Home / Pernikahan / Adik Ipar Pengganti Istri / Bab 7 | Mengungkit Posisiku

Share

Bab 7 | Mengungkit Posisiku

Author: Intan Tanzza
last update Last Updated: 2023-12-23 23:17:29

Memasak, bangun pagi, memandikan Nazira menjadi rutinitas Zahra setiap harinya. Dulu, dia memang kerap bangun pagi. Namun, kini rasanya jauh lebih berbeda. Dia merasa dibalik itu semua ada tanggung jawab yang harus dirinya emban. Meskipun begitu, Zahra merasa tidak terbebani karena Zahra sangat menikmatinya.

Kuliah? Sebenarnya dirinya mengalihkan jadwal kuliahnya dari yang semula offline menjadi daring selama dua minggu ini. Dia kerap mengirimkan tugas yang diberikan dosen di kala waktu senggang. Zahra ingin menikmati waktu bersama Nazira dulu. Jika keadaan sudah terlihat memungkinkan, Zahra akan kembali mengambil kelas offline.

‘Semoga Mas Gibran suka sama masakan aku. Dan aku berharap, kali ini Mas Gibran mau mencicipinya,’ ucap Zahra dalam hati sambil menutup matanya sekilas. ‘Semangat, Zahra. Lupakan yang terjadi kemarin!’ Zahra tidak ingin kejadian kemarin merusak suasana hatinya. Biarlah yang sudah terjadi, berlalu begitu saja. Dia hanya perlu fokus dengan yang ada di depan mata.

Di lain sisi, Zahra merasa sangat beruntung karena banyak orang-orang yang membantunya, termasuk Bi Jum. Wanita paruh baya itu senantiasa menemani dirinya, baik saat memasak, seperti saat ini, atau pun saat menemani Nazira bermain. Sedikit banyak kehadiran Bi Jum membuat dirinya tidak merasa sendirian di tengah sikap dingin Gibran.

“Bi Jum, kentangnya sudah selesai di potong dadu?” tanya Zahra di tengah kesibukan membuat capcay.

“Sudah, Non. Kentangnya sudah siap dimasak,” jawab Bi Jum. Rencananya Nona mudanya hendak memasak sambal goreng kentang dan ati ampela, salah satu masakan favorit Gibran selain opor ayam.

“Ya sudah. Minta tolong bawa sini ya, Bi. Mau saya tum—”

“BI … BI JUM!!!!”

Teriakan itu membuat suasana menjadi gaduh. Kedua wanita beda generasi itu saling tatap. Keduanya sama-sama mengernyitkan kening, seolah saling melempar tanya tentang apa yang terjadi.

“BI JUM!!!!” 

“I–iya, Den.”

Bi Jum menjawab tergagap teriakan Gibran. Dengan langkah tergopoh-gopoh, Bi Jum memijaki setiap anak tangga dengan langkah tergesa. Sementara itu, Zahra masih terdiam di tempat. Dia baru pertama kali mendengar Gibran berteriak begitu kencang dan keras. Bahkan, Zahra tak yakin jika—

“Oeekkk.”

—Nazira tidak bangun.

Zahra mengembuskan nafas panjang. Baru menyelesaikan ucapannya, dia sudah mendengar suara tangis anaknya. Dia terlebih dahulu mencuci tangan, sebelum akhirnya ikut menaiki anak tangga. Hanya saja, tujuan dirinya dan juga Bi Jum berbeda. Entah apa yang membuat Gibran pagi-pagi sudah berteriak kencang.

“Siapa yang sudah mengganti gorden di kamar saya?!" tanya Gibran dengan tatapan tajam. 

Terlihat jelas Gibran tengah menahan amarahnya. Satu jam yang tidak ia suka adalah, seseorang berani mengubah ornamen, letak benda, atau apa pun itu yang ada di kamarnya. Dan kini, dia justru melihat gorden di kamarnya berganti warna dari abu-abu menjadi hijau army.

"Sa–saya tidak tahu, Den," jawab Bi Jum tergagap. Dia juga baru pertama kali menerima amarah dari Gibran. Selama bekerja dengan Gibran, lelaki itu tak pernah marah, selalu ada Humaira yang menenangkan.

"Bagaimana tidak tahu?!" Gibran mengusap wajahnya dengan kasar. "Bibi yang setiap hari membersihkan kamar saya dan Humaira!!"

