Home / Urban / Adik Ipar Terkaya / Part 02: Hitam tetap Hitam

Share

Part 02: Hitam tetap Hitam

last update Last Updated: 2023-05-19 21:36:24

"Jelas kamulah!" jawab Fadli dengan percaya diri. Dia mengulas senyum smirk. Lengan kanannya diletak di bahunya Habib sebelah kanan.

"Jangan terlalu sepele kepada orang yang kamu anggap hina dan miskin sepertiku ini," sindir Habib sambil menepiskan lengan Fadli dari bahunya. Dia melayangkan lengannya ke udara seolah merasa jijik Fadli menaruh organ tubuhnya ke badan Habib. "Hina di mata manusia, belum tentu nista di kaca mata Sang Penguasa Alam," imbuhnya sambil menepuk pundak Fadli pelan. Ia memutar tubuhnya lalu mengayunkan langkah kakinya meninggalkan Fadli.

"Dasar manusia tidak tahu diuntung!" berang Fadli sambil melayangkan sebuah pukulan di punggung Habib. Namun, untuk saja Gibran datang menjadi pahlawan kesiangan. Habib memutar tubuhnya lalu mengarahkan ekor matanya ke arah Fadli dan Gibran.

"Sudah berani kamu mencelakaiku ketika aku lengah?! Hah!" seru Habib sambil menarik lengan kanannya Fadli lalu sengaja dia kunci kuat dengan memutar ke belakang. Fadli meraung kesakitan.

"Jangan lakukan itu, Bang!" bela Gibran kepada Habib. Untung saja Gibran sigap melerai perkelahian yang terjadi. "Apapun itu alasannya, kalian berdua pasti kena punishment kalau tragedi ini sampai ke office." Retinanya Gibran terkadang ke wajah Habib dan sebentar ke mukanya Fadli.

"Biarkan saja! Agar si pria brengsek itu menyesal tidak bisa memberi nafkah kepada istrinya yang sedang hamil tua." Fadli merapikan bajunya lalu mencari ide bagaimana caranya agar pukulannya tepat sasaran.

Gibran mengelus dadanya Fadli, "istighfar, Bang! Tidak elok mendoakan orang dengan doa jahat. Kalau dia itu kembali ke kita. Senjata makan tuan, dong," nasihat Gibran.

Fadli terdiam, tetapi otaknya masih traveling untuk mencari celah. "Gibran, maaf jika ada salah selama bergabung di sini. Aku angkat kaki dan bakalan risaign dari resto ini," ujar Habib sambil mengulurkan tangan sebelah kanan.

"Ke-kenapa harus mengambil keputusan ini?" tanya Gibran lirih. Dia tidak menghiraukan uluran tangan itu. Dia meneguk salivanya dengan kasar. Tidak bisa berkata-kata setelah mendengar penjelasan Habib baru saja keluar dari sudut bibirnya.

"Ini sudah keputusanku yang bulat. Apapun itu konsekuensinya, aku sudah ikhlas dan pasrah menerimanya." Habib diam sejenak dan memejamkan mata lalu membukanya. Masalah rezeki, Pencipta Alam sudah mengaturnya. Sedangkan seekor cicak melata bisa bertahan hidup. Bagaimana dengan manusia jauh lebih dari sempurna ketimbang hewan melata," imbunya menimpali.

"Kita lihat saja nanti, Gib!" sahut Fadli. Deru napasnya belum stabil. "Paling nanti malam istrinya datang ke kontrakanku untuk mengemis agar suaminya tidak dipecat," imbuhnya kembali.

"Tidak bakalan kuizinkan! Paham!" jawab Habib tegas dengan sorot mata menyalang. Retinanya hampir saja mau keluar dari sarangnya.

"Dasar manusia tidak tahu diuntung! Sudah jelas-jelas ada pekerjaan yang bagus dan enak, malah kamu sia-siakan! Ntar ... makan angin baru nangis dan menyesal," sindirnya tajam.

