Beranda / Urban / Adik Ipar Terkaya / Part 01: Dibentak

Share

Adik Ipar Terkaya
Adik Ipar Terkaya
Penulis: Pemanis Aksara

Part 01: Dibentak

Penulis: Pemanis Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-19 20:37:06

"I need small pan," teriak Fadli sambil nge-baked tiger prawn. Sudah berulang kali dia meminta small pan, tapi Habib belum sempat mengantarnya. Cucian piring kotor yang menggunung membuatnya kewalahan untuk menuruti permintaan staff kitchen dan staff service. Ia mengusap keringat yang menggelinding di kening.

"Sudah berapa kali kubilang ... aku butuh small pan," hardik Fadli dengan wajah memerah. Dia sudah berdiri tepat di sampingnya. "Setiap kali briefing, apa yang selalu urgent itu dulu yang harus dituruti. Walaupun pekerjaan kita menumpuk. Itu bisa saja nanti dibantu sama staff yang lain." Fadli masih saja menahan gejolak amarah yang sudah meronta untuk segera diluapkan. "Apa kamu sanggup mendenda makanan yang sudah lama menunggu antrian?!" bentaknya lagi tidak peduli dengan staff lain. "Kamu di sini bekerja untuk mencari duit, bukan bekerja untuk mengeluarkan duit akibat mendenda makanan yang terlambat keluar karena pekerjaanmu lambat seperti keong mas!" racaunya sambil berdecak pinggang.

Habib menunduk sambil menyodorkan small pan yang diminta Fadli kepadanya. Ia juga kewalahan ketika weekend selalu dibuat sendiri untuk morning shift. Tamu kali ini diluar dugaan dari biasanya. Sungguh ramai luar biasa.

"Seharusnya kamu beruntung masih bisa diterima kerja di sini." Fadli masih saja terus mengoceh meluapkan emosinya kepada Habib. Ia masih mematung dan tidak berani melanjutkan mencuci piring yang sudah menggunung di westafel dan lantai. Staff service terus mengantar piring kotor. Sehingga tumpukan piring kotor terus bertambah.

"Asal kamu tahu, kalau bukan karena aku, mungkin kamu tidak bakalan lulus training."

Habib mendongak menatap manik matanya, Fadli. Ia heran kenapa Fadli bisa berkata seperti itu. Padahal, ia sudah seminggu lulus training dan sudah ganti baju.

Fadli mengukir senyum smirk. "Kalau bukan karena long weekend, aku sudah mengkonfirmasi ke office untuk meng-cut, kamu." Dia melangkah lalu memutar badan. Perlahan dia melipat tangan dan diletakkan sejajar dengan dada. "Kamu selalu melakukan kesalahan dan tidak bisa dimaafkan," bisiknya tepat di daun telinga Habib setelah merasa puas membuat mental Habib down.

Habib heran dengan sikap Fadli. Ia tidak tahu kesalahan apa yang dimaksud Fadli. Padahal, ia selalu datang tepat waktu dan tidak pernah melakukan kesalahan.

Posisi Fadli hanya kitchen leader, tapi gayanya melebihi Chef de Party. Dia selalu membedakan Habib dengan staff lain. Ia tidak tahu dendam kesumat apa yang dipendam Fadli kepada dirinya.

"Kuberikan kesempatan kepadamu hari ini untuk memperbaiki diri. Masih ada beberapa jam lagi untuk memberikan kinerja terbaik versimu dan membuat aku tidak meng-cut kamu dari sini." Dia melihat jam yang menempel di dinding di loker tempat istirahat semua staff kalau lagi break.

Habib merasa lega karena masih ada kesempatan untuknya. Walaupun ia merasa tidak mempunyai salah.

"Jika tidak ada perubahan, aku akan mengajukan form ke office kalau dirimu melakukan kesalahan pada saat weekend," ucapnya dengan nada sarkasme.