Bi Jum meremas kedua tangannya. "Memang bukan saya, Den yang mengganti gordennya." Bi Jum menengadahkan kepala. "Saya tidak berani menyentuh apa pun yang ada di kamar ini, tanpa persetujuan orang rumah, terutama Aden."

"Maksud bibi, gorden ini bisa terpasang sendiri?" sarkas Gibran masih menumpahkan amarah Pada Bu Jum. "Jangan mengada-ada, Bu!!"

Bi Jum menggelengkan kepala. "Tapi, memang bukan saya yang menggantinya, Tuan. Sungguh, saya tidak berani menggantinya tanpa persetujuan Aden."

Sial! Gibran benar-benar diselimuti amarah saat ini. Selama ini tidak ada yang berani menyentuh atau mengubah apa pun yang ada di kamarnya. Baik letak benda, warna gorden, dan warna sprei, itu semua pilihan Humaira. Istrinya itu sangat menyukai warna monokrom dan sekarang, gorden di rumahnya sudah berganti warna.

"Nggak, nggak ada yang boleh mengganti sesuatu yang sudah dipilih Humaira," gumam Gibran tegas. Kilat marah terlihat semakin besar.

Setelah mengatakan itu, Gibran kembali mendekat ke arah jendela kamar. Matanya menyorot tajam gorden berwarna hijau army itu. Dengan tangan mengepal dan rahang mengetat, Gibran menarik gorden itu hingga menimbulkan suara memekakan.

“Saya tidak suka milik saya diubah!” ucap Gibran menegaskan. Tangannya kembali menarik gorden itu.

"ASTAGHFIRULLAH." Bi Jum mundur beberapa langkah.

Bi Jum tanpa sadar berteriak kencang melihat tindakan Gibran. Demi apa pun, saat ini Gibran terlihat sangat menyeramkan. Lelaki itu seperti memiliki dunianya sendiri, tidak ingin siapa pun mengusik kehidupannya, terutama yang berkaitan dengan Humaira.

“Den, Biar saya yang menggantikan,” ucap Bi Jum sambil bergetar.

"Bi ada ap—"

Zahra yang mendengar teriakan dan suara bising langsung berlari dari kamar Nazira. Saat sampai di kamar Gibran, matanya membulat melihat keadaan di sana. Kelambu itu sudah berakhir miring ke bawah. Lingkaran-lingkaran pengait berceceran di lantai. Sementara itu, Gibran masih senantiasa berdiri di sana tanpa merasa terganggu sedikitpun.

"Mas, ada apa?" tanya Zahra perlahan. Ia mulai melangkahkan kakinya masuk dengan perlahan. "Kenapa gordennya jatuh? Ketarik, kah?” Zahra menatap sekitar. Keadaan gorden beserta yang lainnya sungguh sangat mengenaskan.

"Buang gorden itu!!' titah Gibran terkesan sangat arogan saat ini. 

Mata Zahra langsung melotot mendengar perintah itu. Ia langsung melangkah mendekat dan menyentuh bahu Gibran agar mau menghadap ke arahnya. Namun, lelaki itu menghindar sebelum Zahra berhasil menyentuhnya.

"Mas, kenapa dibuang? Itu baru aku beli dan aku pasang kem—"

Mata Gibran semakin berkilat tajam mendengar pengakuan itu. Dia melangkah mendekat ke arah Zahra, lalu berseru "Kurang ajar!"

Gibran yang gelap mata langsung mencengkeram rahang Zahra. Matanya memerah, amarah benar-benar memuncak. Berani-beraninya wanita ini mengubah sesuatu yang ada di kamar ini! Zahra pikir dirinya memiliki hak itu? Tidak! Zahra sama sekali tidak memiliki hak apa pun.

Baiklah, dia kemarin berjanji akan memenuhi tanggung jawabnya sebagai suami, tetapi hanya sekedar materi. Dia juga mengizinkan Zahra untuk berusaha. Namun, persetujuannya itu bukan berarti Zahra bisa melakukan apa pun sesuka hati, termasuk mengganti yang ada di kamar ini.

"DEN!" teriak Bi Jum dengan panik. Wanita paruh baya itu langsung mendekat, mencoba melepaskan tangan Gibran dari rahang Zahra.

