Beranda / Urban / Adik Ipar Terkaya / Part 04: Mulai Membantah

Share

Part 04: Mulai Membantah

Penulis: Pemanis Aksara
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Abizar. Dia memutar balikkan pertanyaan sebelum Adik iparnya bertanya duluan.

"Aku tadi mau ke kamar," kelakarnya sambil mencari jawaban yang tepat. "Ada sesuatu hal yang tertinggal dan sangat penting untuk mengurus kelulusan training-ku," jawab Habib mencoba santai. Amarah dan rasa cemburu yang hampir saja meledak sengaja ia pendam.

Nabila hanya diam dan memasang wajah heran. Dia tidak sanggup memandang wajah suaminya. Lebih baik dirinya diam ketimbang buka suara.

"Kenapa menuju dapur?" tanya Abizar heran. Dia melangkah menghampiri Habib. "Maaf kalau kedatanganku tidak kukasih tahu sebelumnya. Aku sengaja memberikan kejutan kepada Nabila-adik kesayanganku," jelasnya mencoba mengukir senyum simpul. "Aku tahu kamu pasti lupa kalau hari ini sangat istimewa buat Nabila," ujarnya lagi. Nabila mendongak menatap Abangnya. "Hari ini tepat tanggal lahir istrimu," sindirnya dengan nada sarkasme. Kedua bola mata Habib dan Abizar saling tertaut. Sengaja tidak ada celah dikasih Abizar kepada Habib untuk buka suara.

"Oh, ya, anu –" jawab Habib tidak rapi dan terhenti. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Maafkan aku istriku. Bukannya aku tidak mengingat hari ulang tahunmu. Aku sudah mempersiapkan kejutan yang sangat istimewa bagimu," ucap Habib mencoba berkelit. Padahal dirinya tidak ada sama sekali merencanakan apa pun itu.

"Aku tahu kamu pasti bohong, kan?" tebak Abizar mematikan cakap Adik iparnya. Senyum simpul sengaja dia lahirkan kembali. "Paling ngasih uang lima puluh ribu buat beli ayam untuk lauk nanti malam," ledeknya dengan senang hati. "Itu mah tidak ada istimewanya."

"Bagiku itu sudah sangat spesial, Bang. Aku tidak meminta apa-apa kepada suamiku. Aku tahu kemampuan yang ada di dalam pria yang selama ini aku dambakan. Aku hanya ingin kado spesial darinya yaitu setia." Ekor mata Nabila melirik ke arah Habib. "Dan itu sudah diberikan setiap hari tanpa diminta meskipun di hari spesialku," timpalnya. "Dan rasa cintanya tidak pernah pudar. Itu saja kurasa sudah lebih dari cukup," ujar Nabila spontan. Dia membela suaminya di depan Abang kandungnya.

"Hari gini masih percaya sama cinta! Makan cinta itu," racau Abizar. Dia merasa terbakar api cemburu mendengar perkataan adiknya. "Cinta tidak bisa membuat kita kenyang dan nyaman."

"Tapi mampu membuat sepasang kekasih untuk saling mengerti dan melengkapi segala kekurangan yang ada pada pasangan itu," jawab Nabila tegas.

'Sial! Nabila sudah terlalu bucin kepada Habib. Aku tidak akan membiarkan hal itu.'

"Terima kasih sayang. Kamu masih merawat benih cinta itu sampai sekarang. Walaupun aku belum bisa memberikan setitik kebahagiaan kepadamu," ucap Habib sambil memeluk tubuh istrinya. "Aku sangat senang dan bahkan bersyukur atas kesetiaanmu kepadaku. Walaupun impian yang selama ini kuikrarkan di depan penghulu dan saksi belum tergapai," ujarnya kembali sambil mencium kening istrinya.

Nabila memeluk tubuh suaminya begitu mesra. Tragedi yang ada di depan mata membuat Abizar semakin terbakar api cemburu.

Abizar mulai memikirkan sesuatu agar Habib tidak menjadi penghalang baginya. Kehadiran adik iparnya itu membuat Abizar tidak leluasa untuk bersenda gurau bahkan memadu kasih laksana sepasang kekasih walaupun kenyataannya mereka berdua tidak sedarah dan senasab. Meskipun itu sangat dirahasiakan Abizar kepada Habib dan Nabila.

