Incheon sudah kedatangan pagi, musim gugur masih berlangsung dengan indah bagi sebagian orang. Apartemen Dal-Byeol Incheon dipenuhi edaran surat kabar tentang beberapa orang yang tewas dengan jantung yang menghilang.Karina terbangun, merasakan berat di perutnya. Dan ia menyadari bahwa itu adalah tangan Justin yang sedang tidur di sebelahnya. Karina mesem dengan tertahan, lantas menatap lamat-lamat wajah idolanya. "Ganteng banget sii!" seru Karina sambil menyentuh hidung Justin. Justin sepertinya merasakan bahwa hidungnya sedang disentuh, lantas mengerjapkan mata untuk melihatnya, alangkah terkejutnya Justin saat mendapati bahwa ia sedang memeluk Karina dengan posisi tertidur. "Selamat pagi, Kak Justin!" ujarnya kemudian."Astaga!" Justin langsung duduk dan melompat dari sofa, ya benar, mereka tertidur di sofa. "Kak Justin kenapa?""Kok kamu tidur sama aku di sini sih?""Kan Kak Justin yang gandeng aku kesini, peluk-peluk aku lagi," kata Karina menyipitkan matanya. "Jangan-jangan dari
Justin menghampiri pria itu, mencoba melihat lebih dekat. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" jawabnya sambil tersenyum."Apa Bapak pemilik butik ini?" tanya Justin. Pria itu mengangguk dan memperkenalkan dirinya."Nama saya Lee Hyun Jae, pemilik butik ini. Apakah ada yang bisa saya bantu?""Tidak, Pak. Saya hanya ingin bertanya apa butik ini bisa mempersiapkan dress untuk tamu khusus pernikahan dalam jumlah yang cukup banyak?"Justin merasakan bahwa energi jahat itu bukan dari pria ini, dan sejak Justin memanggilnya, energi itu sudah lenyap begitu saja, membuat Justin semakin gencar untuk mencari pusat energi tersebut."Untuk itu, kami tidak bisa, Pak. Karena butuh waktu cukup lama untuk mempersiapkan dress dalam jumlah banyak, apalagi saya hanya memiliki beberapa pegawai saja," jawabnya."Kalau begitu terima kasih, Pak. Saya hanya membeli sepasang baju pengantin saja," Justin sedikit membungkukkan badannya untuk memberi sedikit hormat. Pria bernama Hyun Jae itu pun melakukan hal yang s
Justin yang melihat Norman keluar dari mobil ikut keluar. Ia penasaran kenapa bisa Hyun Jae ada di depan sana, padahal baru beberapa saat lalu Hyun Jae masih berdiri di gedung dan memberi salam hormat dua jari pada Justin, dan kini Hyun Jae sudah ada di depannya, yang berarti ia sudah lebih dulu dari pada Justin dan yang lain."Ban mobilku bocor," Hyun Jae menjawab pertanyaan Norman. Justin memicingkan alisnya, ia masih tidak habis pikir tentang apa yang terjadi. "Pak Lee, bukankah anda tadi masih di gedung sebelum kita berangkat?" sahut Justin.Perlahan, gerimis turun dan menerjang seperti jarum-jarum. Sekali lagi, Justin melangkah, mendekat pada Hyun Jae. Hyun Jae tersenyum, "aku tadi lewat jalan pintas, pak Justin," balas Hyun Jae kemudian, kedua netra bening nan tajam milik Hyun Jae tiba-tiba teralihkan untuk berpusat pada seseorang di dalam mobil Justin, yang tak lain dan tak bukan adalah Karina. Justin merasa was-was tanpa alasan yang jelas, kemudian ia mengikuti arah mata Hyun
"Rin! Aku dobrak sekarang!" Justin mengenyampingkan tubuhnya dan bersiap mendobrak pintu. Justin berlari mendekat, tapi tiba-tiba saja pintu terbuka, dan membuat Justin harus terpaksa kebablasan dan menimpa seseorang yang membukanya. Karina berada di bawah Justin dengan posisi kedua tangan Justin mengukung Karina."Kak Justin udah jatuh cinta sama aku ya?" tanya Karina tiba-tiba, membuat Justin langsung beranjak dari atas Karina. "Jangan sembarangan ya kalau ngomong," ketus Justin. Karina masih dalam kondisi rambut yang basah dan kulitnya masih dingin, wajahnya juga bersih dari make up. Justin terdiam untuk beberapa detik, Karina terlihat sangat menggoda di mata Justin. "Kamu dari tadi aku panggil kenapa diem aja si?!" omel Justin. "Kak Justin gak liat aku masih basah begini? Itu berarti aku tadi lagi apa??" Karina balik ngomel. "Lagi mandiin ikan cupang kali," balas Justin membuang pandangan. "Kak Justin! Ikan cupang ngapain di mandiin! Kan udah di air!" protes Karina meninju lengan
