Beranda / Urban / Adik Ipar Terkaya / Part 06: Bingung untuk Mendapatkannya

Share

Part 06: Bingung untuk Mendapatkannya

Penulis: Pemanis Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Rencana apa yang kamu maksud?" tanya Habib kepada kakak iparnya.

Abizar hanya bergeming dan mematung.

Hening seketika yang tercipta. Padahal masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan oleh Habib. Kedua bola matanya terus memperhatikan ponsel yang masih on di atas lantai. Ia melangkah cepat menghampiri Abizar.

[Pokoknya halangi dulu dia agar jangan cepat sampai kemari!]

Ternyata loud speaker benda pipih itu aktif sehingga sangat jelas terdengar suara seorang pria.

Habib mengernyitkan kening. Intonasi suaranya ia mengenal siapa yang bicara, tetapi tidak mau menebak yang tidak pasti.

"Cepat jawab!" bisik Habib dengan sedikit memaksa. Ia menarik kerah baju kakak iparnya dengan sorot mata tajam. "Jangan kamu terbata menjawabnya!" serunya kembali dengan merendahkan volume suara dari biasa.

[Serahkan saja kepadaku. Pokoknya jangan sia-siakan kepercayaanku,] jawab Abizar sembari mengukir senyum terpaksa.

Habib sengaja memutuskan sambungan telepon. Lalu menatap ke arah kakak iparnya. "Rencana apa yang kamu rencanakan wahai bedebah?!" ucap Habib penuh selidik. Abizar hanya membisu. Bola matanya berputar-putar untuk mencari jawaban. Dia sengaja menahan napasnya walaupun terasa sesak. "Cepat katakan sebelum aku mencari tahu semua rencana busukmu!" desak Habib dengan nada mengancam. Netra Abizar sangat enggan menatap manik lawan bicaranya.

Seketika ia teringat kepada istrinya yang sudah lama menunggu di halaman rumah. Habib segera mendorong tubuh kakak iparnya dengan tenaga kuat sampai terjatuh ke atas lantai.

"Jangan kamu kira diamku tidak berani melawanmu! camkan itu!"

'Sial! Sudah berani dia melawan dan membentakku!' umpat Abizar kesal sambil mencoba berdiri. Rasa ngilu lahir di bagian siku lengannya.

***

Di ruang kamar dihiasi dengan warna putih Nabila terisak melihat kondisi tubuh pria yang selama ini dia sayang terbujur kaku. Jarum infus menempel di tangan sebelah kiri. Tetes demi tetes dari botol infus terus menetes. Sudah delapan jam Habib terbaring di atas brangkar belum sadarkan diri.

"Lebih baik kamu istirahat dan mandi ke rumah terlebih dahulu. Habis itu kamu datang kemari menjaga suamimu yang sudah tidak berguna lagi," ucap Abizar dengan mencipta raut wajah senyum simpul. Untung saja Nabila tidak melihat ekspresi yang dilahirkan Abangnya. Kalau tidak, Nabila pasti perih melihat luka yang sudah menganga lalu ditetesi perasan air jeruk nipis. Ngilu dan sakit pasti sudah tidak tertahankan.

"Hentikan ucapanmu, Bang!" bentak Nabila tidak terima kalau suaminya selalu dianggap remeh sama abangnya. "Walau bagaimana pun itu kondisinya, aku tidak bakalan meninggalkannya begitu saja. Cuma dia harta satu-satunya yang kumiliki," imbuhnya sembari menahan Isak tangis agar tidak pecah.

"Aku ini masih ada sebagai abangmu. Aku bisa memberi kebahagiaan kepadamu, Nabila!" balasnya mulai panik. Dia mencoba berpikir jernih agar tidak kelihatan memaksakan diri agar adiknya bisa menerima pendapatnya. "Apa kamu yakin dengan kecelakaan yang menimpa suamimu, kakinya bakalan sembuh total seperti semula?! Kalau iya, masih mending. Kalau tidak, mau makan apa kamu? Mana ada perusahaan yang mau menerima karyawannya yang cacat." Dia menghela napas lalu membuangnya dengan begitu saja. "Kamu harus berpikir dengan matang untuk masa depanmu!" rutuk Abizar seolah lelah menasihati adiknya agar melepas pria itu begitu saja.

