Usai mereka melakukan hubungan intim, Aruna pun membersihkan diri dan keluar dari kamarnya. Tampak, Latifah sang mertua tersenyum memandang menantunya yang baru keluar dari dalam kamar, usai putranya kembali dari toko emas miliknya.Dalam hati Latifah pun bergumam, ‘Semoga saja.., menantuku cepat hamil. Semoga saja Lukman setiap hari pulang sore jadi staminanya lebih bagus untuk membuat menantuku hamil.’“Maa.., mama kok melamun.., ada apa Maa?” tanya Aruna memandang ke arah Latifah di ruang keluarga.“Kemari sayang..,” pinta Latifah begitu menyangyangi Aruna. Dan Aruna yang sudah lama tidak mempunyai seorang ibu pun merasa sangat bahagia karena memiliki seorang ibu mertua yang sangat perhatian.Aruna pun duduk di sisi Latifah. Lalu, sang mertua memegang tangan menantunya dan berkata, “Aruna.., apakah pekerjaan kamu di Bank nggak buat kamu kelelahan? Mama takut kamu kecapean.”“Nggak kok Maa.., Runa kan kerjanya duduk aja,” jawabnya tersenyum memandang ke arah sang mertua.“Baga
Pagi dini hari, sekitar pukul satu pagi Tuti sang pembantu yang telah mendapat teguran langsung dari Aruna, kembali melakukan ulah dengan mendatangi kamar Ridwan dini hari. Dan saat ia keluar dari kamarnya, Iyem sesama pekerja di rumah itu telah pula mengingatkannya.“Mbak.., jangan ke kamar bang Ridwan. Nanti kak Runa tahu.., Mbak Tuti bisa di pecat,” ucap Iyem perlahan kala Tuti beranjak dari tempat tidurnya.“Yem.., jangan berisik. Ini yang terakhir kata bang Ridwan.., aku udah janji akan ke kamarnya. Kasian kalau bang Ridwan menunggu terlalu lama. Setelah itu, aku akan balik lagi. Nggak mungkin sampai pagi,” janji Tuti seraya keluar dari kamarnya menuju kamar Ridwan.Dengan mengendap-endap, Tuti berjalan perlahan menuju lantai satu tempat kamar Ridwan berada. Dan Ridwan sendiri telah menunggu Tuti dengan tidak mengunci pintu kamarnya, hingga Tuti pun dengan mudah masuk ke dalam kamar Ridwan.Sesampai di kamar itu, tampak Ridwan telah menunggu dengan tubuh polos tanpa selembar
Tuti yang diminta berpamitan dengan Latifah pun melakukan permintaan Aruna. Dan saat Aruna tengah membangunkan Lukman dari tidurnya, Ridwan bergegas menemui Tuti yang telah bersiap keluar dari rumah keluar Latifah. “Mbak.., ini ada uang sedikit untuk kamu cari kos-kos’an. Inget kamu hubungi aku kalau udah dapat kos-kos’an,” pinta Ridwan yang masuk ke dalam kamar Tuti. “Bang Ridwan, makasih. Tapi saya mau cari kerja di tempat lain aja. Soalnya saya masih punya adik yang sekolah dan orang tua saya juga udah tua. Kalau bisa tolong carikan kerjaan untuk saya di rumah teman Abang,” pinta Tuti saat menerima uang sebesar dua juta dari Ridwan. Mendengar permintaan dari Tuti, Ridwan pun berkata, “Gini aja.., kamu tunggu aku di mini market. Nanti aku jemput di sana. Inget, kamu tunggu di mini market,” pinta Ridwan dengan mengecup pipi Tuti. Setelah itu, lelaki muda itu pun keluar dari kamar Tuti sebelum Aruna memergokinya. Sementara itu, Aruna yang membangunkan Lukman justru mendapatkan ser
