Home / Rumah Tangga / Adikku Ingin Jadi Maduku / 38. Kemarahan Rani dan Kenyataan

Share

38. Kemarahan Rani dan Kenyataan

Author: Evie Edha
last update Last Updated: 2024-11-13 17:47:41

"Kamu pembunuh!" teriak Rani penuh dengan kemarahan. Dia menatap tajam Okta yang berjarak tidak jauh darinya. Sorot matanya menunjukkan kebencian dan juga kesedihan yang telah menjadi satu dalam dirinya.

"Kamu sudah membunuh anakku!" teriak Rani sekali lagi. Kali ini dengan menunjuk ke arah Okta. Tangisnya pecah, air mata yang sejak tadi menumpuk di pelupuk mata kini telah jatuh membasahi pipi. Suara tangis Rani mulai terdengar, Rani mulai sesenggukan.

Kebenaran mengenaai calon anaknya yang tidak bisa diselamatkan membuatnya patah dan berantakan. "Anakku, Ma," ujarnya pilu.

Riyanti yang terkejut dengan reaksi putrinya masih menatap bingung dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Rani. Namun, mau bertanya pun rasanya ini bukan waktu yang tepat.

Perempuan itu segera mendekati putrinya lalu memeluk Rani di mana Rani juga langsung membalas pelukannya. Terdengar tangis yang semakin keras dan menyayat dari Rani. "Sayang." Dia membelai kepala putrinya.

Riyanti yang sempat berhenti menangis
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   39. Maaf

    Rani sudah mulai sadar setelah hampir setengah hari terelaap akibat pengaruh dari obat tidur.. Hari sudaah sangat larut ketika dia membuka mata.. takk ada laagi teriakan atau kemaaraahan karena ketika dia bangun, tida ada seorng pun yang ada di dekatnya.Entah di mana suaaminya itu. Namun, itu lebih baik ketimbang dia harus melihaat wajah okta. Orang yang telah menyebaabkan diaa kehilangaan calon anaknya. Hanya berdia diri, Rani duduk dengan menatap lurus ke arah luar jendela di mana dia bisamelihat orang-orang lalu lalang di koridorr rumah akit bagian lauar yang berbatasan langsung dengaan tamaan rumaah sakit.Bahkan suara pintu terbuka pun tak membuat FRani mengaalihkan pandangannya sedikit pun. Riyanti, yang baru saja keluar membeli makaanaan baru kembali. Dia terkejut mendapati putrinya sudah sadar dan kini sudah duduk di brankarnya.''Rani,'' panggilnya panik. Riyanti memperceat langkah mendekaati brankar putrinya, bahkan dia melempar begitu ssaja bungkusan makanaan yang diaa ba

    Last Updated : 2024-11-13
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   40. Kunjungan Okta Ke Pasar

    Duduk di dalam apartemennnya dengan keadaan gelap gulita tanpa membuka tirai yang akan membantu cahaya matahari untuk mentinari ke dalam, Okta duduk di sofa ditemani sebotol minuman.Pandangan pria itu lurus dan tampak kosong. Sesekali tangannya bergerak mendekatkan ujung botol ke arah bibir lalu meneguk isinya. Bola matanya yang memerah menandakan kalau pria itu baru saja meluapkan emosi. Menangis, berteriak, sedih tertawa dan marah bersatu menjadi satu.Okta sedang kesal saat ini. Pria itu merasa menjadi sosok yang bodoh karena telah ditipu habis-habisan oleh Rani. Perempuan yang baru dia nikahi beberapa minggu terakhir ini telah menjebaknya ke dalam sebuah masalah yang sudah membuat hidupnya hancur berantakan."Sialan!" teriak Okta dengan melempar botol yang ada di tangannya. Isinya memang sudah tidak ada. Itu mengapa dia berani melemparnya hingga bentuk botol itu sudah tidak beraturan. Terpecah berai di lantai membentuk serpihan-serpihan."Dia telah membohongiku," ujarnya geram de

