Diana sudah betah bekerja di rumah majikannya, Nyonya Aminah apalagi saat ini dia sudah bisa beradaptasi dengan baik sehingga dia merasa senang dan tenang. Diana sudah dapat melunakkan hati Nyonya majikan dan tentu saja hati Farel, Tuan Mudanya. Kalau keadaan begini terus maka Diana akan bertahan sampai kontrak kerjanya selesai.
Diana sudah paham seluk beluk pekerjaan yang harus diselesaikannya setiap hari, sehingga dia sudah bisa mengatur waktu dengan baik untuk bekerja dan berisitirahat. Dia juga harus pandai membawa diri dihadapan majikannya supaya rahasianya dengan Tuan Muda tidak terbongkar di hadapan Tuan dan Nyonya majikan utama.
Diana juga membagi waktunya untuk menenangkan Tuan Mudanya, agar tidak terlalu menggebu-gebu hasratnya. Mereka harus bermain cantik dan rapih su
Farel mengajak Diana untuk berwisata ke Laut Merah, melihat dari dekat laut yang kisahnya berhubungan erat Nabi Musa dan kaumnya yang berusaha melarikan diri dari kejaran pasukan Raja Firaun. Dikisahkan ketika pasukan Nabi Musa terdesak dan didepan terbentang Laut Merah maka dengan kemukjizatan yang dimilikinya Nabi Musa membelah laut tersebut dan menyeberangkan semua kaumnya dan menenggelamkan pasukan Raja Firaun ke dalam dasar laut. Dari tepian Laut Merah ini, Diana dapat meyaksikan kemegahan masjid terapung Ar-Rahman yang berdiri kokoh di atas permukaan air laut di tepi pantai. Keindahan kawasan pesisir Jedah mereka saksikan dengan penuh takjub atas kebesaran Sang Pencipta yang sudah menciptakan kawasan nan indah ini. “Lihatlah megahnya Masjid Ar-rahman itu, Tuan Muda!” kata
Diana sedang rebahan di kamarnya saat suara dering memanggil terdengar dari HP miliknya. Dia segera bangun dan mengangkat sambungan telpon yang ternyata dari Mbak Lisa di Jakarta. Diana tak sabar mendengar kabar darinya tentang ditemukannya atau tidak kontak Bik Ros. “Hallo, Diana! Apa kabar?” tanya Mbak Lisa menyapa Diana. “Baik, Mbak! Mbak sendiri sedang apa?” jawab Diana balik bertanya kepada Mbak Lisa. “Baik juga, Diana. Mbak lagi di ruang kerja membuka buku data kalian,” kata Mbak Lisa memberitahu Diana jika saat ini dirinya sedang berada di ruangan kerjanya. 
Selama ini Diana belum pernah melihat Tuan Mudanya, Farel membawa teman ke rumah baik laki-laki maupun wanita. Entah apa mimpi Tuan Mudanya, ketika pulang kuliah sore ini membawa temannya seorang lelaki ke rumahnya. “Mbak,ambilkan minuman dingin dong!” pinta Farel kepada Diana agar menyuguhkan minuman untuk temannya tersebut. “Iya, Tuan Muda, sebentar!” ujar Diana bergegas membuatkan dua gelas minuman dingin dengan kuenya. “Ini, Tuan! Minumannya, silakan,” ucap Diana menyilakan Tuan Muda dan temannya untuk meneguk minuman dingin yang baru dibuatnya. “Shukra
Beberapa hari kemudian saat Majikannya pergi arisan ke rumah saudaranya, Kiran bertamu ke rumah yang tentu saja membuat Diana menjadi salah tingkah. Dia menemuinya di teras rumah majikannya dan melarang Kiran masuk karena melihat gelagatnya yang kurang baik. Kiran ingin sekali mengobrol dengannya di dalam rumah. “Maaf, saya takut Tuan Muda dan Majikan saya tidak berada di rumah!” ucap Diana mencoba memberi pengertian bahwa dirinya takut menerima tamu kala Majikannya tidak berada di rumah. “Tidak apa-apa, jangan takut! Mereka tidak akan tahu,” ujar Kiran mencoba membujuk Diana agar mengajaknya masuk ke dalam rumah. Diana tak bergeming, pintu segera ditutupnya
