Adik Ipar Malang
Bab 48 Sampai di RumahBagaimana dengan kediaman rumah orang tuanya Evan? Tentu saja sangat heboh. Setelah sambungan telepon dengan Evan terputus, Bu Maya langsung menghubungi besannya. Karena tidak tahu jam berapa Evan akan sampai, jadinya Bu Maya meminta agar Bu Ratna datang pagi-pagi sekali. Sekalian meminta mereka sarapan di rumahnya."Apa sebenarnya kejutan yang akan Evan berikan?" tanya Pak Rifan kepada istrinya.Saat ini mereka ada di meja makan, sedang menyantap sarapan. Ada Laras, kedua mertuanya, juga kedua orang tuanya."Papa ini. Namanya juga kejutan, kalau dikasih tahu nanti bukan kejutan dong namanya," ujar Bu Maya."Habis, bikin penasaran aja. Untung hari ini hari libur, jadi ada waktu longgar buat nunggu kepulangan dia," keluh Pak Rifan. Bu Maya geleng-geleng kepala dengan sikap suaminya."Enggak apa lah. Sekali-sekali. Siapa tahu penantian kita ini sepadan dengan kejutan yang nanti Evan kaAdik Ipar MalangBab 49 Pekerjaan untuk Siska"Bukan jadi asisten rumah tangga. Kamu akan bekerja di kantor, tapi dari posisi paling bawah, seperti dari bagian kebersihan dulu," sanggah Bu Maya."Di perusahaan ada jenjang karir. Kalau ingin naik jabatan, kamu harus melanjutkan pendidikanmu lebih tinggi lagi, jadi kamu harus kuliah."Mendengar kata kuliah, tentu saja Siska sangat ingin merasakannya. Pemikiran Siska kalau dia berijazah sarjana pasti bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan bergaji besar juga. Sayangnya, pemikirannya itu hanya jadi angan-angan saja. Uang dari mana Siska bisa kuliah? Sinar mata Siska sangat redup.Mengerti kekhawatiran di wajah Siska, Pak Rifan melanjutkan perkataannya. "Kamu jangan khawatir, saya yang akan membiayai kuliahmu. Kamu bisa ambil kelas karyawan. Jadi tetap bisa bekerja."Mata Siska membulat, berbinar dengan bahagia. Mendapat pekerjaan dan ada tempat tinggal untuk ibunya s
Adik Iapr Malang Bab 50 Obrolan di Dapur"Apa aku mengganggu?" Seorang laki-laki lumayan tampan tapi masih singel di usianya yang hampir kepala tiga, berjalan masuk ke dapur.Ternyata Elan yang datang. Laras dan Lilis berpandangan kemudian menghembuskan nafas lega hampir bersamaan. Rasanya jantung hampir merosot, saat mendengar ada orang yang datang. Takut kalau yang sedang dibicarakan yang datang."Apa yang dilakukan bumil-bumil di dapur sampai awet sekali? Suami kalian di luar lagi pada nunggu."Laras membenarkan duduknya, kemudian menetralkan wajahnya. "Kami sedang melepas kangen. Apa perempuan enggak boleh me time? Apa hanya laki-laki yang boleh nongkrong-nongkrong dengan temannya?""Ya, bukan begitu juga maksudku," jawab Elan sedikit kikuk. Jarinya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Batinnya merasakan firasat kurang enak menghadapi dua ibu hamil di depannya."Terus kalian sebagai laki-laki keberatan begitu? Apa