Usai mengantar Tuti ke mini market tempat ia akan berjumpa dengan temannya, mobil yang dikendarai oleh Lukman pun meninggalkan area parkir mini market tersebut menuju kantor Aruna. Melihat Aruna terdiam selama di dalam mobil, membuat Lukman pun bertanya padanya. “Sayang.., ada apa lagi kok mukanya cemberut seperti itu? Bukannya tadi Abang udah minta maaf..?” tanya Lukman beberapa kali menoleh kearah Aruna. Terlihat tarikan napas dalam Aruna dan pandangan matanya menyapu beberapa kendaraan yang lalu lalang dari kaca bagian depan tanpa menoleh ke arah Lukman. Mobil pun berhenti saat berada di depan lampu merah lalu lintas. Lukman dengan sabar kembali menanyakan Aruna atas kerisauan hatinya saat dilihat dari raut wajahnya yang masam. “Nggak ada apa-apa Bang. Lagi males aja ngomong sama bermuka Mobil yang di kendarai oleh Lukman pun sampai di halaman kantor Aruna. Lalu, Aruna mencium tangan suaminya. Lukman sendiri, mencium kedua pipi Aruna seraya berkata, “Ingat.., kamu sekarang istri
Aruna berjalan bersama ketiga temannya menuju mobil Lukman yang telah menunggu di parkir. Lukman yang melihat kedatangan dari ketiga wanita lain menuju ke mobilnya mengikuti langkah Aruna dari kaca spion segera keluar dari kursi pengemudi dan menyambut mereka dengan senyum yang merekah.Ketiga teman Aruna menyalami Lukman dan mengucapkan terima kasih atas oleh-oleh yang diberikan Lukman, lewat Aruna saat mereka berbasa-basi satu dan lainnya. Terlebih, Lukman juga termasuk nasabah prioritas di Bank tempat mereka bekerja.“Gimana nih, kabar pengantin baru.., kata Arun, ditunda dulu yaa punya momongannya.., biar puas pacaran dulu..,” ucap Yeni tersenyum memandang ke arah Aruna yang terlihat masih malu-malu kala ada di depan Lukman.“Nggak ditunda kok, Bu Yeni.., langsung aja biar di rumah ramai,” sahut Lukman cengengesan menanggapi pertanyaan Yeni yang ikut menyapa Lukman.“Wah.., nggak kompak dong yaa.., pasti Runa takut gemuk tuh, Pak Lukman,” sambung Sari menanggapi perbedaan kein
Mobil yang dikendarai oleh Lukman pun sampai di halaman rumah Aruna. Terlihat seorang remaja putri berlari membukakan pintu pagar berwarna biru. Di dalam mobil, Aruna tersenyum merekah kala dilihat, adik bungsunya membukakan pintu pagar tersebut. Walaupun kaca mobil tersebut rayban 60% Arumi tetap tersenyum padahal, ia tidak dapat melihat yang ada di dalam mobil tersebut.Sedangkan Aruna yang dapat melihat raut wajah Arumi yang semeringah melihat kedatangannya dengan membukakan pintu pagar, membuat hatinya begitu merindukannya. Walaupun dalam satu minggu minimal Aruna berkunjung ke rumah ayahnya, Darmawan. Tetapi rasa rindu pada adik-adiknya yang sejak kepulangan Ibunya semakin dekat, membawa Aruna setiap hari merindukan rumah sederhana itu dan penghuninya. “Rumi.., ini ada soto ayam.,.,” ucap Aruna memberikan bungkusan berisi soto ayam. “Belom makan, kan?”“Hehehehe..., iya Kak, belom makan. Terima kasih Kak Lukman, Kak Runa.”“Udah sana kamu makan aja dulu. Ajak yang lainya, b
Keesokan hari, ketika Lukman dan Aruna sarapan bersama Latifah dan Syamsudin, mereka pun membicarakan perihal rencana Lukman untuk ke Semarang. “Maa ... Hari ini saya akan ke Semarang mengantar Arimbi. Dia dapat Universitas di Semarang,” tutur Lukman disela-sela sarapan paginya. Latifah yang tahu kalau Lukman akan berziarah ke mahkam Resti hanya bisa menganggukkan kepalanya tanpa mengatakan apa pun pada Aruna. Latifah takut kalau Lukman belum pernah bercerita tentang Resti, calon istri Lukman yang wafat karena bunuh diri. Tepat pukul delapan pagi, Lukman dan Aruna pun diantar oleh Imam menuju rumah Darmawan untuk menjemput Arimbi. Tin... Tin... Suara klakson mobil Lukman berbunyi bersamaan dengan dibukakannya pintu pagar bersama dua buah koper berwarna merah berukuran sedang dan cover abu-abu berukuran kecil telah berada di teras rumah. Seluruh anggota keluarga berdiri di teras rumah saat Lukman dan Aruna keluar dari dalam mobil. Darmawan yang seharusnya telah ke kantor pun izin u