"Apapun alasannya, apapun itu masalahnya. Bagaimana pun itu kondisinya, aku tetap bertahan. Walaupun Abang sangat enggan untuk menerimanya," jawab Nabila polos. Dia sudah mulai tegar dan air matanya yang sedari tadi sebak kini mulai kering.

"Ok ... kalau kamu ikhlas dan siap menerima kenyataan pahit itu." Abizar sudah habis kata-kata untuk melumpuhkan rasa kesetiannya kepada Habib. "Kamu tahu tidak?! Aku ini sebagai Abang kandunganmu tidak tega dan ridho melihat kamu menikah begitu tersiksa," imbubnya kembali. Apa kata tetangga kalau aku hidup mewah dan glamor, akan tetapi ada adik kandungku yang hidup tersiksa karena suaminya tidak bertanggungjawab," jelasnya mencoba membuka pikiran dan hati adiknya.

"Kalau Abang masih terus menerus meremehkan Bang Habib-suamiku, lebih baik keluar dari sini. Aku mau menjaga suamiku dengan tenang tanpa ada yang bising dan ngoceh yang tidak berfaedah," sindirku tajam sembari menunjuk pintu keluar memberi kode mengusirnya.

"Baik, tanpa kamu usir, aku segera angkat kaki dari sini,"jawabnya lalu beranjak dan langsung mengayunkan kakinya menuju pintu keluar.

Nabila menghela napas lalu membuangnya dengan sembarang. Dia bangkit dari tempat dusuknya lalu menatap wajah pria yang selama ini membersamainya. Air matanya lirih seketika mengingat kata-kata yang indah dilontarkan suaminya sebelum kecelakaan itu menimpa Habib.

"Mohon maaf sebelumnya," ucap salah satu perawat yang sedang piket malam ini. Nabila terkejut mendengar suara itu. "Ya. Ada yang bisa saya bantu, Sus," jawabnya datar lalu menjauh dari tubuh suaminya.

"Hasil lab memutuskan salah satu kaki pasien harus di operasi. Dan Sanata cukup lumayan banyak. Cuma tindakan ini yang dapat menolong pasien agar bisa pulih seperti biasanya," ujar Suster dengan nada lembut. Dia menyodorkan map batik berwarna coklat kepada Nabila. Silakan dipelajari terlebih dahulu!" imbuhnya lalu mencoba memeriksa kondisi denyut jantung dan lalu mencek keadaan mata pasien. "Jika sudah paham dan menyetujuinya. Maka silakan tanda tangan agar besok pagi dilakukan tindakan agar pasien bisa lebih cepat pulih," tambahnya lagi setelah selesai memeriksa keadaan pasien.

"Apakah harus sekarang ini juga aku menandatangani surat ini? Terus apakah uangnya harus malam ini juga harus ada?" tanya Nabila serak. Melihat angka yang berjejer di dalam kertas putih itu membuat dirinya sangat sulit bernapas dan salivanya terasa getir dan pahit.

"Itu saran dari kami tim medis. Jika tidak disetujui, kami hanya bisa berbuat sesuai standar yang ada. Akan tetapi, jangan pernah menuntut pihak rumah sakit kalau kami tim medis tidak memberikan pelayanan yang baik kepada pasien dan keluarga pasien. Masih ada waktu untuk berpikir. Saya tunggu kabar baiknya sebelum pukul nol-nol Waktu Indonesia Barat."