Adik Ipar Malang Bab 51 Jatah untuk Devan Di dalam mobil, saat perjalanan menuju ke rumah kedua orang tua Laras dan Lilis, mereka berempat mengobrol dengan suasana hangat. Lilis dan ibunya duduk di bangku belakang, ayahnya duduk di depan, sedang Devan yang menyetir."Lilis, bagaimana liburan kalian selama di Bali?" tanya Bu Ratna pada putri bungsunya. Tangannya mengusap perut buncit Lilis dengan lembut.Lilis tersenyum cerah. "Menyenangkan, Bu.""Apa Devan menjaga Lilis dengan sangat baik?" Kali ini Pak Arifin yang bertanya."Iya. Kak Devan selalu jadi suami yang siaga," jawab Lilis. "Tentu. Itu sudah menjadi kewajibannya dia untuk menjaga kamu, Lis. Kalau sampai dia lalai, kamu harus cepat-cepat kasih tahu Ayah."Devan diam saja. Dia tidak bisa bilang kalau dia selalu menjaga Lilis dengan baik selama di Bali. Sebab dia pernah lalai satu kali, saat Lilis tercebur ke kolam renang. Itu menjadi satu kesalahannya
Adik Ipar Malang Bab 52 Sepanjang Perjalanan Keheningan menjadi teman perjalanan selama menuju kantor. Siska merasa seperti hanya dirinya yang berada di dalam mobil, tanpa ada orang lain. Sesekali gadis itu menggerakkan bola matanya untuk melirik sang pengemudi, sekaligus calon bos di tempatnya bekerja.Evan sendiri biasa saja. Dia merasa ada atau tidaknya Siska bukan masalah baginya. Asal tidak mengganggu hubungannya dengan Laras, dia tidak akan melakukan apa pun pada Siska. Tapi Evan yakin kalau Siska tidak akan melakukan itu, karena dia sudah tahu harus berpihak kepada siapa.Khem!!Siska berdehem untuk menghilangkan kecanggungan, tapi Evan sama sekali tidak menghiraukannya. Melihat tidak ada reaksi dari Evan, Siska terpaksa harus bicara langsung saja."Tuan!" panggil Siska.Evan masih diam saja. Di pendengarannya, suara Siska seperti dengungan lalat. Evan sangat suka ketenangan, kecuali itu Lilis. Tapi itu dulu, se
Adik Ipar Malang Bab 53 (Siska jatuh)Siska sudah menyiapkan mental seandainya harus jatuh menghantam lantai, apalagi kalau terjatuh dengan posisi yang tidak elit. Dia memejamkan matanya. Dalam hatinya menghitung sampai hitungan kelima, tapi dia sama sekali tidak merasakan sakit. Penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi, Siska membuka kedua matanya pelan-pelan. Sesosok wajah tampan dengan rahang tegas, mata yang tegas, dan hidung sedang namun bangir, ada di depan matanya persis. Satu kata yang mampu Siska sebutkan, "Tampan."Elan mengernyit, membuat kedua alisnya yang lebat menukik hampir menyatu. "Apa kamu b0d0h atau cer0boh?""Maksudnya?""Kamu enggak ingat apa yang barusan kamu alami?"Siska baru sadar kalau ternyata dia berada di pangkuan Elan. Pantas saja dia tidak merasa sakit. Sebenarnya Elan hanya ingin menahan tubuh Siska supaya tidak terjatuh, tapi kakinya tidak pada posisi kuda-kuda y
Adik Ipar Malang Bab 54 (Hari Pemakaman)Siska keluar dari ruangan dengan pandangan kosong. Air mata masih menetes, keluar dari kedua matanya. Dia menangis tanpa suara dan tanpa isakan. Bu Maya gegas menghampiri Siska menanyakan keadaan Bi Tirah. "Ibu sudah tenang. Dia sudah pergi." Siska mengucapkannya dengan datar, kosong, dan enteng. Hingga akhirnya dia hilang kesadaran.Siska pingsan. Sebelum jatuh ke lantai, tubuhnya lebih dulu ditahan oleh Elan. Kemudian dibawa ke ruangan lain untuk diberi perawatan.Pak Rifan segera mengurus administrasi kepulangan Bi Tirah. Rencananya pemakaman akan dilakukan besok pagi. Mengingat kondisi Siska juga belum membaik.Keesokan harinya, usai pemakaman selesai, Siska masih berada di sisi kuburan mendiang ibunya. Dia sangat berat meninggalkan tempat ini. Kedua matanya sembab. Air mata sudah tidak keluar dari matanya. Dia akan berusaha tegar, mengingat semua permintaan terakhir ibunya.