"Den, istighfar. Jangan melakukan ini. Kasihan Non Zahra kesakitan." Bi Jum meneteskan air mata melihat Zahra mendapatkan perlakukan kasar dari Gibran. "Den, saya mohon."

"Ma–mas, sakit," ucap Zahra setelah tersadar dari rasa terkejutnya. Sungguh, dia tak pernah membayangkan akan menerima perlakuan kasar dari Gibran.

Tanpa sadar, mata Zahra berkaca-kaca. Dia hanya berniat baik saat melihat gorden sudah kotor. Namun, niat baiknya justru mendapatkan respon berbeda dari Gibran. Andai saja Gibran mengatakan tidak boleh mengubah tata kamar ini, termasuk warnanya, Zahra akan mengganti gorden itu dengan warna kesukaan Humaira.

Yang Zahra minta hanya sederhana, komunikasikan semuanya. Zahra tidak bisa mengerti keinginan Gibran tanpa lelaki itu bilang. 

"Mas," panggil Zahra dengan mata berkaca-kaca.

Gibran, lelaki itu terdiam sesaat saat lagi-lagi melihat mata Nazira. Ada sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Namun, lagi-lagi Gibran menampiknya. Dia memilih memalingkan wajah setelah menghempaskan cekalan tangannya hingga tanpa sadar membuat Zahra hampir tersungkur.

"Non," ucap Bi Jum yang berhasil menahan tubuh Zahra. "Non tidak apa-apa?" tanya Bi Jum sambil memegang rahang Zahra yang memerah, sangat kontras dengan kulit putihnya.

Zahra, meskipun dirinya terluka baik fisik maupun batin, dia tetap mengulas senyum manis. "Aku nggak apa-apa, Bi," ucapnya dengan mata berkaca-kaca. 

Wanita itu lalu mengusap lelehan air mata di pipinya. Dia kembali mendekati Gibran dengan langkah bergetar. Jujur ia diliputi rasa takut setelah menerima perlakukan kasar tadi.

"Ma–mas, aku minta maaf," ucap Zahra dengan bibir bergetar. "Aku minta maaf kalau sudah lancang merubah kamar kamu. Tapi, demi Tuhan … niat aku baik. Aku hanya ingin mengganti gorden yang sudah kotor."

Zahra mengusap air mata yang kembali menetes. "Besok, kalau mau ganti sesuatu, aku pasti bilang dulu ke kamu, Mas. Aku nggak akan mengulang kesalahan hari ini." Dengan takut-takut, Zahra meraih tangan Gibran, lalu menciumnya. Beruntung kali ini Gibran tidak menghempaskan tangannya. "Aku minta maaf, ya."

"Jangan pernah merubah apa pun yang ada di kamar ini. Hanya Humaira yang berhak merubahnya. Saya hanya mengizinkan mengganti yang sudah kotor dengan catatan sesuai warna kesukaan Humaira!" Gibran menatap Zahra dengan lekat. Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar begitu tegas.

Zahra mengangguk berulang kali mendengar perkataan Gibran. Dia tidak akan membantah lagi agar Gibran tak marah pada dirinya. Dia sudah satu langkah untuk memperbaiki hubungan mereka dan mencoba mendapatkan hati Gibran. Zahra tidak ingin gegabah dan membuat semuanya hancur.

Hanya saja, kata yang keluar dari mulut Gibran setelahnya membuat Zahra kembali terdiam. Perkataan itu kembali mengingatkan dirinya bahwa dia hanya sekedar pengasuh Nazira.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nurain Abdullah
cerita nya bagus
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 8 | Haruskah Menyerah?

    "Kamu itu hanya pengasuh untuk Nazira. Jangan berharap bisa menggantikan posisi Humaira!" Kedua mata Zahra terpejam mendengar kata menyakitkan itu kembali terdengar. Tidak, kali ini kata yang keluar dari mulut Gibran lebih menyakitkan. Iya, Zahra mengingat dirinya tak bisa menggeser posisi Humaira. Dia tidak akan membantahnya. "Ingat posisi kamu, Zahra. Kamu hanya sekadar ibu pengasuh bagi Humaira. Jangan bertingkah diluar batas tugas dan perjanjian yang kita sepakati!!" ucap Gibran dengan sangat tegas. Ia kembali menekankan posisi Zahra di rumah ini beserta bagi Gibran dan Nazira. "Berhenti bersikap sesuka hati!" "Iya, Mas. Aku ingat itu," jawab Zahra sambil mengulas senyum ke arah Gibran. Setelah mengatakan itu, Gibran melangkahkan kaki keluar dari kamar. Dia meninggalkan segala kekacauan yang sudah ia buat. Gibran sama sekali tidak memperdulikan kata-katanya menyakiti hati Zahra atau tidak. Ah, atau bisa saja sebenarnya Gibran menampik rasa bersalah setelah menyakiti Zahra denga

