Tiga tahun kemudian …
Di salah satu unit apartemen, Liora duduk berjongkok di laci nakas terbawah mencari-cari dengan ponsel yang terselip di antara pundak dan telinga.
“Ya, Jenna. Aku tak akan melupakannya. Dua hari lagi, kan?”
“…”
“Bagaimana keadaan Axel. Apa dia sudah membaik?”
“…”
“Syukurlah. Alexa dan Xiu?”
“…”
“Dia masih pemilih ya? Kenapa kau membeda-bedakannya? Alexa pasti merasa cemburu dengan saudarinya.”
“…”
“Bukan salahnya. Dia mengikutimu.”
“…”
Liora terkikik. “Sepertiku? Bagaimana bisa? Aku tak pernah membuat masalah ya.”
“…”
“Setidaknya dua hari terakhir ini. Ah tidak, sejak kemarin. Lusa aku lupa mengatur jadwal Samuel dengan klien baru dari Singapore. Pria itu kesal, tapi dia menyapaku lebih dulu. Mengatakan rencananya untuk mendiamkanku selama seminggu gagal total.” Liora terkikik lagi.
“…”
Liora terdiam, senyumnya seketika membeku. “Kau sudah mendengarnya?”
“…”
“Kenapa kau masih saja membencinya?”
“…”
Liora tertawa tipis. “Kami hanya professional, Jenna. Dan di luar pekerjaan kami berteman.”
“…”
“Itu hanya masa lalu.”
“…”
“Malam ini aku tak bisa.”
“…”
“Ya, kami ada pesta perpisahan kecil-kecilan. Dia berencana menenangkan diri di Australia selama beberapa bulan.”
“…”
Liora memutar bola matanya. Putus asa mencari-cari di semua laci tak juga menemukan benda mungil mengkilat tersebut. “Jenna, apa aku meninggalkan dompetku di rumahmu?”
“…”
“Bisakah kau memeriksa di dalamnya, apa ada cincin di sana?”
“…”
“Hmm, kutunggu.” Liora menurunkan ponselnya, bersamaan benda mengkilat yang tampat berada di sudut terdalam laci. Tangan Liora terulur, mengambil cincin dengan hiasan permata kecil berwarna putih di bagian tengahnya.
Ingatan Liora berputar kembali ke tiga tahun yang lalu. Setelah ia kehilangan janin dan bangun dari komanya, Jenna memberitahunya bahwa keluarga Samuel menuntut Daniel dan pria itu ada di penjara. Dan saat ia kembali pulih, ia meminta tolong Jenna mendapatkan pengacara untuk mengurus perceraian mereka dengan bantuan Jerome.
Ia tak ingat bagaimana cincin itu bisa ada di sana, menggeleng tipis demi menepis ingatan tersebut. Liora pun melempar cincin tersebut ke tempat sampah. Berharap untuk selamanya tak akan bertemu dengan Daniel.
Sudah hampir tiga tahun ia menjalani kehidupan barunya. Sesekali bertelponan dengan Jenna yang sekarang disibukkan dengan ketiga kembar untuk menceritakan keluh kesah, juga lebih sering mengunjungi keluarga bahagia tersebut. Liora menghela napas panjang. Hari ini, itu tepat hari kematian darah dagingnya. Tapi ia masih tak memiliki rencana mengunjungi makam putrinya.
“Liora,” panggil Jenna dari ponsel Liora yang diletakkan di nakas.
“Ya. Apa kau menemukannya?”
“Ya, apa kau ingin aku mengirim seseorang untuk membawanya.”
“Menurutmu? Itu hadiah dari Samuel.”
“Demi apa, Liora. Dia sudah bertunangan. Tidak seharusnya seorang pria yang sudah bertunangan memberikan hadiah seperti ini. Aku akan membuangnya sekarang juga,” jawab Jenna dengan cepat. Yang membuat Liora tertawa.
“Itu cukup mahal, Jenna. Aku bisa menjualnya untuk membeli gaun …”
“Aku akan membelikannya untukmu,” sambar Jenna dengan cepat. Kemudina terdengar suara tangisan dari salah satu kembar.