Perawat itu pergi begitu saja tanpa menunggu jawaban dari Nabila. Dia terkulai layu bahkan tidak berdaya untuk memikirkan uang yang tertera. Tidak mungkin aku minta bantuan kepada Abang Abizar. Lantas ... ke mana kah aku harus menadahkan tangan disaat kondisi seperti ini?' ucapnya dalam hati. Otaknya mulai panas memikirkan jalan keluar dari masalah ini.

Tiba-tiba, ujung jari manis Habib bergerak. Retina Nabila sontak kaget melihat aksi yang dilakukan suaminya. Dia semakin terisak bahkan tergugu sangking nanarnya. Jiwanya nelangsa tidak karuan.

"Tidak ada gunanya kamu meratapi nasib yang tak kunjung reda. Aku tahu menangis karena ketertindasan dana untuk menolong suami benalu seperti Habib 'kan?!"

"Tutup mulutmu itu, Bang! Saat ini kamu ada di atas. Esok kelak kita tidak tahu siapa yang paling menderita antara aku dan kamu!"

"Tidak akan ada kesempatan emas bagi kamu dan Habib untuk mencicipi bahagia dan senang. Walaupun itu hanya sekejap mata. Kamu cam 'kan itu dengan baik-baik," bisiknya tepat di daun telinga Nabila.

Bab terkait

  • Adik Ipar Terkaya   Part 07: Pengakuan Jujur Membawa Malapetaka

    Nabila terus gelisah laksana hilang akal sehat. Dari tadi dia asik mondar-mandir dari kursi samping brangkar ke sopa dekat pintu kamar. Otaknya mau pecah memikirkan dari mana dia dapat uang segitu banyaknya."Na-Nabila, sayang. Aa-aku ada di mana?" tanya Habib terbata. Pandangannya buram membuat dirinya tidak tahu sedang di mana dan lagi ngapain.Nabila tersontak kaget melihat ke arah asal suara itu. Tangan Habib meraba-raba mengudara seolah mencari keberadaan istrinya. "Aa-aku ada di sini, Bang," jawab Nabila panik. Dia berlari menghampiri suaminya yang sedang berbaring lemas di atas brangkar."Aku ada di mana? Kenapa ada selang yang menyentuh kulit tanganku?" cecarnya terus dan ia ingin mencopot jarum yang menempel di tangan.Aa-Abang kemarin siang kecelakaan. Sekarang ini lagi di rumah sakit, sayang," bisiknya di daun telinga suaminya. Dia sengaja menunduk agar mulutnya pas dan dekat ke telinga suaminya. Setelah dia berkata, Nabila kembali berdiri tegak. Rasa teriris dan tersayat

  • Adik Ipar Terkaya   Part 08: Obat Apa itu?

    "Akhirnya aktingku berhasil untuk membongkar semua akal dan niat busukmu, wahai Abang iparku," imbuhnya membuat mata Abizar tidak berkedip dan mulutnya menganga. Ia mengulas senyum seolah merasa puas dan bahagia rahasia Abang iparnya selama ini terbongkar sudah. Habib yakin tidak akan ada lagi senjata Abang iparnya untuk menghina dan merusak surga yang selama ini ia bangun bersama Nabila. "Kamu belum percaya kalau aku pura-pura sakit?!" Ia langsung menyandarkan punggungnya ke dinding lalu mencabut infus yang melekat di tangan.Kedua bola mata Abizar hampir saja mau lepas sari sarangnya. "Ke-kenapa bisa?!" tanya Abizar ragu dan tidak percaya.Habib mengukir senyum lalu berkata, "apa yang tidak bisa di dunia ini," jawabnya sarkasme dengan mengukir senyum smirk."Ini tidak mungkin. Kamu pasti sudah gila!""Ya aku memang sudah gila." Habib tidak mau kalah dengan Abizar. Tiba-tiba, seorang perawat masuk ke dalam ruangan membuat Habib dan Abizar diam sejenak. Sorot mata Abizar menatap Hab