Habib mereguk saliva terasa getir. Perkataan Fadli seperti petir di siang bolong. Ia masih saja mematung dan terus memikirkan perkataan yang bergelayut manja di benaknya. Kalau sempat dipecat, ia tidak tahu harus bekerja di mana lagi.

"Silakan kerjakan cucianmu yang sudah menggunung itu!" bentaknya sambil pergi melangkah menuju area grill.

Habib melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Baru saja memulainya terdengar suara bising.

Semua mata staff kitchen tertuju kepadanya. Padahal dirinya tidak sengaja membuat small pan jatuh sampai menggrindil. Tragedi small pan jatuh pasti menjadi kesalahannya walaupun itu bukan Habib yang buat. Walaupun sebenarnya itu mutlak kesalahan staff service akibat salah meletakkan small pan tidak pada tempatnya. Sehingga ia menyenggol tanpa sengaja.

"Baru beberapa detik aku memperingatkanmu, sudah melakukan kesalahan." Fadli meracau seolah tidak terima kesalahan itu dibuat Habib. Fadli seperti jelangkung, langkah kakinya begitu amat cepat sehingga sudah berada di depan Habib.

Habib diam dan menunduk. Meminta maaf pun ia kepada Fadli, pasti tidak berguna. Akhirnya lebih bagus membisu seolah bodoh amat.

"Hari ini sudah cukup habis batas kesabaranku atas ulah yang kamu perbuat. Sebagai konsekuensinya, kamu tidak boleh finger print ketika jam istirahat pulang. Kamu harus long time untuk hari ini dan esok."

Fadli menekan nada suaranya seolah tidak sabar ingin memberikan punishment kepada Habib. "Ba-baik," jawabnya grogi dan tidak membantah. Habib sangat membutuhkan pekerjaan ini untuk bisa menafkahi istrinya. Kalau melawan, konsekuensinya pasti di pecat.

"Bagus kalau sadar diri atas kesalahan fatal yang kamu lakukan." Fadli merasa senang bisa menyiksa Habib secara langsung. "Perlu kamu ketahui, long time tidak ada sama sekali dibayar. So ... kamu jangan berharap dapat gaji lebih atas over time yang kuberikan."

"Enak saja kamu memperlakukanku seperti ini!" gertak Habib tidak terima. Habib merasa tidak sabar lagi dengan perbuatan Fadli kepadanya. Ia sudah terlalu cukup sabar menghadapi atasan yang sungguh di luar batas. "Jangan kamu kira aku tidak makan ketika risaign dari pekerjaan ini!" ucapnya dengan mencekik leher Fadli dengan kuat.

Fadli meneguk salivanya sangat susah. Dia terus berusaha agar Habib melepaskan terkaman buas yang menyerang dirinya. Namun, Habib tidak melepaskan begitu saja sebelum lahir kata maaf dari bibir Fadli.

"Silakan cuci piring ini!" bentak Habib sambil mendorong Fadli ke dinding dekat pintu loker. Wajah lesu kini terlahir di raut wajahnya. "Biar kamu merasa lebih puas, aku akan risaign dari sini tanpa kamu ajukan form ke office," imbuhnya sambil melangkah masuk ke dalam loker.

Wajahnya yang pucat pasi kini semakin menjadi-jadi. Piring kotor menumpuk, orderan banyak masuk. Malah terjadi tragedi yang jauh di luar dugaannya. Fadli ingin membentak Habib. Ternyata berujung serius. Sebenarnya Fadli sudah ketar-ketir menghadapi masalah yang ada. Namun, ada saja ide jahat yang terlintas di dalam benaknya. Kalau kamu mengundurkan diri sebelum masa kontrak habis. Kamu akan mendenda. Emangnya kamu punya uang buat denda dan membiayai biaya hidup istrimu?!" sindir Fadli sarkasme. Dia mencoba berdiri dan tegar di hadapan Habib.