Kembali melihat perjuangan Pak Wardi dan istri untuk bertahan hidup di kawasan kaki gunung Ujan Mas, tak terasa sudah setahun berlalu kini. Pak Wardi dan Bu Wati mulai mampu beradaptasi dengan lingkungan tempatnya berkebun. Pak Wardi memulai kehidupan baru sebagai petani kopi paruhan, beberapa minggu lagi akan panen dan setelah panen tahun, Pak Wardi memutuskan untuk memaruh kebun kopi di tanah marga tapi tidak jauh dari register hutan lindung. Bu Wati tidak sudah tidak tahan berada di ketinggian dan kesunyian pematang kepala ayam, begitu menyebutnya. “Pak, setelah panen kopi tahun ini, kita jadi kan memaruh kebun kopi di tanah marga?” tanya Bu Wati kepada suaminya.
Pagi yang hangat, sehangat perasaan orang tua Diana yang kini sedang berada di pusat keramaian dimana bertemu dengan banyak orang setelah menghabiskan waktu setahun lamanya di dalam hutan belantara. Dua belas bulan lamanya, kedua suami istri menghabiskan hari-hari dalam kesunyian di tengah hutan belantara yang hanya memandang hijaunya daun pohon kopi sepanjang pematang yang berkontur pegunungan. “Nek, kita ke pasar yuk!” ajak anaknya Johan. “Nenek sih mau main ke pasar tapi kalau dapat izin dari Ayahnya?” kata Bu Wati menunjuk Johan meminta persetujuan. “Ayah, b
Sesampai di rumah, Dini masih merenungi apa yang dibicarakan oleh Ibu-ibu tadi di pasar tentang siapa sebenarnya Bu Wati dan suaminya yang memaruh kebun kopinya di kawasan, sekelebat pikirannya mulai membayangkan sesuatu yang tidak elok dipikirannya. Jika benar yang dikatakan oleh Ibu-ibu tadi berarti dia harus segera mengusir kedua tamunya tersebut agar tidak berbuat ulah di kampungnya dan akan membuat namanya jelek di muka warga penduduk kampungnya. “Mas, siapa sebenarnya Bu Wati dan suaminya?” tanya Dini kepada suaminya ingin tahu ketika dia sudah sampai rumah dan mendesak Johan untuk mengatakan kebenarannya. Johan terpaku menatap diam sang istri yang begitu penasaran deng
Hari sudah sore saat mereka tiba di rumah Pak Siasan, orang yang akan memaruhkan kebun kopi miliknya tersebut. Pak Siasan memaruhkan kebun kopi miliknya sebab dia memiliki banyak kebun kopi yang digarap oleh dia sendiri dan diparuhkan kepada orang lain, kebetulan orang yang memaruh kebun yang akan digarap oleh Pak Wardi pindah tempat jadi dia menyerahkan kebun yang dirawatnya kepada pemiliknya. “Kebetulan sekali, Nak Johan membawakan orang yang mau segera mengurus kebun saya mumpung masih belum menjadi belukar sehabis disesap terakhir beberapa minggu yang lalu sebelum di serahkan oleh pemaruhnya terdahulu,” ucap Pak Siasan gembira bisa langsung menyerahkan kebun tersebut kepada Pak Wardi untuk dirawat dan dibersihkan dari gulma pengganggu.&
