Tepat jam delapan malam, Samuel datang menjemput Liora dengan Buggati birunya. Liora segera turun begitu ia memberitahu kedatangannya. Lima menit kemudian suara sepatu yang beradu di lantai lobi membuatnya berbalik dengan seketika.
Kedua mata Samuel memandang penuh ketakjuban begitu Liora muncul dengan begitu sempurna. Rambut bergelombang wanita dibiarkan terurai ke samping, dengan gaun berwarna merah yang menampilkan lekukan tubuh seksi Liora, wanita itu sangat mampu memenuhi segala macam pikiran terliar pria manapun. Belahan samping yang menampilkan kaki jenjang Liora mengintip dengan malu-malu di setiap langkah wanita itu.
"Kau terlihat menawan, Liora." Samuel menghampiri wanita itu dengan salah satu tangan di belakang.
"Aku tahu dan aku memang selalu seperti ini. Kenapa kau masih saja terkejut, Samuel?" balas Liora dengan senyum yang semakin melengkapi kesempurnaan wanita itu dan kerlingan mata yang mampu melumpuhkan kedua kakinya. Wanita itu selalu dipenuhi kepercayaan diri yang begitu besar, hanya dengan kecantikan serta rayuan memabukkan wanita itu, Samuel yakin Liora mampu menaklukkan dunia jika wanita itu mau.
Liora mengulurkan tangan dan membiarkan Samuel menuntunnya menuruni lima anak tangga. Membukakan pintu dan … “Untukmu.” Samuel mengulurkan setangkai mawar merah kepada Liora.
Liora mengernyit menatap bunga mawar dengan tali emas membentuk pinta di bawah kelopaknya. Kemudian memandang wajah Samuel dengan ragu.
“Aku hanya ingin memberimu hadiah.”
“Bunga?”
“Ya.”
“Aku tak suka bunga.”
Samuel mengerjap dua kali akan jawaban lugas Liora.
“Tapi aku akan menerimanya.” Liora mengambil bunga tersebut yang seketika menciptakan senyum di wajah Samuel. “Untuk pertemanan kita.”
Segurat kecewa sempat melintas, tapi Samuel mengangguk dan mengulang. “Untuk pertemanan kita.”
Liora naik ke mobil. Menghirupnya lalu mengangguk-angguk. Tak ada aroma yang special tapi ia cukup menyukainya. “Apa ini salah satu bunga dari buket bunga yang kau berikan pada Alicia?” tanyanya setengah bercanda ketika Samuel sudah duduk di balik kemudi.
“Karena kau mengingatkannya, dia akan sangat kesal jika kau mengatakan itu dariku.”
“Sepertinya itu bukan hal yang aneh, kan?”
Samuel terkekeh. Menginjak gas dan melajukan mobil bergabung dalam kepadatan lalu lintas.
“Dan aku tak perlu mengatakannya.”
***
Suara alunan melodi terdengar begitu merdu ketika keduanya keluar dari lift di lantai delapan hotel. Liora menyampirkan lengannya di lengan Samuel dan melangkah bersama menuju pintu ganda tinggi tempat pesta akan berlangsung.
Baru saja keduanya memasuki aula utama, Alicia dengan gaun biru satin yang memamerkan seluruh kulit punggung wanita itu menghampiri keduanya dengan segelas sampanye di tangan. Warna yang senada dengan dasi Samuel. Senyum membelah bibirnya melihat Samuel mengenakan jas pemberiannya. Ya, tentu saja pria itu tak akan menolaknya.
Kemudian beralih menatap penampilan Liora yang selalu membuatnya iri. Wanita ini masih saja selalu menjadi pusat perhatian di pesta mana pun.
“Betapa memalukannya kalian berdua datang dengan penuh kemesraan seperti ini,” cibir Alicia.
Liora mendengus tipis, menggoyang-goyangkan tangkai mawar yang ada di tangannya dengan senyum memesonanya.
Sejenak Alicia memucat dengan bunga mawar yang ia yakin adalah pemberian Samuel. Dengan cepat ia menguasai emosi di wajahnya.
“Kau terlihat sangat cantik, Alicia,” puji Liora. Tak perlu menyelipkan ketulusannya di sana. Toh Alicia tak pernah menerimanya.
“Apa kau tahu, kalau kami akan segera menikah.”
