Tidak aku percaya dengan apa yang aku dengar dari mulut Cinta. Dia mengatakan sesuatu yang sangat membuatku terkejut.
“Agus, aku akan mencarikan gadis desa, dan dia akan mengandung anak kita!”
“Apa?!”
“Iya, dia akan menjadi ibu pengganti. Kita hanya akan menyuntikkan cairan itu ke dalam tubuh gadis itu, dan aku akan berpura-pura, lalu saat dia melahirkan, anak itu akan kita bawa pulang, dan semua akan bahagia,” kata Cinta yang sangat membuatku frustasi.
“Cinta, baru aku sadari, jika mempunyai istri yang sangat keras kepala dan kolot!” bentakku segera meninggalkan Cinta begitu saja yang masih diam berkacak pinggang menatapku dengan tajam.
“Aku akan tetap membawa semua gadis itu, Agus suamiku yang sangat angkuh!”
“Aku tidak angkuh, Cinta!” balasku dan menutup kamar dengan keras.
“Brak!”
Aku berjalan mondar-mandir di dalam kamar dan masih tidak per
Tidak aku percaya Cinta akan membukanya dan, “Tidak-tidak!” Aku menggeleng dan segera berdiri membenarkan celanaku.“Cinta, aku ini laki-laki dan harus bisa menahan. Itu adalah kewajibanku. Disaat tertentu aku harus bisa menahan hasratku. Kita malam ini berduaan saja sambil bercerita,” kataku membuat Cinta tersenyum dan memelukku.“Apa kau akan berselingkuh?”“Pertanyaan apa itu, Cinta?” ucapku menggeleng dan menggendongnya menuju ranjang. Kami berdua masuk kedalam selimut, sambil saling menatap. Sepanjang malam, kami bercerita tentang saat kami pertama kali bertemu, dan Cinta menawarku seratus juta semalam.“Kamu ini benar-benar keterlaluan, Cinta. Masak aku kamu tawar.”“Aku menginginkanmu, Agus. Pertama kali melihatmu, aku langsung menyukaimu. Tapi kamu menyebalkan. Gara-gara kamu, aku tidak bisa tidur dan menangis. Nyebelin.”Aku mencium Cinta dan memandangnya. &ldqu
“Gawat, hasilnya!” kata dokter itu dengan sangat mengejutkan. Kami berdua melotot saling berpegangan. Aku sangat terkejut dan kawatir dengan apa yang akan dia ucapkan.“Iya!” ucap kami serontak tegang dan sedikit berteriak.“Dokter, apa yang terjadi?” tanyaku cemas. Kami berdua masih diam kaku menunggunya hingga, “Makanya, aku tidak bisa melihat. Aku bolak-balik saja tadi. Ternyata tidak terlihat. Aku belum memakai kacamata,” katanya membuat kami saling menoleh. Cinta sudah memperlihatkan wajahnya yang sangat jutek dan siap meledak. Aku menahannya segera.“Cinta, sudah! Kita tunggu saja. Dia kali ini bisa melihat. Kacamata akan dipakainya,” kataku membuat Cinta melotot kearahku.“Agus, aku benar-benar kesal,” bisik Cinta.“Sudah … sabar …”Dokter itu segera melirikku saat aku menunjukkan jari kearah kacamata yang dia cari. “Oh, disini tern
Tidak aku percaya sekertarisku masih melotot melihat kami. Cinta segera berdiri dan aku masih diam kaku tidak mengerti mau menjelaskan apa kepada sekertarisku.“Maafkan saya, Pak,” kata sekertarisku dengan suara kakunya. Cinta membenarkan rambutnya dan berjalan mendekati sekertaris yang segera menunduk saat Cinta memasang sorotan tajam kearahnya.“Kau, tidak punya sopan. Jika aku melihatnya lagi kau masuk ke ruangan suamiku seperti tadi, aku akan segera memecatmu. Apa kau tidak lihat aku akan melakukan sesuatu? Menyebalkan!”“Saya berjanji tidak akan melakukan itu, Ibu Agus,” jawab sekertaris dengan pelan, dan akhirnya meninggalkan ruanganku. Aku menggelengkan kepala dan mengatur diriku yang masih panik. Tidak bisa kubayangkan jika Cinta memang berencana melakukannya.“Cinta, makanya jangan melakukan hal yang tidak perlu di kantor. Di sini sangat tidak aman untuk berbuat itu,” jelasku membuat Cinta manyun se
Cinta tiba-tiba datang dan menangis saat mendengar kata Paman. Dia sangat marah, dan aku menjadi panik.“Kenapa kalian semua memikirkan diri sendiri. Aku sudah berusaha, dan bisakah kalian menungguku? Kenapa kami harus selalu wajib melakukan perintah keluarga. Kami sudah menikah, dan seharusnya, itu semua menjadi urusanku sendiri!” bentak Cinta yang semakin membuat Paman diam tegang menghadapi Cinta. Aku harus menghentikannya. Bagaimanapun juga, kita tidak bisa berani dengan seseorang yang lebih tua. Masalah harus terselesaikan dengan baik.“Cinta, tenangkan hatimu. Kita akan membicarakan baik-baik. Paman hanya memberikan saran,” ucapku untuk meredakannya.“Tidak, kalian sangat keterlaluan!”Cinta menampisku dan berlari. Aku ingin mengejarnya, namun aku masih harus menemui Paman.“Gus, mungkin kau bisa memikirkan perkataanku ini. Tapi, Cinta memang benar. Semua keputusan ada di tangan Cinta dan dirimu. Pama