  • Adik Ipar Terkaya   Part 09: Pilih Neraka atau Bayaran Dua Kali Lipat

    "Kamu siapa?! Terus kenapa kamu bisa memakai seragam tim medis rumah sakit ini? Kenapa kamu bisa mendapat itu semua?!" tanya Hendra sebagai dokter yang menangani Habib.Perawat itu gemetar dan tidak tahu harus menjawab apa. Dia menatap ke arah wajah Abizar. "Sejak awal aku sudah curiga dengan perawat ini," sela Habib dengan ekor mata mendelik. Ia ingin sekali membungkam mulut Abizar. Namun, belum ada waktu yang tepat dan alasan yang cocok."Makanya kalau masuk rumah sakit itu jangan swasta. Ke rumah sakit umum, kek," kelakar Abizar. Dia berkata seperti itu seolah mengecoh konsentrasi Hendra. "Begini kalau rumah sakit swasta. Orang lain yang bukan tim medis bisa lewat dan hendak mencelakai pasien," imbuhnya mengejek."Hentikan ucapanmu! Kami pihak rumah sakit bisa membongkar siapa dalang dari otak perawat gadungan ini. Suster! Cepat panggil sekuriti sebelum perawat gadungan ini pergi melarikan diri!" berang Hendra tidak terima kalau rumah sakit tempat dia bekerja dijelek-jelekkan."Da

  • Adik Ipar Terkaya   Part 10: Sama Saja

    Abizar kini telah menyesal setelah membayar wanita untuk menghabisi nyawa adik iparnya. Dia terkulai layu setelah perawat gadungan itu berkata jujur."Sayang," ucap Habib memecah keheningan di dalam ruangan. Apakah kamu sudah percaya kalau Abizar ini bukan manusia, melainkan iblis," hina Habib menimpali. Kali ini Abizar tidak berkutik lagi."Motivasi apa yang membuat kamu gelap mata, Bang?!" tanya Nabila. Dia tidak menyangka kalau pria yang selama ini dia anggap Abang kandung ternyata orang jauh. "Pantas saja kamu selalu menghalangi aku dengan Bang Habib. Ternyata kamu itu tidak sedarah dan senasab denganku." Nabila tergugu dan bahkan tersaruk pilu. Andai dia dari awal termakan atas ucapan Abizar. Mungkin dia sudah menyesal telah berkhianat kepada pria yang selama ini berusaha sabar dan tegar meghadapi hinaan yang dipahat Abizar. "Sekarang aku baru sadar dan tahu. Abang menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkanku." ucap Nabila dengan suara serak. Semua sudah terbongkar kejahata

  • Adik Ipar Terkaya   Part 11: Potong Saja

    "Ja-jangan lakukan itu! Aku mohon dengan sangat," jawab Rasti istrinya Abizar. Ya ... nama istri Abizar adalah Rasti. Dia sebenarnya tidak tahu terlalu banyak masalah yang sengaja dicipta Abizar. Dia hanya fokus mengurus anak dan usaha kerbau di kampung yang diserahkan Abizar kepadanya."Kalau begitu cepat angkat kaki dari rumahku ini!" hardik Habib dengan sorot mata menyalang. Seketika darahnya mendidih akibat tamu tidak diundang datang ke rumahnya.Tidak lama kemudian, punggung Rasti sama sekali tidak kelihatan. Habib menutup daun pintu kembali lalu ia dan Nabila melangkah ke menuju ruang makan. Selera makannya Habib sudah hilang. Akan tetapi, Nabila memaksa agar tetap menghabiskan nasi yang ada di piringnya."Tidak elok membuang-buang makanan, Bang," ucap Nabila lembut. Habib langsung menghabiskan sisa makanannya walaupun dalam keadaan terpaksa. ***Hari ini cuaca sangat bagus. Tiba-tiba, perut Nabila mules dan keram membuat dirinya merasa perih dan sakit. Sesekali dia mengelus pe

  • Adik Ipar Terkaya   Part 12: Persetan!