    Last Updated : 2023-12-25
  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 9 | Terus Menyangkal

    Perubahan yang terjadi di dalam hidup membuat Zahra hampir tidak bisa beradap tadi. Kesibukannya bertambah dua kali dan kini ada tanggung jawab yang ia emban. Rasanya, Zahra ingin menangis.Jika biasanya ada Humaira yang menjadi tempatnya bercerita, berkeluh kesah, kini semuanya berubah. Zahra diharuskan berpijak pada kedua kakinya sendiri, menyimpan segala resah, kekecewaan, dan sakit hati. Beruntung masih ada keluarga yang memberikan dukungan moril, meski tidak tahu apa yang sudah ia lewati.Setelah hampir satu bulan kuliah dari h, Zahra akhirnya memutuskan untuk kembali kuliah offline. Semesteran sudah di depan matanya. Dia harus masuk karena mendengarkan penjelasan langsung membuat Zahra lebih nyaman dalam belajar."Pagi, Non," sapa Bi Jum saat melihat Zahra sudah berada di dapur, seperti kebiasaan sebelumnya.Zahra yang tengah menumis menolehkan kepala. Senyum hangatnya menyambut wanita paruh baya yang kini menjadi sosok orang tua untuknya di kediaman pribadi Gibran. "Pagi, Bi."

    Last Updated : 2023-12-26
  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 10 | Orang Tak Perlu Tahu

    Mas, aku izin ke kampus ya. Aku berangkat, assalamualaikum.Itulah isi pesan yang Zahra kirimkan pada Gibran. Tangannya masih senantiasa memegang ponsel, dia berharap ada pesan balasan yang dikirimkan Gibran. Namun, sampai lima menit menunggu, pesannya hanya centang satu. Hal itu membuat Zahra mengulas senyum getir."Jangan patah semangat, Ra. Hari ini, fokus dulu sama kuliah."Setelah itu, Zahra benar-benar meninggalkan rumah. Sepanjang perjalanan, Zahra menyenandungkan lagu Jawa yang tengah ia gemari, kisinan 2. Jujur saja, dia cukup tersentil dengan liriknya karena menggambarkan dirinya saat ini. Meski begitu, dia tidak akan patah semangat.Dua puluh menit perjalanan, akhirnya Zahra sampai di kampus. Sepanjang koridor, dia menerima ucapan belasungkawa dari teman-teman yang ia kenal, baik satu organisasi dengan dirinya atau teman kelas Humaira. Dia sangat senang karena Humaira memiliki teman-teman yang sangat baik."Zahra !!!" panggil perempuan yang diketahui bernama Adel.Dia salah

    Last Updated : 2023-12-26
  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 11 | Iya, Aku Salah

    Terhitung sudah lima hari Zahra kembali menjalankan kuliah secara langsung. Selama hampir sepekan itulah, Zahra kembali merasakan perbedaan. Jika sebelumnya dia tidak harus datang ke kampus dan bisa sepenuhnya fokus ke Nazira, kini fokusnya sedikit terbagi. Meskipun begitu, ,ahra berhasil beradaptasi dengan cepat.“Mas, nanti aku ada kerja kelompok. Mungkin pulangnya agak sore,” jelas Zahra pada Gibran saat tengah mengantar Gibran ke depan.Langkah lelaki itu berhenti. Keningnya mengerut sambil menatap lekat Zahra. “Di mana?” tanya Gibran singkat. Bukankah memastikan keamanan Zahra menjadi tanggung jawabnya sebagai suami.“Di kafe dekat kampus. Cari yang tengah-tengah,” jelas Zahra. Tangannya terangkat untuk Salim ke Gibran.Tanpa banyak Drama, Gibran mengulurkan tangannya. Dia juga mulai terbiasa dengan aktivitas paginya. Zahra, selalu melakukannya tanpa diminta sekalipun.“Hm. Saya berangkat,” pamitnya sebelum masuk mobil.Saat Gibran tengah siap-siap, Zahra tak beranjak sedikitpun.