Dua tahun kemudian! Hujan badai tengah melanda negeri padang pasir ini, suasana rumah begitu senyap karena ditinggal oleh tuan rumahnya menunaikan ibadah haji. Hanya dirinya dan Tuan Muda yang tinggal, sebenarnya Nyonya Aminah hendak mengajak Diana juga menunaikan ibadahhaji mumpung sedang berada di kota suci ini, sayangnya dia merasa belum tepat waktunya untuk menghadap ke baitul maqdis karena disadarinya bahwa dia sedang terbalut oleh dosa. Bukankah jika ingin menunaikan ibadah haji sebaiknya diri dalam keadaan suci sedangkan dia dalam keadaan sebagai pendosa yang selama ini dilakukannya. Dia tidak mau mengotori tempat suci itu dengan segala dosa yang telah diperbuatnya selama menjadi pembantu di rumah majikannya. Kalau ingin, siapa sih yang tidak ingin da
Untuk membuktikan kebenaran cerita Bu Jumin tentang kelakuan Bik Ros dan keluarganya, Diana sengaja menunda pengiriman uang ke rekening Risa untuk mengetahui reaksi yang akan diberikan oleh Bik Ros jika dia terlambat mengirimkan uang. Diana membiarkan saja tanggal muda berlalu di bulan ini dengan harapan akan mendapatkan pesan dari Bik Ros atau Risa mengapa dia belum berkirim uang ke kampung. Sudah hampir tanggal tujuh di awal bulan, Diana belum juga berkirim uang kepada Bik Ros dan anehnya dia belum juga mendapat pertanyaan dari kampung tentang belum dikirimnya uang ke rekening miliknya Risa. Sebenarnya di kampung, Risa sudah sangat gelisah sekali sebab di rekeningnya tidak ada saldo lagi, terakhir saldonya dia belikan sebuah HP Vivo terbaru yang lumayan ke
Diana mendapat pesan baru dari nomor yang tidak dikenalnya, itu yang membuatnya agak enggan cepat-cepat membawa pesan tersebut. Dibiarkannya dulu pesan itu mengendap di layar monitor ponsel sampai selesai pekerjaannya hari ini, barulah dia membukanya sebab rasa penasaran aka nisi pesan dan siapa pengirim pesan tersebut. Dalam hati Diana bertanya-tanya, siapakah lagi orang yang tahu nomornya kecuali Bik Ros dan keluarganya serta beberapa orang TKW yang bekerja di kota ini, yang diizinkan oleh majikannya untuk menyimpan HP di kamarnya. Kebanyak Tenaga Kerja Wanita dikota ini tidak dibolehkan menyimpan HP sebab ditakutkan melakukan suatu hal yang akan merugikan majikan, alasan itulah yang membuat banyaklah majikan di kota ini tidak mengizinkan para pembantunya memegang HP.
Keberhasilan Risa membeli motor baru, menjadikan dirinya mendapat julukan baru dari teman-teman sekelasnya yaitu the new rising star girl. Risa sangat senang dijuluki oleh rekan-rekan sekelas sebagai gadis bintang baru di sekolahnya, suatu julukan yang membuat gadis manapun menerimanya akan sangat senang. Entah criteria apa yang menobatkannya sebagai rising star di sekolahnya yang setiap tahun rutin diadakan oleh OSIS sekolah ini. “Selamat, ya Ris! Dapat juluk baru nih, gadis bintang baru di sekolah!” ucap Aisyah dan teman-teman sekelasnya memberikan ucapan selaman kepadanya. “Makasih!” sahut Risa senang, kawan-kawannya mengapresiasi julukan yang sangat ingin dida
Tak terasa hari bergenti hari, siang dan malam berputar sesuai sumbunya, demikian teratur. Itulah hukum jagat raya, berputar pada sumbunya, sehingga ada siang dan malam yang membuat kita bisa merasakan gelap dan terang. Gelap di malam hari kala waktu untuk istirahat total dari seluruh kegiatan sedangkan di siang hari saat terang, waktunya kita beraktifitas mencari nafkah dan kehidupan di muka bumi ini. Kesabaran Risa menunggu pergantian perputaran hari membawanya pada sebuah kebahagiaan sebab ditanggal muda yang sudah dijanjikan, Diana mentransfer uang sebanyak yang diperlukannya untuk membeli motor baru. Amboi, senangnya perasaan Risa ketika mengetahui di dalam rekeningnya sudah masuk uang dua belas juta rupiah.&nbs