Lukman yang akan berziarah ke mahkam kekasihnya yang wafat karena bunuh diri pun meninggalkan Arimbi yang sedang merapikan kamarnya bersama David, seorang pemuda tampan bertubuh atletis seumuran Arimbi yang sejak perkenalannya dengan Lukman, telah membuat Lukman tidak menyukai lelaki tersebut karena bagi Lukman, lelaki itu tidak punya rasa hormat pada orang yang lebih tua.Walaupun, Lukman berat meninggalkan Arimbi bersama pacarnya, namun Lukman yang sudah cukup lama tidak berziarah ke mahkam Resti mau tak mau meninggalkan Arimbi bersama pacarnya di kos tersebut. Kalaupun hari itu, Lukman tidak meninggalkan Arimbi, besok saat ia pulang ke Jakarta, mereka pun akan bersama, terlebih mereka tinggal pada tempat kos yang sama. memanfaatkan kesempatan mengantar Arimbi ke Semarang sekalian mengunjungi mahkam Resti.Sementara itu, Arimbi masih merapikan barang bawaan dan baju-bajunya kala Aruna menghubunginya. Saat akan menjawab panggilan Aruna, Arimbi pun meminta pada David untuk tidak ber
Tepat pada saat kehamilan Aruna yang di prediksi oleh Lukman dan anggota keluarga mereka berusia 7 bulan. Aruna telah mengalami kontraksi dua minggu setelah Lukman mengunjungi Arimbi. Sekitar pukul 2 malam, Aruna merasakan sakit pada perutnya, hingga ia pun meminta pada Lukman untuk mengantarnya ke Rumah Sakit.“Bang, sakit sekali perutku,” keluh Aruna dengan keringat yang membasahi baju dasternya kala menahan rasa sakit teramat sangat pada perutnya.“Apa kamu akan melahirkan? Bukankah, baru kita membuat selamat 7 bulan seminggu lalu,” ungkap Lukman saat Aruna pucat pasi menahan sakit pada perutnya.Latifah yang mendengar rasa sakit pada perut Aruna pun terbangun di tengah malam buta. Wanita yang sangat berbahagia dengan kehamilan Aruna justru meminta Lukman untuk bersiap-siap membawa Aruna ke Rumah Sakit seraya berkata, “Cepat! Kau siapkan mobil. Bisa jadi Aruna melahirkan prematur. Seminggu lalu kan, dia 7 bulan. Bisa jadi dia melahirkan saat kandungannya 7 bulan.”Setelah itu, deng
Enam bulan kemudian di saat Aruna tengah hamil tujuh setengah bulan, saat Lukman mengendarai mobilnya ke toko perhiasan miliknya, terdengar panggilan telepon berulang kali. Hingga akhirnya, Lukman pun menjawab panggilan tersebut.“Hello dari mana?” Tanya Lukman.“Pagi Pak, saya perawat dari Rumah Sakit bersalin di Semarang. Saya ingin menyampaikan, kalau istri Bapak bernama Arimbi telah melahirkan dengan selamat, jenis kelamin laki-laki panjang 51 centi meter. Ini, istri bapak mau bicara,” ucap seorang wanita dari ujung telepon hingga membuat Lukman harus meminggirkan mobilnya ke sisi kiri karena begitu shock saat mendengar apa yang dikatakan perawat tersebut.“Halo, Abang..., maafkan Arim. Maafkan Arim yang nggak mengikuti saran Abang untuk menggugurkan bagi ini. Maafkan Arim, Bang..., hikss....,” tangis Arimbi dalam sambungan telepon perawat tersebut, karena Lukman telah memblokir telepon Arimbi, kala wanita itu menyatakan kehamilannya pada Lukman.“Kapan kamu melahirkan? Aku yang h