    Last Updated : 2023-12-27
  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 12 | Saya Minta Maaf

    Sakit hati dan perasaan bersalah kini bergelung jadi satu dalam relung hati Zahra. Tangisnya tak bisa ditahan kan lagi saat sampai di kamar Nazira. Dia terus mendekap bayi mungil yang masih terlihat sangat tidak nyaman dengan perubahan suhu di dalam tubuh. “Ssssttt, ini Buna, Nak,” ucap Zahra sambil menimang Nazira yang ada dalam dekapannya. Sesekali tangannya bergerak menghapus air mata yang menetes sedikit-sedikit. Tadi, Zahra hampir terkena serangan jantung saat melihat Mama Tania berdiri di ambang pintu. Dadanya berdebar hebat, terlebih perempuan itu datang bertepatan dirinya dan Gibran bertengkar hebat, disertai tangis hebat dari Nazira. Zahra tidak tahu apa yang tengah mertuanya pikirkan saat ini. Tadi, dia langsung disuruh Mama Tania masuk kamar dan membawa Nazira untuk menenangkan diri. Sesampainya di kamar, tangisnya justru pecah. “Buna ke kamar mandi dulu, ya,” pamit Zahra sambil meletakkan Nazira ke box kembali. Buruk, wajahnya saat ini terlihat sangat buruk. Lihatnya k

    Last Updated : 2023-12-28
  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 13 | Kepergok

    “Minggu depan rencananya mau ada seminar. Lo nggak ikut?” Celetukan itu berhasil menarik atensi Zahra. Wanita itu tengah mengerutkan kening, matanya sesekali menatap ponsel. Ia tengah dilanda gelisah karena tadi pagi badan Nazira kembali demam. Hanya saja, dia tidak bisa menemani Zira. Hari ini ada dua mata kuliah yang melaksanakan penilaian. Jika bukan matakuliah pilihan dan bersifat wajib, Zahra tidak akan terlalu pusing. Namun, ini justru sebaliknya. Zahra terpaksa meninggalkan harus meninggalkan anaknya. “Siapa pematerinya?” tanya Zahra, dia tertarik karena berkesempatan menambah jumlah sertifikatnya. Adel yang mendengar pertanyaan Zahra langsung mendekat. “Suami lo,” jawab Adel sambil berbisik. Zahra langsung terdiam mendengar jawaban Adel. Sungguh, dia cukup terkejut dengan perkataan Adel. Gibran memang sering menjadi pembicara di seminar, baik nasional maupun internasional. Hanya saja, ia tak mengira jika kampurnya berhasil mendapatkan seorang Gibran sebagai pembicara. “

    Last Updated : 2023-12-29
  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 14 | Gelap Mata

    Suasana tegang terlihat begitu jelas di ruang pemeriksaan ini. Tidak ada yang mengira jika Gibran datang, termasuk Zahra. Sejak tadi, Zahra bukannya tidak menghubungi Gibran, melainkan lelaki itu tidak yang tidak bisa dihubungi. Sekarang, tiba-tiba lelaki itu sudah ada di ambang pintu dengan tatapan datar terkesan dingin. Seakan dengan slow motion Gibran melangkah sambil melonggarkan simpul dasi. Tatapan lelaki itu senantiasa datar, terlebih saat menatap Daffa dan Zahra dalam posisi berdekatan. Telinganya masih begitu sehat hingga bisa mendengar jelas yang lelaki itu ucapkan. ‘Cih, menghalalkan’ cibir Gibran dengan genderang perang di dalam otak dan hatinya. Tidak berbeda dengan Zahra dan Daffa, Fitri juga ikut terkejut, terlebih saat melihat tatapan Kakak sepupunya. Dia memang sudah terbiasa dengan sikap dingin Gibran, hanya saja sekarang dia merasakan hal yang berbeda. Aura Gibran lebih mencekam dari biasanya. “Kak,” sapa Dokter Fitri dengan senyum canggungnya. “Kok ke sini?” Gi

    Last Updated : 2023-12-30
  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 15 | Kejutan Tak Terduga

