Karina Moon tidak begitu ingat kenapa ia bisa terbaring di atas rerumputan dan beratapkan langit malam. Ia merasa amat pusing akibat mabuk. Samar-samar, Karina bisa melihat dan merasakan ada seseorang di sampingnya. Ia cukup yakin kalau itu seorang pria. Seharusnya Karina pergi, tetapi ia tidak sanggup berdiri. Tiba-tiba tangan besar pria itu memeluk tubuhnya dan seketika Karina merasa hangat dan nyaman. Ia malah beringsut mendekat dan terlelap dalam pelukan pria itu.
Rasanya baru sebentar saja Karina tertidur, tetapi tiba-tiba ia merasakan sebuah tangan besar dan hangat menyelusup ke bagian dadanya yang entah kenapa bisa terbuka. Karina nyaris mengerang ketika tangan besar itu menyentuh puncak dadanya. Kemudian ia mendengar bunyi jepretan-jepretan kamera. Karina berusaha membuka matanya dengan perlahan, matanya menyipit karena sinar matahari pagi yang begitu cerah dan menyilaukan. Betapa terkejutnya ia saat melihat seorang pria tampan sedang memeluknya, sebelah tangannya ada di dada Karina. Pria itu memejamkan matanya, tetapi Karina merasa wajahnya familiar.
“Aaaahhhhh!!” teriak Karina sambil mendorong pria itu. Pria itu pun terbangun dan menatap Karina dengan kebingungan. Namun, sedetik kemudian, Karina mengenali pria yang ada di hadapannya itu. Ia tinggi, tampan, beralis tebal, kulit putih, mata sipit, dan hidung mancung. Pria itu adalah idolanya sejak dulu. Dia sangat terkenal di sini, di Korea Selatan.
“Ka-kamu? Jus… Justin Kim?” tanya Karina sambil terduduk di atas rerumputan di balik semak-semak belukar.
“Kamu siapa? Kenapa ada di sini?” tanya Justin pada Karina.
“Kamu sendiri kenapa ada di sini?” balas Karina.
Justin tidak menjawab, ia mengalihkan tatapannya pada pakaian Karina yang sobek, menampakkan sebagian dada Karina. Karina mengikuti arah pandang Justin dan ia pun tersadar kalau sedari tadi asetnya itu terbuka dan dengan panik Karina menutupinya menggunakan tangan. Pantas saja, tangan pria itu terasa menyelusup ke dalam. Wajah Karina merona merah seketika.
“Ka-kamu yang membuat pakaianku jadi begini?” tuduh Karina.
Belum sempat Justin menjawab, Justin menyadari kalau mereka tidak hanya berdua di balik semak-semak itu, ia mendengar bunyi jepretan kamera. Bunyi-bunyian itu pula yang membuat Karina terbangun tadi.
“Hey!” serunya sambil berlari menyibakkan semak-semak.
Saat semak-semak tersibak, mereka menemukan paparazzi yang sedang mengambil gambar. Justin menutupi wajahnya dengan tangan, lalu berlari kembali ke arah Karina.
“Kamu ikut denganku sekarang!” seru Justin sambil mengambil pergelangan tangan Karina.
Tanpa menunggu jawaban, Justin menarik Karina agar ikut bersamanya. Justin membuka jaket yang ia kenakan lalu memakaikannya pada Karina, menutupi kepalanya. Ia kemudian memeluk bahu Karina dan membawanya berlari menghindari jepretan kamera. Karina merasakan jantungnya berdebar kencang dan ia tidak tahu harus melakukan apa lagi selain ikut dengan pria itu hingga sampai di mobil yang terparkir tidak jauh dari sana.
Justin menyalakan mesin mobil lalu mengendarai mobilnya dengan cepat. Karina masih termangu. Semuanya terjadi dengan cepat dan Karina merasa kepalanya sangat pusing, ia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Kenapa ia bisa berada di balik semak-semak bersama aktor terkenal bernama Justin Kim?
Mobil melaju dengan cepat dan Karina mulai bisa mengingat. Karina ingat kalau semalam, ia sudah merasa sangat pusing ketika ia menenggak tequila terakhirnya di club. Namun, Karina masih ingin minum lagi.
“Satu gelas lagi,” ujar Karina sambil meletakkan kepalanya di atas meja Norman yang dingin, karena ia sudah tidak sanggup mengangkat kepalanya lagi. Bahkan tangan kirinya yang sejak tadi menopang kepalanya pun sudah tidak sanggup melakukannya.
“Kamu udah terlalu mabuk, Rina. Mendingan kamu pulang aja!” seru bartender yang sudah lama ia kenal itu.