Satu bulan setengah, setelah keputusan Aruna berhenti bekerja yang disambut bahagia oleh Latifah dan anggota keluarga lainnya, membuat Aruna harus setiap hari berada di rumah. Terkadang, wanita cantik itu juga ikut Lukman ke tokonya, tetapi kegiatan yang membosankan itu, membuat Aruna memilih tinggal di rumah dengan menonton televisi ataupun membaca buku.Namun, saat Aruna mendengar kabar dari Sari yang telah melahirkan, Aruna pun minta diantar oleh pak Imam selaku sopir pribadi di rumah itu untuk mengantarkannya ke Rumah Sakit, usai ia meminta izin pada Lukman yang sedang sibuk mengurusi begitu banyak pesanan dan pada Latifah yang begitu sangat memperhatikan Aruna.“Pak Imam, tolong hati-hati bawa mobilnya,” tegur Latifah saat Aruna telah berpamitan padanya.Sekitar satu jam perjalanan ke Rumah Sakit, mereka pun sampai pada sebuah Rumah Sakit bersalin. Setelah itu, Aruna pun berjalan menuju ruang perawatan pasca operasi pada Sari, yang melakukan operasi cecar dua hari lalu dengan mem
Setelah berlibur ke Vila, hari ini Aruna yang diminta untuk tidak bekerja oleh Lukman, memaksa bekerja dengan alasan akan ada penilaian kinerja dan ia tidak bisa izin atau cuti mendadak.“Runa, sebaiknya kamu istirahat di rumah? Karena kita akan ke dokter kandungan selesai Abang kerja di toko. Aku nggak mau terjadi apa-apa sama kamu,” tutur Lukman.“Biar aku kerja Bang, soalnya hari ini akan ada penilaian. Sepulang kantor aja, kita ke dokter kandungan,” ucap Aruna.“Ya sudahlah kalau memang itu maumu. Setelah itu, mereka pun menikmati sarapan pagi bersama. Tepat jam setengah delapan Aruna dan Lukman pun berpamitan pada seluruh orang rumah untuk ke kantor.Di dalam perjalanan menuju kantor, terdengar dering ponsel Lukman. Dilihat ada nomor yang tak tertera di layar ponselnya. Melihat hal itu, Lukman pun berkata, “ Ah! Ini nomor bolak balik menghubungi aku untuk menawarkan kartu kredit. Padahal sudah aku tolak.” Lukman mengatakan hal ini, karena mengira Arimbi yang menghubunginya deng
Satu bulan kemudian, saat Lukman sedang berlibur ke Vila bersama keluarga besarnya dengan membawa Ridwan Junior. Diam-diam Lukman pergi ke halaman belakang untuk membalas pesan Arimbi yang mengancamnya. Usai ia tidak menjawab panggilan dari adik iparnya.[Pesan masuk Arimbi : Kalau sampai sore ini, Abang nggak menjawab pesan dan panggilanku. Maka aku akan bongkar semua yang Abang lakukan padaku]Membaca pesan ini, membuat Lukman pun menghubungi iparnya.“Ada apa Arim? Kami sedang ke Vila. Ponsel Abang lowbat makanya nggak Abang jawab,” alasan Lukman atas ketakutannya pada Aruna yang kini telah kembali baik pada ia dan mama papanya.“Bang! Aku hamil!” ucap Arimbi.Jantung Lukman seketika berdetak cukup kencang. Dirinya begitu ketakutan hingga jemarinya bergetar saat memegang ponselnya.“Bang! Abang....? Hello....!” panggil Arimbi berulang-ulang usai keterkejutannya Lukman atas berita yang tak disangkanya.“Ya Arim..., tapi apa memang itu anak Abang?” tanya Lukman dengan nada tak perca
Di hari ini, tidak seperti hari biasanya, Aruna menerima tawaran Lukman untuk mengantarnya bekerja seperti biasa. Hal itu dilakukan Aruna untuk menghindarinya dari Rudi yang dianggap memanfaatkan dirinya. Padahal selama ini, teman-teman di kantor telah tahu, adanya hubungan Aruna dengan Rudi.Sesampai di halaman kantor, Aruna dengan sengaja mengajak Lukman untuk menemui Sari yang telah hamil besar sembari membawakan bolu yang dibuatnya bersama Tuti kemarin sore.“Abang nanti tunggu di ruang CS yaa...,” pinta Aruna tersenyum manis dan meninggalkan Lukman yang sudah terbiasa ke Bank itu.Beberapa Teller dan kasir serta bagian lain yang telah mengenal Lukman menyapanya saat Aruna berjalan menuju tempat absensi. Usai Aruna melakukan absensi, wanita cantik itu masuk ke ruangan yang biasa dipakai untuk menaruh tas dan merapikan penampilannya.“Sari...! Dicari sama laki, gue!” panggil Aruna mengejutkan Sari yang sedang berdandan.“Serius? Tumben ... Elo diantar lagi sama laki lo? Gimana tuh,