"Itu bukan urusanmu!" jawab Habib tegas lalu pergi melangkah gontai di tengah ramainya pengunjung.

"Sial! Benar-benar nekad kamu Habib!" umpat Fadli kesal. Dia tidak mau kalau masalah ini semakin kacau. Akhirnya, dia berlari mengejar Habib.

"Tunggu!" teriak Fadli dengan nada kencang. Kostum yang dia pakai tidak ada sama sekali dilepas. Pengunjung yang melintas merasa aneh melihat uniform yang dikenakan Fadli.

Habib berhenti sejenak lalu memutar tubuhnya menghadap asal suara itu.

"Apalagi yang akan kamu rencanakan untuk mencelakaiku atau menindasku wahai manusia yang tidak pandai bersyukur?!" sindir Habib tepat di daun telinga Fadli. "Kita lihat saja dalam durasi waktu tiga hari ke depan. Apakah aku atau kamu yang bakalan hidup menjadi gembel?!" tanya Habib penuh penekanan ditambah sorot matanya sangat tajam.

Bab terkait

  • Adik Ipar Terkaya   Part 02: Hitam tetap Hitam

    "Jelas kamulah!" jawab Fadli dengan percaya diri. Dia mengulas senyum smirk. Lengan kanannya diletak di bahunya Habib sebelah kanan."Jangan terlalu sepele kepada orang yang kamu anggap hina dan miskin sepertiku ini," sindir Habib sambil menepiskan lengan Fadli dari bahunya. Dia melayangkan lengannya ke udara seolah merasa jijik Fadli menaruh organ tubuhnya ke badan Habib. "Hina di mata manusia, belum tentu nista di kaca mata Sang Penguasa Alam," imbuhnya sambil menepuk pundak Fadli pelan. Ia memutar tubuhnya lalu mengayunkan langkah kakinya meninggalkan Fadli."Dasar manusia tidak tahu diuntung!" berang Fadli sambil melayangkan sebuah pukulan di punggung Habib. Namun, untuk saja Gibran datang menjadi pahlawan kesiangan. Habib memutar tubuhnya lalu mengarahkan ekor matanya ke arah Fadli dan Gibran."Sudah berani kamu mencelakaiku ketika aku lengah?! Hah!" seru Habib sambil menarik lengan kanannya Fadli lalu sengaja dia kunci kuat dengan memutar ke belakang. Fadli meraung kesakitan. "

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19
  • Adik Ipar Terkaya   Part 03: Tertangkap Basah

    "Habib mengundurkan diri," jawab Fadli lirih. Dia mencoba berkata jujur. Walaupun belum semua diceritakan kepada Leni-SPV di restaurant itu."Ayo masuk ke dalam," ajak Leni dengan elegan. Retinanya menyapu ke setiap sudut pojok. Perasaan tidak enak lahir di dalam hatinya melihat pengunjung yang memperhatikan setiap gerak-gerik yang tercipta. Mereka bertiga melangkah gontai menuju loker."Tidak mungkin Habib mengundurkan diri kalau tidak ada sebabnya!" ucap Leni tegas setelah sampai di loker. Dia menatap kedua bola mata Fadli dan Gibran bergantian. Namun, tidak ada sepatah kata yang keluar dari sudut bibir kedua pria yang ada di depannya."Gibran! Cepat kejar Habib! Jangan sampai dia risaign dari sini!" seru Leni dengan nada tegas. Tanpa buang-buang waktu, Gibran langsung melaksanakan perintah atasannya. Dia tidak mau kena pecat akibat membantah.Leni menghela napas panjang. Dia tidak tahu harus memulai dari mana untuk menasihati Fadli yang selalu arogan kepada Habib.Suasana hening se

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19
  • Adik Ipar Terkaya   Part 04: Mulai Membantah