Sejak ibunya meninggal, Karina memang sering mengunjungi club ini untuk mengatasi rasa kesepiannya. Sekarang, ayahnya yang brengsek membuat Karina minum lebih banyak dari biasanya. Karina sangat frustasi karena ayahnya tiba-tiba terlilit hutang dalam jumlah besar. Selama ini bisnis ayahnya baik-baik saja, Karina bisa lulus kuliah dengan baik, meskipun ayahnya tidak pernah ada untuknya. Karina bahkan bisa bekerja dan menyewa kamar kos-kosan yang cukup bagus karena ia tidak ingin tinggal dengan ayahnya.
Hari ini, ayahnya memintanya datang ke rumah. Karina berpikir mungkin ayahnya mau meluangkan waktu untuknya, tetapi ternyata Karina malah dipaksa untuk menikah dengan seorang pria tua kaya raya untuk melunasi hutang ayahnya.
“Kamu akan hidup mewah, Rina. Papa sudah menyiapkan semuanya dan kamu tidak bisa menghindar,” ujar ayahnya tadi siang.
Mendengar itu, Karina langsung lari dari rumah, meskipun ia tahu ayahnya akan dengan mudah menemukannya. Karina hanya ingin melampiaskan rasa frustasinya di club ini, mabuk untuk menenangkan rasa hatinya.
“Pelit!” maki Karina pada bartender.
“Pulang, Rina. Aku khawatir sama keadaan kamu yang kayak gini. Aku panggilin taksi,” ujar bartender itu.
Karina sudah setengah tidak sadarkan diri, sehingga ia hanya pasrah ketika bartender sudah memanggilkan taksi untuknya. Karina tidak begitu ingat bagaimana akhirnya ia berada di dalam taksi, tetapi supir taksi itu sudah tahu alamatnya dan ia pun akan diantar kembali ke rumah ayahnya. Karina melihat keluar jendela dan tersadar kalau ia memang sedang menuju ke rumah ayahnya. Bartender yang juga temannya itu memang mengetahui alamat rumah Karina.
“Pak, tolong putar arah aja. Saya mau pulang ke kos,” ujar Karina ketika ia mulai bisa menguasai diri.
“Alamatnya dimana, bu?” tanya supir taksi itu.
Karina mengingat-ingat alamat kosnya tetapi ia tidak bisa mengingatnya dengan jelas, jadi Karina membuka tasnya dan mencari handphone-nya, sebab ia mencatat segala sesuatu di sana. Namun, ketika ia membuka tas, Karina teringat kalau uangnya sudah habis untuk membeli minuman di Norman tadi. Bagaimana ia bisa membayar taksi? Karina mulai panik.
“Bagaimana, bu?” tanya supir taksi sambil menepikan mobilnya. Mereka sebenarnya sudah dekat dengan rumah ayah Karina, tetapi Karina tidak ingin kesana. Mereka berhenti di dekat sebuah tanah kosong yang tidak terurus. Semak belukar tumbuh dengan tinggi di sini.
Saking mabuknya, Karina juga tidak ingat pin dompet elektroniknya yang bisa dipakai untuk membayar taksi. Ia juga tidak bisa berpikir jernih.
“Pak… Maaf, pak. Uang saya habis…” ujar Karina sambil berusaha duduk tegak.
“Eh jadi ibu nggak bisa bayar? Seriusan ini?” tanya supir taksi itu dengan logatnya yang unik.
“Ma-maaf ya, Pak,” ujar Karina lagi.
“Sial banget aku hari ini! Sudah kamu turun aja di sini! Nggak usah bayar!” ujar supir taksi itu dengan sedikit kesal.
“Eh, Pak. Jangan di sini, Pak. Tempatnya serem!” protes Karina.
“Turun!” seru supir taksi itu. Ia kemudian turun dari taksi lalu membukakan pintu untuk Karina dan menariknya keluar.
Karina masih berusaha berdiri dengan tegak ketika taksi sudah melaju pergi.
“Sialan tuh supir!” maki Karina.
Karina berencana berjalan kaki ke rumahnya karena jaraknya tidak jauh lagi, tetapi ia kesulitan karena kepalanya benar-benar pusing. Langkah kakinya sempoyongan hingga akhirnya Karina kehilangan keseimbangan, ia memekik ketika ia jatuh terperosok ke antara semak-semak itu. Kepalanya terantuk batu hingga Karina benar-benar sangat pusing dan tidak bisa bangun. Karina menutup mulutnya dengan sebelah tangan ketika ia mengingat semuanya dengan jelas sekarang. Tapi bagaimana mungkin Justin Kim sengaja tidur di semak-semak itu?