Keesokan paginya, saat Tuti tengah di dapur untuk memasak, Latifah yang telah bangun dari tidurnya menghampiri Tuti. Dan wanita yang paling berkuasa di rumah itu, meminta Tuti untuk duduk di ruang makan.“Tuti, kemarilah..., ada yang ingin aku bicarakan padamu,” ajak Latifah di ruang makan.Tuti pun mengecilkan kompornya dan berjalan menuju meja makan, dimana Latifah terlihat telah duduk di ruang makan.“Duduklah,” pinta Latifah.“Tuti, melihat putramu saja aku sudah sangat yakin, kalau anak lelaki pintar dan tampan itu, adalah anak dari Almarhum Ridwan. Terus terang, awalnya aku meragukan pernyataan Runa waktu mengatakan wanita yang akan dinikahi putraku adalah kamu. Tapi, setelah aku melihat putramu, aku meyakini seribu persen kalau darah yang mengalir dari tubuh Ridwan junior adalah darah putraku, Ridwan.”“Ya, Bu..., saya sudah dengar dari kak Runa. Tujuan saya kesini hanya ingin mengajak putra saya untuk ziarah ke makam ayahnya. Biarpun masih kecil, Ridwan harus tau dimana keluar
“Runa keluarlah, aku sudah di pintu keluar stasiun. Macet sekali jalannya,” pinta Lukman dalam sambungan telepon.“Ya, aku ke sana,” ucap Aruna dan ia pun menggandeng tangan Ridwan junior dengan bahagia. Kerinduannya atas sosok bayi mungil menghiasi kehidupannya bisa terobati dengan kehadiran Ridwan junior.Sesampai di luar pintu stasiun, Lukman terlihat melambaikan tangannya. Aruna langsung mengendong anak lelaki berusia 2 tahun dengan perasaan bahagia, diikuti oleh Tuti di belakangnya. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mobil bagian depan dan Tuti duduk di bagian belakang.“Ayo, Ridwan salam dulu sama ayah,” pinta Aruna pada anak kecil itu.Ridwan junior pun, mencium tangan Lukman. Dengan gemas Lukman pun mencium kedua pipi anak lelaki kecil itu.“Ibuu..., ini ayah?” tanya Ridwan yang sangat pintar berkata-kata.“Iya, ini ayah Lukman. Abang dari ayah Ridwan,” ujar Tuti tersenyum kepada anak lelaki kecil yang hanya bisa mengangguk-angguk tanpa mengerti maksud dari perkataan Tuti.Lukm
Aruna yang keluar dari rumah menggunakan ojek, akhirnya turun pada sebuah mini market jalan keluar perumahan Latifah. Setelah itu, Aruna masuk ke dalam mini market untuk membeli beberapa camilan sembari menghubungi seseorang dalam sambungan teleponnya.“Mas Rudi lagi dimana?” tanya Aruna.“Aku di rumah mama lagi sama anakku. Kamu sendiri dimana? Udah di rumah ayahmu?” Rudi balik bertanya pada Aruna.“Aku lagi di mini market dekat kompleks perumahan mertuaku. Kayaknya aku nggak ke rumah ayah. Boleh aku numpang nginap di apartemenmu?” tanya Aruna kembali.“Pasti boleh dong sayang. Ya udah sekarang aku akan jemput kamu. Dan kita akan bersama-sama ke apartemen. Tapi, kamu nggak lagi menstruasi, kan? Nanti malah aku rugi jemput kamu ke sana, malah nggak bisa di pakai. Hehehehehe. Soalnya aku kangen sama kamu,” rayu Rudi dalam sambungan telepon.“Iya sama, aku juga kangen sama Mas Rudi..., nanti aku mau cerita banyak sama Mas Rudi. Ya udah sekarang aku tunggu yaa..., sampai ketemu,” sambut