“Benarkah?” Liora membelalak tak percaya, kemudian menampilkan senyum yang dibuat semenjengkelkan mungkin. “Apa kau akan menerima ucapan selamatku?”
Alicia memutar kedua bola matanya. “Kenapa kau perlu bertanya?”
“Kau tak pernah menerima apa pun pemberianku, kan?” Liora berhenti sejenak, kemudian melirik ke samping tempat Samuel berdiri. “Kecuali Samuel.”
“Dia lebih dulu menjadi milikku.”
“Dan aku meminjamnya sebentar.”
Samuel berdehem. Menyela di antara perdebatan di antara Liora dan Alicia. “Bukankah acara sudah akan dimulai?”
Alicia menutup kembali bibirnya yang sudah terbuka hendak membalas Liora. “Ya. Karena kau sudah datang dan semua para tamu sudah menunggu, lebih baik kau langsung naik ke atas.” Alicia menatap ke arah Liora, dengan menatap wajah Liora ia melanjutkan kalimatnya. “Cucu tuan Saito juga sudah ada di ruang pribadi. Dia datang dengan tunangannya.”
Samuel mengangguk dan Liora menurunkan tangannya dari lengan Samuel. “Antar Liora ke kursinya, Alicia,” pintahnya sebelum meninggalkan keduanya menuju panggung di seberang aula.
Alicia dengan enggan menuntun langkah Liora ke meja paling depan. Samuel membuka pesta dengan sambutan yang begitu meriah dari para tamu undangan. Tepuk tangan yang riuh bergema memenuhi seluruh ruangan.
Sambutan dan kata-kata perpisahan, harapan terbaik untuk Saito Group dipanjatkan. Hingga kemudian semua itu diakhiri dengan jabat tangan Samuel dengan tuan Saito, lalu Samuel turun dan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada tuan Saito.
Samuel langsung duduk di kursi kosong yang ada di antara Liora dan Alicia.
“Jaga pandanganmu, Liora. Dia sudah memiliki tunangan dan tak ada kesempatan untukmu.”
Liora tersenyum, salah satu alisnya terangkat ketika ia menoleh ke samping. “Begitu pun denganmu, kan?”
“Aku tak suka kau bersenang-senang dengan pria selainku.”
“Ke mana gerangan kepercayaan dirimu, Samuel? Sikap posesifmu hanya memperjelas kegugupanmu,” kikik Liora. “Kau sebentar lagi menikah.”
Samuel menghela napas pelan, menyandarkan punggungnya. “Aku tahu aku tak akan bisa menghindarinya. Apa kau masih belum berubah pikiran?”
“Aku tak akan ada di sini jika sudah berubah pikiran.”
Kemudian suara tepukan yang bergema memenuhi seluruh aula menghentikan pembicaraan keduanya. Samuel dan Liora menoleh ke arah panggung. Memandang tuan Saito yang berdiri menghadap ke arah samping panggung, seolah menunggu kemunculan seseorang di sana.
Bisik-bisik penuh keingintahuan yang besar berdesas-desus di sekitar meja Liora. Liora mengikuti arah pandangan tuan Saito, melihat sesosok tinggi dan gagah yang menaiki panggung. Diikuti wanita cantik dengan gaun hitam mengkilat dan menyentuh lantai bergelayut di lengan sang pria. Dan …
Seluruh dunia Liora rasanya telah berhenti di sekitar wanita itu mengenali wajah kedua sosok itu adalah seseorang yang begitu familiar. Wajah itu, wajah yang tak akan pernah ia lupakan. Untuk segala deretan masa lalu yang seketika membentang begitu jelas sekaligus jauh di belakang mereka.
Daniel Lim dan Carissa Maria, keduanya melangkah menghampiri tuan Saito. Kenapa? Kenapa dunia begitu sempit hingga masih mempertemukan mereka? Bukankah semua sudah berakhir tiga tahun yang lalu?
Begitu pandangan Daniel mengarah ke para tamu undangan, kedua mata pria itu langsung bersirobok dengan Liora. Setelah lama kedua pandangan mereka saling mengunci, Liora yang lebih dulu berpaling. Kenapa? Kenapa dunia begitu sempit hingga masih mempertemukan mereka? Bukankah semua sudah berakhir tiga tahun yang lalu?