    "Beri aku kesempatan untuk membahagiakanmu," ucap Habib mencoba meyakinkan istrinya-Nabila."Mau sampai kapan?" tanya Nabila menolak.Nabila melangkah masuk ke dalam kamar. Dia sudah lelah dan capek menghadapi cobaan hidup bertubi-tubi. Habib mengekor begitu saja. Ia terkejut melihat apa yang dilakukan Nabila. "Kamu mau ke mana?!" tanya Habib pelan. Ia mencoba mencegah aktivitas yang dilakukan Nabila. "Kamu jangan gegabah mengambil keputusan mau angkat kaki dari rumah ini?" bujuk Habib pelan."Aku sudah tidak cinta dan sayang lagi kepada pria yang selalu bergantung kepadaku. Aku lelah, aku muak dan aku sudah tidak bisa bersabar lagi," balasnya menepis lengan suaminya."Kamu kenapa berubah seperti ini?! Walaupun aku tetap dihina, aku tidak melepas tanggungjawabku begitu saja kepadamu. Aku masih bisa memberi nafkah walaupun masih sebatas lepas makan.""Aku tahu itu," jawabnya spontan dan diam begitu saja tanpa bergerak. Bulir bening jatuh begitu saja tanpa pamit dari sudut ekor matanya.

  • Adik Ipar Terkaya   Part 13: Pasrah

    "Kenapa kamu masih bingung dan berdiri di sini!" sindir Rasti. Dia melipat kedua tangan lalu dia letak sejajar dengan dada. "Lebih baik angkat kaki dari sini sebelum diseret paksa sama satpam," imbuhnya memperingatkan Habib. "Bagaimana bisa kalian mengganti nama ibuku menjadi nama kalian?!" sela Habib tidak terima. "Apa yang tidak bisa di dunia ini? Aku bisa melakukan apa saja apapun itu yang aku mau.""Benar-benar manusia berhati iblis! Aku tidak akan membiarkan rumah semegah ini jatuh kepada tangan yang salah!" racau Habib semakin tersulut emosi. Ia melangkah menghampiri ayahnya yang diam dan tidak berdaya duduk di kursi roda.***Habib pergi pulang dengan penuh hinaan. Ia datang ke rumah peninggalan almarhum ibunya untuk melihat keadaan sang ayah. Hatinya mencelos melihat ayahnya yang sudah tidak berdaya. Mempunyai harta berlimpah tidak menjamin senang dan bahagia. Itulah yang dirasakan Habib. Harapan untuk membahagiakan ayahnya sudah pupus di tengah jalan. Harta yang paling berha

  • Adik Ipar Terkaya   Part 14: Terbongkar

    "Akhirnya kamu datang juga kemari," ucap Rasti dengan nada sarkasme. Sorot mata yang dia cipta sangat sinis. Tidak ada sama sekali basa-basi mempersilakan masuk ke dalam rumah. Padahal rumah ini warisan ayah dan ibunya. Nabila meneguk saliva dengan kasar."Aa-aku terpaksa datang ke sini untuk sekedar singgah,"jawabnya parau. Suaranya serak menahan Isak tangis."Banyak bacot!" sindir Rasti tidak terima. "Jangan harap kamu bisa singgah ke mari. Ini bukan rumah ke dua orang tuamu." Nabila berpikir sejenak. Sejak kapan rumah itu bukan rumah ayah dan ibunya? Daripada sakit hati, Nabila memutuskan untuk pergi dan mengurungkan niatnya singgah. Namun, langkah kakinya terhenti ketika Rasti menghalangi. "Mau ke mana lagi?!" tanya Rasti menyeringai. Dia menatap ke dua bola mata Nabila tanpa berkedip. "Bukan kah kamu lupa kalau surat tanda yang kamu tanda tangani itu adalah setuju menghibahkan semua harta warisan peninggalan ayah dan ibumu?" bisiknya kembali sambil mengulas senyum. "Durjana syai

