Share

BAB 4

Kiara mondar-mandir di ruangannya, setelah mendengar syarat yang diminta oleh bosnya itu dia merasa tidak tenang. Bagaimana mungkin dia bisa mengembalikan uang satu milyar dalam waktu tiga hari? Sungguh hal yang sangat mustahil. Pria itu, sepertinya sengaja ingin menjebaknya.

"Eh Kia, kenapa Lo dari tadi kayak setrikaan bolak-balik Mulu?" sapa Berta teman satu ruangan dengannya.

"Ahm ga kok mbak Berta, aku lagi nyari sesuatu tapi kayaknya aku lupa narohnya dimana," jawab Kiara asal. Ia tidak mau ada orang yang mengetahui tentang masalahnya. Jika sampai ada yang tahu pasti akan bertambah rumit. Secara dia baru satu Minggu bekerja masa harus terkena masalah?

Kiara masih memutar otak untuk mengatasi permasalahannya. Namun, tiba-tiba saja ponselnya berdering.

"Halo, iya Bu ada apa?"

"Mbak, ini aku Yuda. Tadi ibu  masuk rumah sakit, jantungnya kumat kayaknya. Apa mbak bisa mentransferkan uang buat pengobatan ibu? Aku juga butuh uang buat sekolah mbak, seminggu lagi aku ada praktek di sekolah. Mbak bisa bantu transfer uangnya sekarang?"

DEG!!!

Bagai di sambar petir di siang hari. Kiara terasa tidak mempunyai kekuatan sama sekali bahkan kakinya terasa sangat lemas dan ia terduduk di bangkunya. Lama ia berpikir.

"Apa? Ibu masuk rumah sakit dan kamu butuh biaya buat praktek? Tapi mbak belum gajian dek. Mbak baru aja kerja seminggu bagaimana mbak bisa mendapatkan uang secepat itu?"

"Ayo dong mbak. Bantuin aku sama ibu, kalau sampai nanti biaya rumah sakit ibu ga dilunasi bisa-bisa ibu ga diijinkan dirawat mbak. Pihak sekolah juga meminta aku melunasi uang praktek besok, kalau tidak aku bisa ga ikut praktek dan terancam putus sekolah," keluh sang adik.

Kiara semakin dilema. Apa yang harus ia lakukan? Biaya rumah sakit dan uang untuk sekolah adiknya cukup besar. Sedangkan ia di kota saja harus berhemat karena uang yang ia miliki saat ini cuma uang yang diberikan sang ibu untuk bekalnya. Kiara semakin panik.

"Ya sudah nanti mbak usahakan untuk mencari akal biar bisa mengirimkan uang buat kalian secepatnya,"

Selesai bicara dengan sang adik tangis Kiara pecah. Untungnya tidak ada orang diruangan itu karena jam istirahat. Kiara benar-benar berada diujung tanduk.

Sementara itu, Ivander yang tidak sengaja lewat di depan ruangan Kiara tak sengaja mendengar pembicaraan Kiara. Ada rasa iba menghampiri hatinya tapi ia segera menepis rasa ibanya mengingat gadis itu sudah mengotori mobilnya. Ia merasa gengsi untuk membantu gadis itu dan lebih memilih untuk mengintimidasinya.

Kiara yang tadinya sedang menangis sesegukan, langsung terdiam melihat Ivander yang berada dihadapannya. Pandangan mereka saling tertaut satu sama lain, tapi Kiara tidak ingin dianggap lemah dan ia segera menghapus jejak air mata dipipinya. Kemudian berpura-pura bekerja untuk menghindari pembicaraan dengan atasannya yang menyebalkan dan tegaan itu.

Lelaki hanya tersenyum smirk memperhatikan Kiara, sungguh meskipun gadis itu tampak membencinya tapi Ivander sangat menyukai sikap gadis itu padanya. Membuatnya tambah penasaran seberapa kuat iman gadis itu untuk tetap menolaknya.

Lihat saja Kiara seberapa lama kamu akan bertahan? Aku yakin cepat atau lambat kau pasti akan menyerahkan dirimu padaku, monolog Ivander dalam hatinya. Ia benar-benar tidak sabar menunggu hari itu tiba.

***

Malam haripun tiba, seperti biasa Ivander akan menghabiskan waktunya untuk pergi ke club malam bersama teman-temannya.