    "Apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Abizar. Dia memutar balikkan pertanyaan sebelum Adik iparnya bertanya duluan."Aku tadi mau ke kamar," kelakarnya sambil mencari jawaban yang tepat. "Ada sesuatu hal yang tertinggal dan sangat penting untuk mengurus kelulusan training-ku," jawab Habib mencoba santai. Amarah dan rasa cemburu yang hampir saja meledak sengaja ia pendam.Nabila hanya diam dan memasang wajah heran. Dia tidak sanggup memandang wajah suaminya. Lebih baik dirinya diam ketimbang buka suara."Kenapa menuju dapur?" tanya Abizar heran. Dia melangkah menghampiri Habib. "Maaf kalau kedatanganku tidak kukasih tahu sebelumnya. Aku sengaja memberikan kejutan kepada Nabila-adik kesayanganku," jelasnya mencoba mengukir senyum simpul. "Aku tahu kamu pasti lupa kalau hari ini sangat istimewa buat Nabila," ujarnya lagi. Nabila mendongak menatap Abangnya. "Hari ini tepat tanggal lahir istrimu," sindirnya dengan nada sarkasme. Kedua bola mata Habib dan Abizar saling tertaut. Sengaja tid

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19
  • Adik Ipar Terkaya   Part 05: Rencana Apa?

    "Hewan melata saja masih bisa bertahan hidup. Padahal dia sangat dibenci Tuhan karena ikut mengobarkan api pada saat nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup. Begitu juga dengan binatang haram masih terus bisa berkeliaran," seru Nabila untuk menyangkal perkataan abangnya yang selalu menyepelekan Habib. "Itu artinya setiap makhluk hidup sudah ada rezekinya masing-masing," jelasnya lagi sambil menghela napas. "Bagaimana dengan manusia yang jauh lebih sempurna. Selagi hamba-Nya masih mau berusaha dan berdoa, pasti ada jalan rezekinya." Nabila sudah tidak habis pikir untuk menjelaskannya kepada Abangnya. "Tolong buka mata, ketok hati. Dan tolong untuk yakin dan percaya atas keagungan Sang Pencipta Alam Semesta." Nabila membuang napas lalu mencoba menenangkan pikiran agar hati dan jiwanya bisa tenang. "Aku yakin, in sya Allah pasti ada jalan rezeki setiap ciptaan Tuhan.""Buktinya saja kamu makin kurus dan raut wajahmu lecek," balasnya menyeringai. "Belum lagi tempat tinggal yang tidak layak huni,

    Terakhir Diperbarui : 2023-05-19
  • Adik Ipar Terkaya   Part 06: Bingung untuk Mendapatkannya

    "Rencana apa yang kamu maksud?" tanya Habib kepada kakak iparnya.Abizar hanya bergeming dan mematung. Hening seketika yang tercipta. Padahal masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan oleh Habib. Kedua bola matanya terus memperhatikan ponsel yang masih on di atas lantai. Ia melangkah cepat menghampiri Abizar.[Pokoknya halangi dulu dia agar jangan cepat sampai kemari!] Ternyata loud speaker benda pipih itu aktif sehingga sangat jelas terdengar suara seorang pria.Habib mengernyitkan kening. Intonasi suaranya ia mengenal siapa yang bicara, tetapi tidak mau menebak yang tidak pasti."Cepat jawab!" bisik Habib dengan sedikit memaksa. Ia menarik kerah baju kakak iparnya dengan sorot mata tajam. "Jangan kamu terbata menjawabnya!" serunya kembali dengan merendahkan volume suara dari biasa.[Serahkan saja kepadaku. Pokoknya jangan sia-siakan kepercayaanku,] jawab Abizar sembari mengukir senyum terpaksa.Habib sengaja memutuskan sambungan telepon. Lalu menatap ke arah kakak iparnya. "Renc

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-02
  • Adik Ipar Terkaya   Part 07: Pengakuan Jujur Membawa Malapetaka