    Last Updated : 2024-11-14
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   41. Amukan Okta Pada Rani

    Okta keluar dari klinik setelah mendapat perawaran. Tubuhnya terasa remuk akibat pukulan dan tendangan beberapa preman tadi. Salah sendiri.Sepanjang perjalanan, para pedagang pasar menatap ke arahnya sembari berbisik. Tentu mereka tahu apa yang terjadi padanya. Apa yang tidak diketahui penghuni pasar jika itu tentang Toto?"Masnya nggak papa?" tanya salah satu pedagang pasar yang merasa kasihan melihat Okta"Saya masih hidup. Jadi saya nggak papa." Sayangnya Toto malah memberikan respon yang tidak terlalu baik pada pedagang itu.Pedagang itu pun melotot. "Ye. Nih orang. Jadi ngerti kenapa Toto sampe mukulin dia," ujarnya kemudian."Hu ... nyesel tanya tadi." Dia melanjutkan.Sedangkan Okta sendiri tidak menanggapi ha itu. Ptia itu tetap pergi meninggalkan pasar menuju mobilnya. Di sela rasa sakit yang dia rasakan, Okta menyandarkan punggung pada sandaran kursi lalu memejamkan matanya sesaat."Akh! Sial! Bukannya puas malah bonyok." Dia memukul kemudi yang ada di hadapannya. Namun, be

    Last Updated : 2024-11-14
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   42. Keputusan Bagus

    Melissa membawakan minuman untuk papanya yang kini sedang duduk di kursi taman samping rumah mereka. Melissa melihat ada sesuatu yang berbeda dengan sang papa sejak pulang dari rumah sakit menjenguk Rani."Papa kenapa?" tanya Melissa kemudian. Dia duduk di samping papanya lalu memberikan minuman hangat itu untuk Bagus.Bagus menerima miuman dari putrinya itu. "Terima kasih,'' ujarnya kemudian.Melissa mengangguk. Dia tersenyum sembari memerhatikan sang papa yang meneguk minumannya. "Papa kenapa? Papa ada masalah?" tanyanya kemudian.Bagus menggeleng dengan senyuman tipis. "Tidak. Papa tidak ada masalah," ujarnya kemudian.Melissa sedikit mengubah posisi duduknya untuk menghadap ke arah sang papa. Dia memiringkan kepalanya sedikit. "Pa. Jangan bohong sama Melisa. Melissa tahu ada sesuatu yang sedang papa pikirkan. Ayo katakan dan jangan ditutupi lagi dari Melissa. Melissa tidak mau apa yang menjadi beban pikiran Papa kali ini akan membuat kesehataan Papa menurun nanti,'' ujarnya merayu

    Last Updated : 2024-11-17
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   43. Cerai Lagi?

    "Kau gila!" tanya Melissa tak habis pikir. "Kau sinting? Kau tidak waras atau bagaimana?" Dia kembali bertanya, merasa tidak percaya dengan apa yang baru saja dikatakan oleh Okta.Begitu mudahnya meminta hak dalam perusahaannya setelah apa yang pria itu lakukan padanya. Yang benar saja. Melissa tertawa. Dia menjentikkan jarinya di depan wajah Okta beberapa kali. "Hei bangun. Bangun. Ini sudah pagi. Waktunya sudah bangun. Jangan terus bermimpi," ujar Melissa memberitahu."Bagaimana mungkin kamu meminta sesuatu yang pastinya tidak mungkin aku berikan? Bahkan jika kamu masih menjadi suamiku pun, aku juga tidak akan melakukan itu, Mas. Apalagi setelah apa yang kamu lakukan padaku," ujar perempuan itu dengan menunjuk dadanya menggunakan kedua tangan.Apa yang dikatakan Melisa membuat Rani sempat merasa tidak enak. Karena bagaimanapun dia juga turut andil dalam hancurnya rumah tangga mereka.Melissa yang mengerti menatap Rani, dia mengangkat tangan. "Aku tidak bermaksud, Ran. Maaf."Rani

    Last Updated : 2024-11-17
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   44. Ini Lamaran?