“Sepertinya itu Alexa.”
“Ya, Xiu pasti membuat masalah lagi. Aku pergi dulu.”
“Hmm, bye.”
Jenna tak sempat membalas, yang Liora dengan berikutnya suara Jenna yang berusaha menenangkan Alexa. Liora pun menutup panggilannya, mencari cincin yang meja rias dan memastikan setelan kerjanya sempurna sebelum berangka ke kantor.
***
Tepat jam delapan, pintu lift terbuka dan Samuel Marsello yang menawan melangkah keluar. Meski gurat lelah terlihat jelas menggores di wajah tampan pria itu. Liora dan kedua sekretaris lainnya berdiri, menyambut kedatangan Samuel dengan sopan.
“Liora,” panggil Samuel sambil menggelengkan kepala ke arah pintu ruangannya.
Liora mengangguk, mengambil tabnya dan mengikuti Samuel.
“Kuharap urusanku selesai hari ini juga,” ucap Samuel sambil melangkah ke belakang meja dan menyangkulkan jasnya di belakang kursi.
“Ya, Tuan. Tak ada pertemuan lagi.”
Samuel mengangguk puas, kemudian duduk di kursinya. Menyandarkan pungung dengan pandangan yang mengarah lurus ke wajah Liora. “Kau terlihat cantik dan menawan seperti biasanya,” komentar Samuel.
Liora tersenyum tipis.
“Apa nanti malam kau akan menemaniku ke pesta penyambutan?”
Liora tampak menimbang, kemudian menggeleng.
“Setidaknya kau akan tahu lebih cepat siapa bos penggantimu.”
“Apakah itu penting?”
Samuel menggeleng. “Si kakek tua itu benar-benar merepotkanku. Kudengar cucunya baru pulang dari London dan berencana melangsungkan pernikahan di kota ini. Itulah sebabnya memberi sang cucu posisi dengan semaunya. Dan para dewan direksi sama sekali tak punya hak untuk memprotes.”
“Ini perusahaan mereka, Samuel.” Liora mengingatkan.
Samuel hanya menghela napas. “Aku tahu. Dan mereka masih cukup baik hati dengan memberikan tunjangan yang menggiurkan. Uang berbicara lebih banyak.”
“Seperti yang selalu kau katakan.”
Untuk pertama kalinya Samuel tersenyum di pagi ini. Liora membalasnya. Kemudian salah satu alisnya terangkat lagi. “Jadi?”
Liora kembali menimbang.
Samuel bangkit berdiri, memutari meja dan melangkah dengan perlahan ke belakang Liora. Tangannya menyentuh ujung lengan Liora, merambat ke pundak dengan sentuhan selembut bulu. Kemudian ia mendekatkan bibirnya di telinga Liora. “Aku sudah menyiapkan gaun, sepatu, dan perhiasan yang bagus untukmu. Hanya malam ini, jadilah cinderellaku. Aku yakin kau akan menarik perhatian semua orang melebihi sang pemilik pesta. Sudah lama kita tal bersenang-senang.”
Senyum Liora mengembang akan pujian tersebut. Dan sebelum napas Samuel menjadi lebih berat, Liora membalikkan tubuh menghadap pria itu. “Hanya sampai jam dua belas?”
Samuel memberengut merasa kehilangan dengan jarak yang diambil oleh Liora. Mneyadarkan kabut yang mulai bermunculan di kedua bola matanya, ia mengangguk mantap dengan senyum yang lebih lebar. “Aku akan menjemputmu tepat jam delapan.”
Liora mengangguk. “Sesore itu?”
“Aku harus datang lebih awal untuk mengucapkan perpisahan,” jawab Samuel penuh keengganan. “Hanya basa-basi busuk. Dan aku memerlukanmu untuk membuat pestaku tak membosankan.”
“Kau selalu membutuhkanku, ya?”
“Seperti yang kau sangat tahu.” Samuel meraih jemari Liora, menunduk untuk melihat sesuatu yang tersemat di sana dan tersenyum miris. “Kau tak memakainya?”