    Nabila terus gelisah laksana hilang akal sehat. Dari tadi dia asik mondar-mandir dari kursi samping brangkar ke sopa dekat pintu kamar. Otaknya mau pecah memikirkan dari mana dia dapat uang segitu banyaknya."Na-Nabila, sayang. Aa-aku ada di mana?" tanya Habib terbata. Pandangannya buram membuat dirinya tidak tahu sedang di mana dan lagi ngapain.Nabila tersontak kaget melihat ke arah asal suara itu. Tangan Habib meraba-raba mengudara seolah mencari keberadaan istrinya. "Aa-aku ada di sini, Bang," jawab Nabila panik. Dia berlari menghampiri suaminya yang sedang berbaring lemas di atas brangkar."Aku ada di mana? Kenapa ada selang yang menyentuh kulit tanganku?" cecarnya terus dan ia ingin mencopot jarum yang menempel di tangan.Aa-Abang kemarin siang kecelakaan. Sekarang ini lagi di rumah sakit, sayang," bisiknya di daun telinga suaminya. Dia sengaja menunduk agar mulutnya pas dan dekat ke telinga suaminya. Setelah dia berkata, Nabila kembali berdiri tegak. Rasa teriris dan tersayat

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Adik Ipar Terkaya   Part 08: Obat Apa itu?

    "Akhirnya aktingku berhasil untuk membongkar semua akal dan niat busukmu, wahai Abang iparku," imbuhnya membuat mata Abizar tidak berkedip dan mulutnya menganga. Ia mengulas senyum seolah merasa puas dan bahagia rahasia Abang iparnya selama ini terbongkar sudah. Habib yakin tidak akan ada lagi senjata Abang iparnya untuk menghina dan merusak surga yang selama ini ia bangun bersama Nabila. "Kamu belum percaya kalau aku pura-pura sakit?!" Ia langsung menyandarkan punggungnya ke dinding lalu mencabut infus yang melekat di tangan.Kedua bola mata Abizar hampir saja mau lepas sari sarangnya. "Ke-kenapa bisa?!" tanya Abizar ragu dan tidak percaya.Habib mengukir senyum lalu berkata, "apa yang tidak bisa di dunia ini," jawabnya sarkasme dengan mengukir senyum smirk."Ini tidak mungkin. Kamu pasti sudah gila!""Ya aku memang sudah gila." Habib tidak mau kalah dengan Abizar. Tiba-tiba, seorang perawat masuk ke dalam ruangan membuat Habib dan Abizar diam sejenak. Sorot mata Abizar menatap Hab

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-04
  • Adik Ipar Terkaya   Part 09: Pilih Neraka atau Bayaran Dua Kali Lipat

    "Kamu siapa?! Terus kenapa kamu bisa memakai seragam tim medis rumah sakit ini? Kenapa kamu bisa mendapat itu semua?!" tanya Hendra sebagai dokter yang menangani Habib.Perawat itu gemetar dan tidak tahu harus menjawab apa. Dia menatap ke arah wajah Abizar. "Sejak awal aku sudah curiga dengan perawat ini," sela Habib dengan ekor mata mendelik. Ia ingin sekali membungkam mulut Abizar. Namun, belum ada waktu yang tepat dan alasan yang cocok."Makanya kalau masuk rumah sakit itu jangan swasta. Ke rumah sakit umum, kek," kelakar Abizar. Dia berkata seperti itu seolah mengecoh konsentrasi Hendra. "Begini kalau rumah sakit swasta. Orang lain yang bukan tim medis bisa lewat dan hendak mencelakai pasien," imbuhnya mengejek."Hentikan ucapanmu! Kami pihak rumah sakit bisa membongkar siapa dalang dari otak perawat gadungan ini. Suster! Cepat panggil sekuriti sebelum perawat gadungan ini pergi melarikan diri!" berang Hendra tidak terima kalau rumah sakit tempat dia bekerja dijelek-jelekkan."Da

