Eldino mengalami kecelakaan tepat di hari ulang tahunku.Waktu itu, aku sedang merayakan ulang tahunku dengan gembira bersama Reyhan dan kedua orangtua kami.Saat temanku memberitahuku kabar itu, aku hanya mengatakan bahwa Eldino pantas mendapatkannya, lalu mematikan layar ponselku.Sejak saat itu, kisah cintaku dengan Eldino pun berlalu begitu saja.Bonus cerita dari sudut pandang Eldino:Setelah putus dengan Arissa, aku baru menyadari kenapa dia memperlakukanku dengan begitu dingin sebelum pergi.Ternyata selama ini dia sudah tahu bahwa kakiku sudah sembuh, dia hanya diam saja.Kemungkinan besar pada saat itulah Arissa menyerah atasku.Aku mendadak teringat sesuatu.Waktu Adena melingkarkan syal rajutannya ke leherku.Arissa sama sekali tidak menangis dan hanya menatapku dengan tenang.Sepertinya, dia juga sudah tahu bahwa aku menggunakan syal rajutannya untuk membuat kandang anjing liar.Sejak saat itu, firasatku jadi aneh.Aku tidak bisa menjelaskannya, yang jelas rasanya seperti a
Detik berikutnya, ibuku membalasku dengan pesan suara.Suaranya terdengar kaget dan senang."Akhirnya kamu mau juga, Rissa! Sudah Ibu bilang si Eldino itu nggak pantas buatmu!""Sebentar lagi akan Ibu kirimkan nomor rekan kencan butamu."Aku memberi tahu ibuku bahwa aku akan pulang tiga hari lagi.Tepat setelah telepon kami berakhir, gagang pintu pun berputar.Eldino yang merupakan salah satu pemeran utama dalam video itu datang menggunakan kursi rodanya.Dia mengernyit menatapku yang duduk di sofa, lalu memarahiku seperti biasa."Bukannya kamu mau merayakan ulang tahunku? Kenapa malah duduk diam?"Kue yang kubuat untuknya tergeletak tenang di dalam tempat sampah.Aku menatap Eldino itu dengan saksama, lalu pandangannya beralih ke kakinya.Sepertinya dia merasa bersalah, dia tidak berani menatapku untuk sesaat.Dia malah memalingkan wajahnya dengan panik sambil berkata dengan tidak sabar."Sudahlah, sudah kuduga kamu memang nggak bisa diandalkan. Aku juga nggak berharap kamu mau memban
Suara Eldino yang tidak sabar pun menyentakkanku kembali dari lamunanku."Arissa, kamu tuli? Nggak dengar tadi kusuruh buatkan Dena secangkir kopi?"Aku menarik napas dalam-dalam.Sabar, sabar.Aku hanya perlu bersabar selama tiga hari lagi, lalu aku bisa menyingkirkan pria satu ini.Namun, Adena malah membelaku."Eldino, jangan begitu dengan Kak Arissa. Mungkin dia nggak dengar karena lelah mengurusmu akhir-akhir ini."Matanya pun melirik ke arah kaki Eldino, entah dia sengaja atau tidak.Eldino tidak akan terima orang lain membicarakan kakinya.Dia menatapku dengan marah sambil berkata dengan nada rendah."Arissa, sok sekali kamu, ya? Kamu itu memang berkewajiban mengurusku! Siapa suruh kamu jadi pacarku?"Dia menggertakkan gigi sambil menatapku."Sebentar lagi sudah bukan."Aku menyahut.Ini adalah kali pertama aku tidak menghormati Eldino.Eldino tidak merespons.Dia hanya memelototi ekspresiku yang terlihat biasa-biasa saja, lalu meminta Adena mendorongnya keluar untuk menenangkan
Eldino menatapku dengan amarah yang tertahan.Sikapku malam ini benar-benar berbeda dari biasanya.Selama ini aku selalu menurut pada Eldino, tetapi hari ini aku terus menentangnya.Aku juga terlalu malas untuk ambil pusing dengannya.Dering ponsel Eldino tiba-tiba memecahkan suasana hening di antara kami.Aku langsung tahu itu pasti telepon dari Adena."Halo, Eldino? Apa sekarang kamu lagi di rumah? Ada orang yang terus mengetuk pintuku. Aku takut."Suara Adena terdengar kasihan dari ujung telepon sana.Eldino mengernyit bingung.Dia bilang akan tiba sekitar sepuluh menit lagi. Dia menenangkan Adena sebentar, lalu menutup telepon.Saat menyadari tatapanku yang tertuju padanya, Eldino pun mencoba menjelaskan."Rumah salah seorang karyawan perusahaan mengalami masalah, aku harus ke sana."Apa Eldino pikir aku ini tuli dan tidak bisa mendengar percakapan mereka barusan?Namun, aku juga merasa terlalu malas untuk berdebat dengan Eldino. Aku hanya mengiakan singkat dan tidak berkata apa-ap