“Aku menyimpannya di dompetku dan dompetku tertinggal di rumah Jerome.”
“Ah, kau masih mengunjungi mantan tunanganmu?”
Liora tersenyum. “Adik iparku,” koreksinya.
Samuel hanya manggut-manggut. Kemudian tiba-tiba pintu, Alicia dengan rambut pirangnya yang terurai muncul. Terkejut dan langkahnya sempat tersendat
“Apa yang kau lakukan di sini, Jenna?” sengit Alicia.
Liora menatap kebencian di kedua mata Alicia dengan penuh ketenangan. Kemudian menarik tangannya yang masih berada di genggaman telapak tangan Samuel. “Liora,” koreksinya dengan senyum yang terlalu lebar di wajah. “Namaku Liora, Alicia. Dengan kepintaranmu aku tak tahu bagaimana kau masih saja salah memanggil nama adikku setelah tiga tahun yang lalu aku memberitahumu.”
“Tiga tahun satu bulan dan tiga hari,” koreksi Alicia dengan bibir merah yang menipis tajam. Bagaimana mungkin ia melupakan hari di mana wanita itu kembali memporak-porandakan hidupnya.
“Ah, kau masih mengingat bagaimana aku menghancurkan rencana pernikahan kalian, ya?” Liora melirik ke arah Samuel. “Tunanganmu sangat sensitif, Samuel.”
Alicia mendengus, dengan tatapan tajamnya yang penuh sumpah serapah.
“Sepertinya kalian butuh bicara. Aku keluar.” Liora melangkah melewati Alicia. “Sampai jumpa nanti malam, Tuan,” tambahnya sebelum menutup pintu.
Wajah Alicia seketika memucat, kemudian beralih menatap Samuel. “Nanti malam kau tak mungkin pergi dengannya, kan?”
Samuel tak menjawab, yang berarti ya.
“Aku tak tahu terbuat dari apa wajahmu, Samuel. Kau membawa selingkuhanmu di hadapan umum?”
Samuel menghela napas, kemudian duduk di balik mejanya. “Dia bukan selingkuhanku, Alicia.”
“Teman?”
Samuel mengangguk singkat.
“Teman tapi mesra?”
Senyum tertampil apik di wajah Samuel. “Sedikit. Ayolah, Alicia. Kami hanya bersenang-senang. Jangan merusak hariku dengan kecemburuan tak berartimu itu.”
Alicia benar-benar kehilangan kata-kata. Selalu tak bisa membantah argument Samuel untuk yang satu ini.
“Jadi, ada apa?”
Alicia menghela napas panjang dan mengembuskannya secara perlahan. Mengembalikan ketenangan emosinya. “Aku sudah membujuk papaku.”
Salah satu alis Samuel terangkat, butuh penjelasan lebih.
“Kau tak perlu pergi ke Australia. Dia akan membantumu.”
Samuel manggut-manggut. “Begitu?”
“Dengan satu syarat,” sambar Alicia dengan cepat dan penuh penegasan.
“Kita harus menikah.”
Wajah Samuel seketika berubah datar.
***
Masih ada yang nunggu story ini?