Habib menampar wajah Fadli diluar batas kontrolnya. Pengunjung yang kebetulan lewat hanya melihat dan tidak berani melerai. Sementara Staff kitchen tidak ada satu orang pun yang datang untuk mengamankan situasi. Orderan yang begitu banyak membuat mereka tidak bisa ikut andil meskipun itu hanya sekedar melerai. Mereka pada fokus menyelesaikan pesanan yang sudah masuk.

"Sudah berani kamu melawan dan bahkan memukulku," balas Fadli sambil mengelus perutnya yang baru saja mendapat pukulan dari Habib. Sangking kuat dan sakitnya dia tersungkur ke lantai.

"Itu belum seberapa dengan apa yang kamu lakukan kepadaku." Habib mengambil posisi jongkok lalu menatap sorot mata Fadli yang sudah terkulai layu di atas lantai. Darah segar kini menetes dari sudut lubang hidungnya. Baju yang dipakai basah akibat keringat yang mengucur deras.

"Kurang ajar sekali kamu!" berang Fadli. Dia mencoba melayangkan sebuah pukulan mengarah ke wajahnya, Habib. Akan tetapi, ia lebih mawas diri dan santai menghindar agar serangan yang diberikan Fadli tidak tepat pada sasaran.

"Habib! Apa yang kamu lakukan?!" tanya Gibran. Dia tidak mau kalau Habib dipecat secara langsung. Apalagi besok masih weekend. Kalau sendirian in charge bisa remuk badannya. Itu sebabnya Gibran mencoba meredam emosinya, Habib.

"Kesabaranku sudah habis. Aku diam bukan berarti rela dan siap diinjak-injak." Habib menatap ke arah Gibran.

"Kamu memang pantas diinjak bahkan dihina. Dasar bajingan!" amuk Fadli sembari me-landing-kan pukulannya ke wajah Habib.

Lagi dan lagi ia menepis dengan elegan. Senyum smirk lahir di wajahnya, Habib membuat muka Gibran pias. Dia takut kalau Habib benar-benar pergi begitu saja karena sudah terlanjur sakit hati.

"Aku tidak akan tinggal diam. Kamu harus berhenti juga besok dan nyawamu kupastikan hilang akibat tidak sanggup beli makan," racau Fadli kembali.

"Aku tidak takut. Sebelum kamu mengajukan form pemecatan, aku lebih duluan angkat kaki dari sini," balas Habib tidak mau kalah sengit dari ancaman Fadli. "Kamu tahu 'kan, kalau hari ini weekend. Kupastikan kamu menyesal atas kepergianku disaat lagi ramai untuk lunch." Habib mengangkat kedua alisnya ke atas. Fadli semakin pucat. Dia tidak menyangka kalau Habib nekat melakukan hal itu.

"Oh, ya. Aku akan memastikan apa yang kamu katakan kembali kepada dirimu," bisik Habib sambil berdiri. Ia membuka apron yang dipakainya lalu membuangnya tepat di wajah Fadli.

"Kamu itu sudah berjanji akan over time hari ini! Kenapa kamu pergi pada saat yang tidak tepat?!" teriak Fadli sambil berusaha berdiri untuk menghalangi langkah kakinya, Habib. Rasa menyesal terlalu arogan kini hadir menyapa dirinya.

"Aku tidak butuh seorang leader seperti kamu! Jangan kamu hiraukan aku dan istriku. Aku tidak takut mati karena kelaparan. Lebih takut makan karena batin tersiksa dan terus diinjak-injak seperti kamu. Kalau aku masih mau berusaha dengan kerja keras dan diiringi dengan doa. Aku yakin pasti ada saja jalan rezeki setiap hamba-Nya. Jangan merasa seperti Tuhan yang hanya bisa mendikte dan harus patuh terhadap perintahmu," imbuhnya sambil menepuk bahu Fadli. Ia sudah membuka mata hatinya kepada Fadli untuk lebih tegas memilih risaign daripada terus terinjak-injak.