Liora menoleh ke arah Alicia, yang sungguh menikmati pertemuan mengejutkan ini dengan ujung bibir yang melengkung ke atas. Sejak awal Alicia tahu siapa cucu tuan Saito yang akan menggantikan Samuel. Juga Samuel … keterkejutan menyelimuti raut wajah pria itu ketika menoleh ke arahnya.
“Aku tak tahu semua ini,” ucap Samuel seketika menjelaskan.
"Aku pergi." Liora bangkit berdiri, memutar tubuhn dan menyelinap di antara para tamu yang bertepuk tangan dengan begitu riuh.
"Tunggu, Liora." Samuel ikut bangkit, tapi tangannya sempat ditahan oleh Alicia. "Apa kau tahu penggantiku adalah Daniel?" tanyanya penuh tuduhan yang telak.
"Bukankah semua sudah terjadi bertahun yang lalu?" senyum Alicia terlalu sulit untuk disembunyikan.
Samuel menyentakkan tangan Alicia dan berlari menyusul Liora.
"Tunggu, Liora." Samuel berhasil menangkap pergelangan tangan Liora di depan pintu lift yang nyaris memisahkannya dirinya dari Samuel. Merasa begitu terkhianati oleh pria itu. "Kau tahu dia yang akan datang?" sembur Liora dalam desisan yang tajam. "Aku tak mungkin membawamu datang jika tahu cucu tuan Saito adalah Daniel. Daniel Lim,” tekan Samuel pada kalimat terakhirnya. Satu-satunya saingannya untuk menaklukkan hati Liora hanyalah Daniel Lim, yang meskipun hanya sebagai bayang-bayang masa lalu Liora. Liora berusaha mencari gurat kebohongan di wajah Samuel, yang tak bisa ia temukan. Ia tahu Samuel mengatakan yang sebenarnya. "Lalu apa yang terjadi tiga tahun lalu? Kau mengatakan padaku bahwa dia dipenjara." Meski Liora tak tahu detail berapa lama pria itu ditahan. Liora tak perlu dan tak ingin tahu. Satu-satunya hal yang membekas hanyalah geram kemarahan Daniel saat ia masuk ke dalam mobil Samuel. Kemudian kegilaan pria itu yang mencoba membunuh mereka berdua dalam kecelakaan itu.
Sungguh, satu-satunya hal yang menahan dirinya untuk tidak mendobrak meja di hadapannya ini adalah dendam yang mengendap di dadanya. Dan bukan sekarang saat yang tepat untuk memberi wanita satu ini hadiah. Setelah semua penderitaan di masa lalu yang tak pernah bisa ia lupakan, bagaimana mungkin Liora sama sekali tak terpengaruh dengan kemunculannya. Meninggalkannya layaknya sampah seperti yang dulu wanita itu lakukan padanya. Tidak, kali ini ia tidak akan menjadi sampah itu. Lioralah yang akan ia tinggalkan. “Melarikan diri lagi, huh?” Akhirnya kalimat itu keluar dalam bentuk dengusan yang tipis. Sudut mata Daniel melirik surat pengunduran diri tersebut. Sama sekali tak sudi akan menyentuhnya. Well, ia muncul di hidup Liora untuk memporak porandakan kehidupan nyaman wanita itu. Kehidupan nyaman yang didapatkannya ketika ia berkubang dalam rasa bersalah dan pengkhiatan yang dilakukan oleh wanita ini. Rasa bersalah telah menjadi pembunuh untuk darah dagingnya sendiri dan luka hati ya
Samuel menjemput Liora tepat jam dua belas siang. Pria itu bersikeras menemani Liora untuk mencarikan beberapa hadiah untuk ulang tahun keponakannya. “Kau tak bisa menolakku, Liora.” Tangan Samuel bersidekap keras kepala di dada. “Kau harus bergegas ke rumah Jenna, kan?” Mata Liora menyipit, menusuk penuh curiga tepat ke kedua mata Samuel. “Dari mana kau tahu tentang itu?” Samuel mengeluarkan sebuah kartu undangan dengan warna pelangi dan bertema kartun favorit Xiu dan Alexa, Snow White. Dilengkapi senyum kemenangan pria itu. “Kau tahu jam makan siang adalah saat jalanan paling merepotkan. Amat sangat merepotkan jika kau menggunakan taksi. Belum dengan pemilihan hadiah. Aku seorang pria, sudah pasti Axel tak suka hadiah boneka, kan?” Liora mendengus sinis akan pengetahuan Samuel tentang ketiga kembar. “Kau tahu Jenna akan menyemburmu begitu kau muncul di depan wajahnya, kan?” “Beruntung jika dia tidak menyiramkan seember air padaku lagi, kan,” canda Samuel. “Tapi … kali ini aku me