Adik Ipar Malang Bab 55 Lilis Melahirkan "Ibu." Lilis tersenyum melihat ibunya yang sudah berdiri di pintu. Devan bukan hanya tersenyum, dia malah sangat bahagia. Kecemasannya seketika sedikit terangkat. Memang benar perkataan tentang, ibu adalah malaikat tak bersayap. Kehadirannya sangat menolong Devan. Lilis berpindah, menjadi memeluk Bu Ratna.Tepat saat itu, seorang perawat masuk sambil membawa peralatan untuk persalinan Lilis. "Bapak dan ibu keluar dulu, ya. Saya mau cek pembukaan jalan lahir Bu Lilis." Setelah Bu Ratna dan Devan keluar, tidak lama kemudian dokter dan seorang perawat masuk ke dalam ruangan Lilis. Perawat yang sebelumnya mengecek pembukaan Lilis berdiri di pintu. "Bu Lilis sudah mau melahirkan. Apa ada yang mau masuk untuk menemani Bu Lilis?" tanya perawat itu.Semuanya memandang ke arah Devan, sedang yang ditatap hanya menampakkan wajah bingung. Melihat wajah menantunya bingung dan sudah terlih
Adik Ipar Malang Bab 56 (Panggilan Daffin)Begitu sampai di rumah, tepatnya kediaman Devan dan Lilis, mereka dikejutkan dengan ruang tamu yang sangat berbeda. Lilis yang masih dalam kondisi sensitif, langsung menangis terharu. Di ruang tamu sana, menggantung tulisan 'Selamat datang baby Daffin'. Mereka tahu, Daffin pasti sedang tidur, makanya mereka tidak membuat suara yang berisik."Kamu suka kejutannya, Sayang?"Lilis mengangguk. Dia masih mengendalikan emosi bahagianya. Setelah beberapa bulan rumah ini sangat sepi tanpa orang tua dan saudara, sekarang rumah menjadi ramai dan hangat."Aku sangat suka. Terima kasih semuanya.""Biarkan Bude cantik ini yang gantian menggendong baby Daffin. Aku akan membawa ke kamarnya." Laras langsung mengambil Daffin dari tangan Bu Ratna. Kemudian berjalan menuju kamar, diikuti Lilis dan Devan yang masih membawa tas.Sampai di kamar, Devan meninggalkan kakak beradik itu di san
Bab 91 Senyum Bahagia Freya tidak tahu kalau Laras juga mencari bantuan saat pergi. Makanya dia berpikir kalau Laras merupakan orang yang menyebabkan dirinya menjadi seperti sekarang. Sedangkan nasib ketiga pemuda yang melecehkan Freya, mereka sudah tew4s di dalam sel sesaat setelah Freya keguguran. Siapa lagi pelakunya kalau bukan Fero. Lilis melihat Devan sedang menunduk sambil mengepalkan kedua telapak tangannya. Tangannya segera merengkuh telapak yang mengepal itu. Devan mengangkat kepalanya dan melihat senyuman hangat Lilis. Semua yang ada di sana juga melihat ke arah Devan. Mereka tahu bagaimana perasaan bersalah yang Devan miliki. "Devan, kamu enggak sepenuhnya salah. Bagaimanapun, kamu punya pilihan sendiri. Apa lagi ini untuk seumur hidup. Jangan karena orang memintamu melakukan ini, kamu juga harus menurutinya. Kamu itu milik diri kamu sendiri. Kamu berhak menentukan yang terbaik untuk dirimu." Pak Arifin selaku mertua Devan ber
Bab 90Fero memberi kode pada anak buahnya untuk tetap menangkap Freya. Kemudian terjadilah perkelahian antara Meisya dengan kedua anak buah Fero. Meski Meisya menguasai bela diri pun kalau harus melawan dua laki-laki yang ilmunya jauh di atasnya, dia akan kalah. Tidak sampai lima menit, Meisya bisa dikalahkan. Kemudian Fero membawa Freya kembali bersama dengan Meisya juga. Setelah mereka pergi, Devan menyuruh anak buahnya untuk segera membereskan preman-preman bayaran Freya dibantu oleh anak buah Evan.Evan menghubungi orang tuanya untuk segera pergi ke rumah sakit di mana Elan dirawat. Siska yang mendengar tentang Elan pun langsung mendekati Evan. "Tuan Evan, bolehkah saya bertemu dengan Tuan Elan?" tanyanya dengan nada memohon. Matanya berkaca-kaca. Evan mengangguk begitu saja. Sebenarnya dia merasa tak enak sudah mencurigai Siska kemarin. Sudah seharusnya dia meminta maaf. Tetapi suaranya tetap tidak bisa keluar, kembali ditelannya lagi. "Siska, ayo kita ke rumah sakit jengu