"Oh, ya, Dik. Bang Abizar 'kan baru sampai. Bagaimana kalau kita ajak makan di luar?" tanya Habib. Ia mencoba bermurah hati. "Jarang-jarang, loh, kita makan di luar," ucapnya lagi.

"Nggak usah kamu sok jadi pahlawan. Makan sehari saja masih morat-marit."

"Momennya begitu pas." Habib masih santai dan tidak terpancing emosi. "Hari ulang tahunmu ditambah kakak iparku datang. Biar sekalian menjamu tamu. Tamu jauh loh yang datang."

Abizar membuang muka. Dia tidak senang melihat adik iparnya.

"Ayo ganti baju sekarang!" ajak Habib. Ia menarik lengan istrinya melangkah menuju kamar.

Kini Abizar tinggal mematung sendirian di dapur. Nasibnya sangat apes. Impiannya untuk mencium dan bahkan ingin mencurahkan rasa rindunya kepada Nabila tidak kesampaian.

Tidak berapa lama, Habib dan Nabila keluar dari dalam kamar. Abizar terkejut melihat penampilan adik iparnya.

"Kalian mau ke mana?" tanya Abizar mengintrogasi. Dia bangkit dari tempat duduknya. Bangku yang dia duduki terbuat dari rotan.

"Mau ke Mall," jawab Habib santai. Dia menarik lengan istrinya. "Kalau Abang mau ikut, boleh saja kok." Habib masih saja mengajak kakak iparnya dengan penuh hormat.

"Apa aku nggak salah dengar?" sindir Abizar memperjelas pendengarannya masih berfungsi atau tidak. Dia mengedarkan pandangan ke arah Habib mulai dari ujung kaki sampai ujung rambut. "Dengan gaya gembel seperti itu?!" ejeknya lagi tiada henti. Senyum smirk lahir di raut wajahnya. "Aku tidak sudih jalan ke Mall dengan gembel seperti kamu, Bib," ledeknya lagi.

"Kalau ya, kenapa?! Apakah Abang merasa malu penampilan kami seperti ini? Atau ada larangan harus berpakaian brandit baru boleh masuk ke dalam Mall?" balas Nabila tidak mau kalah sengit kalau suaminya selalu dipandang hina oleh Abang kandungnya. Dia juga sudah tidak tahan melihat tingkah abangnya yang selalu dijadikan bahan cemoohan oleh Abizar ketika bersua.

"Apa kamu tidak malu mengenakan pakaian seperti itu pergi ke Mall?!" senyum paksa terlahir di raut wajahnya, Abizar. "Lebih bagus kamu ikut denganku ke Mall. Sesampainya di sana, aku akan traktir kamu beli baju mewah dan makan enak di resto terkenal dan lagi viral saat ini," imbuhnya kembali.

Habib dan Nabila diam membisu sambil memadu pandang. Habib mengedipkan mata memberi kode agar pergi melangkah tanpa menghiraukan kicauaan Abizar-Kakak iparnya.

Abizar menyalang melihat hasutan Habib kepada Nabila. Dia terus melangkah berlari mengekor kedua adiknya.

Sesampainya di depan kontrakan, Habib merogoh kunci motor bututnya lalu naik ke atas. Ia menyalakan mesin, tapi tidak mau hidup.

"Baru saja kamu mereguk setetes kebahagiaan, sudah diuji dengan motor mogok. Bagaimana kalau pergi naik mobilku," tawar Abizar sambil memutar bola matanya. Dia memasang wajah sarkasme. Habib memasang helm lalu merekatkan talinya.

"Nggak usah kamu mengikuti perintah suamimu yang dekil dan miskin itu, Nabila. Lebih baik kamu ikut aku naik mobil. Tidak kena panas matahari bahkan angin nakal," imbuhnya kembali.

"Walau bagaimana pun itu, aku harus taat dan patuh kepada suamiku. Bagaimana bisa aku mengikuti ajakanmu, Bang. Sementara ada Bang Habib di sampingku," jawab Nabila tegas. Nabila juga sebenarnya merasa risih dengan tawaran yang diberikan dan tingkah laku abangnya yang sudah diluar batas.