Jerome hanya menatap dingin ke arah Daniel, kemudian melirik ke arah Jenna yang tampak memucat. Wanita itu bergerak mendekat ke arahnya, melingkarkan lengan di lengannya. Ia bisa merasakan ketakutan yang menyeruak dari wanita itu. Begitu pun dengan Liora.Satu persatu Daniel menatap bergantian ketiga kembar dengan masing-masing kue ulang tahun dan nama yang tertulis di kue dengan bentuk yang berbeda. Axel, Alexa, dan Xiu. Daniel menatap lebih lama ke arah Xiu, dengan kernyitan yang tersamar. Mengamati wajah putri kecilnya tersebut dan Jerome bergegas menyela perhatian yang terlalu banyak tersebut.“Sekarang bukan saat yang tepat untuk membuat keributan di rumahku, Daniel.”Pertanyaan Jerome berhasil menarik perhatian Daniel, kembali menatap sang sepupu.“Jangan bersikap terlalu keras, sepupu. Kau sudah mendapatkan Jenna yang asli, untuk apa lagi kita perlu mengingat masa lalu yang sudah jauh tertinggal di belakang.” Kalimat Daniel lebih ditujukan pada Liora ketimbang pada Jerome dan J
“Capek?” tanya Samuel begitu Liora mendaratkan pantatnya di jok depan mobilnya.Liora menghela napas panjang sembari bersandar dan memasang sabuk pengamannya. “Ya, tapi setidaknya aku senang bisa bertemu mereka.”Samuel pun melajukan mobil keluar dari kediaman Jerome Lim dan Liora mencari posisi nyaman untuk memejamkan mata. Sepanjang perjalanan, Samuel tak berhenti menyempatkan menikmati pemandangan Liora yang terlelap dengan penuh ketenangan. Hingga ponsel dari dalam tas wanita itu berdering dan menampilkan nama Daniel saat Samuel mengeluarkan ponsel tersebut. Tanpa keraguan, pria itu mengangkatnya.“Ya?”Tak langsung ada jawaban dari seberang. “Di mana Liora?”Samuel melirik ke samping, Liora masih terlelap dan tampaknya wanita itu memang sangat kelelahan. “Masih tidur.”Tak ada reaksi dari seberang dan Samuel pun memilih membuka suaranya lagi. “Apa ada yang ingin kau katakan padanya? Aku akan mengatakannya saat dia bangun.”“Tidak perlu repot-repot. Urusan kami sama sekali bukan u
“Singgah atau tidak, sepertinya itu akan menjadi urusan pribadi saya, Tuan Daniel Lim Yang Terhormat.” Liora berhasil menjawab pertanyaan Daniel dengan tanpa getaran sedikit pun dalam suaranya. “Saya pun penasaran, alasan Anda begitu tertarik dengan urusan pribadi saya. Terutama urusan ranjang saya.”Wajah Daniel membeku dalam kepucatan. Ada emosi yang melintasi kedua matanya, tetapi segera lenyap hanya dalam hitungan detik. Ia menguasai emosinya dengan sangat baik. Sedikit saja emosinya tertangkap oleh Liora, wanita itu akan berpikir bahwa dirinya telah cemburu.Pun dengan gemuruh panas yang membakar dadanya setiap kali membayangkan kedekatan Liora dengan pria lain, terutama Samuel. Dan meski ia mengakui kecemburuan tersebut masih tersisa di dadanya untuk wanita yang pernah menjadi ibu dari anaknya tersebut, Daniel akan memastikan wanita itu tak pernah mengetahuinya.Daniel terkekeh kecil dan memberi satu gelengan kepala untuk Liora. “Tidak ada alasan khusus. Hanya saja … kau sama se