Habib terus melangkah tanpa berpikir panjang. Ia yakin dengan ucapannya yang baru saja keluar.

"Kamu mau ke mana?" tanya Leni dengan melihat pemandangan yang tidak sedap. Habib menyapu ke arah Leni lalu pergi begitu saja tanpa menghiraukan perkataan Leni-SPV tempat Habib mengais rezeki.

Leni heran melihat ulahnya, Habib. Tidak biasanya staff kitchen dan service mengacuhkannyya. 'Ada yang tidak beres ini di dapur,' ucapnya dalam hati mencoba menerka. Dia mempercepat langkah kakinya menuju area kitchen. Namun, Fadli dan Gibran masih terdiam di tempat semula di mana ditinggalkan Habib.

"Apa yang terjadi?" tanya Leni heran. Dia jongkok memperhatikan Fadli yang masih meringis kesakitan di atas lantai.

Gibran hanya melihat ke arah Leni dan tidak berani menjawab.

Related chapters

  • Adik Ipar Terkaya   Part 03: Tertangkap Basah

    "Habib mengundurkan diri," jawab Fadli lirih. Dia mencoba berkata jujur. Walaupun belum semua diceritakan kepada Leni-SPV di restaurant itu."Ayo masuk ke dalam," ajak Leni dengan elegan. Retinanya menyapu ke setiap sudut pojok. Perasaan tidak enak lahir di dalam hatinya melihat pengunjung yang memperhatikan setiap gerak-gerik yang tercipta. Mereka bertiga melangkah gontai menuju loker."Tidak mungkin Habib mengundurkan diri kalau tidak ada sebabnya!" ucap Leni tegas setelah sampai di loker. Dia menatap kedua bola mata Fadli dan Gibran bergantian. Namun, tidak ada sepatah kata yang keluar dari sudut bibir kedua pria yang ada di depannya."Gibran! Cepat kejar Habib! Jangan sampai dia risaign dari sini!" seru Leni dengan nada tegas. Tanpa buang-buang waktu, Gibran langsung melaksanakan perintah atasannya. Dia tidak mau kena pecat akibat membantah.Leni menghela napas panjang. Dia tidak tahu harus memulai dari mana untuk menasihati Fadli yang selalu arogan kepada Habib.Suasana hening se

    Last Updated : 2023-05-19
  • Adik Ipar Terkaya   Part 04: Mulai Membantah

    "Apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Abizar. Dia memutar balikkan pertanyaan sebelum Adik iparnya bertanya duluan."Aku tadi mau ke kamar," kelakarnya sambil mencari jawaban yang tepat. "Ada sesuatu hal yang tertinggal dan sangat penting untuk mengurus kelulusan training-ku," jawab Habib mencoba santai. Amarah dan rasa cemburu yang hampir saja meledak sengaja ia pendam.Nabila hanya diam dan memasang wajah heran. Dia tidak sanggup memandang wajah suaminya. Lebih baik dirinya diam ketimbang buka suara."Kenapa menuju dapur?" tanya Abizar heran. Dia melangkah menghampiri Habib. "Maaf kalau kedatanganku tidak kukasih tahu sebelumnya. Aku sengaja memberikan kejutan kepada Nabila-adik kesayanganku," jelasnya mencoba mengukir senyum simpul. "Aku tahu kamu pasti lupa kalau hari ini sangat istimewa buat Nabila," ujarnya lagi. Nabila mendongak menatap Abangnya. "Hari ini tepat tanggal lahir istrimu," sindirnya dengan nada sarkasme. Kedua bola mata Habib dan Abizar saling tertaut. Sengaja tid

    Last Updated : 2023-05-19
  • Adik Ipar Terkaya   Part 05: Rencana Apa?