Aku sontak terkejut. Ini kali pertama dia membuatkanku sarapan.Setelah bersih-bersih, aku duduk di ruang makan dan melihat Adena di dapur.Dia terlihat sibuk di sana seolah-olah dialah nyonya di rumah ini.Malah aku yang jadi terkesan seperti orang luar.Adena pun menghidangkan sarapan yang sudah dia buat ke atas meja dengan ramah."Ayo coba cicipi masakanku, Kak Arissa."Nada bicaranya terdengar riang.Jika bukan karena dia menatapku dengan sikap bermusuhan, aku pasti akan mengira ini semua makanan yang lezat.Sayang sekali.Aku makan beberapa suap, tetapi Eldino kemudian menyadari ekspresiku yang tidak terlihat senang.Dia akhirnya mengajakku untuk membeli pakaian.Benar-benar lucu.Selama empat tahun kami pacaran, belum pernah sekalipun dia belanja baju bersamaku.Dia selalu bilang tidak punya waktu karena sibuk di perusahaan dan aku harus mengurusnya.Namun, dia malah mendadak mengajak Adena jalan-jalan ke luar negeri.Aku tersenyum mengejek.Eldino menatapku dan menungguku memutu
Setelah aku pergi, barulah Eldino menyadari ada yang tidak beres.Dia sontak merasa panik.Dia sebenarnya sudah mendapatkan firasat buruk.Dia memacu mobilnya secepat mungkin di sepanjang perjalanan pulang, lalu segera membuka pintu.Rumahnya sudah kosong.Karena aku sudah membersihkan segala sesuatu yang berkaitan denganku.Di atas meja, hanya ada fotoku dengan Eldino satu-satunya. Itu pun dengan kondisi bagian wajahku sudah kubuang.Foto itu hanya menyisakan wajah Eldino yang sedang tersenyum ke arah kamera.Eldino pun membuka pintu kamar dengan gemetar.Tentu saja.Aku juga sudah menghapus bersih semua yang terkait tentangku di dalam sana.Aku menghilang tanpa jejak dalam sekejap.Eldino membuka kunci layar ponselnya dengan tangan yang gemetar, lalu segera membuka kotak obrolan denganku.Dia baru teringat bahwa sudah mengatur agar notifikasi dariku tidak mengganggunya.Aku mengirimkan dua kalimat kepadanya."Kita putus saja.""Aku paling benci dikhianati dan dibohongi."Eldino pun b
"Halo, namaku Reyhan Sidona."Pria ini terlihat sopan dan beretika.Namun, kenapa nama itu terdengar sangat familiar?Aku jadi agak curiga.Reyhan tertawa kecil melihatku kebingungan."Kamu lupa, ya? Kita pernah main bareng waktu masih kecil."Aku sontak menatapnya dengan kaget.Kamu ... anak tetangga yang gemuk itu?"Reyhan mengangguk sambil tertawa.Aku benar-benar kaget.Reyhan yang ada di hadapanku saat ini justru terlihat tampan dan memikat.Masa iya dia ini orang yang sama dengan anak tetangga yang dulu selalu mengikutiku ke mana-mana dengan hidung yang meler dan bahkan bilang ingin melindungiku itu?Aku pun berhenti melamun dan mulai mengobrol dengan Reyhan.Obrolan kami berjalan dengan lancar.Dia bahkan mengantarku pulang selayaknya pria sejati.Di tengah jalan, dia masih bercanda denganku.Dia bilang aku pernah mengatakan ingin menikah dengannya sewaktu masih kecil.Aku hanya balas tersenyum dengan kikuk.Reyhan pun memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan menatapku dengan s