    Okta memasuki kediaman orang tuanya dengan wajah ditekuk. Semua penyesalan akan apa yang telah dia lakukan tiada guna, membuat dia kehilangan semuanya.Khalif dan sang istri yang melihat kedatangan Okta pun mengerutkan keningnya. "Dia kenapa, Ma?" tanya Khalif pada Windi.Windi yang sedang asyik memakan keripik menggeleng dan mengedikkan bahunya. "Tidak tahu, Pa."Okta berjalan mendekati kedua orang tuanya. Dia menatap pasangan suami istri itu yang menunjukkan ekspresi bingung. Okta pun langsung duduk di kursi single yang ada di dekat kedua orang tuanya. "Pa, Ma," panggilnya kemudian.Khalif dan Windi saling tatap beberapa saat lalu kembali menatap ke arah Okta. ''Apa?" tanya Khalif."Aku mau cerai." Satu kalimat singkat dari Okta yang mampu mengejutkan Khalif dan Windi."Apa?" tanya Windi."Kau gila?" maki Khalif. "Baru menikah kau sudah ingin bercerai lagi? Kau benar-benar sudah tidak waras?" Dia menggeleng pelan sembari berdecak. Tak habis pikir dengan kelakuan anaknya yang satu i

    Last Updated : 2024-11-24
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   45. Orang Tua Berpisah

    "Kamu melamar aku?" tanya Melisa pada Kafka dengan kerutan di kening.Kafka masih menatap Melissa dengan santai. "Tidak ada seserahan yang aku bawa. Jadi, ini bukan lamaran. Hanya ajakan nikah saja. Itu pun kalau kamu mau." Pria itu menjawab begitu santai seolah kalau dia ditolak pun, dia tidak merasa masalah.Melisa kini malah merasa bingung. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena tidak tahu harus menjawab atau menanggapi perkataan Kafka yang tadi bagaimana.Kafka yang menyadari sikap Melissa pun mulai paham. "Tidak usah terlalu dipikirkan. Anggap saja angin lalu. Toh kamu juga baru menjadi janda. Jangan terlalu keras memikirkannya."Melisa tersenyum sungkan pada Kafka. Dia bersyukur kalau pria ini mengerti apa yang dia pikirkan. "Tapi kamu tidak akan memutus kerja sama antara perusahaan kita, kan?" tanyanya kemudian.Kafka tersenyum miring. "Ini dunia kerja, Melisa. Bukan dunia permainan yang mana jika salah satu pemain merasa patah hati, maka dia akan berhenti bermain."Di

    Last Updated : 2024-12-11
  • Adikku Ingin Jadi Maduku   46. Berpisah

    Melissa menatap sedih ke arah kamar Rina. Dia melihat adik tirinya itu tengah memasukkan semua pakaian ke dalam koper. Padahal, baru beberapa hari lalu dia mengeluarkannya dari koper dan menatanya di lemari.Melissa pun memasuki kamar Rina. Perempuan itu duduk di tepi ranjang dan menatap adik tirinya dengan sedih.Rina yang melihat itu pun tersenyum tipis. "Ada apa, Kak? Kenapa wajah Kakak seperti itu ekspresinya?" tanyanya kemudian."Kamu benar mau pergi juga?" tanya Melissa dengan sedih.Rani masih menunjukkan senyum tipis. Dia mengangguk beberapa kali. "Iya, Kak. Aku tidak mungkin membiarkan Mama tinggal sendirian di luar sana." Dia menjelaskan.Apa yang dikatakan oleh Rani ada benarnya. Setelah memutuskan keluar dari rumah setelah persetujuan berpisah, Riyanti akan mencari tempat tinggal lain. Jadi, mana mungkin Rani membiarkan Riyanti tinggal sendirian."Kalian nanti tinggal di mana?" tanya Melissa. "Atau tinggal di apartemen kakak saja?" Dia mencoba menawarkan. Dia meraih tangan