Bab 89 Tukar Kebebasan SiskaSemua yang ada di dalam ruangan itu terkejut. Terutama Freya. Padahal dia sudah membayar orang-orang untuk melindungi tempat ini. Lagi pula rumah ini berada jauh di dalam karena dibangun di belakang kebun. Lilis yang melihat Devan datang segera berlari ke arahnya. Freya yang melihat itu langsung berteriak, "Cepat tangkap dia! Jangan sampai dia berlari ke sana!"Semua preman itu langsung berlari ke arah Lilis. Bukannya menangkap Lilis, mereka malah berdiri di sisi kanan, kiri, dan di belakang Devan. Freya langsung tercengang. Bagaimana bisa orang bayarannya malah berdiri di pihak Devan? Tubuhnya tiba-tiba gemetar. Sepertinya dia sudah tahu apa yang sudah terjadi. Jangan-jangan, Elan tidak dibawa ke tempat yang sudah dia rencanakan, melainkan sudah diselamatkan oleh mereka. Tetapi Freya masih mencari cara untuk menyelamatkan dirinya. Devan memandang Freya dengan pandangan yang sulit. Dulu mereka bertiga—dengan Fero—sangat akrab. Devan sudah menganggap F
Adik Ipar Malang Bab 88 Yang SebenarnyaBeberapa hari berikutnya, Freya mau mengeluarkan suaranya. Hal yang pertama kali dia ucapkan adalah meminta Fero mencari siapa perempuan yang berlibur juga di puncak pada saat itu.Akhirnya, setelah beberapa hari, Fero sudah menemukan keluarga mana yang pergi berlibur pada hari di mana Freya mengalami kejadian naas. Saat Fero ingin memberitahu Freya, dia malah mendapati adiknya sedang sekarat setelah meminum obat peng9u9ur kandungan lebih dari takaran. Hal itu membuat Fero syok karena ternyata Freya tiba-tiba mengalami pendarahan dan kemudian keguguran.Karena pendarahan terus menerus, membuat rahimnya menjadi infeksi. Untuk meminimalisir munculnya kanker dan kerusakan pada organ lainnya, dokter menyarankan agar Freya menjalani pengangkatan rahim.Freya jelas menolak. Baginya rahim adalah salah satu tanda perempuan sejati. Dari gadis saja dia tidak punya rahim, laki-laki mana yang mau men
Adik Ipar Malang Bab 87 Kamu Punya Sesuatu "Kamu tidak percaya, kalau kamu punya sesuatu yang tidak aku punya?" tanya Freya dengan dingin. Lilis hanya menggelengkan kepalanya dengan perlahan.Freya berucap dengan lirih, "Devan."Mata Lilis melebar tidak percaya dengan apa yang dia dengar. Mungkin telinganya sedang tidak berfungsi dengan baik.Freya paham melihat dari ekspresi Lilis. Pasti perempuan di depannya ini merasa sudah salah dengar."Kamu enggak salah dengar. Aku benar-benar menginginkan Devan.""Jangan macam-macam Freya! Kamu mendekati kak Elan untuk menghancurkan rumah tangga kak Evan dan kak Laras, kenapa kamu meminta kak Devan padaku? Aku pikir kamu menyukai kak Evan!" ucap Lilis dengan nada tinggi.Lilis merasa kalau Freya sudah terkena gangguan jiwa. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya. Dengan wajah cantik dan kekayaan keluarganya, laki-laki mana yang akan menolak? Kenapa harus terobsesi dengan laki-laki yang sudah menikah,
Adik Ipar Malang Bab 86 Menghubungi Devan Di tempat lain, Fero tiba-tiba penasaran dengan adiknya yang sedang cuti. Dia coba untuk menghubungi adiknya kembali. Namun, masih tidak tersambung.Tadinya dia ingin membuat kejutan untuk adiknya, dengan tidak memberitahukan kepulangannya ke Indonesia. Ternyata adiknya malah mengambil cuti, dan nomornya susah dihubungi."Ini sudah hampir tiga jam, tapi kenapa Freya masih susah dihubungi?" gumam Fero.Akhirnya Fero penasaran untuk apa adiknya itu mengambil cuti tanpa sepengetahuannya. Dia segera meminta bawahannya untuk mencari keberadaan adiknya.Setelah beberapa saat, Fero menerima laporan kalau Freya beberapa hari yang lalu memesan tiket pesawat ke Singapura, tetapi tidak pergi ke sana. Lalu, untuk apa?Setelah mengerti dengan situasi ini, Fero langsung bangkit dari duduknya. Dia membawa dua bawahannya untuk mengikutinya."Pergi ke lokasi di mana Freya sekarang berada!"