Tepat jam delapan malam, Samuel datang menjemput Liora dengan Buggati birunya. Liora segera turun begitu ia memberitahu kedatangannya. Lima menit kemudian suara sepatu yang beradu di lantai lobi membuatnya berbalik dengan seketika. Kedua mata Samuel memandang penuh ketakjuban begitu Liora muncul dengan begitu sempurna. Rambut bergelombang wanita dibiarkan terurai ke samping, dengan gaun berwarna merah yang menampilkan lekukan tubuh seksi Liora, wanita itu sangat mampu memenuhi segala macam pikiran terliar pria manapun. Belahan samping yang menampilkan kaki jenjang Liora mengintip dengan malu-malu di setiap langkah wanita itu. "Kau terlihat menawan, Liora." Samuel menghampiri wanita itu dengan salah satu tangan di belakang. "Aku tahu dan aku memang selalu seperti ini. Kenapa kau masih saja terkejut, Samuel?" balas Liora dengan senyum yang semakin melengkapi kesempurnaan wanita itu dan kerlingan mata yang mampu melumpuhkan kedua kakinya. Wanita itu selalu dipenuhi kepercayaan diri yan
"Tunggu, Liora." Samuel berhasil menangkap pergelangan tangan Liora di depan pintu lift yang nyaris memisahkannya dirinya dari Samuel. Merasa begitu terkhianati oleh pria itu. "Kau tahu dia yang akan datang?" sembur Liora dalam desisan yang tajam. "Aku tak mungkin membawamu datang jika tahu cucu tuan Saito adalah Daniel. Daniel Lim,” tekan Samuel pada kalimat terakhirnya. Satu-satunya saingannya untuk menaklukkan hati Liora hanyalah Daniel Lim, yang meskipun hanya sebagai bayang-bayang masa lalu Liora. Liora berusaha mencari gurat kebohongan di wajah Samuel, yang tak bisa ia temukan. Ia tahu Samuel mengatakan yang sebenarnya. "Lalu apa yang terjadi tiga tahun lalu? Kau mengatakan padaku bahwa dia dipenjara." Meski Liora tak tahu detail berapa lama pria itu ditahan. Liora tak perlu dan tak ingin tahu. Satu-satunya hal yang membekas hanyalah geram kemarahan Daniel saat ia masuk ke dalam mobil Samuel. Kemudian kegilaan pria itu yang mencoba membunuh mereka berdua dalam kecelakaan itu.
Sungguh, satu-satunya hal yang menahan dirinya untuk tidak mendobrak meja di hadapannya ini adalah dendam yang mengendap di dadanya. Dan bukan sekarang saat yang tepat untuk memberi wanita satu ini hadiah. Setelah semua penderitaan di masa lalu yang tak pernah bisa ia lupakan, bagaimana mungkin Liora sama sekali tak terpengaruh dengan kemunculannya. Meninggalkannya layaknya sampah seperti yang dulu wanita itu lakukan padanya. Tidak, kali ini ia tidak akan menjadi sampah itu. Lioralah yang akan ia tinggalkan. “Melarikan diri lagi, huh?” Akhirnya kalimat itu keluar dalam bentuk dengusan yang tipis. Sudut mata Daniel melirik surat pengunduran diri tersebut. Sama sekali tak sudi akan menyentuhnya. Well, ia muncul di hidup Liora untuk memporak porandakan kehidupan nyaman wanita itu. Kehidupan nyaman yang didapatkannya ketika ia berkubang dalam rasa bersalah dan pengkhiatan yang dilakukan oleh wanita ini. Rasa bersalah telah menjadi pembunuh untuk darah dagingnya sendiri dan luka hati ya