Eldino mengalami kecelakaan tepat di hari ulang tahunku.Waktu itu, aku sedang merayakan ulang tahunku dengan gembira bersama Reyhan dan kedua orangtua kami.Saat temanku memberitahuku kabar itu, aku hanya mengatakan bahwa Eldino pantas mendapatkannya, lalu mematikan layar ponselku.Sejak saat itu, kisah cintaku dengan Eldino pun berlalu begitu saja.Bonus cerita dari sudut pandang Eldino:Setelah putus dengan Arissa, aku baru menyadari kenapa dia memperlakukanku dengan begitu dingin sebelum pergi.Ternyata selama ini dia sudah tahu bahwa kakiku sudah sembuh, dia hanya diam saja.Kemungkinan besar pada saat itulah Arissa menyerah atasku.Aku mendadak teringat sesuatu.Waktu Adena melingkarkan syal rajutannya ke leherku.Arissa sama sekali tidak menangis dan hanya menatapku dengan tenang.Sepertinya, dia juga sudah tahu bahwa aku menggunakan syal rajutannya untuk membuat kandang anjing liar.Sejak saat itu, firasatku jadi aneh.Aku tidak bisa menjelaskannya, yang jelas rasanya seperti a
Setelah itu, dia bergegas maju dan memukuli Eldino bertubi-tubi.Reyhan pun membentak."Siapa suruh kamu menindas Arissa, hah! Berani-beraninya kamu membuat gadis yang sangat kusayangi menangis!"Aku refleks mengusap wajahku, ternyata aku menangis.Eldino pun tersadar, lalu mulai melawan.Mereka berdua akhirnya berkelahi dengan sengit.Aku berusaha melerai mereka berdua, lalu akhirnya menatap Eldino dengan tajam.Kemudian, aku mengeluarkan tisu dari dalam tasku dan mengelap luka di wajah Reyhan dengan hati-hati.Eldino menatapku dengan sorot tercekat, dia menelan ludahnya dengan susah payah."Arissa, kenapa kamu malah mengabaikanku ...."Aku tidak mengacuhkan Eldino dan terus membersihkan luka di wajah Reyhan.Reyhan menatapku dengan sorot tertahan, tetapi juga posesif.Tubuhku sontak sedikit gemetar.Reyhan menolak ajakanku untuk ke rumah sakit, tetapi aku bersikeras menyeretnya untuk mengobati lukanya.Kebetulan Eldino juga ada di sini.Adena yang sudah lama tidak kutemui berdiri di
"Halo, namaku Reyhan Sidona."Pria ini terlihat sopan dan beretika.Namun, kenapa nama itu terdengar sangat familiar?Aku jadi agak curiga.Reyhan tertawa kecil melihatku kebingungan."Kamu lupa, ya? Kita pernah main bareng waktu masih kecil."Aku sontak menatapnya dengan kaget.Kamu ... anak tetangga yang gemuk itu?"Reyhan mengangguk sambil tertawa.Aku benar-benar kaget.Reyhan yang ada di hadapanku saat ini justru terlihat tampan dan memikat.Masa iya dia ini orang yang sama dengan anak tetangga yang dulu selalu mengikutiku ke mana-mana dengan hidung yang meler dan bahkan bilang ingin melindungiku itu?Aku pun berhenti melamun dan mulai mengobrol dengan Reyhan.Obrolan kami berjalan dengan lancar.Dia bahkan mengantarku pulang selayaknya pria sejati.Di tengah jalan, dia masih bercanda denganku.Dia bilang aku pernah mengatakan ingin menikah dengannya sewaktu masih kecil.Aku hanya balas tersenyum dengan kikuk.Reyhan pun memarkirkan mobilnya di pinggir jalan dan menatapku dengan s
Setelah aku pergi, barulah Eldino menyadari ada yang tidak beres.Dia sontak merasa panik.Dia sebenarnya sudah mendapatkan firasat buruk.Dia memacu mobilnya secepat mungkin di sepanjang perjalanan pulang, lalu segera membuka pintu.Rumahnya sudah kosong.Karena aku sudah membersihkan segala sesuatu yang berkaitan denganku.Di atas meja, hanya ada fotoku dengan Eldino satu-satunya. Itu pun dengan kondisi bagian wajahku sudah kubuang.Foto itu hanya menyisakan wajah Eldino yang sedang tersenyum ke arah kamera.Eldino pun membuka pintu kamar dengan gemetar.Tentu saja.Aku juga sudah menghapus bersih semua yang terkait tentangku di dalam sana.Aku menghilang tanpa jejak dalam sekejap.Eldino membuka kunci layar ponselnya dengan tangan yang gemetar, lalu segera membuka kotak obrolan denganku.Dia baru teringat bahwa sudah mengatur agar notifikasi dariku tidak mengganggunya.Aku mengirimkan dua kalimat kepadanya."Kita putus saja.""Aku paling benci dikhianati dan dibohongi."Eldino pun b