"Oh, ya." Abizar bertepuk tangan atas jawaban yang diberikan Nabila. Dia tidak menyangka kalau adik yang selama ini patuh dan taat kepada dirinya ternyata sudah berani melawan. "Racun apa yang kamu berikan kepada istrimu sehingga sudah berani membangkang?" tanya Abizar sambil menarik kerah baju adik iparnya. "Apa jangan-jangan kamu telah mencuci otaknya agar melawanku?" amuknya tanpa bisa meredam amarah yang sudah membuncah sejak mengetahui Nabila berubah dan tidak patuh lagi kepadanya.

"Aku tidak ada sama sekali membasuh otaknya sama sekali," balas Habib sambil berusaha meronta. "Jika tidak percaya, silakan saja tanya kepada Nabila."

Abizar melirik ke arah Nabila. Dia melepaskan terkamannya lalu melangkah menghampiri adiknya.

"Apa benar yang dikatakan suamimu?!" seru Abizar dengan nada tinggi dari biasanya. Darahnya mendidih dan ingin rasanya meluapkan larva emosi sekarang juga kepada Nabila yang sudah berani melawan.

"Bukan kah seorang istri harus patuh dan taat kepada suaminya?" sela Nabila tegas.

"Suami seperti apa yang kamu katakan, Nabila?!" Abizar semakin tersulut emosi. Dia sudah naik pitam mendengar jawaban yang sangat menjijikkan. "Kalau pria itu menjerumuskan kamu ke dalam jurang yang nista. Apa kamu tetap taat terhadap titahnya?" sentak Abizar tidak mau kalah.

"Aku rasa suamiku masih wajar dan tidak pernah menjerumuskanku selama kami bersama," balas Nabila. Dia mencoba menjauh dari abangnya. "Aku baru teringat sejak pertama kali calon suamiku datang dan ingin mempersuntingku. Abang selalu berkelit bahkan sejuta alasan untuk bersua dengannya. Aku sempat berpikir kenapa Abang tega dan sampai hati untuk mempersulit urusannya untuk menghalalkanku pada saat itu," ujar Nabila.

Bola mata Abizar berputar-putar. Dia berdecak pinggang lalu membuang napas. Kesal dan kecewa kini mendera dirinya.

"Aku melakukan itu karena bukan tanpa alasan, Nabila. Aku tidak mau pria yang ingin menjadikan dirimu ratu dalam bahtera rumah tangganya menderita ketika kamu menjadi tanggungjawabnya," kelakar Abizar. Dia masih saja berkelit untuk menutupi topengnya.

"Dari segi hal apa Abang bisa menjudge kalau pria yang ingin melamarku bahkan sekarang ini sudah menjadi imamku tidak bisa memberikan nafkah lahir dan batin." Jawaban Nabila membuat Habib melayang. Walaupun Nabila tetap pada pendiriannya untuk menunjukkan kesetiaannya kepada Habib.

Bab terkait

  • Adik Ipar Terkaya   Part 05: Rencana Apa?

    "Hewan melata saja masih bisa bertahan hidup. Padahal dia sangat dibenci Tuhan karena ikut mengobarkan api pada saat nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup. Begitu juga dengan binatang haram masih terus bisa berkeliaran," seru Nabila untuk menyangkal perkataan abangnya yang selalu menyepelekan Habib. "Itu artinya setiap makhluk hidup sudah ada rezekinya masing-masing," jelasnya lagi sambil menghela napas. "Bagaimana dengan manusia yang jauh lebih sempurna. Selagi hamba-Nya masih mau berusaha dan berdoa, pasti ada jalan rezekinya." Nabila sudah tidak habis pikir untuk menjelaskannya kepada Abangnya. "Tolong buka mata, ketok hati. Dan tolong untuk yakin dan percaya atas keagungan Sang Pencipta Alam Semesta." Nabila membuang napas lalu mencoba menenangkan pikiran agar hati dan jiwanya bisa tenang. "Aku yakin, in sya Allah pasti ada jalan rezeki setiap ciptaan Tuhan.""Buktinya saja kamu makin kurus dan raut wajahmu lecek," balasnya menyeringai. "Belum lagi tempat tinggal yang tidak layak huni,