Tidak ada yang tahu kalau Justin Kim, aktor terkenal itu, menyimpan segudang rahasia. Malam itu, ia sedang dikejar-kejar oleh seseorang. Justin yang terluka, segera berlari secepat mungkin menuju ke tempat yang aman. Ia menemukan sebuah semak-semak tinggi dan bersembunyi di sana. Namun, karena terluka, Justin terbaring, setengah tak sadarkan diri. Siapa yang sangka kalau akan ada seorang wanita mabuk yang terjatuh tepat ke pelukannya. Hangat tubuh wanita itu membuat Justin merasa nyaman dan ia pun memeluknya. Bagian dada wanita itu yang sobek karena terkait ranting pohon membuat Justin bisa menyelusupkan tangannya masuk. Detak jantung wanita itu membuat Justin tenang, sebab wanita itu sudah jelas adalah seorang manusia biasa. Tanpa sadar, Justin membiarkan tangannya berada di dada wanita itu semalaman.
Justin akhirnya bisa lolos dari kejaran paparazzi, ia kemudian kembali menatap Karina yang sedang bingung serta pusing. Gadis cantik itu memegangi kepalanya. Justin bisa menebak kalau ia mabuk semalam karena bau alkohol yang tajam.
“Kamu… Siapa nama kamu?” tanya Justin, tanpa menunjukkan sopan santun yang biasanya selalu ditunjukkan oleh orang Korea.
“Aku… Karina,” jawabnya.
“Karina, kamu harus ikut sama aku sekarang. Kita harus bicara,” ujar Justin.
Justin mengira Karina akan melawan dan meminta untuk dilepaskan, karena itulah ia mengatakannya dengan nada tegas, dingin, dan mengancam. Namun, reaksi Karina membuat Justin mengerutkan kening.
“Aku akan ikut,” jawab Karina sambil tersenyum dengan wajah merona merah.
Karina sama sekali tidak tahu kalau Justin Kim bukanlah manusia biasa.
“Kamu sama sekali nggak takut sama aku?” tanya Justin bingung.“Nggak. Kamu idola aku sejak dulu,” jawab Karina polos sambil tersenyum.“Astaga… kamu agak terganggu,” gumam Justin.“Apa?”“Eh… Nggak. Lupain aja. Kita harus ngobrol di tempat yang aman. Kita punya masalah besar sekarang,” jawab Justin.“Oke,” jawab Karina dengan riang gembira.Justin diam-diam menghela nafas lalu mengem
“Ada kopi hitam nggak? Kepalaku masih pusing gara-gara mabuk,” ujar Karina ketika kedua pria itu menatapnya.“Ambil aja di dapur,” jawab Justin sambil menunjuk ke arah dapur.“Oke,” ujar Karina sambil tersenyum riang dan berjalan menuju dapur.“Koq dia baik-baik aja sih? Malah kelihatan senang?” tanya Norman bingung.“Entahlah, gue pikir dia agak sedikit terganggu deh,” jawab Justin.“Astaga, selera lo aneh-aneh bro,” ujar Norman.
“Justin,” panggil Karina setelah Norman pergi ke ruangan lain untuk membuat kontrak.“Hmmm?” tanya Justin tanpa menatap Karina. Matanya terus menatap layar handphone-nya, padahal ia tidak membuka apapun sejak tadi. Ia hanya menghindar, tidak mau berbicara atau dekat-dekat dengan Karina. Situasi menjadi agak canggung.“Kenapa kamu ngeliatin layar handphone yang mati?” tanya Karina polos.Mendengar pertanyaan Karina, Justin menjadi malu. Ia berdeham, menutupi rasa malunya itu.“Suka-suka saku dong mau ngeliatin apaan,” jawabnya akhirnya.