Bab terbaru

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37B: Apa yang Terjadi

    Suasana semakin memanas. Manusia mana yang mau terlahir ke dunia dengan cara tidak sah di mata hukum negara dan juga di mata hukum Islam. 'Kalau boleh memilih, aku juga tidak mau lahir dari cara yang salah,' ucap Abizar bermonolog.Suasana hening seketika. Habib mengulas senyum bahagia. Ia merasa menang atas perdebatan yang sangat alot itu."Wajar saja tingkah lakumu seperti ibumu!" ejek Abizar sponta dengan ekspersi datar. Dia memutar balikkan fakta.Habib tertawa terbahak-bahak tanpa peduli dengan sang ayah. Sementara Abizar dan Hermawan saling adu pandang. Mereka kira Habib sudah gila."Apa aku tidak salah dengar?!" tanya Habib memperjelas perkataan Abizar. Retinanya mengarah ke arah Hermawan. "Apakah aku wajar dan pantas dikatakan gila?" imbuhnya meyakinkan apa yang baru saja dikatakan Abizar kepadanya.Hermawan hanya diam membisu. Dia tidak berani menjawab. Walau bagaimanapun itu Habib dan Abizar anak kandung alias darah dagingnya sendiri. Walaupun itu Abizar tidak dalam alam sa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37: Terkulai Layu

    "Secepatnya!" balasnya menimpali.Rossa memang istri sirinya, Hermawan. Dia sempat tanam saham duluan daripada menikahi ibunya, Habib. Namun, itu tidak terendus alias semua tersimpan rapi tanpa ada yang tahu.Seketika Habib mengulas senyum melihat Abizar. "Betapa malangnya nasibmu," sindir Habib kepada Abizar. Ternyata kamu anak yang tidak diinginkan." Ledekan Habib membuat Abizar semakin marah.Biasanya dia yang selalu menghina dan mengolok-olok Habib. Sekarang malah terbalik seratus delapan puluh derajat Celcius. Api amarah kini terpaut di wajahnya. Dia ingin sekali membungkam mulut adik tirinya agar bisa diam. Namun, dia sadar akan kesehatan Hermawan. Walaupun dia tidak pernah memanggil ayah atau pun bapak kepada pria yang terbaring lemas di atas brangkar."Kenapa kamu diam?!" pancing Habib kembali. Wajahmu nggak usah ditekuk seperti itu. Coba deh berkaca, kamu laksana menahan berak," ujar Habib terus mengejek."Persetan!" Akhirnya, Abizar tidak sanggup menahan gejolak larva amarah

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36B

    Abizar melepaskan cengkeramannya lalu membuang napas kasar."Ceritanya seperti ini," ucap Hermawan lirih. Dia memejamkan mata sekejap sembari menghela napas. Setelah jiwa dan raganya sudah merasa tenang. Barulah dia mulai buka suara. "Sayang, aku hamil!" ucap Rossa kepada Hermawan ketika mereka berdua janjian ketemuan di waktu makan siang."Tidak mungkin! Aku selalu memakai pengaman dan jika pun itu tidak. Aku tidak pernah mengeluarkannya di dalam. Jangan mengada-ada kamu, Rossa!" tolak Hermawan atas perkataan Rossa yang baru saja dia dengar.Rossa terisak mendengar perkataan calon suaminya. Dia sudah merelakan perawannya direguk oleh Hermawan. Ternyata apa yang dia harapkan telah sirna menjadi suami seorang pria kaya raya. Tidak peduli semua mata tertuju kepadanya. Isaknya semakin kuat dan semakin membuat retina pengunjung cafe semakin penasaran."Kamu tega, sayang!" ucap Rossa terisak. Dia memukul-mukul dada Hermawan sekuat hati sangking kesalnya. "Jangan coba-coba mengganggu hidup