    Last Updated : 2024-12-14

Latest chapter

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   107. Selesai

    Melissa yang mendapat laporan dari Irit pun merasa bingung. Perempuan itu mengerutkan kening pertanda berpikir. "Seingat aku ini bukanlah hari di mana aku dan dia harus mengecek lokasi pekerjaan."Namun, Argo menepuk pundaknya dan membuat mereka saling tetap. Argo meggangguk. "Temuilah dulu. Toh pekerjaan kita selesai bukan? Aku akan pulang lebih dulu," ujar pria itu kemudian.Melissa mengangguk. "Baikkah."Dia menatap Irin. "Minta saja dia masuk," ujar Melisa kemudian."Ya sudah. Kalau begitu aku pulang dulu," ujar Argo. pria itu berpamitan lalu keluar dari ruangan Melisa.Di depan ruangan, dia berpapasan dengan Kafka. Keduanya hanya saling mengangguk tanpa berbicara lalu melanjutkan langkah.Kafka sendiri langsung memasuki ruang Melissa. "Selamat siang.""Siang. Duduklah," ujar Melisaa dengan menunjuk ke arah kursi yang ada di hadapannya.Kafka pun mengangguk, pria itu duduk dan berhadapan dengan Melissa "Ada apa? Bukankah hari ini bukan jadwal kita untuk meninjau lokasi?" tanya Me

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   106

    Suasana ruangan tempat Melissa dirawat tampak akwward. kedatangan Keluarga Kafka membuat Tuan Bagus tidak menyukai hal itu. Namun, adanya campur tangan Kafka dalam menyelamatkan Melissa membuat pria tua itu tidak bisa mengusir mereka yang datang.Windi mendekati Melissa. Perempuan itu tersenyum tipis dan berdiri di samping brankar mantan menantunya. Dia meraih tangan Melissa dan menggenggamnya."Kabar kamu bagaimana?" tanya Windy dengan suara pelan.Melissa pun tersenyum tipis. "Baik, Tante."Windi yang mendengar itu sedikit merasa tercubit hatinya, karena rasa sakit ini. Beberapa waktu lalu Melisa masih memanggilnya dengan sebutan Mama, tapi kini tak ada lagi panggilan itu.Melissa sudah memanggilnya dengan sebutan Tante. Windi menarik nafas dalam. "Syukurlah," ujarnya kemudian.Namun, ada ekspresi sedih yang dipasang perempuan itu. "Maafkan Okta, ya sudah merepotkan kamu. Maaf kalau Okta sudah membuat kamu seperti ini," ujar perempuan itu. Dia mengelus punggung tangan Melissa yang s

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   105

    "Kami berhasil menyelamatkan Melissa dan saat ini Kak Okta sudah ditahan oleh polisi," ujar Kafka lebih jelas.Windi yang mendengar itu meremas tangannya. Ada rasa lega kalau Kafka mengatakan jika mereka berhasil menyelamatkan Melissa. Namun, ada rasa sedih juga ketika mendengar putra pertamanya kini sedang dalam penjara.Jujur saja dia merasa tidak tega terlepas bagaimana parahnya sikap anaknya itu selama ini."Mama sedih?" tanya Kafka yang melihat ekspresi mamanya.Windi langsung tersenyum sedikit samar. "Tidak," jawabnya kemudian. Meskipun perempuan itu mengatakan tidak, Kafka tahu benar bagaimana perasaan mamanya. Dia meraih tangan Windi dan menggenggamnya dengan erat."Kafka tahu Mama sayang sama Kak Okta. Sama seperti mama sayang pada Kafka. Kami tahu itu. Tapi, apa pun itu Kak Okta harus mendapatkan hukumannya. Dia harus menjalani itu semua. Itu adalah risiko dari apa yang sudah dia lakukan." Kafka mencoba menjelaskan."Iya Mama tahu," ujar Windi seperti seseorang yang frustas