Kepala Karina sudah merapat ke kaca di belakangnya. Ia tak tahu harus berbuat apa, Justin membuatnya bingung."Harusnya gini," tangan Justin terangkat, meraih pita yang mengikat rambut Karina, ia menariknya, lantas jatuhlah helai demi helai, hingga rambut Karina tergerai bebas dengan sangat cantik. Karina kehilangan kata-kata, ia tidak menyangka sama sekali, apa yang baru saja dilakukan oleh Justin. Pria itu baru saja melepas ikat rambut Karina. "Aku lebih suka gini," kata Justin memberikan pita merah pada Karina.Sungguh demi seisi bumi dan langit, Karina ingin pingsan sekarang."Udah sana keluar, aku mau ganti baju."Justin membuka lemari di sebelah Karina."Aku gak apa-apa kok di sini." Karina menyengir."Tapi aku yang ada apa-apa, udah sana keluar."Justin memberi gerakan mengusir."Pelit banget jadi suami," Karina menggerutu keluar dari kamar Justin.Karina mendengar suara pintu yang diketuk, sepertinya itu adalah Norman, Karina buru-buru membukanya."Pagi, Kak Norman!" seru Kari
"Rin, kamu jangan bercanda, ya?" Justin kembali menggedor pintu."Kak Justin!" suara dari dalam membuat Norman dan Justin terkejut."Rin, kamu kenapa?" sahut Norman."Aku gak bisa buka resleting baju ini, Kak. Bantuin dong," katanya.Mendengar hal ini, Norman dan Justin menghela nafasnya bersamaan. Mereka lega karena ternyata Karina baik-baik saja."Ya udah aku bantuin ya?" tanya Norman."Bentar, Kak. Aku buka dulu.""Eh, eh, bentar. Mau ngapain elo? Minta bantuan staf di bawah aja," imbuh Justin memegangi knop pintu. Norman menatap Justin untuk beberapa detik, lalu membuang pandangannya."Rin, kamu tunggu bentar. Aku mau cari staf di bawah," ujar Norman lalu meninggalkan ruang pemotretan.Sikap Norman hari ini cukup membuat Justin terganggu, bukan terganggu karena cemburu, tapi Justin juga takut orang lain melihat sikap Norman pada Karina, hal itu tentunya akan membuat orang berspekulasi bahwa hubungan Karina dan Justin sedang tidak baik-baik saja, atau memang tidak pernah menjalani
Justin yang baru saja mendengar itu, langsung berlari menuju gudang. Alangkah terkejutnya Justin karena melihat Karina terbaring di lantai dengan pelipis yang berdarah, di samping kepalanya ada beberapa perkakas yang tergeletak, dan sepertinya benda itu yang jatuh dari rak atas dan membuat Karina terluka. "Rin!" Justin mengangkat tubuh Karina dan melesat menuju basement, ia tak peduli jika orang-orang di apartemennya memergoki Justin sedang menggunakan kekuatan super cepat miliknya.Justin berangkat menuju rumah sakit dengan kecepatan yang tinggi namun sangat hati-hati. Bahkan ia juga mendahului kendaraan-kendaraan besar yang melaju lambat di jalan raya pusat kota Incheon. Darah tidak berhenti keluar dari pelipis Karina, Justin semakin panik dan menginjak pedal gas mobil dengan kencang.Belum sempat terparkir rapi, Justin sudah berhenti dan menggendong Karina ke dalam UGD. Dan untung saja para dokter langsung menangani Karina dengan cepat tanggap."Norman, elo ke rumah sakit Incheon s
Justin terpaksa harus meminta bantuan Dave untuk keluar dari dimensi hampa. "Dave?" Justin memejamkan matanya, mencoba meraih setitik frekuensi yang ada di galaksinya. Tidak ada jawaban, Justin hampir pasrah."Ada apa, Justin?"Justin menengadah, ia mendapat jawaban dari Dave."Aku terjebak di dimensi hampa, tolong bantu aku," ujar Justin."Kamu bisa keluar dengan sendirinya, kamu hanya tidak tau caranya.""Aku mohon, Dave.""Dimensi yang dibuat oleh The Girl From Hell, bukan begitu?""Benar.""Bagaimana kamu bisa melihat The Girl From Hell membangun dimensi ini?"Justin mencoba mengingat kejadian sebelumnya. Ia mengingat wanita itu mengedipkan mata kirinya, dan dimensi ini kemudian muncul."Jika mata kiri untuk membuka dimensi, maka seharusnya?" Dave bertanya pada Justin, mencoba membuat Justin mengerti. "Mata kanan untuk menutup?" sambung Justin. "Benar, kamu harus memiliki niat baik saat mencoba menghapus dimensi itu," balas Dave.Kemudian hening, sepertinya Dave sudah memutus frek