  • Adik Ipar Terkaya   Part 06: Bingung untuk Mendapatkannya

    "Rencana apa yang kamu maksud?" tanya Habib kepada kakak iparnya.Abizar hanya bergeming dan mematung. Hening seketika yang tercipta. Padahal masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan oleh Habib. Kedua bola matanya terus memperhatikan ponsel yang masih on di atas lantai. Ia melangkah cepat menghampiri Abizar.[Pokoknya halangi dulu dia agar jangan cepat sampai kemari!] Ternyata loud speaker benda pipih itu aktif sehingga sangat jelas terdengar suara seorang pria.Habib mengernyitkan kening. Intonasi suaranya ia mengenal siapa yang bicara, tetapi tidak mau menebak yang tidak pasti."Cepat jawab!" bisik Habib dengan sedikit memaksa. Ia menarik kerah baju kakak iparnya dengan sorot mata tajam. "Jangan kamu terbata menjawabnya!" serunya kembali dengan merendahkan volume suara dari biasa.[Serahkan saja kepadaku. Pokoknya jangan sia-siakan kepercayaanku,] jawab Abizar sembari mengukir senyum terpaksa.Habib sengaja memutuskan sambungan telepon. Lalu menatap ke arah kakak iparnya. "Renc

  • Adik Ipar Terkaya   Part 07: Pengakuan Jujur Membawa Malapetaka

    Nabila terus gelisah laksana hilang akal sehat. Dari tadi dia asik mondar-mandir dari kursi samping brangkar ke sopa dekat pintu kamar. Otaknya mau pecah memikirkan dari mana dia dapat uang segitu banyaknya."Na-Nabila, sayang. Aa-aku ada di mana?" tanya Habib terbata. Pandangannya buram membuat dirinya tidak tahu sedang di mana dan lagi ngapain.Nabila tersontak kaget melihat ke arah asal suara itu. Tangan Habib meraba-raba mengudara seolah mencari keberadaan istrinya. "Aa-aku ada di sini, Bang," jawab Nabila panik. Dia berlari menghampiri suaminya yang sedang berbaring lemas di atas brangkar."Aku ada di mana? Kenapa ada selang yang menyentuh kulit tanganku?" cecarnya terus dan ia ingin mencopot jarum yang menempel di tangan.Aa-Abang kemarin siang kecelakaan. Sekarang ini lagi di rumah sakit, sayang," bisiknya di daun telinga suaminya. Dia sengaja menunduk agar mulutnya pas dan dekat ke telinga suaminya. Setelah dia berkata, Nabila kembali berdiri tegak. Rasa teriris dan tersayat

  • Adik Ipar Terkaya   Part 08: Obat Apa itu?

    "Akhirnya aktingku berhasil untuk membongkar semua akal dan niat busukmu, wahai Abang iparku," imbuhnya membuat mata Abizar tidak berkedip dan mulutnya menganga. Ia mengulas senyum seolah merasa puas dan bahagia rahasia Abang iparnya selama ini terbongkar sudah. Habib yakin tidak akan ada lagi senjata Abang iparnya untuk menghina dan merusak surga yang selama ini ia bangun bersama Nabila. "Kamu belum percaya kalau aku pura-pura sakit?!" Ia langsung menyandarkan punggungnya ke dinding lalu mencabut infus yang melekat di tangan.Kedua bola mata Abizar hampir saja mau lepas sari sarangnya. "Ke-kenapa bisa?!" tanya Abizar ragu dan tidak percaya.Habib mengukir senyum lalu berkata, "apa yang tidak bisa di dunia ini," jawabnya sarkasme dengan mengukir senyum smirk."Ini tidak mungkin. Kamu pasti sudah gila!""Ya aku memang sudah gila." Habib tidak mau kalah dengan Abizar. Tiba-tiba, seorang perawat masuk ke dalam ruangan membuat Habib dan Abizar diam sejenak. Sorot mata Abizar menatap Hab