    "Hewan melata saja masih bisa bertahan hidup. Padahal dia sangat dibenci Tuhan karena ikut mengobarkan api pada saat nabi Ibrahim dibakar hidup-hidup. Begitu juga dengan binatang haram masih terus bisa berkeliaran," seru Nabila untuk menyangkal perkataan abangnya yang selalu menyepelekan Habib. "Itu artinya setiap makhluk hidup sudah ada rezekinya masing-masing," jelasnya lagi sambil menghela napas. "Bagaimana dengan manusia yang jauh lebih sempurna. Selagi hamba-Nya masih mau berusaha dan berdoa, pasti ada jalan rezekinya." Nabila sudah tidak habis pikir untuk menjelaskannya kepada Abangnya. "Tolong buka mata, ketok hati. Dan tolong untuk yakin dan percaya atas keagungan Sang Pencipta Alam Semesta." Nabila membuang napas lalu mencoba menenangkan pikiran agar hati dan jiwanya bisa tenang. "Aku yakin, in sya Allah pasti ada jalan rezeki setiap ciptaan Tuhan.""Buktinya saja kamu makin kurus dan raut wajahmu lecek," balasnya menyeringai. "Belum lagi tempat tinggal yang tidak layak huni,

    Last Updated : 2023-05-19
  • Adik Ipar Terkaya   Part 06: Bingung untuk Mendapatkannya

    "Rencana apa yang kamu maksud?" tanya Habib kepada kakak iparnya.Abizar hanya bergeming dan mematung. Hening seketika yang tercipta. Padahal masih banyak teka-teki yang harus dipecahkan oleh Habib. Kedua bola matanya terus memperhatikan ponsel yang masih on di atas lantai. Ia melangkah cepat menghampiri Abizar.[Pokoknya halangi dulu dia agar jangan cepat sampai kemari!] Ternyata loud speaker benda pipih itu aktif sehingga sangat jelas terdengar suara seorang pria.Habib mengernyitkan kening. Intonasi suaranya ia mengenal siapa yang bicara, tetapi tidak mau menebak yang tidak pasti."Cepat jawab!" bisik Habib dengan sedikit memaksa. Ia menarik kerah baju kakak iparnya dengan sorot mata tajam. "Jangan kamu terbata menjawabnya!" serunya kembali dengan merendahkan volume suara dari biasa.[Serahkan saja kepadaku. Pokoknya jangan sia-siakan kepercayaanku,] jawab Abizar sembari mengukir senyum terpaksa.Habib sengaja memutuskan sambungan telepon. Lalu menatap ke arah kakak iparnya. "Renc

    Last Updated : 2023-06-02
  • Adik Ipar Terkaya   Part 07: Pengakuan Jujur Membawa Malapetaka

    Nabila terus gelisah laksana hilang akal sehat. Dari tadi dia asik mondar-mandir dari kursi samping brangkar ke sopa dekat pintu kamar. Otaknya mau pecah memikirkan dari mana dia dapat uang segitu banyaknya."Na-Nabila, sayang. Aa-aku ada di mana?" tanya Habib terbata. Pandangannya buram membuat dirinya tidak tahu sedang di mana dan lagi ngapain.Nabila tersontak kaget melihat ke arah asal suara itu. Tangan Habib meraba-raba mengudara seolah mencari keberadaan istrinya. "Aa-aku ada di sini, Bang," jawab Nabila panik. Dia berlari menghampiri suaminya yang sedang berbaring lemas di atas brangkar."Aku ada di mana? Kenapa ada selang yang menyentuh kulit tanganku?" cecarnya terus dan ia ingin mencopot jarum yang menempel di tangan.Aa-Abang kemarin siang kecelakaan. Sekarang ini lagi di rumah sakit, sayang," bisiknya di daun telinga suaminya. Dia sengaja menunduk agar mulutnya pas dan dekat ke telinga suaminya. Setelah dia berkata, Nabila kembali berdiri tegak. Rasa teriris dan tersayat

    Last Updated : 2023-06-03
  • Adik Ipar Terkaya   Part 08: Obat Apa itu?