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36: Minta Tanggungjawab

    Part 36: Minta TanggungjawabSiska baru saja tersadar ketika dirinya sudah ada di atas brangkar rumah sakit. Padahal dia baru saja merasa di atas motor dan terprental dari atas lalu meringis kesakitan."Aa-aku ada di mana?!" racaunya sesekali menyapu ruangan sekitar. Di samping kanan ada Abizar. Dia terkejut dan terbangun dari tidurnya. Ternyata sudah pukul dua puluh tiga lewat lima belas menit. Sangking lelahnya Abizar, dia tertidur pada saat menjaga Siska yang baru saja kecelakaan."Di rumah sakit," jawab Abizar sambil menguap. Setelah selesai menguap, dia mengucek terinya dan kembali meneruskan perkataannya, "tadi kamu kecelakaan.""Ini pasti gara-gara, Habib," umpatnya dengan menekuk wajah kesal. "Bisa kamu kasih pelajaran agar dia tidak semena-mena kepadaku, Bang?!" ucapnya lirih. Di sebelah kanan bagian betis terasa sakit akibat ditimpa motor pada saat dirinya terseret."Kasih pelajaran seperti apa? Dia saja telah menang telak dan sudah mengetahui sisi kelemahanku," jelas Abizar

  • Adik Ipar Terkaya   Part 35: Sudah Kutransfer

    "Kenapa kamu malah diam saja tua bangka! Seharusnya kamu ngoceh membela aku sebagai anakmu. Bukan hanya meratap seperti anak TK meminta mainan tidak dikasih sama ibunya." Siska benar-benar tidak ada akhlak ngatain Hermawan tua bangka. Padahal selama ini dia hidup hedon dan glamour karena uang yang dikasih Hermawan kepadanya."Hentikan ucapanmu!" bentak Hermawan dengan menaikkan suaranya dari biasanya. Dia mencoba duduk dan bersandar ke dinding ruangan. Habib membantu sang ayah. Namun, Hermawan tidak mau dibantu sang anak. "Aku bisa sendiri, kok," imbuhnya membuat Siska tersenyum puas."Siska! Mulai dari sekarang kamu harus angkat kaki dari rumahku!" racau Hermawan setelah dadanya tenang. Dan kamu tidak boleh menggunakan fasilitas yang aku berikan kepadamu!" desisnya menimpali.Raut wajahnya terlihat memerah seolah tidak suka atas informasi yang dia dapatkan barusan."Tidak bisa begitu, Yah!" bujuknya agar Hermawan menarik ucapannya. Aku mau tidur di mana kalau tidak boleh tinggal di r

  • Adik Ipar Terkaya   Part 34: Jangan Berharap Lebih

    Habib mengindahkan ide suster dengan cepat. Kini semua sudah aman dan terkendali."Kenapa sudah tidak ada orang?! tanya Siska ketika sudah di depan kamar mayat. "Pasti ada yang tidak beres ini," imbuhnya memasang wajah heran. Mau bertanya pun sudah tidak ada orang. Akhirnya dia kembali ke ruang informasi untuk mencari tahu keberadaan jenazah ayahnya.***Di kamar yang berbeda masih di lokasi rumah sakit. Habib menyuap Hermawan dengan lembut. Sang ayah yang selama ini ia rindukan kasih sayangnya kini sudah terkulai layu di atas brangkar rumah sakit."Ayah harus kuat makan agar ada tenaga," ucap Habib parau. Suaranya terasa serak menahan Isak tangis. Andai saja sang ayah mendengar apa katanya dulu sebelum menikah dengan Rossa. Mungkin beliau tidak menderita seperti ini. Bukan kebahagiaan yang dia dapat, hanya derita yang tercipta selama bersama dengan Rossa."Sudah!" tolak Hermawan. Dia tidak mau lagi menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. "Ayah sudah kenyang