Saat mobil hampir sampai di rumah ayah Karina, tiba-tiba handphone Karina berdering.“Dari papa nih. Diangkat jangan?” tanya Karina bingung.“Angkat aja, Rina,” jawab Norman.Karina menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengangkat telepon dari ayahnya tersebut.“Yeoboseo?”“Rina! Kamu kemana aja?! Itu foto kamu sama cowok di semak-semak tersebar kemana-mana! Kamu di mana? Ini tetangga, wartawan, semuanya ngumpul depan rumah, papa nggak bisa keluar! Kamu jual diri sama aktor itu?! Pa
Hari ini adalah hari keempat sejak musim gugur datang ke Incheon. Berhubung Incheon adalah kota padat yang didominasi oleh gedung-gedung besar, musim gugur tidak seberapa dirasa oleh penduduk di sana, karena tidak banyak pohon di pusat kota Incheon. Mobil hitam Justin melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya pusat kota, mendahului kendaraan-kendaraan yang melaju cukup pelan. Sesekali pria yang berprofesi sebagai aktor itu menatap arloji di tangan kirinya.Sebentar lagi sore tiba, ia harus cepat mencari makhluk yang baru saja ia dapati petunjuknya melalui mimpi beberapa hari lalu."Sialan, gara-gara masalah semalem, aku jadi harus keteteran," umpat Justin membanting stang bundarnya ke kanan, melaju di jalur yang sepi menuju Seoul. Dalam mimpinya ada gambaran kota Seoul yang didominasi oleh energi gelap yang sangat pekat. Kali ini mimpinya mengatakan bahwa Justin harus memburu makhluk itu di Seoul."Apa rubah ekor sembilan itu ada di Seoul sekarang?" gumamnya menambah kecepatan mobi
Pagi-pagi sekali Norman sudah menelpon Justin yang masih terlelap. Justin menggerutu hebat karena managernya sangat cerewet setelah Justin mengangkat panggilan itu."Sebenernya dia ini manager apa orang tuaku sih?" gerutu Justin langsung bergegas ke kamar mandi, ia tak ingin mendengar ocehan Norman jika Norman tahu Justin belum bersiap-siap untuk konferensi pers nanti.Di sisi lain, Karina sudah bangun bahkan sebelum jam enam. Ia merasa gugup karena tidak pernah melakukan konferensi seumur hidupnya, dan sekarang ia harus melakukan ini di depan awak media, bersama dengan Justin. Ia hanya takut jika ada kesalahan dalam keterangannya di pers nanti. Karina berkali-kali keluar dan melihat kamar Justin, berharap pria itu sudah bangun dan akan memberinya arahan lebih lanjut mengenai pers mereka nanti."Gimana nanti kalau aku keliatan jelek? Terus gimana kalau nanti jerawatku keliatan?" oceh Karina menutupi satu jerawat di kening dengan concealer. "Aku gak boleh keliatan jelek kaya pas di sem
Karina dan Norman tentu saja kebingungan melihat Justin berlari melewati kerumunan, menuju pintu keluar. Norman langsung menghampiri Karina dan mengajak Karina untuk keluar juga.Manager Justin itu sungguh tidak habis pikir kalau Justin bertindak ceroboh di depan media massa yang tengah membara. Dan sudah bisa dipastikan kalau para reporter itu akan menyebar berita bahwa Justin kabur saat pers belum ditutup sepenuhnya.Di sisi lain, Justin melesat dengan kekuatan yang ia miliki, dan seberusaha mungkin ia tidak ketahuan oleh orang-orang. Bagaimanapun caranya ia harus mencari makhluk berekor sembilan itu, ia harus memusnahkannya sesegera mungkin, karena semakin lama Justin mengulur waktu, maka akan semakin banyak korban yang menjadi sasaran makhluk tersebut.Justin menghentikan langkahnya, melihat bayangan besar yang berada di ujung jalan sepi. Cahaya matahari dari timur cukup membuat bayangan itu terlihat jelas.Ia menyipitkan kedua netranya untuk mencoba memperjelas siapa yang berada
Justin merasa bahwa rubah ekor sembilan itu memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya. Bahkan ketika Justin melihat ekornya saja, sudah sangat bisa ditebak kalau kekuatan rubah ekor sembilan itu memiliki peningkatan dari sebelumnya. Mungkin saat bertemu lagi, rupa rubah itu akan terlihat bengis dan sangat mengerikan.Sofa letter U yang menghadap ke televisi saat ini dikuasai oleh Justin. Karina mungkin sedang memasak atau menyiapkan sesuatu untuk Justin. Sebenarnya Justin tidak meminta, tapi Karina bersikeras untuk tetap melakukannya.Mata Justin terpicing ketika Karina membawa tiga mangkuk makanan di atas nampan dengan langkah yang hati-hati. "Kamu ngapain masak sebanyak itu?" tanya Justin. "Ya buat kita, Kak," jawabnya menaruh nampan di meja. "Kok tiga?" imbuh Justin lagi. "Satu buat Kak Justin, dua buat aku," Karina menyengir kuda.Justin tidak habis pikir kalau wanita ini sangat random, dan tingkahnya tidak bisa ditebak."Kok Kak Justin diem aja? Mau aku suapin, ya?!" seru Karina