    "Akhirnya aktingku berhasil untuk membongkar semua akal dan niat busukmu, wahai Abang iparku," imbuhnya membuat mata Abizar tidak berkedip dan mulutnya menganga. Ia mengulas senyum seolah merasa puas dan bahagia rahasia Abang iparnya selama ini terbongkar sudah. Habib yakin tidak akan ada lagi senjata Abang iparnya untuk menghina dan merusak surga yang selama ini ia bangun bersama Nabila. "Kamu belum percaya kalau aku pura-pura sakit?!" Ia langsung menyandarkan punggungnya ke dinding lalu mencabut infus yang melekat di tangan.Kedua bola mata Abizar hampir saja mau lepas sari sarangnya. "Ke-kenapa bisa?!" tanya Abizar ragu dan tidak percaya.Habib mengukir senyum lalu berkata, "apa yang tidak bisa di dunia ini," jawabnya sarkasme dengan mengukir senyum smirk."Ini tidak mungkin. Kamu pasti sudah gila!""Ya aku memang sudah gila." Habib tidak mau kalah dengan Abizar. Tiba-tiba, seorang perawat masuk ke dalam ruangan membuat Habib dan Abizar diam sejenak. Sorot mata Abizar menatap Hab

    Last Updated : 2023-06-04
  • Adik Ipar Terkaya   Part 09: Pilih Neraka atau Bayaran Dua Kali Lipat

    "Kamu siapa?! Terus kenapa kamu bisa memakai seragam tim medis rumah sakit ini? Kenapa kamu bisa mendapat itu semua?!" tanya Hendra sebagai dokter yang menangani Habib.Perawat itu gemetar dan tidak tahu harus menjawab apa. Dia menatap ke arah wajah Abizar. "Sejak awal aku sudah curiga dengan perawat ini," sela Habib dengan ekor mata mendelik. Ia ingin sekali membungkam mulut Abizar. Namun, belum ada waktu yang tepat dan alasan yang cocok."Makanya kalau masuk rumah sakit itu jangan swasta. Ke rumah sakit umum, kek," kelakar Abizar. Dia berkata seperti itu seolah mengecoh konsentrasi Hendra. "Begini kalau rumah sakit swasta. Orang lain yang bukan tim medis bisa lewat dan hendak mencelakai pasien," imbuhnya mengejek."Hentikan ucapanmu! Kami pihak rumah sakit bisa membongkar siapa dalang dari otak perawat gadungan ini. Suster! Cepat panggil sekuriti sebelum perawat gadungan ini pergi melarikan diri!" berang Hendra tidak terima kalau rumah sakit tempat dia bekerja dijelek-jelekkan."Da

    Last Updated : 2023-06-05
  • Adik Ipar Terkaya   Part 10: Sama Saja

    Abizar kini telah menyesal setelah membayar wanita untuk menghabisi nyawa adik iparnya. Dia terkulai layu setelah perawat gadungan itu berkata jujur."Sayang," ucap Habib memecah keheningan di dalam ruangan. Apakah kamu sudah percaya kalau Abizar ini bukan manusia, melainkan iblis," hina Habib menimpali. Kali ini Abizar tidak berkutik lagi."Motivasi apa yang membuat kamu gelap mata, Bang?!" tanya Nabila. Dia tidak menyangka kalau pria yang selama ini dia anggap Abang kandung ternyata orang jauh. "Pantas saja kamu selalu menghalangi aku dengan Bang Habib. Ternyata kamu itu tidak sedarah dan senasab denganku." Nabila tergugu dan bahkan tersaruk pilu. Andai dia dari awal termakan atas ucapan Abizar. Mungkin dia sudah menyesal telah berkhianat kepada pria yang selama ini berusaha sabar dan tegar meghadapi hinaan yang dipahat Abizar. "Sekarang aku baru sadar dan tahu. Abang menghalalkan segala macam cara untuk mendapatkanku." ucap Nabila dengan suara serak. Semua sudah terbongkar kejahata