Adik Ipar Malang Bab 85 Memata-mataiSiska dan Lilis sedang duduk di ruang tamu. Mereka sedang menunggu sang Tuan Rumah keluar dari ruangannya. Lilis merasa was-was. Dia sedang memikirkan bagaimana kedepannya dengan Daffin kalau dirinya terjadi sesuatu di sini. Sedang Siska, dia malah merasa sangat gugup dan takut.Meisya segera menghampiri Siska dan Lilis. Dia membawa sebuah kotak berukuran tiga puluh sentimeter dan meletakkan di atas meja. "Silakan taruh ponsel Nona berdua di dalam kotak ini!" ujar Meisya dengan sopan. Siska dan Lilis saling memandang dan mengerutkan kening.Melihat keragu-raguan kedua perempuan itu, Meisya menambahkan, "Kami tidak akan mengambilnya. Hanya untuk mengantisipasi saja." Siska dan Lilis masih enggan untuk mengeluarkan ponsel mereka. Tidak disangka kalau Freya sangat berhati-hati. Padahal rencana Lilis adalah ingin merekam dan mencari bukti sebanyak-banyaknya untuk m
Adik Ipar Malang Bab 84 Dua Perempuan Sementara itu, Lilis sudah sampai di dekat gang besar yang dimaksud oleh Freya. Sebelumnya Freya memberitahu lagi, kalau mereka naik kendaraan umum, mereka harus turun di gang besar yang menuju ke rumah di mana Elan disembunyikan. Lalu, mereka harus berjalan kaki kurang lebih sejauh lima puluh meter lagi. Selama berjalan, Lilis memerhatikan keadaan tempat ini. Sepanjang jalan, di sisi kanan dan kiri hanya kebun yang ditanami pohon buah-buahan. Di antaranya pohon rambutan, mangga, dukuh, dan jambu air. "Lis, perasaanku agak kurang enak. Apa kita balik lagi saja?" Siska menggandeng lengan Lilis dengan kuat. Meski siang hari, tapi di sini sangat sunyi. Bahkan tidak ada orang yang lewat. Sepertinya lahan di sini adalah milik satu orang, sehingga orang-orang tidak berani lewat jalan ini sembarangan. "Jangan dulu! Kalau kita kembali, bagaimana dengan Kak Elan?" tolak Lilis."Tapi aku
Adik Ipar Malang Bab 83 Penyekapan Elan Di kantor Devan, tiba-tiba saja pikirannya mengarah ke Lilis. Entah kenapa hatinya sangat merindukan istri kecilnya itu.Devan menghentikan pekerjaannya sebentar, lalu mengambil ponsel dan menghubungi nomor Lilis. Panggilannya tersambung. Hanya saja tidak di angkat oleh istrinya itu. Sampai panggilan ketiga, Lilis tetap tidak mengangkat telfonnya. Kemudian Devan menghubungi nomor rumah Bu Maya. Tepat sekali beliau yang mengangkatnya. [Halo, kediaman Rifan di sini.]"Halo, Tante. Ini aku Devan."[Oh, Devan. Ada apa?]"Apa Lilisnya ada, Tante?"[Lilis? Dia sedang menemani Siska ke rumah sakit.]"Sejak kapan?"[Kurang lebih dari dua jam yang lalu. Mungkin sedang banyak pasien, jadi antreannya sedikit panjang.]"Apa Daffin juga ikut?"[Enggak. Daffin di rumah dengan Tante dan Laras. Ada apa, ya? Suara kamu kok terdengar cemas.]"Enggak apa-apa, kok, Tante. Terima kasih, ya. Mungkin L