti seru. Tante sudah selesai masak. Kebetulan masak banyak, seperti merasa akan ada tamu yang datang," ujar mama. "Ayo makan, aku juga sudah lapar," ajakku pada mereka semua. Kami berempat serentak berjalan menuju pintu keluar dan mengikuti mama. "Alesha, aku mau bicara sebentar," ucapku begitu melihat Rivani dan Ziva sudah keluar terlebih dahulu. "Kenapa?""Kamu tadi mau menceritakan tentang apa yang terjadi antara aku dan Zayden?""Enggak, aku hanya sedikit kelepasan," sanggah Alesha. Kelepasan dia bilang, sesuatu sebesar it
Pada akhirnya kami memberikan nama Ammar pada anak ketiga kami, nama itu memiliki arti yang bagus dan juga termasuk paduan dari namaku dan nama mas Damar.Kami dikaruniai lagi anak laki-laki yang lucu. Dulu saat kami begitu ingin Yang Kuasa belum berkenaan memberikannya, sekarang dengan mudahnya semua diberikan kepada kami. Seperti itulah rezeki, jika belum menjadi hak kita meskipun hampir ada dalam genggaman tetap saja akan terlepas juga. Semua keluarga lagi-lagi berkumpul di rumah ini untuk ikut berbahagia bersama kami. Hanya Nisa dan suaminya yang tidak bisa datang karena sedang hamil juga. Akhirnya adik iparku itu juga hamil saat ini. "Apa kamu masih tidak suka papa menjodohkanmu dengan pria pilihan papa?" tanya papa sambil mengelus kepalaku. Aku sedang berada di kamar membereskan baju-baju juga hadiah dari teman-temanku dan keluarga kami untuk baby Ammar dan papa barusan masuk ke kamarku sambil membawa hadiahnya untuk cucunya. "Kenapa papa bilang seperti itu, kalau aku menye
POV DAMAR____________Aku sudah menyiapkan semua sebelum berangkat ke rumah sakit. Termasuk melakukan reservasi hotel didekat rumah sakit. Aku pikir jika belum ada pembukaan atau baru pembukaan awal, kami akan menginap di hotel terdekat dengan rumah sakit. Mengingat hari ini sudah masuk Hpl nya, agar tidak terlalu jauh mondar mandir dari rumah ke rumah sakit. Si kembar sudah aman bersama dengan neneknya, jadi kami tidak perlu mengkhawatirkan mereka berdua untuk saat ini. Kami berjalan beriringan menuju kamar hotel yang sudah kami pesan, beristirahat dan rileks sebelum melahirkan mungkin bisa juga menjadi pilihan untuk Amelia saat ini. "Mau istirahat atau mandi dulu," tanyaku begitu kami memasuki kamar. "Aku ingin rebahan dulu mas," jawabnya sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur yang cukup luas untuk kami berdua. Aku meletakkan beberapa barang bawaan yang tadi sempat aku bawa serta kedalam kamar. Setelah itu ikut merebahkan diri disampingnya. Aku mengelus-elus pinggangn
"Perut mama besar ya?" tanya Yumna sambil memegang perutku yang sudah membuncit."Iya, ada adiknya, Sayang," jawabku sambil membelai rambutnya. "Boleh sayang adik?" kali ini Zikri yang datang menghampiriku. "Tentu boleh," jawabku sambil merentangkan kedua tanganku. Membiarkan kedua anak tersebut memeluk perutku. "Wah adiknya bergerak-gerak," pekik Yumna kegirangan. Sepertinya dia merasa gerakan yang ada di perutku, yang barusan juga aku rasakan. "Hai anak-anak, kalian sedang apa?" tanya mas Damar yang baru selesai mandi. Dia baru saja pulang dari bekerja meskipun baru tengah hari."Ada adik di dalam sini, dan dia bergerak-gerak," seru Yumna kegirangan."Apa kalian sayang adik?" tanya mas Damar lagi. "Sayang ... sayang," pekik ke-duanya sambil loncat-loncat. "Mau segera betemu dengan adik?" tanya mas Damar sambil mengelus perutku. "Mau!" jawab Zikri. "Kalau begitu hari ini Yumna sama Zikri menginap di rumah nenek yaa, mama sama papa mau ke dokter biar adiknya cepat keluar."