Samuel menjemput Liora tepat jam dua belas siang. Pria itu bersikeras menemani Liora untuk mencarikan beberapa hadiah untuk ulang tahun keponakannya. “Kau tak bisa menolakku, Liora.” Tangan Samuel bersidekap keras kepala di dada. “Kau harus bergegas ke rumah Jenna, kan?” Mata Liora menyipit, menusuk penuh curiga tepat ke kedua mata Samuel. “Dari mana kau tahu tentang itu?” Samuel mengeluarkan sebuah kartu undangan dengan warna pelangi dan bertema kartun favorit Xiu dan Alexa, Snow White. Dilengkapi senyum kemenangan pria itu. “Kau tahu jam makan siang adalah saat jalanan paling merepotkan. Amat sangat merepotkan jika kau menggunakan taksi. Belum dengan pemilihan hadiah. Aku seorang pria, sudah pasti Axel tak suka hadiah boneka, kan?” Liora mendengus sinis akan pengetahuan Samuel tentang ketiga kembar. “Kau tahu Jenna akan menyemburmu begitu kau muncul di depan wajahnya, kan?” “Beruntung jika dia tidak menyiramkan seember air padaku lagi, kan,” canda Samuel. “Tapi … kali ini aku me
Jerome hanya menatap dingin ke arah Daniel, kemudian melirik ke arah Jenna yang tampak memucat. Wanita itu bergerak mendekat ke arahnya, melingkarkan lengan di lengannya. Ia bisa merasakan ketakutan yang menyeruak dari wanita itu. Begitu pun dengan Liora.Satu persatu Daniel menatap bergantian ketiga kembar dengan masing-masing kue ulang tahun dan nama yang tertulis di kue dengan bentuk yang berbeda. Axel, Alexa, dan Xiu. Daniel menatap lebih lama ke arah Xiu, dengan kernyitan yang tersamar. Mengamati wajah putri kecilnya tersebut dan Jerome bergegas menyela perhatian yang terlalu banyak tersebut.“Sekarang bukan saat yang tepat untuk membuat keributan di rumahku, Daniel.”Pertanyaan Jerome berhasil menarik perhatian Daniel, kembali menatap sang sepupu.“Jangan bersikap terlalu keras, sepupu. Kau sudah mendapatkan Jenna yang asli, untuk apa lagi kita perlu mengingat masa lalu yang sudah jauh tertinggal di belakang.” Kalimat Daniel lebih ditujukan pada Liora ketimbang pada Jerome dan J
“Capek?” tanya Samuel begitu Liora mendaratkan pantatnya di jok depan mobilnya.Liora menghela napas panjang sembari bersandar dan memasang sabuk pengamannya. “Ya, tapi setidaknya aku senang bisa bertemu mereka.”Samuel pun melajukan mobil keluar dari kediaman Jerome Lim dan Liora mencari posisi nyaman untuk memejamkan mata. Sepanjang perjalanan, Samuel tak berhenti menyempatkan menikmati pemandangan Liora yang terlelap dengan penuh ketenangan. Hingga ponsel dari dalam tas wanita itu berdering dan menampilkan nama Daniel saat Samuel mengeluarkan ponsel tersebut. Tanpa keraguan, pria itu mengangkatnya.“Ya?”Tak langsung ada jawaban dari seberang. “Di mana Liora?”Samuel melirik ke samping, Liora masih terlelap dan tampaknya wanita itu memang sangat kelelahan. “Masih tidur.”Tak ada reaksi dari seberang dan Samuel pun memilih membuka suaranya lagi. “Apa ada yang ingin kau katakan padanya? Aku akan mengatakannya saat dia bangun.”“Tidak perlu repot-repot. Urusan kami sama sekali bukan u
“Singgah atau tidak, sepertinya itu akan menjadi urusan pribadi saya, Tuan Daniel Lim Yang Terhormat.” Liora berhasil menjawab pertanyaan Daniel dengan tanpa getaran sedikit pun dalam suaranya. “Saya pun penasaran, alasan Anda begitu tertarik dengan urusan pribadi saya. Terutama urusan ranjang saya.”Wajah Daniel membeku dalam kepucatan. Ada emosi yang melintasi kedua matanya, tetapi segera lenyap hanya dalam hitungan detik. Ia menguasai emosinya dengan sangat baik. Sedikit saja emosinya tertangkap oleh Liora, wanita itu akan berpikir bahwa dirinya telah cemburu.Pun dengan gemuruh panas yang membakar dadanya setiap kali membayangkan kedekatan Liora dengan pria lain, terutama Samuel. Dan meski ia mengakui kecemburuan tersebut masih tersisa di dadanya untuk wanita yang pernah menjadi ibu dari anaknya tersebut, Daniel akan memastikan wanita itu tak pernah mengetahuinya.Daniel terkekeh kecil dan memberi satu gelengan kepala untuk Liora. “Tidak ada alasan khusus. Hanya saja … kau sama se