    Rindu, hari ini Zahra merasakan rindu akan kedua orang tuanya. Sudah cukup lama dia tak bertemu dengan Mama Nadia maupun Ayah Bagas. Mereka hanya berhubungan melalui panggilan video. Kesibukannya membuatnya tidak memiliki banyak waktu. Beruntung kedua orang tuanya memahami peranan baru. Tadi, dia baru saja melakukan panggilan video bersama Bunda Nadia. Banyak yang mereka bicarakan, termasuk resep menu makanan yang biasa Bunda Nadia buat saat di rumah. Selain itu, Zahra juga banyak bertanya tentang cara merawat bayi yang baik dan benar. Setelah selesai, Zahra bergegas menuju bawah. Senyumnya langsung mengembang saat melihat Nazira berada di tempat tidur goyangnya sambil bermain dengan Bi Jum. “Masyaallah, anak Buna lagi main?” tanya Zahra, membuat Bi Jum yang asyik bermain menolehkan kepala. Bi Jum mengulas senyum melihat nona mudanya. “Hallo Buna, Nazira pinter loh hari ini,” ujarnya sambil menirukan suara anak kecil. “Zira hari ini nggak nangis waktu Buna belajar,” lanjutnya membu

    Last Updated : 2023-12-31

Latest chapter

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 76

    “Bi, Gibran ke mana?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Mama Puspa sesaat setelah tiba di rumah anaknya. Raut kelelahan terlihat jelas di wajah yang mulai memunculkan keriput. Namun, di sisi lain dia sangat senang dan bersyukur karena pada akhirnya Nazira diperbolehkan keluar dari rumah sakit.“Saya lihat mobilnya tidak ada,” lanjutnya sambil berjalan menaiki tangga menuju kamar Nazira.“Anu … itu Nyonya,” ucap Bibi dengan terbata. Merasa ada yang aneh, Mama Puspa menghentikan langkahnya. Ia lalu menoleh ke belakang, lalu berkata, “Bicara yang jelas Bi Jum. Gibran ke mana?”“Tadi … Den Gibran pergi setelah ada tamu.”“Tamu?” tanyanya dengan kening mengerut. “Siapa tamunya?” tanya Mama Puspa dengan intonasi tidak sukanya. Bagaimana bisa anaknya itu pergi padahal Nazira baru saja pulang dari rumah sakit.“Sama Mbak Liya, Nyah.”Mata Mama Puspa beberapa kali mengedip. *Maksud kamu Aurelia?” Wanita paruh baya itu kembali mengangguk. “Iya, Nyah.”Jujur saja, mendengar jawaban

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 75

    “Apa maksud kamu, Nak?”Pertanyaan itu Mama Nadira utarakan setelah beberapa detik terdiam. Jujur saja, dia begitu terkejut dengan perkataan Zahra. Ada apa dengan pernikahan anaknya? Apa yang terjadi hingga Zahra mengatakan hal itu.“Jangan bercanda, Nak. Pernikahan itu bukan untuk mainan.” Mama Nadira mencoba menampiknya. Pasti pernikahan anaknya bauk-baik saja, pasti. Zahra pasti hanya tengah bercanda.“Mama nggak suka ah kamu bicara seperti itu.” Mama Nadira memilih untuk beranjak. Dia menaruh piring kotor di dapur.Sementara itu, Zahra yang ditinggal berdua dengan sang Papa masih belum sanggup menatap papanya. Dia tidak takut. Hanya saja, dia takut membuang ayahnya kecewa dan merasa bersalah. Bagaimanapun, Papa Bagaskara yang menikahkan dirinya dengan Gibran.“Pah …,” panggil Zahra pada akhirnya setelah sekian lama diam. Kepalanya terus menunduk dengan tangan saling bermain.“Ada apa, Nak?” tanya Papa Bagaskara dengan tegas, tapi tersimpan kekhawatiran tersendiri.“Zahra tidak bis

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 74

    “Sayang, tumben kamu masak banyak banget.”Seruan itu membuat Mama Nadira yang tengah menggoreng ayam lengkuas langsung menoleh. Kedua sudut bibirnya langsung tertarik ke atas saat melihat tubuh tegap milik Bagaskara bersandar di dinding.“Iya, dong. Tadi Zahra bilang kalau mau pulang.”Kening Bagaskara langsung mengernyit mendengarnya. “Kapan bilang sama kamu, Mah?” Lelaki itu mendekat ke arah sang istri dan mengambil potongan kecil ayam yang sudah matang. “Enak, seperti biasa,” pujinya sambil memberikan satu kecupan di pipi Mama Nadira.“Ih … Papa apa-apaan, sih. Main cium-cium sembarangan. Nanti kalau ada yang lihat gimana?” gerutu Mama Nadira sambil menatap protes. Namun, kedua pipinya yang memerah tidak bisa menyembunyikan bahwa dirinya tengah salting.Mendengar itu Bagaskara hanya bisa menggelengkan kepala. Dia biarkan saja istrinya kembali melanjutkan kegiatan memasak. Kebahagiaan tersendiri melihat Nadira tersenyum benar-benar lepas setelah kepergian Humaira.Dua bulan setelah