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   104

    Kejadian itu begitu tiba-tiba dan mengejutkan semua orang. Kini, semua mata tertuju pada dua pria yang kali ini sedang beradu mekanik. Okta yang sempat mengambil pisau kecil dari saku celananya sempat melukai lengan pria yang tidak dikenal dan mencampuri urusannya itu."Lisa," panggil Argo lirih. Dia pun berlari cepat untuk mendekati Melissa."Melissa," panggil Argo sekali lagi ketika berada di samping perempuan itu."Argo," panggil Melissa dengan suara takut. Perempuan itu langsung memeluk Argo dengan erat."Aku takut," ujarnya kemudian.Argo membelai kepala Melissa dengan lembut. "Tenang. Kamu tenang, ya. Kamu sudah aman sekarang," ujarnya kemudian."Bawa dia menjauh," ujar Kafka menatap Argo.Argo pun mengangguk. "Ayo kita menjauh dari tempat ini," ujarnya pada Melissa.Melissa pun mengangguk lalu mengikuti langkah Argo untuk berada di tempat yang aman.Kafka yang melihat itu hanya tersenyum sendu. Sedih pastinya, karena dia melihat kemesraan antara Argo dan juga Melissa. Namun, di

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   103

    "Diam!" bentak Okta kemudian. Dia merasa kesal karena mobilnya tidak bisa dikendalikan.Dan kini Melissa yang sudah sadar. "Apa yang kamu lakukan, Okta? Apa yang terjadi?" tanya Melissa bertubi-tubi. Dia tidak peduli jika Okta marah dan memintanya untuk diam.Hingga sebuah sirine dia dengar. Melissa langsung mengalihkan pandangan ke luar jendela kaca mobil. Dia melihat beberapa mobil polisi yang terparkir tidak jauh dari keberadaan mobilnya. "Polisi," ujarnya penuh dengan rasa senang.Dia merasa bahwa dirinya akan selamat dari tragedi ini. Melisa pun mencoba untuk membuka pintu mobil yang tertutup. Namun, tidak bisa. "Buka pintunya, Okta," ujar Melissa kemudian dengan mencoba, terus mencoba disertai tatapannya yang begitu tajam ke arah Okta."Tidak. Kamu tidak boleh ke mana-mana. Kamu harus tetap sama aku," ujar Okta Yang sepertinya tidak tahu jika nasibnya sudah berakhir."Kamu sudah terkepung Okta. Kamu tidak bisa lari. Lebih baik menyerah saja. Kamu tidak melihat begitu banyak poli

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   102

    Okta langsung membanting ponsel miliknya k atas ranjang. Dia pun bangkit dari duduknya sembari meraih tangan Melissa. "Ayo," ujarnya dengan ekspresi yang menunjukkan kepanikan.Melisaa yang tida tahu apa yang terjadi pun menatap Okta dengan bingung. "Ayo?" tanyanya kemudian."Iya ayo. Cepat kita pergi." Okta kembali berujar. Kali ini dengan sedikit menarik tangan Melissa.Melisaa yang masih belum paham pun tetap pada posisinya. "Pergi? Pergi ke mana? Makanannya kan belum habis," ujar Melissa dengan menunjuk ke arah mangkuk miliknya yang masih teleihat banyak.Okta menggeram kesal. "Hah! Itu kita bisa beli lagi nanti. Yang penting ayo kita pergi sekarang," ujar Okta yang semakin terlihat panik."Ngapain sih buru-buru banget?" Melissa menatap curiga Okta. Hingga sesuatu terlintas di kepalanya."Nanti lah." Dia menarik tangannya yang dipegang Okta. "Nikmatin dulu aja makanannya. Udah dari pagi belum makan, sekarang makan malah disuruh cepet-cepet. Mending kalau udah habis. Lah ini masih

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   101.