Cukup lama Daniel berdiri di ambang pintu yang setengah terbuka. Tampaknya Jenna lupa untuk menutupnya dengan rapat dan sibuk dengan Liora dan Xiu yang duduk bersandar di ranjang pasien yang berwarna merah muda. Kamar perawatan anak ini dipenuhi dengan gambar-gambar animasi yang cerah, layaknya kamar anak pada umumnya dengan desain yang tentu saja diusahakan membuat anak-anak betah. Lama Daniel hanya mengamati wajah Liora yang tertunduk, menatap dalam-dalam wajah Xiu yang berada dalam pangkuan wanita itu. Sementara Jenna menata makanan yang ada di kantong dipindahkan ke meja. Liora bukanlah seseorang yang sukaterlambat makan. Bahkan saat makan malam dengan klien tadi Liora tak sempat makan, dan karena Xiu sekarang wanita itu belum makan hingga hampir jam 12 malam. Daniel merasa ada yang aneh dengan tatapan wanita itu. Bagaimana cara wanita itu menatap Xiu, kelembutan dan perhatian yang ditunjukkan oleh Liora pada Xiu. Ada sesuatu yang mendadak membuat jantung Daniel tercekat. Apakah
Raut Jenna tampak berantakan ketika Liora menemui wanita itu di ruang tengah. Dengan Axel dan Alexa yang berada dalam pangkuang sang mama. Jenna tampak kewalahan memegang si kembar yang merengek dengan kedua tangan. Membuat Liora bergegas mengambil alih Alexa dan menenangkan bocah mungil tersebut, dengan begitu Jenna lebih mudah menenangkan Axel. Setelah beberapa saat kemudian setelah si kembar lebih tenang dan bersama pengasuh Xiu di kamar Xiu, Liora dan Jenna duduk di kursi pantry dengan gelas berisi jus untuk masing-masing. “Di mana Jerome?” Liora memulai pembicaraan lebih dulu. “Di kantor.” “Apa Jerome tahu kau di sini?” “Belum.” Jenna mengangkat pergelangan tangannya. “Sepertinya sebentar lagi akan datang.” “Kau bertengkar dengannya?” Jenna menggeleng, tetapi kemudian mengangguk. “Keberadaan Juna benar-benar mempengaruhi hubunganku dan Jerome.” Liora mendesah pelan. Pria itu tak hanya menargetkan dirinya untuk balas dendam, tetapi juga pada Jenna. Tetapi mereka pun tak b
Daniel menggeram dengan wajah yang menggelap. Kedua tangannya terkepal kuat dan tubuhnya siap melayang ke arah Juna. Tubuhnya sudah menghambur ke arah Juna sebelum Liora mendorong tubuhnya dan menghadang kemurkaan yang siap diluapkan. “Kita pergi, Daniel,” bisik Liora menahan kedua lengan sang suami dengan sekuat tenaga. Daniel menggeram tak setuju. Satu-satunya hal yang diinginkannya hanyalah meninju wajah Juna yang dengan lancangnya menyentuh Liora. Dan semakin berang bukan main ketika menangkan seringai di ujung bibir pria itu. Salah satu tangan Juna bergerak naik menyentuh bibir bagian bawah dengan ujung ibu jari. Sambil terkekeh, Juna bergumam pelan, “Well, mungkin inilah yang dirasakan Jerome ketika memergoki kalian berselingkuh di belakangnya. Jangan terlalu mengambil hati, Daniel.” “Tutup mulutmu, Juna,” sentak Liora menyangkal. “Kita pergi.” “Dengarkan istrimu, Daniel.” Tentu saja Juna tak mengindahkan kata-kata peringatan Liora. Kali ini juga menjilat bibir bagian bawahn