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-05

Bab terbaru

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37B: Apa yang Terjadi

    Suasana semakin memanas. Manusia mana yang mau terlahir ke dunia dengan cara tidak sah di mata hukum negara dan juga di mata hukum Islam. 'Kalau boleh memilih, aku juga tidak mau lahir dari cara yang salah,' ucap Abizar bermonolog.Suasana hening seketika. Habib mengulas senyum bahagia. Ia merasa menang atas perdebatan yang sangat alot itu."Wajar saja tingkah lakumu seperti ibumu!" ejek Abizar sponta dengan ekspersi datar. Dia memutar balikkan fakta.Habib tertawa terbahak-bahak tanpa peduli dengan sang ayah. Sementara Abizar dan Hermawan saling adu pandang. Mereka kira Habib sudah gila."Apa aku tidak salah dengar?!" tanya Habib memperjelas perkataan Abizar. Retinanya mengarah ke arah Hermawan. "Apakah aku wajar dan pantas dikatakan gila?" imbuhnya meyakinkan apa yang baru saja dikatakan Abizar kepadanya.Hermawan hanya diam membisu. Dia tidak berani menjawab. Walau bagaimanapun itu Habib dan Abizar anak kandung alias darah dagingnya sendiri. Walaupun itu Abizar tidak dalam alam sa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37: Terkulai Layu

    "Secepatnya!" balasnya menimpali.Rossa memang istri sirinya, Hermawan. Dia sempat tanam saham duluan daripada menikahi ibunya, Habib. Namun, itu tidak terendus alias semua tersimpan rapi tanpa ada yang tahu.Seketika Habib mengulas senyum melihat Abizar. "Betapa malangnya nasibmu," sindir Habib kepada Abizar. Ternyata kamu anak yang tidak diinginkan." Ledekan Habib membuat Abizar semakin marah.Biasanya dia yang selalu menghina dan mengolok-olok Habib. Sekarang malah terbalik seratus delapan puluh derajat Celcius. Api amarah kini terpaut di wajahnya. Dia ingin sekali membungkam mulut adik tirinya agar bisa diam. Namun, dia sadar akan kesehatan Hermawan. Walaupun dia tidak pernah memanggil ayah atau pun bapak kepada pria yang terbaring lemas di atas brangkar."Kenapa kamu diam?!" pancing Habib kembali. Wajahmu nggak usah ditekuk seperti itu. Coba deh berkaca, kamu laksana menahan berak," ujar Habib terus mengejek."Persetan!" Akhirnya, Abizar tidak sanggup menahan gejolak larva amarah

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36B

    Abizar melepaskan cengkeramannya lalu membuang napas kasar."Ceritanya seperti ini," ucap Hermawan lirih. Dia memejamkan mata sekejap sembari menghela napas. Setelah jiwa dan raganya sudah merasa tenang. Barulah dia mulai buka suara. "Sayang, aku hamil!" ucap Rossa kepada Hermawan ketika mereka berdua janjian ketemuan di waktu makan siang."Tidak mungkin! Aku selalu memakai pengaman dan jika pun itu tidak. Aku tidak pernah mengeluarkannya di dalam. Jangan mengada-ada kamu, Rossa!" tolak Hermawan atas perkataan Rossa yang baru saja dia dengar.Rossa terisak mendengar perkataan calon suaminya. Dia sudah merelakan perawannya direguk oleh Hermawan. Ternyata apa yang dia harapkan telah sirna menjadi suami seorang pria kaya raya. Tidak peduli semua mata tertuju kepadanya. Isaknya semakin kuat dan semakin membuat retina pengunjung cafe semakin penasaran."Kamu tega, sayang!" ucap Rossa terisak. Dia memukul-mukul dada Hermawan sekuat hati sangking kesalnya. "Jangan coba-coba mengganggu hidup

