Hari berganti, tak terasa kini saatnya Aksa kembali meneruskan pendidikannya yang sempat terlantar karena kecelakaan. Pagi-pagi saat Ammar masih tertidur, mereka bersiap-siap. Jam 5 subuh Hayu membangunkan suaminya. Namun, tubuhnya malah ditarik dan didekap mesra."Bangun," bisik Hayu karena mata Aksa masih saja terpejam."Udah, nih.""Buka matanya.""Males.""Jangan gitu. Katanya mau kuliah.""Aku masih mau meluk kamu. Lagian ini masih gelap," racaunya dengan mata terpejam. "Aku antar sekalian ke kampus. Jadi Mama Rani gak usah keluar. Kasiah mama udah capek ngurus Ammar, masa mau antar kamu juga," jelas Hayu. Dekapan Aksa semakin erat sehingga napasnya terasa sedikit sesak."Tapi, ini dulu. Baru aku mau buka mata." Lelaki itu menunjuk bibirnya. Aksa memang manja dan suka iseng. Jadi, kali Hayu ingin membalas. Diambilnya sebuah boneka monyet dan disentuhkannya ke bibir sang suami.Aksa yang menyadari itu langsung membuaka mata dan merubah posisi sehingga istrinya kini berada di
Setelah negosiasi yang cukup alot, akhirnya Hayu resmi pindah divisi dan kembali kw bagian administrasi sesuai permintaannya. Namun, Tama menolak Vita sebagai gantinya. Lelaki itu memilih calon lain sebagai sekretarisnya. Aksa sendiri sudah mulai aktif di kampus dan sesekali datang ke kantor papa."Bapak." Nisa tersenyum saat melihat bosnya datang setelah sekian lama. Terakhir mereka bertemu saat acara aqiqah Ammar dan Aksa tahu bahwa Nisa sudah berbohong dengan mengatakan bahwa mereka adalah kekasih."Saya hanya sebentar untuk mengambil barang-barang yang tertinggal," ucapnya. "Loh kenapa?""Saya sudah tidak berkantor disini."Wajah gadis itu seketika menjadi murung. Aksa sengaja mengabaikannya dan memasukkan beberapa benda yang memang dia perlukan untuk dibawa."Tapi, Pak. Gimana dengan hubungan kita? Bapak gak pernah balas pesan saya. Baca juga gak."Aksa mengernyitkan dahi."Kita gak punya hubungan apa-apa selama ini kecuali hubungan kerja. Jadi, berhentilah bersandiwara atau
Selama di kantor, pikiran Hayu tidak tenangn Aksa yang berjanji akan memberikan kabar hanya menelepon sebentar. Saat makan siang, Vita bertanya karena melkhat gelagat yang tidak biasa dari sahabatnya itu. "Kamu kayaknya banyak pikiran..Boleh sharing kalau mau.""Aksa berangkat ke Bali. Katanya studi tour. Tapi kok perginya sama cewek. Udah gitu aps aku cek ke kampus katanya gak ada tour.""Terus lu curiga?""Pasti. Soalnya itu cewek nge-chat sebelum keberangkatan dan minta suamiku cepat karena takut telat.""Laki-laki kadang memang suka merahasiakan sesuatu. Bayu juga," kata Vita."Perasaan aku gak enak.""Kamu berpikiran postif aja. Gak usah aneh-aneh.""Tapi ini benar-benar mencurigakan. Aku tanya mama mertua juga gak tahu. Kata mama, Aksa cuma bilang izin gak kuliah beberapa hari terus mau keluar kota.""Susah juga kalau begini. Aku aja kadang sebel kalau Bayu begitu."Mereka masih saling berbagi ceriga ketika seseorang berdiri mendekati sambil membawa nampan makanan."Pak Tama?"