Ya, apartemennya memang bukan apartemen mewah seperti milik Daniel. Yang ia yakin keamanannya masih bisa diterobos oleh Juna menggunakan Lim sebagai nama belakang pria itu. ‘Kau ingin aku mengirim foto ini pada mantan selingkuhan yang kau bilang suami itu? Mata Liora terpejam, hanya sesaat rasanya hubungannya dan Daniel baru saja membaik, dan sekarang kenapa harus direcoki oleh hal semacam ini. Seolah belum cukup ia harus membayar dosanya di masa lalu. Liora memutuskan tak menggubris pesa n tersebut. Menghapus chat tersebut dan meletakkan ponselnya kembali ke meja kemudian berjalan ke dapur menyiapkan makanan untuk Daniel. Ia baru saja selesai menyeduh coklat hangat ketika Daniel muncul dan langsung duduk di kursi pantry. “Kau memasak?” tanya pria itu. “Sudah kubilang aku akan mengurusnya …” Liora menggeleng. Meletakkan piring berisi dada ayam panggang yang sudah ia hangatkan. “Tadi sore Jenna menyuruh orang mengirimnya.” Daniel hanya mengangguk. “Besok aku akan meminta pelayan
“Hai, apa yang kau pikirkan?” Daniel menyentuh pundak Liora yang tampak melamun di depan cermin wastafel. Liora menoleh, memegang lengan Daniel dan memberikan seulas senyum tipis. Membiarkan tubuhnya dipeluk dari belakang. “Sepertinya ada sesuatu yang menggelisahkanmu.” “Hanya sedikit kekhawatiran.” Liora tak sepenuhnya berbohong. Sejak pulang dari rumah Jerome, pikirannya masih dipenuhi oleh Juna. Keseriusan pria itu tampaknya tak bisa ia abaikan begitu saja. “Tentang?” Daniel mencium pipi Liora dan sisi wajahnya dirangkum oleh telapak tangan wanita itu sedangkan pandangan mereka bertemu di cermin. Liota tak langsung menjawab. Tak yakin apakah harus membicarakan hal tersebut pada Daniel tentang apa yang dilakukannya pada Juna untuk menyelamatkan hidupnya saat itu dari Jerome. Tapi, setidaknya ia perlu tahu lebih dalam tentang Juna, kan? “Apa kau mengenal Juna?” “Juna? Julian?” Liora mengangguk, mengamati lekat-lekat ekspresi di wajah Daniel. Kening pria itu berkerut tipis, ta
"Hai." Liora berhasil menangkap lengan Samuel. Membuat tubuh pria itu menghadapnya. "Ada apa?" "Liora." Suara Samuel terdengar begitu sendu, dengan kedua mata yang mulai digenangi air mata. Menatap Liora dan membawa wanita itu ke dalam pelukannya. "Alicia. Kening Liora berkerut. Belum pernah Samuel mengucapkan nama Alicia dengan nada sesedih ini. "Ada apa dengan Alicia?" "Dia nyaris mati karena kehabisan darah," jawab Samuel dalam isak tangisnya. "D-dia … dia hamil dan keguguran." Liora terkesiap kaget, sebagai seorang ibu tentu saja ia bisa merasakan kehilangan itu. Telapak tangannya mengelus punggung Samuel. Menyalurkan dukungan dan semangat dengan tulus. "Sshhh, semuanya akan baik-baik saja." "Aku bahkan tak tahu kalau dia sedang hamil. Dia tak mengatakannya padaku." Ada rasa bersalah di hati Liora akan keberadaannya di antara hubungan Alicia dan Samuel. "Maafkan aku." "Tidak, Liora. Kau tak bersalah. Akulah yang paling bersalah. A-aku … seharusnya aku lebih memperhatikan Al
Liora keluar dari ruangan Arata Saito dengan senyum samar yang menghiasi ujung bibirnya. Tentu saja ia tak akan kalah tanpa melakukan apapun. Arti Daniel bagi Arata Saito jelas lebih besar ketimbang Carissa atau kerajaan bisnis ini. Sejujurnya ia tak mengharap lebih, ia pun bisa hidup dengan Daniel tanpa bayang-bayang Arata Saito. Ditambah arti Arata tak lebih besar dari dirinya dan Xiu, juga anak dalam kandungannya bagi Daniel. Ia bisa membanggakan diri untuk yang satu itu. Huffttt, setidaknya satu masalah sudah tertangani. Berkat bantuan dari Jerome. Ya, kemarin ia menghubungi Jerome untuk mencari tahu tentang hubungan Arata Saito dan kedua orang tua Daniel, yang ternyata memang tidak baik seperti perkiraannya. “Ck, ck, ck.” Suara decakan mengejek dari arah depan menghentikan Liora yang baru saja akan masuk ke dalam lift. Carissa dengan kedua lengan bersilang dada, mengamati Liora dari ujung kepala hingga ujung kaki dengan tatapan merendahkan. “Apa yang sedang dilakukan istri sim