  • Adik Ipar Terkaya   Part 09: Pilih Neraka atau Bayaran Dua Kali Lipat

    "Kamu siapa?! Terus kenapa kamu bisa memakai seragam tim medis rumah sakit ini? Kenapa kamu bisa mendapat itu semua?!" tanya Hendra sebagai dokter yang menangani Habib.Perawat itu gemetar dan tidak tahu harus menjawab apa. Dia menatap ke arah wajah Abizar. "Sejak awal aku sudah curiga dengan perawat ini," sela Habib dengan ekor mata mendelik. Ia ingin sekali membungkam mulut Abizar. Namun, belum ada waktu yang tepat dan alasan yang cocok."Makanya kalau masuk rumah sakit itu jangan swasta. Ke rumah sakit umum, kek," kelakar Abizar. Dia berkata seperti itu seolah mengecoh konsentrasi Hendra. "Begini kalau rumah sakit swasta. Orang lain yang bukan tim medis bisa lewat dan hendak mencelakai pasien," imbuhnya mengejek."Hentikan ucapanmu! Kami pihak rumah sakit bisa membongkar siapa dalang dari otak perawat gadungan ini. Suster! Cepat panggil sekuriti sebelum perawat gadungan ini pergi melarikan diri!" berang Hendra tidak terima kalau rumah sakit tempat dia bekerja dijelek-jelekkan."Da

  • Adik Ipar Terkaya   Part 10: Sama Saja

    Abizar kini telah menyesal setelah membayar wanita untuk menghabisi nyawa adik iparnya. Dia terkulai layu setelah perawat gadungan itu berkata jujur."Sayang," ucap Habib memecah keheningan di dalam ruangan. Apakah kamu sudah percaya kalau Abizar ini bukan manusia, melainkan iblis," hina Habib menimpali. Kali ini Abizar tidak berkutik lagi."Motivasi apa yang membuat kamu gelap mata, Bang?!" tanya Nabila. Dia tidak menyangka kalau pria yang selama ini dia anggap Abang kandung ternyata orang jauh. "Pantas saja kamu selalu menghalangi aku dengan Bang Habib. Ternyata kamu itu tidak sedarah dan senasab denganku." Nabila tergugu dan bahkan tersaruk pilu. Andai dia dari awal termakan atas ucapan Abizar. Mungkin dia sudah menyesal telah berkhianat kepada pria yang selama ini berusaha sabar dan tegar meghadapi hinaan yang dipahat Abizar. "Sekarang aku baru sadar dan tahu. Abang menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkanku." ucap Nabila dengan suara serak. Semua sudah terbongkar kejahata

  • Adik Ipar Terkaya   Part 11: Potong Saja

    "Ja-jangan lakukan itu! Aku mohon dengan sangat," jawab Rasti istrinya Abizar. Ya ... nama istri Abizar adalah Rasti. Dia sebenarnya tidak tahu terlalu banyak masalah yang sengaja dicipta Abizar. Dia hanya fokus mengurus anak dan usaha kerbau di kampung yang diserahkan Abizar kepadanya."Kalau begitu cepat angkat kaki dari rumahku ini!" hardik Habib dengan sorot mata menyalang. Seketika darahnya mendidih akibat tamu tidak diundang datang ke rumahnya.Tidak lama kemudian, punggung Rasti sama sekali tidak kelihatan. Habib menutup daun pintu kembali lalu ia dan Nabila melangkah ke menuju ruang makan. Selera makannya Habib sudah hilang. Akan tetapi, Nabila memaksa agar tetap menghabiskan nasi yang ada di piringnya."Tidak elok membuang-buang makanan, Bang," ucap Nabila lembut. Habib langsung menghabiskan sisa makanannya walaupun dalam keadaan terpaksa. ***Hari ini cuaca sangat bagus. Tiba-tiba, perut Nabila mules dan keram membuat dirinya merasa perih dan sakit. Sesekali dia mengelus pe

  • Adik Ipar Terkaya   Part 12: Persetan!