"Gery, temenin gue ke club gue lagi bosan ni," ajak Ivander pada salah seorang sahabatnya.

"Emang kenapa? Lo pasti lagi pengen maen sama cewek-cewek yang ada di club kan?" Gery tahu persis bagaimana kelakuan sahabatnya itu. Jika bosan dengan pekerjaan atau lagi ada masalah pasti club tempat yang jadi pelariannya untuk melampiaskan kekesalannya. Biar itu sekedar minum-minum ataupun sampai melepaskan hasratnya dengan wanita-wanita nakal disana.

"Ga Ger. Malam ini gue ga mau maen, gue cuma pengen minum aja. Males gue sama cewek yang udah bekas orang, gue pengen cewek yang perawan," lugas Ivander pada sahabatnya membuat Gery terkekeh.

"Serius Lo? Apa ada cewek yang masih perawan di kota seperti ini?" ledek Gery pada sahabatnya itu.

"Masihlah. Gue yakin masih ada yang perawan kok," pungkasnya penuh keyakinan.

"Jangan-jangan Lo udah ada niat buat menikah ni? Lo udah punya niatan buat nikah?" tanya Gery yang saat ini telah duduk bersama Ivander di ruang VVIP.

mereka sengaja memesan ruangan itu karena tidak ingin diganggu.

"Entahlah. Kayaknya buat sekarang belum tapi mungkin kedepannya siapa yang tahu?" Gery hanya tersenyum menggelengkan kepalanya. Sahabatnya ini memang kadang sulit ditebak.

Sejauh ini Ivander yang ia kenal bukan tipe lelaki yang akan merasa puas dengan satu wanita. Bahkan lelaki itu rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk mendapatkan layanan memuaskan diranjang dan wanita yang bersamanya bukan wanita sembarangan. Ia akan melakukan hubungan seperti itu dengan model atau artis-artis muda yang bisa di ajak bersenang-senang.

Bukan tanpa alasan Ivander bersikap seperti itu. Dulu dia adalah pria yang begitu setia pada kekasihnya, bahkan ia akan melakukan apa saja demi membahagiakan kekasihnya, tapi sayang wanita itu malah mengkhianatinya.

Cheril, gadis yang pernah membuat Ivander begitu tergila-gila padanya, tapi malah meninggalkannya demi karir dan uang. Disaat Ivander sangat membutuhkannya gadis itu malah meninggalkannya begitu saja tanpa kabar. Semenjak hari itulah Ivander tidak pernah lagi percaya pada yang namanya cinta dan kesetiaan.

Dimatanya wanita itu hanya seperti kertas tisue yang ketika ia butuh akan ia gunakan dan setelah selesai ia akan mencampakkannya. Miris bukan? Seorang pria yang memiliki separuh harta kekayaan dari keluarga besarnya malah tidak bisa memiliki cinta dalam hidupnya.

"Van, Lo udah banyak minum. Sekarang kita pulang. Gue ga mau Lo buat keributan disini nanti," ajak Gery yang langsung memapah sahabatnya yang telah tidak sadarkan diri karena terlalu banyak minum.

Ivander, Lo tu ya mestinya bersyukur terlahir dari keluarga kaya raya. Mestinya lo udah mendapatkan calon istri yang baik tapi Lo malah merusak hidup Lo kayak gini. Ga abis pikir gue sama jalan pikiran Lo, gumam Gery saat mengantarkan Ivander pulang.

Dia tidak mengerti mengapa sahabatnya itu tidak bisa move on dari Cheril? Padahal di dunia ini masih ada gadis yang jauh lebih baik darinya.

Terkadang Gery merasa kasihan dan miris pada sahabatnya itu tapi mau bagaimana lagi? Ivander  tidak hanya sekedar sahabatnya tapi juga atasannya. Mau tidak mau dia akan melakukan apa yang diperintahkan padanya.

Gery membawa Ivander ke apartemennya. Lelaki itu tidak akan berani membawa Ivander pulang ke penthouse jika dalam keadaan seperti ini. Pastinya ia akan dimarahi habis-habisan oleh mamanya Ivander. Makanya untuk mengamankan sahabatnya itu ia akan membawanya ke apartemen pribadi Ivander. Setelah merapikan selimut dan memastikan sahabatnya tidur dengan nyaman, Gery kembali ke rumahnya.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status