Cukup lama Daniel berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka. Tampaknya Jenna lupa untuk menutupnya dengan rapat dan sibuk dengan Liora dan Xiu yang duduk bersandar di ranjang pasien yang berwarna merah muda. Kamar perawatan anak ini dipenuhi dengan gambar-gambar animasi yang cerah, layaknya kamar anak pada umumnya dengan desain yang tentu saja diusahakan membuat anak-anak betah. Lama Daniel hanya mengamati wajah Liora yang tertunduk, menatap dalam-dalam wajah Xiu yang berada dalam pangkuan wanita itu. Sementara Jenna menata makanan yang ada di kantong dipindahkan ke meja. Liora bukanlah seseorang yang sukaterlambat makan. Bahkan saat makan malam dengan klien tadi Liora tak sempat makan, dan karena Xiu sekarang wanita itu belum makan hingga hampir jam 12 malam. Daniel merasa ada yang aneh dengan tatapan wanita itu. Bagaimana cara wanita itu menatap Xiu, kelembutan dan perhatian yang ditunjukkan oleh Liora pada Xiu. Ada sesuatu yang mendadak membuat jantung Daniel tercekat. Apakah
“Aku akan pulang sendiri.” Liora memegang gagang pintu setelah berhasil melepaskan sabuk pengaman, tetapi Daniel menguncinya lebih dulu. “Apa yang kau lakukan, Daniel? Buka pintunya.” Daniel menangkap pergelangan tangan Liora, menyentakkan tubuh wanita itu ke arahnya. Lalu tangannya yang lain menangkap tengkuk Liora dan dalam satu gerakan yang tepat, bibir keduanya bertemu. Liora tersentak, kedua matanya melotot. Sedangkan Daniel memaksa lumatan yang dalam di bibir lembut wanita itu. Menyesap kelembutan dan rasa manis yang sama. Tak pernah berubah dan terasa begitu ia rindukan setelah bertahun-tahun keduanya berpisah. Setelah puas mengisap rasa manis tersebut, Daniel melonggarkan cengkeramannya dan Liora menarik tubuhnya dengan gerakan yang keras. Wanita itu terengah dan satu tangannya melayang. Mendaratkan tamparan yang keras di pipi Daniel. Daniel tetap bergeming, wajah pria itu tetap pada posisinya dengan tamparan yang diberikan oleh Liora. Tamparan wanita itu cukup kuat dan meni
Raut Jenna tampak berantakan ketika Liora menemui wanita itu di ruang tengah. Dengan Axel dan Alexa yang berada dalam pangkuang sang mama. Jenna tampak kewalahan memegang si kembar yang merengek dengan kedua tangan. Membuat Liora bergegas mengambil alih Alexa dan menenangkan bocah mungil tersebut, dengan begitu Jenna lebih mudah menenangkan Axel. Setelah beberapa saat kemudian setelah si kembar lebih tenang dan bersama pengasuh Xiu di kamar Xiu, Liora dan Jenna duduk di kursi pantry dengan gelas berisi jus untuk masing-masing. “Di mana Jerome?” Liora memulai pembicaraan lebih dulu. “Di kantor.” “Apa Jerome tahu kau di sini?” “Belum.” Jenna mengangkat pergelangan tangannya. “Sepertinya sebentar lagi akan datang.” “Kau bertengkar dengannya?” Jenna menggeleng, tetapi kemudian mengangguk. “Keberadaan Juna benar-benar mempengaruhi hubunganku dan Jerome.” Liora mendesah pelan. Pria itu tak hanya menargetkan dirinya untuk balas dendam, tetapi juga pada Jenna. Tetapi mereka pun tak b
Daniel menggeram dengan wajah yang menggelap. Kedua tangannya terkepal kuat dan tubuhnya siap melayang ke arah Juna. Tubuhnya sudah menghambur ke arah Juna sebelum Liora mendorong tubuhnya dan menghadang kemurkaan yang siap diluapkan. “Kita pergi, Daniel,” bisik Liora menahan kedua lengan sang suami dengan sekuat tenaga. Daniel menggeram tak setuju. Satu-satunya hal yang diinginkannya hanyalah meninju wajah Juna yang dengan lancangnya menyentuh Liora. Dan semakin berang bukan main ketika menangkan seringai di ujung bibir pria itu. Salah satu tangan Juna bergerak naik menyentuh bibir bagian bawah dengan ujung ibu jari. Sambil terkekeh, Juna bergumam pelan, “Well, mungkin inilah yang dirasakan Jerome ketika memergoki kalian berselingkuh di belakangnya. Jangan terlalu mengambil hati, Daniel.” “Tutup mulutmu, Juna,” sentak Liora menyangkal. “Kita pergi.” “Dengarkan istrimu, Daniel.” Tentu saja Juna tak mengindahkan kata-kata peringatan Liora. Kali ini juga menjilat bibir bagian bawahn