    "Beri aku kesempatan untuk membahagiakanmu," ucap Habib mencoba meyakinkan istrinya-Nabila."Mau sampai kapan?" tanya Nabila menolak.Nabila melangkah masuk ke dalam kamar. Dia sudah lelah dan capek menghadapi cobaan hidup bertubi-tubi. Habib mengekor begitu saja. Ia terkejut melihat apa yang dilakukan Nabila. "Kamu mau ke mana?!" tanya Habib pelan. Ia mencoba mencegah aktivitas yang dilakukan Nabila. "Kamu jangan gegabah mengambil keputusan mau angkat kaki dari rumah ini?" bujuk Habib pelan."Aku sudah tidak cinta dan sayang lagi kepada pria yang selalu bergantung kepadaku. Aku lelah, aku muak dan aku sudah tidak bisa bersabar lagi," balasnya menepis lengan suaminya."Kamu kenapa berubah seperti ini?! Walaupun aku tetap dihina, aku tidak melepas tanggungjawabku begitu saja kepadamu. Aku masih bisa memberi nafkah walaupun masih sebatas lepas makan.""Aku tahu itu," jawabnya spontan dan diam begitu saja tanpa bergerak. Bulir bening jatuh begitu saja tanpa pamit dari sudut ekor matanya.

Bab terbaru

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37B: Apa yang Terjadi

    Suasana semakin memanas. Manusia mana yang mau terlahir ke dunia dengan cara tidak sah di mata hukum negara dan juga di mata hukum Islam. 'Kalau boleh memilih, aku juga tidak mau lahir dari cara yang salah,' ucap Abizar bermonolog.Suasana hening seketika. Habib mengulas senyum bahagia. Ia merasa menang atas perdebatan yang sangat alot itu."Wajar saja tingkah lakumu seperti ibumu!" ejek Abizar sponta dengan ekspersi datar. Dia memutar balikkan fakta.Habib tertawa terbahak-bahak tanpa peduli dengan sang ayah. Sementara Abizar dan Hermawan saling adu pandang. Mereka kira Habib sudah gila."Apa aku tidak salah dengar?!" tanya Habib memperjelas perkataan Abizar. Retinanya mengarah ke arah Hermawan. "Apakah aku wajar dan pantas dikatakan gila?" imbuhnya meyakinkan apa yang baru saja dikatakan Abizar kepadanya.Hermawan hanya diam membisu. Dia tidak berani menjawab. Walau bagaimanapun itu Habib dan Abizar anak kandung alias darah dagingnya sendiri. Walaupun itu Abizar tidak dalam alam sa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37: Terkulai Layu

    "Secepatnya!" balasnya menimpali.Rossa memang istri sirinya, Hermawan. Dia sempat tanam saham duluan daripada menikahi ibunya, Habib. Namun, itu tidak terendus alias semua tersimpan rapi tanpa ada yang tahu.Seketika Habib mengulas senyum melihat Abizar. "Betapa malangnya nasibmu," sindir Habib kepada Abizar. Ternyata kamu anak yang tidak diinginkan." Ledekan Habib membuat Abizar semakin marah.Biasanya dia yang selalu menghina dan mengolok-olok Habib. Sekarang malah terbalik seratus delapan puluh derajat Celcius. Api amarah kini terpaut di wajahnya. Dia ingin sekali membungkam mulut adik tirinya agar bisa diam. Namun, dia sadar akan kesehatan Hermawan. Walaupun dia tidak pernah memanggil ayah atau pun bapak kepada pria yang terbaring lemas di atas brangkar."Kenapa kamu diam?!" pancing Habib kembali. Wajahmu nggak usah ditekuk seperti itu. Coba deh berkaca, kamu laksana menahan berak," ujar Habib terus mengejek."Persetan!" Akhirnya, Abizar tidak sanggup menahan gejolak larva amarah

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36B

    Abizar melepaskan cengkeramannya lalu membuang napas kasar."Ceritanya seperti ini," ucap Hermawan lirih. Dia memejamkan mata sekejap sembari menghela napas. Setelah jiwa dan raganya sudah merasa tenang. Barulah dia mulai buka suara. "Sayang, aku hamil!" ucap Rossa kepada Hermawan ketika mereka berdua janjian ketemuan di waktu makan siang."Tidak mungkin! Aku selalu memakai pengaman dan jika pun itu tidak. Aku tidak pernah mengeluarkannya di dalam. Jangan mengada-ada kamu, Rossa!" tolak Hermawan atas perkataan Rossa yang baru saja dia dengar.Rossa terisak mendengar perkataan calon suaminya. Dia sudah merelakan perawannya direguk oleh Hermawan. Ternyata apa yang dia harapkan telah sirna menjadi suami seorang pria kaya raya. Tidak peduli semua mata tertuju kepadanya. Isaknya semakin kuat dan semakin membuat retina pengunjung cafe semakin penasaran."Kamu tega, sayang!" ucap Rossa terisak. Dia memukul-mukul dada Hermawan sekuat hati sangking kesalnya. "Jangan coba-coba mengganggu hidup

