...Hari telah berlalu. Pagi-pagi betul, dokter Ma telah datang untuk memeriksa kondisi kesehatan Shen Yiyi ketika gadis itu baru saja terbangun dari tidurnya."Selamat pagi, Nona," sapa dokter Ma kepada Shen Yiyi yang sudah terduduk di atas ranjangnya."Selamat pagi, dokter," sahut Shen Yiyi. "Apakah hari ini aku bisa pulang?!" tambah gadis itu tidak sabar.Mendengar pertanyaan itu, dokter Ma langsung mengambil laporan kesehatan terakhir milik Shen Yiyi yang telah disodorkan oleh para perawat disampingnya. Pada laporan terakhir yang dilihatnya. kondisi Shen Yiyi memang dikatakan sudah sangat baik sehingga gadis itu sudah tidak memerlukan perawatan lanjutan lagi."Anda sudah boleh pulang, Nona," ucap dokter Ma."Wah, bagus sekali. Kalau Mu Shenan bagaimana? Apa dia sudah boleh pulang juga atau bagaimana?" tanya Shen Yiyi dengan penuh penasaran.Dokter Ma menaikkan kaca-matanya. Setelah dia memberikan resep vitamin kepada perawat disebelahnya, dia langsung menatap Shen Yiyi untuk men
.. .Kegagalan adalah sesuatu yang saat ini dialami oleh seorang gadis muda dengan pakaian berwarna peach itu. Sedari tadi, gadis itu tampak merenung dan tidak ada apapun yang terpancar dari dua bola matanya selain sebuah tatapan kosong nan menyedihkan di dalamnya.Di dalam ruangan yang begitu sepi itu, Shen Yiyi terduduk di pinggiran ranjang sementara kedua tangannya memegang sebuah piring berwarna putih dengan salad buah di atasnya. Tanpa berbicara, dia terus menyuapkan potongan-potongan buah itu ke dalam mulut seorang pria yang hanya terdiam memandangnya.“Shen Yiyi, kau kenapa?” tanya pria tampan itu sembari mencoba mengambil alih piring yang dipegang oleh gadis itu.Shen Yiyi menolak. Dia bersikukuh memegang piring kecil itu dan terus menyuapi suaminya sementara pikirannya terus kemana-mana memikirkan sesuatu yang tidak dapat dimengerti oleh pria disampingnya.“Gadis bodoh, apa ada yang membulimu?” tanya Mu Shenan berh
. . . Siang itu suasana di lobi rumah sakit terlihat sedikit ramai. Para petugas administrasi terlihat begitu sibuk di depan meja administrasi panjang yang terbuat dari bahan marmer hitam, sementara para pengunjung menunggu di ruang tunggu dengan kursi-kursi besi panjang berwarna putih yang hampir penuh disana. Disepanjang perjalanan menuju ke depan pintu keluar lobi itu, Shen Yiyi melayangkan pandangannya untuk melihat mereka semua yang sedang berlalu-lalang. Ada yang sedang menangis, ada yang sedang menunggu dengan tatapan hampa, dan juga ada yang mengetuk-ngetukkan kakinya karena kekhawatiran yang mungkin dirasakannya. Mereka semua nampak putus asa, hampir sama dengan apa yang saat ini dialami oleh Shen Yiyi. Shen Yiyi mulai mendekati pintu keluar yang hanya berjarak beberapa meter darinya itu. Shen Yiyi sedikit menepi setelah ia melihat pintu itu penuh sesak dengan kehadiran sebuah keluarga besar yang baru saja datang kesana. Salah satu wanita tua yang berjalan di tengah kelu
. . . Dalam 30 menit, ciuman panas itu akhirnya berakhir. Mu Shenan menarik paksa bibirnya sendiri karena ia tahu bahwa pasti akan sangat sulit untuk mengendalikan dirinya sendiri apabila dia tidak menghentikannya saat itu juga. Dengan nafas yang masih memburu, pria itu lantas melihat ke beberapa tanda merah pada leher isterinya. Dia cukup puas! Setidaknya, beberapa tanda kebiruan itu akan tetap berada disana selama beberapa hari ke depan. “Em, Yiyi. Pakailah jaketmu,” ucap Mu Shenan seraya melirik kebagian dada milik wanita itu. Kancing itu sudah lepas dua dengan untaian benang yang masih menjulai diujungnya. Entah kemana dua kancing berwarna biru itu terlempar, Mu Shenan tidak tahu. Tetapi yang jelas, dia sudah cukup puas menikmati sebagian kecil apa yang ada didalamnya tanpa perlawanan yang berarti dari isteri yang mengharapkan bantuannya itu. Mu Shenan melihat kedua pipi Shen Yiyi yang masih memerah. Meskipun gadis itu kesal, tapi pipi merona diwajahnya cukup menunjukkan bah