Ya, apartemennya memang bukan apartemen mewah seperti milik Daniel. Yang ia yakin keamanannya masih bisa diterobos oleh Juna menggunakan Lim sebagai nama belakang pria itu. ‘Kau ingin aku mengirim foto ini pada mantan selingkuhan yang kau bilang suami itu? Mata Liora terpejam, hanya sesaat rasanya hubungannya dan Daniel baru saja membaik, dan sekarang kenapa harus direcoki oleh hal semacam ini. Seolah belum cukup ia harus membayar dosanya di masa lalu. Liora memutuskan tak menggubris pesa n tersebut. Menghapus chat tersebut dan meletakkan ponselnya kembali ke meja kemudian berjalan ke dapur menyiapkan makanan untuk Daniel. Ia baru saja selesai menyeduh coklat hangat ketika Daniel muncul dan langsung duduk di kursi pantry. “Kau memasak?” tanya pria itu. “Sudah kubilang aku akan mengurusnya …” Liora menggeleng. Meletakkan piring berisi dada ayam panggang yang sudah ia hangatkan. “Tadi sore Jenna menyuruh orang mengirimnya.” Daniel hanya mengangguk. “Besok aku akan meminta pelayan
“Hai, apa yang kau pikirkan?” Daniel menyentuh pundak Liora yang tampak melamun di depan cermin wastafel. Liora menoleh, memegang lengan Daniel dan memberikan seulas senyum tipis. Membiarkan tubuhnya dipeluk dari belakang. “Sepertinya ada sesuatu yang menggelisahkanmu.” “Hanya sedikit kekhawatiran.” Liora tak sepenuhnya berbohong. Sejak pulang dari rumah Jerome, pikirannya masih dipenuhi oleh Juna. Keseriusan pria itu tampaknya tak bisa ia abaikan begitu saja. “Tentang?” Daniel mencium pipi Liora dan sisi wajahnya dirangkum oleh telapak tangan wanita itu sedangkan pandangan mereka bertemu di cermin. Liota tak langsung menjawab. Tak yakin apakah harus membicarakan hal tersebut pada Daniel tentang apa yang dilakukannya pada Juna untuk menyelamatkan hidupnya saat itu dari Jerome. Tapi, setidaknya ia perlu tahu lebih dalam tentang Juna, kan? “Apa kau mengenal Juna?” “Juna? Julian?” Liora mengangguk, mengamati lekat-lekat ekspresi di wajah Daniel. Kening pria itu berkerut tipis, ta
"Hai." Liora berhasil menangkap lengan Samuel. Membuat tubuh pria itu menghadapnya. "Ada apa?" "Liora." Suara Samuel terdengar begitu sendu, dengan kedua mata yang mulai digenangi air mata. Menatap Liora dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. "Alicia. Kening Liora berkerut. Belum pernah Samuel mengucapkan nama Alicia dengan nada sesedih ini. "Ada apa dengan Alicia?" "Dia nyaris mati karena kehabisan darah," jawab Samuel dalam isak tangisnya. "D-dia … dia hamil dan keguguran." Liora terkesiap kaget, sebagai seorang ibu tentu saja ia bisa merasakan kehilangan itu. Telapak tangannya mengelus punggung Samuel. Menyalurkan dukungan dan semangat dengan tulus. "Sshhh, semuanya akan baik-baik saja." "Aku bahkan tak tahu kalau dia sedang hamil. Dia tak mengatakannya padaku." Ada rasa bersalah di hati Liora akan keberadaannya di antara hubungan Alicia dan Samuel. "Maafkan aku." "Tidak, Liora. Kau tak bersalah. Akulah yang paling bersalah. A-aku … seharusnya aku lebih memperhatikan Al