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36: Minta Tanggungjawab

    Part 36: Minta TanggungjawabSiska baru saja tersadar ketika dirinya sudah ada di atas brangkar rumah sakit. Padahal dia baru saja merasa di atas motor dan terprental dari atas lalu meringis kesakitan."Aa-aku ada di mana?!" racaunya sesekali menyapu ruangan sekitar. Di samping kanan ada Abizar. Dia terkejut dan terbangun dari tidurnya. Ternyata sudah pukul dua puluh tiga lewat lima belas menit. Sangking lelahnya Abizar, dia tertidur pada saat menjaga Siska yang baru saja kecelakaan."Di rumah sakit," jawab Abizar sambil menguap. Setelah selesai menguap, dia mengucek terinya dan kembali meneruskan perkataannya, "tadi kamu kecelakaan.""Ini pasti gara-gara, Habib," umpatnya dengan menekuk wajah kesal. "Bisa kamu kasih pelajaran agar dia tidak semena-mena kepadaku, Bang?!" ucapnya lirih. Di sebelah kanan bagian betis terasa sakit akibat ditimpa motor pada saat dirinya terseret."Kasih pelajaran seperti apa? Dia saja telah menang telak dan sudah mengetahui sisi kelemahanku," jelas Abizar

  • Adik Ipar Terkaya   Part 35: Sudah Kutransfer

    "Kenapa kamu malah diam saja tua bangka! Seharusnya kamu ngoceh membela aku sebagai anakmu. Bukan hanya meratap seperti anak TK meminta mainan tidak dikasih sama ibunya." Siska benar-benar tidak ada akhlak ngatain Hermawan tua bangka. Padahal selama ini dia hidup hedon dan glamour karena uang yang dikasih Hermawan kepadanya."Hentikan ucapanmu!" bentak Hermawan dengan menaikkan suaranya dari biasanya. Dia mencoba duduk dan bersandar ke dinding ruangan. Habib membantu sang ayah. Namun, Hermawan tidak mau dibantu sang anak. "Aku bisa sendiri, kok," imbuhnya membuat Siska tersenyum puas."Siska! Mulai dari sekarang kamu harus angkat kaki dari rumahku!" racau Hermawan setelah dadanya tenang. Dan kamu tidak boleh menggunakan fasilitas yang aku berikan kepadamu!" desisnya menimpali.Raut wajahnya terlihat memerah seolah tidak suka atas informasi yang dia dapatkan barusan."Tidak bisa begitu, Yah!" bujuknya agar Hermawan menarik ucapannya. Aku mau tidur di mana kalau tidak boleh tinggal di r

  • Adik Ipar Terkaya   Part 34: Jangan Berharap Lebih

    Habib mengindahkan ide suster dengan cepat. Kini semua sudah aman dan terkendali."Kenapa sudah tidak ada orang?! tanya Siska ketika sudah di depan kamar mayat. "Pasti ada yang tidak beres ini," imbuhnya memasang wajah heran. Mau bertanya pun sudah tidak ada orang. Akhirnya dia kembali ke ruang informasi untuk mencari tahu keberadaan jenazah ayahnya.***Di kamar yang berbeda masih di lokasi rumah sakit. Habib menyuap Hermawan dengan lembut. Sang ayah yang selama ini ia rindukan kasih sayangnya kini sudah terkulai layu di atas brangkar rumah sakit."Ayah harus kuat makan agar ada tenaga," ucap Habib parau. Suaranya terasa serak menahan Isak tangis. Andai saja sang ayah mendengar apa katanya dulu sebelum menikah dengan Rossa. Mungkin beliau tidak menderita seperti ini. Bukan kebahagiaan yang dia dapat, hanya derita yang tercipta selama bersama dengan Rossa."Sudah!" tolak Hermawan. Dia tidak mau lagi menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. "Ayah sudah kenyang