. . . Sinar matahari telah tenggelam di kota S. Dentang suara jam dinding yang ada di kediaman Shen telah menunjukkan tepat pukul 18.00 petang. Orang-orang mulai berdatangan dan sesekali mereka memuji apa yang mereka lihat. Halaman rumah berukuran besar disana tampak begitu mewah dengan dekorasi lampu-lampu kristal berwarna putih kekuningan. Meja-meja perjamuan telah disiapkan, penuh dengan menu-menu terkenal yang dipesan dari Shangri La, salah satu tempat termahal di kota S. Ditambah, rangkaian-rangkaian bunga yang ditata begitu menawan, semakin menyemarakkan acara ulang tahun yang ditujukan bagi seorang kakek tua berusia lebih dari 80 tahun itu. Suasana di halaman kediaman Shen nampaknya sangat berbeda dengan sebuah kamar dilantai dua. Pintu pada kamar itu masih tertutup rapat. Tidak ada suara sedikitpun selain deru nafas lembut seorang wanita yang saat ini masih berbaring di tempat tidurnya. Sesekali bulu mata lentiknya mengerjap. Suara gedoran pada pintu kamarnya terdengar su
...Mendekati pukul 19.00 malam, halaman rumah kediaman Shen semakin ramai. Orang-orang terlihat menikmati jamuan di seluruh halaman mewah disana. Namun tidak sedikit pula yang memilih untuk berada di ruang utama keluarga Shen yang ditata layaknya ballroom sebuah hotel."Pestanya meriah sekali meskipun diadakan di rumah," kata salah satu tamu disana."Benar. Aku dengar pesta keluarga Shen awalnya akan diadakan di hotel Shang Ri La. Tapi presidir Shen sedang tidak enak badan, jadi cucunya yang bernama Wei Yuna memindah acara itu disini," terang yang lainnya."Wei Yuna? Apakah dia adalah wanita cantik berbaju merah di depan?" tanya tamu itu kembali."Iya... itu dia," sahut yang lainnya."Benar-benar cantik. Mungkin setelah ini aku akan memberitahukan pada putraku untuk berkencan dengannya," sahut orang itu lagi.Kemeriahan disana begitu nampak manakala orang-orang mulai berkelompok dan berbincang-bincang dengan orang-orang yang mereka kenal. Canda tawa ada dimana-mana. Mereka saling b
...Acara megah itu telah dimulai. Beberapa penyanyi ternama seperti Li Hua, Chen Yan, beserta group musik mereka, nampak menyanyikan lagu-lagu klasik yang membuat suasana pada malam itu terlihat begitu hidup.Semua orang bergembira. Tanpa sungkan, para pasangan paruh baya dan tetua disana mulai berdansa untuk mengenang memori kebahagiaan mereka di masa silam. Ketua Li dengan isterinya, Mayor Tan dengan kekasih tua-nya, dan bahkan teman veteran presidir Shen juga maju untuk menunjukkan kepiawaian mereka.Wei Dong nampak menginginkan juga kemesraan yang ditampilkan oleh para tamu undngan itu. Dari sisi sayap kanan halaman luas disana, dia melirik sang isteri yang terlihat anggun malam ini dalam balutan kain Cheongsam berwarna merah keemasan. Dia berpikir untuk mengajak wanita itu berdansa sehingga dia menyeberang para kerumunan tamu untuk segera menghampirinya."Isteriku... berdansa-lah denganku," ucap Wei Dong sambil mengulurkan tangannya.Shen Ara nampak terdiam. Dalam hati dia mer
...Kedua kakinya bergetar dan keringat dingin mulai membasahi paras cantik gadis bergaun hitam di sudut halaman kediaman Shen. Entah mengapa, sekelebat memori dalam benaknya mulai bermunculan seakan memberinya peringatan kepada jiwanya yang sedang resah."Shen Yiyi, aku akan membunuhmu!" teriak suara itu di dalam ingatannya.Pisau yang berlumuran darah kembali mencuat pada otaknya yang seketika membuatnya merasakan sensasi sakit pada perutnya. Kala itu, sebilah pisau benar-benar menikamnya hingga ia mati dalam kengerian dan kegelapan malam.Shen Yiyi sedikit goyah. Pijakan kakinya mulai lemah akibat serangan psikologis yang mendadak diterimanya. Benar-benar sakit hingga dadanya terasa penuh sesak!"Nona, anda kenapa?" tanya bibi Zhang segera menghampirinya.Shen Yiyi tersadar. Dia menggelengkan kepalanya dan memegang lengan kepala pelayan itu untuk sedikit menenangkan dirinya."Nona, jika anda kurang nyaman, naiklah ke atas," pinta bibi Zhang merasa iba.Shen Yiyi tersenyum hangat.