Liora keluar dari ruangan Arata Saito dengan senyum samar yang menghiasi ujung bibirnya. Tentu saja ia tak akan kalah tanpa melakukan apapun. Arti Daniel bagi Arata Saito jelas lebih besar ketimbang Carissa atau kerajaan bisnis ini. Sejujurnya ia tak mengharap lebih, ia pun bisa hidup dengan Daniel tanpa bayang-bayang Arata Saito. Ditambah arti Arata tak lebih besar dari dirinya dan Xiu, juga anak dalam kandungannya bagi Daniel. Ia bisa membanggakan diri untuk yang satu itu. Huffttt, setidaknya satu masalah sudah tertangani. Berkat bantuan dari Jerome. Ya, kemarin ia menghubungi Jerome untuk mencari tahu tentang hubungan Arata Saito dan kedua orang tua Daniel, yang ternyata memang tidak baik seperti perkiraannya. “Ck, ck, ck.” Suara decakan mengejek dari arah depan menghentikan Liora yang baru saja akan masuk ke dalam lift. Carissa dengan kedua lengan bersilang dada, mengamati Liora dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan merendahkan. “Apa yang sedang dilakukan istri sim
Suara dering ponsel dari nakas mengusak tidur Liora yang masih ingin lebih pulas lagi. Mulai terganggu, ia berusaha membangunkan Daniel dengan menyodokkan sikunya ke belakang. Tapi ujung sikunya tak menyentuh apapun. “Ponselmu, Daniel,” gumamnya lirih dengan nada yang mengantuk. Semalam Daniel tak sudah tak membiarkannya tidur hingga tengah malam, dan sekarang paginya pun harus diganggu dengan suara ponsel pria itu. “Aku di sini,” bisik Daniel dan mengakhirinya dengan lumatan di bibir Liora. Mata wanita itu segera terbuka dan menamukan sang suami yang ternyata sudah berdiri di sisi ranjang. Membungkuk ke arahnya dengan wajah yang masih basar. Bahkan air masih menetes-netes dari rambut pria itu yang belum dihanduk. “Kau sudah bangun?” Liora menjauhkan wajahnya. “Hmm, bangunlah. Hari ini kita akan berjalan-jalan dengan Xiu.” Kening Liora berkerut. “Jalan-jalan?” “Ya.” Daniel menegakkan punggungnya, berjalan memutari tempat tidur dan meraih ponselnya yang masih bersikeras mengingin
“Lalu apa yang sebenarnya kau inginkan dari semua ini, Daniel?” “Apakah kau masih perlu mempertanyakannya?” Liora terdiam sejenak. “Aku tak membutuhkan semua itu.” “Aku melakukannya bukan untuk kau butuhkan, Liora. Aku yang membutuhkanmu. Membutuhkan kalian bertiga.” Lagi-lagi kata Daniel membuat Liora tertegun. Merasakan hatinya yang meleleh. “Tidak bisakah kita memulainya kembali?” “Kita sudah berkali-kali mencoba memulai kembali, Daniel. Tak ada satu pun yang berhasil.” “Kalau begitu kita hanya perlu memulainya kembali dan kembali. Sampai semua ini berhasil untuk kita berdua. Ah, tidak. Sekarang kita berempat.” Pandangan Daniel turun ke arah perut Liora yang rata. “Semuanya terlalu rumit untuk kita berdua, bahkan masih ada banyak masalah yang sedang menunggu di belakangmu. Aku yakin Carissa tak akan memberimu perceraian yang mudah. Juga kakekmu, dia sangat menyukai Carissa. Mereka berdua tak akan membiarkanmu. Dan tidak menutup kemungkinan mereka tidak akan menyentuh Xiu.”
Kehangatan dan kenyamanan yang melingkup tubuhya membuat Liora enggan untuk membuka matanya meski tubuhnya mulai terbangun. Membuatnya semakin menenggelamkan diri dalam dekapan hangat. Ia ingin berlama-lama menikmati kenyamanan ini. Lebih lama dan …Suara napas yang berhembus teratur di tengkuknya seketika membangunkannya dari alam mimpi. Kenyamanan dan kehangatan yang ia rasakan bukanlah sebuah mimpi. Dekapan itu nyata, melingkupi tubuhnya. Daniellah yang melakukannya. Kedua lengan yang memeluknya dari belakang adalah milik Daniel. Hembusan napas hangat yang menerpa tengkuknya adalah milik Daniel.Kedua matanya seketika terbuka dan ia menggeliatkan tubuh, berusaha membebaskan diri dari pelukan tersebut.Gerakan kasar Liora seketika membangunkan Daniel. Pria itu mengerang pelan sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Menggeliatkan tubuh dengan senyum konyolnya ketika bertatapan dengan Liora. “Apa yang kau lakukan di sini, hah?”“Tidak ada.”“Kau melewati batasanmu. Seharusnya kau tidur di s