Suara dering ponsel dari nakas mengusak tidur Liora yang masih ingin lebih pulas lagi. Mulai terganggu, ia berusaha membangunkan Daniel dengan menyodokkan sikunya ke belakang. Tapi ujung sikunya tak menyentuh apapun. “Ponselmu, Daniel,” gumamnya lirih dengan nada yang mengantuk. Semalam Daniel tak sudah tak membiarkannya tidur hingga tengah malam, dan sekarang paginya pun harus diganggu dengan suara ponsel pria itu. “Aku di sini,” bisik Daniel dan mengakhirinya dengan lumatan di bibir Liora. Mata wanita itu segera terbuka dan menamukan sang suami yang ternyata sudah berdiri di sisi ranjang. Membungkuk ke arahnya dengan wajah yang masih basar. Bahkan air masih menetes-netes dari rambut pria itu yang belum dihanduk. “Kau sudah bangun?” Liora menjauhkan wajahnya. “Hmm, bangunlah. Hari ini kita akan berjalan-jalan dengan Xiu.” Kening Liora berkerut. “Jalan-jalan?” “Ya.” Daniel menegakkan punggungnya, berjalan memutari tempat tidur dan meraih ponselnya yang masih bersikeras mengingin
“Lalu apa yang sebenarnya kau inginkan dari semua ini, Daniel?” “Apakah kau masih perlu mempertanyakannya?” Liora terdiam sejenak. “Aku tak membutuhkan semua itu.” “Aku melakukannya bukan untuk kau butuhkan, Liora. Aku yang membutuhkanmu. Membutuhkan kalian bertiga.” Lagi-lagi kata Daniel membuat Liora tertegun. Merasakan hatinya yang meleleh. “Tidak bisakah kita memulainya kembali?” “Kita sudah berkali-kali mencoba memulai kembali, Daniel. Tak ada satu pun yang berhasil.” “Kalau begitu kita hanya perlu memulainya kembali dan kembali. Sampai semua ini berhasil untuk kita berdua. Ah, tidak. Sekarang kita berempat.” Pandangan Daniel turun ke arah perut Liora yang rata. “Semuanya terlalu rumit untuk kita berdua, bahkan masih ada banyak masalah yang sedang menunggu di belakangmu. Aku yakin Carissa tak akan memberimu perceraian yang mudah. Juga kakekmu, dia sangat menyukai Carissa. Mereka berdua tak akan membiarkanmu. Dan tidak menutup kemungkinan mereka tidak akan menyentuh Xiu.”
Kehangatan dan kenyamanan yang melingkup tubuhya membuat Liora enggan untuk membuka matanya meski tubuhnya mulai terbangun. Membuatnya semakin menenggelamkan diri dalam dekapan hangat. Ia ingin berlama-lama menikmati kenyamanan ini. Lebih lama dan …Suara napas yang berhembus teratur di tengkuknya seketika membangunkannya dari alam mimpi. Kenyamanan dan kehangatan yang ia rasakan bukanlah sebuah mimpi. Dekapan itu nyata, melingkupi tubuhnya. Daniellah yang melakukannya. Kedua lengan yang memeluknya dari belakang adalah milik Daniel. Hembusan napas hangat yang menerpa tengkuknya adalah milik Daniel.Kedua matanya seketika terbuka dan ia menggeliatkan tubuh, berusaha membebaskan diri dari pelukan tersebut.Gerakan kasar Liora seketika membangunkan Daniel. Pria itu mengerang pelan sambil mengerjap-ngerjapkan mata. Menggeliatkan tubuh dengan senyum konyolnya ketika bertatapan dengan Liora. “Apa yang kau lakukan di sini, hah?”“Tidak ada.”“Kau melewati batasanmu. Seharusnya kau tidur di s