Aksa dengan penuh percaya diri berdiri di depan beberapa orang yang sedang menilai hasil gambarnya.Dengan pelan dia menjelaskan satu persatu secara rinci. Apa saja yang ditonjolkan dalam gambar yang dia rancang. "Kami meminta konsep tradisional. Biasanya arsitek lain akan membuat design ruang berwarna cokelat atau hitam. Mengapa Anda memilih biru gelap?"Aksa menarik napas sebelum menjawab. "Karena warna itu sudah pasaran. Elemen cokelat baiknya kita pakai pada perabotan. Untuk dinding tetap memakai biru.""Tapi tisak sinkron?""Kita bermain di lampu. Bisa juga di-combine dengan biru laut. Mungkin lukisan pewayangan bisa memberikan kesan lebih tradisional. Design yang saya bikin ini untuk lobby, bukan kamar." jelasnya tenang. Jika gugup maka semua akan berantakan."Baiklah. Berapa budget yang Anda tawarkan untuk satu ruang lobby ini?" Aksa menyebutkan nominal angka setelah melakukan survey harga bahan bangunan.""Apa Anda yakin?""Tentu saja. Untuk furniture kita bisa memanfaatkan
Mata lelaki itu berkaca-kaca saat dipanggil kembali dan dinyatakan lolos. Aksa diminta ikut bergabung dalam proyek pembuatan hotel ini.Setitik air matanya menetes karena Tuhan mengabulkan apa yang biatkan dengan tulus. Membahagiakan Hayu dengan hasil usaha sendiri."Kapan Saya harus bergabung, Pak?" tanya lelaki itu."Awal bulan depan kita mulai proyeknya.""Kira-kira berapa lama, Pak?""Dua bulan bahkan bisa jadi lebih.""Anda siap?""Ya, Pak. Saya siap. Cuma memang harus izin keluarga dan curi kuliah.""Kamu memang berbakat. Padahal belum punya gelar.""Memang suka gambar dari kecil, Pak." Aksa mengucapkan itu dengan mantap hati, sehingga semua orang di ruangan itu benar-benar yakin akan kinerjanya."Kami memilih Anda karena design-nya yang unik juga berani dan tidak seperti yang beredar dipasaran."Aksa mengucap syukur berulang kali dalam hati dan akhirnya keluar ruangan dengan hati lega. Saat pintu tertutup, dia bersujud di lantai dengan bercucuran air mata karena tak kuasa mena
Aksa menatap satu persatu wajah dihadapannya. Hari ini mereka berkumpul di rumah Papa Danu. Awalnya ingin menjemput Ammar, tapi dia sekaligus akan berpamitan. "Ada apa, Aksa. Bicara saja," kata Danu saat melihat keraguan di wajah menantunya. Selama ini memang banyak yang mereka bantu, bahkan menaggung sebagian kebutuhan Ammar. Namun, Danu dan Sarah ikhlas sama seperti Setya dan Rani. Bukan memanjakan, namun menolong karena anak-anak sedang kesulitan."Aku mau minta izin, pindah ke Bali untuk sementara waktu."Semua orang terkejut mendengarnya, terutama Hayu. Ada apa gerangan sang suami berkata seperti itu."Emang ada apa disana?" tanya Hayu dengan cepat."Aku menang tender."Mata wanita itu terbelalak. Sementara itu Sarah menutup mulut dan Danu tersenyum senang. "Tender apa? Kamu kok gak cerita?" Hayu benar-benar penasaran dengan ucapan suaminya. "Aku mau cerita, tapi tolong didengarkan dulu. Aku berharap semua memberikan restu," kata Aksa dengan yakin.Lalu di menceritakan semua
Aksa membuka pintu kamar sebuah kosan yang akan dia tempati selama 2 bulan ini. Sebuah ruang berukuran 3×4 lengkap dengan segala macam fasilitas. Ada kamar mandi, kasur, lemari, meja kursi juga AC.Dia mendapatkan fasilitas selama tinggal disini namun sesuai standar. Aksa tak mempermasalahkan seandainya gaji yang diberikan kepadanya lebih rendah dibanding 4 arsitek yang lain. Mendapatkan kesempatan ini saja dia sudah sangat bersyukur.Nanti di acara peresmian hotel, dia akan datang bersama anak istri juga orang tuanya. Aksa ingin semua orang yang dikasihi ikut menyaksikan kesuksesannya.Setelah meletakkan barang-barang, dia membersihkan diri di kamar mandi. Tubuhnya cukup lelah seharian ini.Teringat tadi saat di bandara Hayu menangis melepas kepergiannya. Juga Ammar yang meminta digendong terus dan menangis saat diambil kembali oleh mamanya. Ponselnya berdering."Udah nyampai?" Suara Hayu terdengar di seberang sana."Baru nyampai di kosan. Tadi pas landing lansung jalan kesini. Cape
Langkah kaki Aksa begitu mantap saat memasuki ruangan. Mereka diberikan ruangan di hotel cabang sebelumnya, dan berkantor disitu. "Hallo." Mereka saling menyapa satu dengan yang lain. Berkenalan juga berbincang-bincang. Hari pertama tidak formal, masih sebatas pengenalan diri. Aksa yang paling muda diantara mereka, semnetar yang lain sudah kawakan dari segi pengalaman kerja juga usia. "Hebat kamu. Masih kuliah pegang tender gede gini.""Rezeki anak istri, Pak.""Loh, sudah menikah rupanya.""Nak calon 2, Pak. Istri ditinggal hamil pas kesini," katanya."Umur kamu berapa?""Jalan 25.""Ckckck. Pasti nikah muda, nih?""Iya, Pak. Udah gak tahan. Daripada zina, lamar aja langsung."Mereka tergelak saat mendengar jawabannya. Aksa memang humoris dan suka bercanda. Gaya bicara yang blak-blakan menjadi ciri khasnya. "Kita ngapain aja hari ini?""Paling ntar kenalan ma direksi. Tunggu aja."Mereka duduk di sofa dan menunggu. Tak lama pintu dibuka lalu masuklah beberapa orang. Satu persatu