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 73 | Surat Pengadilan Agama

    “Bi, Gibran ke mana?” Pertanyaan itu keluar begitu saja dari mulut Mama Puspa sesaat setelah tiba di rumah anaknya. Raut kelelahan terlihat jelas di wajah yang mulai memunculkan keriput. Namun, di sisi lain dia sangat senang dan bersyukur karena pada akhirnya Nazira diperbolehkan keluar dari rumah sakit.“Saya lihat mobilnya tidak ada,” lanjutnya sambil berjalan menaiki tangga menuju kamar Nazira.“Anu … itu Nyonya,” ucap Bibi dengan terbata. Merasa ada yang aneh, Mama Puspa menghentikan langkahnya. Ia lalu menoleh ke belakang, lalu berkata, “Bicara yang jelas Bi Jum. Gibran ke mana?”“Tadi … Den Gibran pergi setelah ada tamu.”“Tamu?” tanyanya dengan kening mengerut. “Siapa tamunya?” tanya Mama Puspa dengan intonasi tidak sukanya. Bagaimana bisa anaknya itu pergi padahal Nazira baru saja pulang dari rumah sakit.“Sama Mbak Liya, Nyah.”Mata Mama Puspa beberapa kali mengedip. *Maksud kamu Aurelia?” Wanita paruh baya itu kembali mengangguk. “Iya, Nyah.”Jujur saja, mendengar jawaban

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 72 | Restu Orang Tua

    “Apa maksud kamu, Nak?” Pertanyaan itu Mama Nadira utarakan setelah beberapa detik terdiam. Jujur saja, dia begitu terkejut dengan perkataan Zahra. Ada apa dengan pernikahan anaknya? Apa yang terjadi hingga Zahra mengatakan hal itu. “Jangan bercanda, Nak. Pernikahan itu bukan untuk mainan.” Mama Nadira mencoba menampiknya. Pasti pernikahan anaknya bauk-baik saja, pasti. Zahra pasti hanya tengah bercanda. “Mama nggak suka ah kamu bicara seperti itu.” Mama Nadira memilih untuk beranjak. Dia menaruh piring kotor di dapur. Sementara itu, Zahra yang ditinggal berdua dengan sang Papa masih belum sanggup menatap papanya. Dia tidak takut. Hanya saja, dia takut membuang ayahnya kecewa dan merasa bersalah. Bagaimanapun, Papa Bagaskara yang menikahkan dirinya dengan Gibran. “Pah …,” panggil Zahra pada akhirnya setelah sekian lama diam. Kepalanya terus menunduk dengan tangan saling bermain. “Ada apa, Nak?” tanya Papa Bagaskara dengan tegas, tapi tersimpan kekhawatiran tersendiri. “Zahra tid

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 71 | Minta Maaf

    “Sayang, tumben kamu masak banyak banget.”Seruan itu membuat Mama Nadira yang tengah menggoreng ayam lengkuas langsung menoleh. Kedua sudut bibirnya langsung tertarik ke atas saat melihat tubuh tegap milik Bagaskara bersandar di dinding.“Iya, dong. Tadi Zahra bilang kalau mau pulang.”Kening Bagaskara langsung mengernyit mendengarnya. “Kapan bilang sama kamu, Mah?” Lelaki itu mendekat ke arah sang istri dan mengambil potongan kecil ayam yang sudah matang. “Enak, seperti biasa,” pujinya sambil memberikan satu kecupan di pipi Mama Nadira.“Ih … Papa apa-apaan, sih. Main cium-cium sembarangan. Nanti kalau ada yang lihat gimana?” gerutu Mama Nadira sambil menatap protes. Namun, kedua pipinya yang memerah tidak bisa menyembunyikan bahwa dirinya tengah salting.Mendengar itu Bagaskara hanya bisa menggelengkan kepala. Dia biarkan saja istrinya kembali melanjutkan kegiatan memasak. Kebahagiaan tersendiri melihat Nadira tersenyum benar-benar lepas setelah kepergian Humaira.Dua bulan setelah