  • Adik Ipar Terkaya   Part 33: Saya Ada Ide

    Habib keceplosan kalau Hermawan belum meninggal. 'Gawat ... kenapa pula aku berkata seperti itu,' ucap Habib dalam hati."Sudahlah lupakan saja!" ujar Habib lirih. Ia mencoba mengabaikan perkataannya. Mencoba mengalihkan pembicaraan."Kamu jangan menghindar dari apa yang kamu katakan. Dari mana kamu bisa berkata seperti itu? Apa jangan-jangan Hermawan belum meninggal?!" desak Rossa agar Habib mengatakan yang sejujurnya."Lebih bagus kita memikirkan bagaimana proses pemakaman sang ayah, Bu," ketus Habib. Baru kali ini ia berkata ibu kepada Rossa. Selama ini ia sangat enggan menyebut ibu walaupun di depan Hermawan."Urus saja sendiri! Jangan libatkan aku dan Siska dalam hal itu. Apalagi masalah biaya," jawab Rossa tidak mau kalah sengit dari perkataan Habib. Rossa baru sadar kenapa Habib mengulur waktu untuk mengeluarkan jenazah suaminya dengan cepat. "Apa kamu tidak mempunyai uang sehingga mayat ayahmu belum boleh keluar untuk segera dimakamkan?!" sindirnya dengan mencipta wajah sinis.

  • Adik Ipar Terkaya   Part 32: Mencari Informasi

    Sudah dua jam Rossa dan Siska menunggu jasad Hermawan agar segera dibawa pulang. Namun, mereka berdua belum ada kepikiran mau di makamkan di mana. Rasa resah dan gelisah kini menghantui pikirannya masing-masing."Mah! Bagaimana proses pemakamannya? Apakah sudah dikasih tahu kepada masyarakat atau warga tetangga kalau papah sudah meninggal?" tanya Siska dengan penuh selidik."Apa kamu sudah gila! Mama saja sedang bergelut di balik jeruji besi. Bagaimana pula bisa mengurus itu semua. Ini saja tangan Mamah di borgol keluar dari penjara menuju rumah sakit," ketus Rossa dengan wajah cemberut dan masam. "Ada-ada saja, kamu!" imbuhnya semakin geram."Terus si gembel itu pergi ke mana? Kenapa dia malah tidak kelihatan batang hidungnya?!" desis Siska. Larva amarah kini terus meronta agar dimuntahkan. Namun, tidak tahu harus marah kepada siapa."Mana mamah tahu. Kamu lamat-lamat semakin gila. Apa yang membuatmu seperti ini?" seru Rossa tidak terima pertanyaan anaknya seolah meleceh dirinya. Pa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 31: Ternyata Bukan Jasad Ayah

    Nabila kini sudah terbaring lemas di atas brangkar rumah sakit. Habib masih belum tenang akibat memikirkan keselamatan sang ayah. Mau izin pamit, Nabila belum kuat dan belum bisa apa-apa. Mau minum saja mesti dibantu oleh Habib."Ya Allah! Hamba mohon petunjuk darimu!" ucap Habib dalam hati.Beginilah hidup sebatang kara. Ketika ada dua masalah menimpa dalam waktu yang sama. Tidak ada kawan untuk bercerita. Jangankan berbagi kisah, mau gantian untuk menopang terpaan cobaan juga tidak ada. Tidak mungkin berbagi duka kepada orang lain.Habib memang sudah lama tidak menghadap kepada penguasa alam. Kali ini ia memang sangat butuh mengadu kepada-Nya. Cuma rasa enggan paling menyeringai di hatinya sehingga tidak jadi bersujud walau hanya sekejap mata."Sayang, maafin aku yang selalu merepotkanmu. Kenapa masih ada di sini?!" tanya Nabila dengan suara serak. Dia merasa pusing setelah berucap barusan kepada sang suami."Aa-aku akan setia menjaga dan merawatmu di sini," jawab Habib parau. Hatin

DMCA.com Protection Status