    Last Updated : 2023-06-05

Latest chapter

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37B: Apa yang Terjadi

    Suasana semakin memanas. Manusia mana yang mau terlahir ke dunia dengan cara tidak sah di mata hukum negara dan juga di mata hukum Islam. 'Kalau boleh memilih, aku juga tidak mau lahir dari cara yang salah,' ucap Abizar bermonolog.Suasana hening seketika. Habib mengulas senyum bahagia. Ia merasa menang atas perdebatan yang sangat alot itu."Wajar saja tingkah lakumu seperti ibumu!" ejek Abizar sponta dengan ekspersi datar. Dia memutar balikkan fakta.Habib tertawa terbahak-bahak tanpa peduli dengan sang ayah. Sementara Abizar dan Hermawan saling adu pandang. Mereka kira Habib sudah gila."Apa aku tidak salah dengar?!" tanya Habib memperjelas perkataan Abizar. Retinanya mengarah ke arah Hermawan. "Apakah aku wajar dan pantas dikatakan gila?" imbuhnya meyakinkan apa yang baru saja dikatakan Abizar kepadanya.Hermawan hanya diam membisu. Dia tidak berani menjawab. Walau bagaimanapun itu Habib dan Abizar anak kandung alias darah dagingnya sendiri. Walaupun itu Abizar tidak dalam alam sa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 37: Terkulai Layu

    "Secepatnya!" balasnya menimpali.Rossa memang istri sirinya, Hermawan. Dia sempat tanam saham duluan daripada menikahi ibunya, Habib. Namun, itu tidak terendus alias semua tersimpan rapi tanpa ada yang tahu.Seketika Habib mengulas senyum melihat Abizar. "Betapa malangnya nasibmu," sindir Habib kepada Abizar. Ternyata kamu anak yang tidak diinginkan." Ledekan Habib membuat Abizar semakin marah.Biasanya dia yang selalu menghina dan mengolok-olok Habib. Sekarang malah terbalik seratus delapan puluh derajat Celcius. Api amarah kini terpaut di wajahnya. Dia ingin sekali membungkam mulut adik tirinya agar bisa diam. Namun, dia sadar akan kesehatan Hermawan. Walaupun dia tidak pernah memanggil ayah atau pun bapak kepada pria yang terbaring lemas di atas brangkar."Kenapa kamu diam?!" pancing Habib kembali. Wajahmu nggak usah ditekuk seperti itu. Coba deh berkaca, kamu laksana menahan berak," ujar Habib terus mengejek."Persetan!" Akhirnya, Abizar tidak sanggup menahan gejolak larva amarah

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36B

    Abizar melepaskan cengkeramannya lalu membuang napas kasar."Ceritanya seperti ini," ucap Hermawan lirih. Dia memejamkan mata sekejap sembari menghela napas. Setelah jiwa dan raganya sudah merasa tenang. Barulah dia mulai buka suara. "Sayang, aku hamil!" ucap Rossa kepada Hermawan ketika mereka berdua janjian ketemuan di waktu makan siang."Tidak mungkin! Aku selalu memakai pengaman dan jika pun itu tidak. Aku tidak pernah mengeluarkannya di dalam. Jangan mengada-ada kamu, Rossa!" tolak Hermawan atas perkataan Rossa yang baru saja dia dengar.Rossa terisak mendengar perkataan calon suaminya. Dia sudah merelakan perawannya direguk oleh Hermawan. Ternyata apa yang dia harapkan telah sirna menjadi suami seorang pria kaya raya. Tidak peduli semua mata tertuju kepadanya. Isaknya semakin kuat dan semakin membuat retina pengunjung cafe semakin penasaran."Kamu tega, sayang!" ucap Rossa terisak. Dia memukul-mukul dada Hermawan sekuat hati sangking kesalnya. "Jangan coba-coba mengganggu hidup