    Argo menatap Tuan Bagus. "Irin baru saja menghubungi saya, Om. Dia mengatakan satpam yang kemarin bertugas menjaga pos melihat kedatangan Okta yang katanya ingin mengambil uang pesangon. Tapi mereka baru sadar tidak pernah melihat Okta keluar dari perusahaan. Dugaan Argo, bisa saja yang mengendarai mobil Melissa ketika pergi dari perusahaan adalah Okta," jelasnya tanpa ada yang ditutupi karena rasanya itu percuma.Sebab Tuan Bagus bukanlah orang yang mudah dibohongi."Jadi menurutmu Okta menjebak Melisa?" tanya dengan mengepalkan tangan.Argo mengangguk dan menggeleng sedikit. Terlihat rumit. "Entahlah. Ini susah dijelaskan tapi saya yakin dia yang melakukan semua ini. Dan saya juga yakin dia juga yang membawa mobil Melissa.""Jadi, menurutmu Melissa dibawa ke mana sama dia?" tanya Tuan Bagus.Argo menggeleng. "Saya juga belum tahu, Om. Tapi yang jelas dia ingin membawa Melisa jauh dari kita karena yang kita tahu Okta sangat menginginkan Melisa bersamanya," ujarnya kemudian.Tuhan Bag

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   100

    Kepulangan Argo Malam ini terasa sangat berat. Aplagi dia yang belum bisa menemukan Melisa dan tidak tahu harus mengatakan apa pada Tuan bagus. Mengingat bagaimana kondisi pria itu saat ini sepertinya tidak boleh mendengarkan hal-hal buruk tentang apapun.Argo memasuki rumah, dia langsung disambut oleh tawa Lisa yang berlari ke arah dirinya dan memeluk pria itu. "Papa baru pulang?" tanya Lisa dengan suara khas anak kecilnya.Argo tersenyum, lebih tepatnya memaksakan senyum. Pria itu mengangguk di depan Lisa. "Ya. Papa baru pulang.""Pasti papa lelah," ucapnya kemudian."Kamu tahu saja." Argo menyentil hidung Lisa lalu keduanya tertawa bersama."Gimana, Pa? Papa sudah menemukan Mama?' tanya Lisa kemudian.Dia tahu betul kalau kepergian Argo hari ini adalah untuk mencari Melisa. Argo yang mendapat pertanyaan seperti itu hanya bisa mengembuskan napas kasarnya. "Maaf, Sayang. Papa belum bisa menemukan Mama," ujarnya penuh penyesalan.Lisa yang sebelumnya penuh senyuman ini melunturkan sen

  • Adikku Ingin Jadi Maduku   99

    Melissa melotot melihat keberadaan Okta di hadapannya. erempuan itu menata benci mantan suaminya yang telah menculik dirinya."Di mana aku?" tanya Melisa dengan suara keras. Dia masih berusaha untuk melepaskan tangannya meski saat ini sudah merasakan sakit.Okta yang melihat itu malah tersenyum. "Jangan teriak-teriak. Nanti suara kamu jadi serak terus tenggorokan kamu jadi sakit," ujar Okta. Pria itu menutup kembali pintu lalu mendekati Melissa dan duduk di samping mantan istrinya itu.Dia menatap Melissa yang masih terus berusaha untuk melepaskan diri dari ikatan yang dia buat. Okta hanya tersenyum miring. Dia meletakkan bungkusan makanan yang baru saja dia beli di atas meja samping ranjang."Kamu jangan bergerak seperti itu. Nanti tangan kamu lecet." Kali ini Okta mengulurkan tangan dan melihat tangan Melissa yang masih terikat."Tuh lihat. Pergelangan tangan kamu sudah memerah. Kalau kamu terus seperti ini, nanti benar-benar luka," ujar pria itu penuh perhatian.Mungkin jika Okta m

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status