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36: Minta Tanggungjawab

    Part 36: Minta TanggungjawabSiska baru saja tersadar ketika dirinya sudah ada di atas brangkar rumah sakit. Padahal dia baru saja merasa di atas motor dan terprental dari atas lalu meringis kesakitan."Aa-aku ada di mana?!" racaunya sesekali menyapu ruangan sekitar. Di samping kanan ada Abizar. Dia terkejut dan terbangun dari tidurnya. Ternyata sudah pukul dua puluh tiga lewat lima belas menit. Sangking lelahnya Abizar, dia tertidur pada saat menjaga Siska yang baru saja kecelakaan."Di rumah sakit," jawab Abizar sambil menguap. Setelah selesai menguap, dia mengucek terinya dan kembali meneruskan perkataannya, "tadi kamu kecelakaan.""Ini pasti gara-gara, Habib," umpatnya dengan menekuk wajah kesal. "Bisa kamu kasih pelajaran agar dia tidak semena-mena kepadaku, Bang?!" ucapnya lirih. Di sebelah kanan bagian betis terasa sakit akibat ditimpa motor pada saat dirinya terseret."Kasih pelajaran seperti apa? Dia saja telah menang telak dan sudah mengetahui sisi kelemahanku," jelas Abizar

  • Adik Ipar Terkaya   Part 35: Sudah Kutransfer

    "Kenapa kamu malah diam saja tua bangka! Seharusnya kamu ngoceh membela aku sebagai anakmu. Bukan hanya meratap seperti anak TK meminta mainan tidak dikasih sama ibunya." Siska benar-benar tidak ada akhlak ngatain Hermawan tua bangka. Padahal selama ini dia hidup hedon dan glamour karena uang yang dikasih Hermawan kepadanya."Hentikan ucapanmu!" bentak Hermawan dengan menaikkan suaranya dari biasanya. Dia mencoba duduk dan bersandar ke dinding ruangan. Habib membantu sang ayah. Namun, Hermawan tidak mau dibantu sang anak. "Aku bisa sendiri, kok," imbuhnya membuat Siska tersenyum puas."Siska! Mulai dari sekarang kamu harus angkat kaki dari rumahku!" racau Hermawan setelah dadanya tenang. Dan kamu tidak boleh menggunakan fasilitas yang aku berikan kepadamu!" desisnya menimpali.Raut wajahnya terlihat memerah seolah tidak suka atas informasi yang dia dapatkan barusan."Tidak bisa begitu, Yah!" bujuknya agar Hermawan menarik ucapannya. Aku mau tidur di mana kalau tidak boleh tinggal di r

  • Adik Ipar Terkaya   Part 34: Jangan Berharap Lebih

    Habib mengindahkan ide suster dengan cepat. Kini semua sudah aman dan terkendali."Kenapa sudah tidak ada orang?! tanya Siska ketika sudah di depan kamar mayat. "Pasti ada yang tidak beres ini," imbuhnya memasang wajah heran. Mau bertanya pun sudah tidak ada orang. Akhirnya dia kembali ke ruang informasi untuk mencari tahu keberadaan jenazah ayahnya.***Di kamar yang berbeda masih di lokasi rumah sakit. Habib menyuap Hermawan dengan lembut. Sang ayah yang selama ini ia rindukan kasih sayangnya kini sudah terkulai layu di atas brangkar rumah sakit."Ayah harus kuat makan agar ada tenaga," ucap Habib parau. Suaranya terasa serak menahan Isak tangis. Andai saja sang ayah mendengar apa katanya dulu sebelum menikah dengan Rossa. Mungkin beliau tidak menderita seperti ini. Bukan kebahagiaan yang dia dapat, hanya derita yang tercipta selama bersama dengan Rossa."Sudah!" tolak Hermawan. Dia tidak mau lagi menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. "Ayah sudah kenyang