POV FARHANKu kecup kening wanita berpipi tirus yang tertidur di samping kemudian aku menyelimutinya. Siang tadi dia pingsan lagi gara-gara panik memikirkan putranya. Entah apa penyebabnya, jika panik melandanya dia akan pingsan. Kuhela nafas panjang sambil menatap langit langit kamar kami, begitu banyak cobaan yang menimpanya hingga dia seperti ini dan aku adalah salah satu orang yang mempunyai andil dalam penderitaan yang menimpanya. Beruntungnya dia tidak mengalami depresi meskipun banyak hal yang dia pendam.Malam itu saat dia tidak sadar karena ku beri obat tidur aku menggaulinya. Aku berpikir saat umi menyuruhku untuk menjemputnya di malam hari, itu adalah sebuah keberuntungan buatku. Beberapa kali melihatnya timbul keinginanku untuk mencicipi tubuhnya. Hingga saat umi memintaku untuk menjemputnya kemudian mengantarkannya ke pesantren aku malah membawanya ke rumah kami setelah dia tidak sadar karena obat yang aku berikan.Namun aku mendapati sebuah kecewakan, ternyata dia tid
Rivani dan Ziva berserta para suaminya sudah pulang karena waktu semakin sore. Di rumah tinggal aku dan Alesha juga si kecil Yumna. Alesha belum pulang karena menunggu suami dan anaknya. Mereka pergi sejak tadi dan belum juga pulang.Alesha mencoba untuk menelepon suaminya, Farhan. Namun sepertinya tidak tersambung, mungkin smartphone milik suaminya itu kehabisan baterai atau bagaimana. Makin lama aku melihatnya sepertinya Alisa mulai nampak khawatir dann panik."Kenapa alesha?" tanyaku. "Nomor telepon Mas Farhan tidak bisa dihubungi, kenapa ya? Mereka sudah pergi sejak tadi tapi kok tidak pulang-pulang aku takut mereka kenapa-napa," jawab Alesha."Tenang saja kan mereka pergi bersama mas Damar juga. Nanti kalau sudah selesai urusannya pasti mereka akan kembali," ucapku menenangkannya."Aku coba telepon mas Damar ya, siapa tahu nomornya bisa dihubungi," ucapku sambil mencari ponsel milikku.Alisa mengangguk tapi terus mondar-mandir di ruangan sambil melihat ke arahku. Begitu menemuka
POV DAMARAmelia datang ke teras belakang dengan wajah panik, seperti ada sesuatu yang terjadi di depan sana entah apa itu."Ada apa?" tanyaku begitu dia menghampiriku."Di depan ada Bisma," ucapnya sambil menatap ke arah suami alesha, Farhan.Aku bisa menduga kenapa kekhawatiran terlihat diwajahnya. Mungkin saja diia mengira Bisma akan melakukan hal-hal yang tidak kami inginkan."Tenanglah aku akan ke sana menemuinya," ucapku menenangkan istriku"Aku ikut," sahut Farhan.Aku dan Amelia saling berpandangan sepertinya Farhan sudah mengetahui atau mungkin sudah pernah mendengar nama Bisma."Ada apa?" tanya suami Rivani."Bukan apa-apa, hanya sepupuku datang bertamu. Sebentar ya kalian tidak apa-apa kan aku tinggal di sini," ucapku yang dibalas anggukan oleh kedua suami dari teman Amel ini.Aku bergegas ke depan diikuti oleh Amelia dan juga Farhan. Terlihat Bisma sedang duduk di teras dengan santainya di antara para wanita-wanita yang menghadang di depan pintu."Sepertinya di rumahmu sed
"Jangan menyebut nama dia lagi di hadapanku. Jangan sebut dan menceritakan wanita lain saat kita berdua, aku tidak suka," ucap mas Damar pelanBenar kata suamiku ini, seharusnya aku tidak melakukan hal-hal seperti itu apalagi saat hanya berdua dengannya. "Tapi aku hanya ....""Sssttt!"Mas Damar meletakkan telunjuknya di bibirku, tidak membiarkan aku mengatakan lagi apapun apa yang ingin aku katakan. Padahal aku mau memberitahu perubahan Alesha saat ini, atau mengatakan jika dia sudah bersuami."Apapun alasannya jangan menceritakan wanita lain dihadapkanku, suamimu," ucap mas Damar."Dari Abdullah ibn Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Nabi ﷺ bersabda: Janganlah seorang istri menceritakan seorang perempuan lain lalu menyifati (kecantikan) wanita itu kepada suaminya seakan-akan ia (suami) melihatnya,” lanjutnya mengutip sebuah hadits." Hadist ini riwayat Bukhari dan sahih," ucap mas Damar lagi. "Meksipun aku mau menceritakan perubahannya?" tanyaku lagi."Apapun dan siapapun, bai
Papa dari si kembar menyambut kedatangan kami di depan pintu begitu mendengar suara mobil yang aku kendarai masuk ke halaman. Rumah yang di beli mas Damar dulu adalah sistem cluster, tidak ada pagarnya, hanya ada satpam di pintu masuk depan perumahan sana yang menjaga dan mengawasi setiap orang yang masuk area perumahan sini. Rata-rata satpam itu sudah mengenal wajah-wajah penghuni setiap cluster yang mereka jaga. Anak-anakku langsung menghambur ke pelukan papanya dan mencium tangannya, lalu tanpa disuruh masuk ke rumah. Biasanya mereka akan mencuci kaki dan tangan lalu melakukan apa saja yang ingin mereka lakukan. "Bagaimana tadi acaranya?" tanya mas Damar begitu kami berjalan beriringan masuk kedalam rumah. "Aku merindukanmu," ucapku sambil mendaratkan ciuman di pipinya.Setelah melakukan itu, aku bergegas berjalan lebih dahulu meninggalkan mas Damar. "Hei, ditanya apa di jawab apa," seru mas Damar sambil mengejarku yang sedang masuk ke kamar."Mas, aku mandi dulu yaa. Tolong li
Alesha menyeka air matanya begitu dia selesai bercerita, kami hampir tidak bisa berkata apa-apa mendengar ceritanya barusan. Aku tidak menyangka dia melewati saat-saat yang begitu menyedihkan dan menyakitkan baginya. Aku rasa itu lebih parah daripada yang aku rasakan dulu, aku masih mendapatkan cinta dari suamiku meskipun aku dimadu. Namun dirinya tak pernah mendapatkan dari cinta dari laki-laki manapun, bahkan Bisma yang membuatnya hamil pun tidak memberikan cinta padanya. Tapi mereka melakukan karena saling memberi keuntungan. "Lalu sekarang kamu masih bersama dengan pria itu," tanya Ziva kesal.Alesha menjawab pertanyaan Ziva tersebut dengan anggukan."Kenapa kamu bertahan dengan laki-laki yang seperti itu sih? tanya Rivani."Karena sekarang dia sudah berubah tidak seperti dulu lagi. Dia sudah menjadi suami yang bertanggung jawab dan menyayangiku," jawab Alesha."Lalu kenapa kamu masih seperti kurang bahagia dan kurus seperti ini," tanyaku tidak percaya."Ini karena aku masih m