  • Adik Ipar Terkaya   Part 36: Minta Tanggungjawab

    Part 36: Minta TanggungjawabSiska baru saja tersadar ketika dirinya sudah ada di atas brangkar rumah sakit. Padahal dia baru saja merasa di atas motor dan terprental dari atas lalu meringis kesakitan."Aa-aku ada di mana?!" racaunya sesekali menyapu ruangan sekitar. Di samping kanan ada Abizar. Dia terkejut dan terbangun dari tidurnya. Ternyata sudah pukul dua puluh tiga lewat lima belas menit. Sangking lelahnya Abizar, dia tertidur pada saat menjaga Siska yang baru saja kecelakaan."Di rumah sakit," jawab Abizar sambil menguap. Setelah selesai menguap, dia mengucek terinya dan kembali meneruskan perkataannya, "tadi kamu kecelakaan.""Ini pasti gara-gara, Habib," umpatnya dengan menekuk wajah kesal. "Bisa kamu kasih pelajaran agar dia tidak semena-mena kepadaku, Bang?!" ucapnya lirih. Di sebelah kanan bagian betis terasa sakit akibat ditimpa motor pada saat dirinya terseret."Kasih pelajaran seperti apa? Dia saja telah menang telak dan sudah mengetahui sisi kelemahanku," jelas Abizar

  • Adik Ipar Terkaya   Part 35: Sudah Kutransfer

    "Kenapa kamu malah diam saja tua bangka! Seharusnya kamu ngoceh membela aku sebagai anakmu. Bukan hanya meratap seperti anak TK meminta mainan tidak dikasih sama ibunya." Siska benar-benar tidak ada akhlak ngatain Hermawan tua bangka. Padahal selama ini dia hidup hedon dan glamour karena uang yang dikasih Hermawan kepadanya."Hentikan ucapanmu!" bentak Hermawan dengan menaikkan suaranya dari biasanya. Dia mencoba duduk dan bersandar ke dinding ruangan. Habib membantu sang ayah. Namun, Hermawan tidak mau dibantu sang anak. "Aku bisa sendiri, kok," imbuhnya membuat Siska tersenyum puas."Siska! Mulai dari sekarang kamu harus angkat kaki dari rumahku!" racau Hermawan setelah dadanya tenang. Dan kamu tidak boleh menggunakan fasilitas yang aku berikan kepadamu!" desisnya menimpali.Raut wajahnya terlihat memerah seolah tidak suka atas informasi yang dia dapatkan barusan."Tidak bisa begitu, Yah!" bujuknya agar Hermawan menarik ucapannya. Aku mau tidur di mana kalau tidak boleh tinggal di r

  • Adik Ipar Terkaya   Part 34: Jangan Berharap Lebih

    Habib mengindahkan ide suster dengan cepat. Kini semua sudah aman dan terkendali."Kenapa sudah tidak ada orang?! tanya Siska ketika sudah di depan kamar mayat. "Pasti ada yang tidak beres ini," imbuhnya memasang wajah heran. Mau bertanya pun sudah tidak ada orang. Akhirnya dia kembali ke ruang informasi untuk mencari tahu keberadaan jenazah ayahnya.***Di kamar yang berbeda masih di lokasi rumah sakit. Habib menyuap Hermawan dengan lembut. Sang ayah yang selama ini ia rindukan kasih sayangnya kini sudah terkulai layu di atas brangkar rumah sakit."Ayah harus kuat makan agar ada tenaga," ucap Habib parau. Suaranya terasa serak menahan Isak tangis. Andai saja sang ayah mendengar apa katanya dulu sebelum menikah dengan Rossa. Mungkin beliau tidak menderita seperti ini. Bukan kebahagiaan yang dia dapat, hanya derita yang tercipta selama bersama dengan Rossa."Sudah!" tolak Hermawan. Dia tidak mau lagi menghabiskan makanan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit. "Ayah sudah kenyang