  • Adik Ipar Terkaya   Part 33: Saya Ada Ide

    Habib keceplosan kalau Hermawan belum meninggal. 'Gawat ... kenapa pula aku berkata seperti itu,' ucap Habib dalam hati."Sudahlah lupakan saja!" ujar Habib lirih. Ia mencoba mengabaikan perkataannya. Mencoba mengalihkan pembicaraan."Kamu jangan menghindar dari apa yang kamu katakan. Dari mana kamu bisa berkata seperti itu? Apa jangan-jangan Hermawan belum meninggal?!" desak Rossa agar Habib mengatakan yang sejujurnya."Lebih bagus kita memikirkan bagaimana proses pemakaman sang ayah, Bu," ketus Habib. Baru kali ini ia berkata ibu kepada Rossa. Selama ini ia sangat enggan menyebut ibu walaupun di depan Hermawan."Urus saja sendiri! Jangan libatkan aku dan Siska dalam hal itu. Apalagi masalah biaya," jawab Rossa tidak mau kalah sengit dari perkataan Habib. Rossa baru sadar kenapa Habib mengulur waktu untuk mengeluarkan jenazah suaminya dengan cepat. "Apa kamu tidak mempunyai uang sehingga mayat ayahmu belum boleh keluar untuk segera dimakamkan?!" sindirnya dengan mencipta wajah sinis.

  • Adik Ipar Terkaya   Part 32: Mencari Informasi

    Sudah dua jam Rossa dan Siska menunggu jasad Hermawan agar segera dibawa pulang. Namun, mereka berdua belum ada kepikiran mau di makamkan di mana. Rasa resah dan gelisah kini menghantui pikirannya masing-masing."Mah! Bagaimana proses pemakamannya? Apakah sudah dikasih tahu kepada masyarakat atau warga tetangga kalau papah sudah meninggal?" tanya Siska dengan penuh selidik."Apa kamu sudah gila! Mama saja sedang bergelut di balik jeruji besi. Bagaimana pula bisa mengurus itu semua. Ini saja tangan Mamah di borgol keluar dari penjara menuju rumah sakit," ketus Rossa dengan wajah cemberut dan masam. "Ada-ada saja, kamu!" imbuhnya semakin geram."Terus si gembel itu pergi ke mana? Kenapa dia malah tidak kelihatan batang hidungnya?!" desis Siska. Larva amarah kini terus meronta agar dimuntahkan. Namun, tidak tahu harus marah kepada siapa."Mana mamah tahu. Kamu lamat-lamat semakin gila. Apa yang membuatmu seperti ini?" seru Rossa tidak terima pertanyaan anaknya seolah meleceh dirinya. Pa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 31: Ternyata Bukan Jasad Ayah

    Nabila kini sudah terbaring lemas di atas brangkar rumah sakit. Habib masih belum tenang akibat memikirkan keselamatan sang ayah. Mau izin pamit, Nabila belum kuat dan belum bisa apa-apa. Mau minum saja mesti dibantu oleh Habib."Ya Allah! Hamba mohon petunjuk darimu!" ucap Habib dalam hati.Beginilah hidup sebatang kara. Ketika ada dua masalah menimpa dalam waktu yang sama. Tidak ada kawan untuk bercerita. Jangankan berbagi kisah, mau gantian untuk menopang terpaan cobaan juga tidak ada. Tidak mungkin berbagi duka kepada orang lain.Habib memang sudah lama tidak menghadap kepada penguasa alam. Kali ini ia memang sangat butuh mengadu kepada-Nya. Cuma rasa enggan paling menyeringai di hatinya sehingga tidak jadi bersujud walau hanya sekejap mata."Sayang, maafin aku yang selalu merepotkanmu. Kenapa masih ada di sini?!" tanya Nabila dengan suara serak. Dia merasa pusing setelah berucap barusan kepada sang suami."Aa-aku akan setia menjaga dan merawatmu di sini," jawab Habib parau. Hatin

DMCA.com Protection Status