  • Adik Ipar Terkaya   Part 33: Saya Ada Ide

    Habib keceplosan kalau Hermawan belum meninggal. 'Gawat ... kenapa pula aku berkata seperti itu,' ucap Habib dalam hati."Sudahlah lupakan saja!" ujar Habib lirih. Ia mencoba mengabaikan perkataannya. Mencoba mengalihkan pembicaraan."Kamu jangan menghindar dari apa yang kamu katakan. Dari mana kamu bisa berkata seperti itu? Apa jangan-jangan Hermawan belum meninggal?!" desak Rossa agar Habib mengatakan yang sejujurnya."Lebih bagus kita memikirkan bagaimana proses pemakaman sang ayah, Bu," ketus Habib. Baru kali ini ia berkata ibu kepada Rossa. Selama ini ia sangat enggan menyebut ibu walaupun di depan Hermawan."Urus saja sendiri! Jangan libatkan aku dan Siska dalam hal itu. Apalagi masalah biaya," jawab Rossa tidak mau kalah sengit dari perkataan Habib. Rossa baru sadar kenapa Habib mengulur waktu untuk mengeluarkan jenazah suaminya dengan cepat. "Apa kamu tidak mempunyai uang sehingga mayat ayahmu belum boleh keluar untuk segera dimakamkan?!" sindirnya dengan mencipta wajah sinis.

  • Adik Ipar Terkaya   Part 32: Mencari Informasi

    Sudah dua jam Rossa dan Siska menunggu jasad Hermawan agar segera dibawa pulang. Namun, mereka berdua belum ada kepikiran mau di makamkan di mana. Rasa resah dan gelisah kini menghantui pikirannya masing-masing."Mah! Bagaimana proses pemakamannya? Apakah sudah dikasih tahu kepada masyarakat atau warga tetangga kalau papah sudah meninggal?" tanya Siska dengan penuh selidik."Apa kamu sudah gila! Mama saja sedang bergelut di balik jeruji besi. Bagaimana pula bisa mengurus itu semua. Ini saja tangan Mamah di borgol keluar dari penjara menuju rumah sakit," ketus Rossa dengan wajah cemberut dan masam. "Ada-ada saja, kamu!" imbuhnya semakin geram."Terus si gembel itu pergi ke mana? Kenapa dia malah tidak kelihatan batang hidungnya?!" desis Siska. Larva amarah kini terus meronta agar dimuntahkan. Namun, tidak tahu harus marah kepada siapa."Mana mamah tahu. Kamu lamat-lamat semakin gila. Apa yang membuatmu seperti ini?" seru Rossa tidak terima pertanyaan anaknya seolah meleceh dirinya. Pa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 31: Ternyata Bukan Jasad Ayah

    Nabila kini sudah terbaring lemas di atas brangkar rumah sakit. Habib masih belum tenang akibat memikirkan keselamatan sang ayah. Mau izin pamit, Nabila belum kuat dan belum bisa apa-apa. Mau minum saja mesti dibantu oleh Habib."Ya Allah! Hamba mohon petunjuk darimu!" ucap Habib dalam hati.Beginilah hidup sebatang kara. Ketika ada dua masalah menimpa dalam waktu yang sama. Tidak ada kawan untuk bercerita. Jangankan berbagi kisah, mau gantian untuk menopang terpaan cobaan juga tidak ada. Tidak mungkin berbagi duka kepada orang lain.Habib memang sudah lama tidak menghadap kepada penguasa alam. Kali ini ia memang sangat butuh mengadu kepada-Nya. Cuma rasa enggan paling menyeringai di hatinya sehingga tidak jadi bersujud walau hanya sekejap mata."Sayang, maafin aku yang selalu merepotkanmu. Kenapa masih ada di sini?!" tanya Nabila dengan suara serak. Dia merasa pusing setelah berucap barusan kepada sang suami."Aa-aku akan setia menjaga dan merawatmu di sini," jawab Habib parau. Hatin

DMCA.com Protection Status