Saat senggang, Diana mencoba memikirkan kembali permintaan Risa yang ingin membeli sepda motor dengan meminjam uang darinya. Dalam hati Diana berpikir keras, uang yang dipinjam oleh Risa takkan mungkin dikembalikan oleh Bibiknya sebab dia tahu persis penghasilan sang Paman. Paman hanya seorang penderes karet yang penghasilan setiap minggunya cukup untuk untuk membeli beras dan lauk pauk serta sedikit lebihnya jatah uang jajan dan bensin untuk Risa sekolah. Kok, aku pusing sendiri memikirkan Bibik, biarlah kuanggap dia meminjam uang tersebut dan aku tak akan menagihnya! Diana bergumam dalam hatinya berusaha menyelami keadaan ekonomi Bibiknya saat ini. Menimbang keadaan perekonomian sang Bibik membuat hatinya tambah cemas saja membayangkan kehidupan anaknya ji
Beberapa hari terakhir ini Risa menjadi bahan omongan teman-temannya di sekolah, semua karena motor butut miliknya. Roda dua miliknya dinilai sudah model lama yang ketinggalan jaman, dibandingkan dengan motor keren dan kece milik teman-temannya. Terkadang Risa merasa malu karena sering diejek oleh teman-temannya perihal motor butut yang masih dipakainya sampai sekarang. Beberapa kali Risa menyampaikan kepada orang tuanya bahwa dia ingin dibelikan motor baru yang tidak ketinggalan jaman modelnya sehingga tidak diejek lagi oleh teman-teman se kelasnya. Sayangnya permintaannya selalu ditolak oleh Bik Ros dan suaminya sebab keuangan mereka tidak cukup untuk menukar motor butut dengan yang baru sebab harga motor sekarang mahal. Risa tak kehilangan akal, berkat id
Kehadiran sebuah lemari pendingin dua pintu yang dibeli oleh Bik Ros di Toko Amta mendapatkan gunjingan dari tetangga mereka begitu kulkas tersebut tiba di rumahnya. Banyak yang bertanya dari mana Bik Ros dan keluarganya bisa mendapatkan uang untuk membeli kulkas tersebut, bukankah beban hidup mereka saat ini sedang terpuruk karena ketambahan beban membeli susunya Maya setiap minggu hasil dari menjual deresan karet di kebun milik mereka. Tetangga berusaha menyelidik asal muasal uang yang mereka dapatkan untuk membeli barang tersebut, banyak yang menebak jika Bik Ros mendapatkan kiriman uang dari kerabat atau jangan-jangan dari Pak Wardi dan istri atau Diana yang sekarang menjadi TKW di luar negeri. Tapi yang paling memungkin mengirim uang dalam keadaan seperti ini menurut warga hanya Diana, karena dia bekerja di luar negeri yang g
Melihat wajah istri yang berseri senang memunculkan petanyaan tersendiri bagi suami Bik Ros, apakah gerangan yang membuat istrinya teramat gembira, selama ini jarang sekali baginya dapat melihat senyum manis sang istri. Beban yang besar dipikulnya sejak kepergian Diana dan orang tuanya membawa perubahan sifat pada diri Bik Ros, yang dulu periang menjadii pendiam dan sensitive. “Aduh, gembiranya istriku!” goda suaminya mendekati istrinya yang tersenyum-senyum sendiri kegirangan entah apa sebabnya. “Iya, Pa. Mama sedang senang!” timbalnya kepada sang suami. “Lagi ketiban duren jatuh masak, apa?” tanya sang suami menyelidik.&nb