  • Adik Ipar Terkaya   Part 33: Saya Ada Ide

    Habib keceplosan kalau Hermawan belum meninggal. 'Gawat ... kenapa pula aku berkata seperti itu,' ucap Habib dalam hati."Sudahlah lupakan saja!" ujar Habib lirih. Ia mencoba mengabaikan perkataannya. Mencoba mengalihkan pembicaraan."Kamu jangan menghindar dari apa yang kamu katakan. Dari mana kamu bisa berkata seperti itu? Apa jangan-jangan Hermawan belum meninggal?!" desak Rossa agar Habib mengatakan yang sejujurnya."Lebih bagus kita memikirkan bagaimana proses pemakaman sang ayah, Bu," ketus Habib. Baru kali ini ia berkata ibu kepada Rossa. Selama ini ia sangat enggan menyebut ibu walaupun di depan Hermawan."Urus saja sendiri! Jangan libatkan aku dan Siska dalam hal itu. Apalagi masalah biaya," jawab Rossa tidak mau kalah sengit dari perkataan Habib. Rossa baru sadar kenapa Habib mengulur waktu untuk mengeluarkan jenazah suaminya dengan cepat. "Apa kamu tidak mempunyai uang sehingga mayat ayahmu belum boleh keluar untuk segera dimakamkan?!" sindirnya dengan mencipta wajah sinis.

  • Adik Ipar Terkaya   Part 32: Mencari Informasi

    Sudah dua jam Rossa dan Siska menunggu jasad Hermawan agar segera dibawa pulang. Namun, mereka berdua belum ada kepikiran mau di makamkan di mana. Rasa resah dan gelisah kini menghantui pikirannya masing-masing."Mah! Bagaimana proses pemakamannya? Apakah sudah dikasih tahu kepada masyarakat atau warga tetangga kalau papah sudah meninggal?" tanya Siska dengan penuh selidik."Apa kamu sudah gila! Mama saja sedang bergelut di balik jeruji besi. Bagaimana pula bisa mengurus itu semua. Ini saja tangan Mamah di borgol keluar dari penjara menuju rumah sakit," ketus Rossa dengan wajah cemberut dan masam. "Ada-ada saja, kamu!" imbuhnya semakin geram."Terus si gembel itu pergi ke mana? Kenapa dia malah tidak kelihatan batang hidungnya?!" desis Siska. Larva amarah kini terus meronta agar dimuntahkan. Namun, tidak tahu harus marah kepada siapa."Mana mamah tahu. Kamu lamat-lamat semakin gila. Apa yang membuatmu seperti ini?" seru Rossa tidak terima pertanyaan anaknya seolah meleceh dirinya. Pa

  • Adik Ipar Terkaya   Part 31: Ternyata Bukan Jasad Ayah

    Nabila kini sudah terbaring lemas di atas brangkar rumah sakit. Habib masih belum tenang akibat memikirkan keselamatan sang ayah. Mau izin pamit, Nabila belum kuat dan belum bisa apa-apa. Mau minum saja mesti dibantu oleh Habib."Ya Allah! Hamba mohon petunjuk darimu!" ucap Habib dalam hati.Beginilah hidup sebatang kara. Ketika ada dua masalah menimpa dalam waktu yang sama. Tidak ada kawan untuk bercerita. Jangankan berbagi kisah, mau gantian untuk menopang terpaan cobaan juga tidak ada. Tidak mungkin berbagi duka kepada orang lain.Habib memang sudah lama tidak menghadap kepada penguasa alam. Kali ini ia memang sangat butuh mengadu kepada-Nya. Cuma rasa enggan paling menyeringai di hatinya sehingga tidak jadi bersujud walau hanya sekejap mata."Sayang, maafin aku yang selalu merepotkanmu. Kenapa masih ada di sini?!" tanya Nabila dengan suara serak. Dia merasa pusing setelah berucap barusan kepada sang suami."Aa-aku akan setia menjaga dan merawatmu di sini," jawab Habib parau. Hatin

DMCA.com Protection Status