Aku sontak terkejut. Ini kali pertama dia membuatkanku sarapan.Setelah bersih-bersih, aku duduk di ruang makan dan melihat Adena di dapur.Dia terlihat sibuk di sana seolah-olah dialah nyonya di rumah ini.Malah aku yang jadi terkesan seperti orang luar.Adena pun menghidangkan sarapan yang sudah dia buat ke atas meja dengan ramah."Ayo coba cicipi masakanku, Kak Arissa."Nada bicaranya terdengar riang.Jika bukan karena dia menatapku dengan sikap bermusuhan, aku pasti akan mengira ini semua makanan yang lezat.Sayang sekali.Aku makan beberapa suap, tetapi Eldino kemudian menyadari ekspresiku yang tidak terlihat senang.Dia akhirnya mengajakku untuk membeli pakaian.Benar-benar lucu.Selama empat tahun kami pacaran, belum pernah sekalipun dia belanja baju bersamaku.Dia selalu bilang tidak punya waktu karena sibuk di perusahaan dan aku harus mengurusnya.Namun, dia malah mendadak mengajak Adena jalan-jalan ke luar negeri.Aku tersenyum mengejek.Eldino menatapku dan menungguku memutu
Eldino menatapku dengan amarah yang tertahan.Sikapku malam ini benar-benar berbeda dari biasanya.Selama ini aku selalu menurut pada Eldino, tetapi hari ini aku terus menentangnya.Aku juga terlalu malas untuk ambil pusing dengannya.Dering ponsel Eldino tiba-tiba memecahkan suasana hening di antara kami.Aku langsung tahu itu pasti telepon dari Adena."Halo, Eldino? Apa sekarang kamu lagi di rumah? Ada orang yang terus mengetuk pintuku. Aku takut."Suara Adena terdengar kasihan dari ujung telepon sana.Eldino mengernyit bingung.Dia bilang akan tiba sekitar sepuluh menit lagi. Dia menenangkan Adena sebentar, lalu menutup telepon.Saat menyadari tatapanku yang tertuju padanya, Eldino pun mencoba menjelaskan."Rumah salah seorang karyawan perusahaan mengalami masalah, aku harus ke sana."Apa Eldino pikir aku ini tuli dan tidak bisa mendengar percakapan mereka barusan?Namun, aku juga merasa terlalu malas untuk berdebat dengan Eldino. Aku hanya mengiakan singkat dan tidak berkata apa-ap
Suara Eldino yang tidak sabar pun menyentakkanku kembali dari lamunanku."Arissa, kamu tuli? Nggak dengar tadi kusuruh buatkan Dena secangkir kopi?"Aku menarik napas dalam-dalam.Sabar, sabar.Aku hanya perlu bersabar selama tiga hari lagi, lalu aku bisa menyingkirkan pria satu ini.Namun, Adena malah membelaku."Eldino, jangan begitu dengan Kak Arissa. Mungkin dia nggak dengar karena lelah mengurusmu akhir-akhir ini."Matanya pun melirik ke arah kaki Eldino, entah dia sengaja atau tidak.Eldino tidak akan terima orang lain membicarakan kakinya.Dia menatapku dengan marah sambil berkata dengan nada rendah."Arissa, sok sekali kamu, ya? Kamu itu memang berkewajiban mengurusku! Siapa suruh kamu jadi pacarku?"Dia menggertakkan gigi sambil menatapku."Sebentar lagi sudah bukan."Aku menyahut.Ini adalah kali pertama aku tidak menghormati Eldino.Eldino tidak merespons.Dia hanya memelototi ekspresiku yang terlihat biasa-biasa saja, lalu meminta Adena mendorongnya keluar untuk menenangkan
Detik berikutnya, ibuku membalasku dengan pesan suara.Suaranya terdengar kaget dan senang."Akhirnya kamu mau juga, Rissa! Sudah Ibu bilang si Eldino itu nggak pantas buatmu!""Sebentar lagi akan Ibu kirimkan nomor rekan kencan butamu."Aku memberi tahu ibuku bahwa aku akan pulang tiga hari lagi.Tepat setelah telepon kami berakhir, gagang pintu pun berputar.Eldino yang merupakan salah satu pemeran utama dalam video itu datang menggunakan kursi rodanya.Dia mengernyit menatapku yang duduk di sofa, lalu memarahiku seperti biasa."Bukannya kamu mau merayakan ulang tahunku? Kenapa malah duduk diam?"Kue yang kubuat untuknya tergeletak tenang di dalam tempat sampah.Aku menatap Eldino itu dengan saksama, lalu pandangannya beralih ke kakinya.Sepertinya dia merasa bersalah, dia tidak berani menatapku untuk sesaat.Dia malah memalingkan wajahnya dengan panik sambil berkata dengan tidak sabar."Sudahlah, sudah kuduga kamu memang nggak bisa diandalkan. Aku juga nggak berharap kamu mau memban