Tidak aku percaya dengan apa yang aku lihat. Minah adalah wanita yang akan menikahiku? Ini tidak bisa aku biarkan. Cinta menatapku tajam, dan aku tidak tahu harus berkata apa. Minah berjalan dan mendekatiku.“Agus, aku meminta maaf. Dulu aku menolakmu karena aku buta. Tapi, saat Bapak ama Ibu mengatakan aku harus menikahimu, aku setuju dan aku sangat senang.”Minah semakin bergelayut manja denganku, tanpa mempedulikan Cinta yang menariknya. Aku masih panik tidak bisa berpikir sama sekali dengan situasi ini.“Ibu, apa-apa’an ini?” tanya Cinta menarikku agar Minah tidak mendekatiku.“Gus, sadar!” Rahman menepuk pundakku dan aku kembali waras kembali. Aku segera berdiri dan menatap semua orang yang melihatku.“Bapak, maafkan … Agus tidak bisa menerima,” ucapku pelan dan menarik Cinta agar berada di belakangku.“Agus, kau harus menerimanya. Aku adalah cinta pertamamu, dan a
Aku tidak menyangka jika Cinta mengatakan hal yang sangat menyakitkan hatiku. Tapi, mungkin dia memang benar. Aku tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik dan dia tidak segera mengandung. Dan perkataannya adalah benar. Aku duduk lemas, merasakan hati yang sangat sendu. Cinta berada di balkon kamar, berdiri dengan sedih hingga meneteskan air matanya. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Kuputuskan untuk mengambil jaket dan pergi meninggalkan kamar untuk mencari udara segar. Mungkin dia lebih baik sendiri.Aku berjalan meninggalkan hotel dan terus berjalan hingga sampai di pinggir taman kota yang dipenuhi muda mudi saling bercanda, bahkan banyak sekali sepasang kekasih saling di mabuk asmara. Aku terdiam menyaksikan mereka.“Apa yang harus aku lakukan, Cinta?” batinku masih berjalan tanpa arah, hingga aku tersadar.“Loh, di mana aku? Gawat ini. Aku tidak tahu harus ke mana,” gumamku sambil mengamati sekitar dan tidak tahu tujuan. Kuhampiri la
Cinta menggigit milikku. Tapi, seperti biasa, aku melayang dan akhirnya aku menariknya.“Aw, Cinta, kamu ini ya …”Dia berada di atas tubuhku dan membuatku melayang. Dada kekarku dia perlahan raba dengan pelan, hingga aku bergetar. “Cinta, aku tidak tahan,” kataku dan segera menyelesaikan tugasku. Aku memeluknya dan selalu tersenyum jika memandangnya. Hatiku yang sebenarnya resah, aku sembunyikan dengan baik. Paling tidak aku akan membuatnya bahagia sampai kita kembali ke Indonesia, dan aku sangat berharap Cinta bisa memberikan ahli waris.Kami tertidur dengan lelap, hingga melupakan makan malam yang tertunda. Pagi menjelang, aku segera bangun dan memesankan sarapan romantis di kamar. Pelayan dengan segera merubah balkon kamar menjadi indah saat Cinta masih terlelap.“Thank u,” kataku kepada beberapa pelayan yang tersenyum dan meninggalkan kamar kami. Aku kembali mengatur semua bunga mawar segar yang aku pesan. K
Aku menarik Cinta saat malam juga. Alangkah baiknya memang saat kita mandi di pantai malam saja. Kalau pagi bagaimana jika mereka semua melihat kemolekan tubuh Cinta. Tapi, saat Cinta ada di hadapanku, aku masih resah. Rasa tubuhku belum sembuh. Cinta juga menatapku aneh. Sebaiknya aku mulai pergi saja.“Cinta jangan saling memandang. Itu yang terbaik yang harus kita lakukan,” kataku membuat Cinta dan aku saling memalingkan wajah.“Agus, kalau satu kali lagi gimana?”“Hah? Cinta, jangan! Kita sudah melakukannya lebih dari lima kali, masak masih kuran? Aku bisa-bisa tidak bisa berjalan ini,” protesku sambil menariknya. Tapi, tangannya masih menahan tubuhku.“Bagaimana jika memang manjur? Sebaiknya kita lakukan sekali lagi agar aku bisa meredakan hatiku, Agus. Aku masih sangat takut jika bulan depan yang tinggal dua minggu lagi menggagalkanku,” jelas Cinta sempat membuatku diam.“Kita mandi di pan