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 70 | Melihatnya

    “Yakin hari ini Lo mau masuk kampus?” Pertanyaan itu membuat Zahra yang mengaplikasikan sunscreen menoleh. Wanita itu menghela nafas. Ini pertanyaan ketiga setelah dia mengatakan akan masuk kampus setelah lima hari menjalani kelas secara online.“Yakin. Lo nggak usah khawatir, Put. Gue baik-baik saja.”Selesai bersiap, mereka akhirnya pergi ke kampus. Di sela perjalanan, mereka bercerita tentang hal-hal kecil. Zahra beberapa kali dibuat tertawa oleh Adel.Meskipun begitu, ada rasa hampa di sudut hatinya. Dia berulang kali bertanya, bagaimana kabar Nazira? Apakah anaknya itu baik-baik saja? Zahra tidak bisa abai pada amanah yang sudah dititipkan pada dirinya.“Lo … nggak mau pulang, Ra”“Pulang ke rumah Mama?” Zahra membuka galeri, lalu menatap foto dirinya dan Nazira. Tanpa bisa dicegah, tangannya bergerak untuk memberikan usapan. “Terlalu jauh sam—”“Lo tau yang gue maksud, Ra,” sela Adel sambil menoleh ke arah kiri. “Gue tanya, kapan Lo pulang ke rumah suami? Lo punya tanggung jawab

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 69 | Sama-Sama Membutuhkan

    “Mama nggak mau tau ya, Gib. Kamu harus cari Zahra sampai ketemu! Mama nggak mau lihat Nazira sakit!!” Mama Puspa menatap tajam Gibran yang kini duduk di ruang rawat Nazira. Lelaki itu mengurut hidungnya. Kepalanya semakin pening mendengar Omelan sang Mama. Awalnya, dia sengaja menyembunyikan kepergian Zahra karena tahu reaksi mamanya akan seperti ini. Namun, sebaik apa pun dia menyembunyikannya, Mamanya mengetahui juga. Jangan lupakan wanita yang melahirkannya ini mempunyai banyak mata. “Iya, Ma. Gibran juga masih berusaha mencari Zahra.” Mama Puspa menghela nafas panjang. “Apa yang kamu perbuat hingga Zahra meninggalkan rumah, ha?” Puspa menatap tajam anaknya. “Kamu ini mikirnya gimana sih, Gib?” tatapan itu berubah menjadi sendu. “Zahra itu sudah mengorbankan masa depannya untuk masa depan kamu dan Nazira!” Puspa memalingkan muka, sambil mengusap air matanya. “Dia melakukan itu tanpa banyak protes. Tapi kamu, kamu justru tidak tahu diri. Kamu menyakitinya hingga Zahra memutuska

  • Adik Ipar Pengganti Istri   Bab 68 | Firasat Ibu

    Pyarr. “Astaghfirullah,” teriak Mama Nadia. Wanita setengah baya itu menatap pigura foto pernikahan Zahra dan Gibran yang ada di dekat televisi terjatuh. Matanya menatap cukup lama bingkai itu. Ia mulai merasa ada hal yang terjadi antara anak dan menantunya. “Ada apa, Ma?” tanya papa Bagas saat mendengar teriakan Mama Nadia. Lelaki itu mendekati Mama Nadia yang masih memaku di tempat sambil memegang album foto. Bagas melihat istrinya menatap ke lantai, lebih tepatnya ke arah foto pernikahan Zahra dan Gibran yang kini pecah. “Astaghfirullah, kok bisa pecah?” tanya Papa Bagas sambil bergegas merapikan itu. “Ah … ini masih bisa diperbaiki, Ma. Nggak kenapa-napa,” ujar Papa Bagas menenangkan istrinya. “Pah … ada apa sama mereka, ya?” tanya Mama Nadia begitu lirih. Dia berdiri perlahan, lalu menatap suaminya dengan lekat. “Perasaan Mama tiba-tiba nggak enak, Pa. Mama merasa ada yang terjadi sama mereka,” ungkapnya tentang keresahan hati. Papa Bagas yang mendengar itu menghela nafas

DMCA.com Protection Status