“Ada kopi hitam nggak? Kepalaku masih pusing gara-gara mabuk,” ujar Karina ketika kedua pria itu menatapnya.
“Ambil aja di dapur,” jawab Justin sambil menunjuk ke arah dapur.
“Oke,” ujar Karina sambil tersenyum riang dan berjalan menuju dapur.
“Koq dia baik-baik aja sih? Malah kelihatan senang?” tanya Norman bingung.
“Entahlah, gue pikir dia agak sedikit terganggu deh,” jawab Justin.
“Astaga, selera lo aneh-aneh bro,” ujar Norman.
“Sembarangan lo! Gue udah bilang gue nggak kenal dia,” protes Justin.
“Ya terserah apa kata lo deh, tapi sekarang kita harus cari jalan keluar yang paling tepat, Justin. Dan kayaknya gue tahu harus ngapain,” jawab Norman.
“Apaan?” tanya Justin dengan mata melebar.
“Nikahin dia,” jawab Norman.
“Apa?! Gila lo Norman!” seru Justin.
“Tenang dulu, Bro! Maksud gue bukan nikah beneran. Kita cuma pura-pura di depan awak media. Bilang aja dia memang istri lo, cuma belom diumumin. Dengan begitu, masalah kita bisa selesai,” jawab Norman.
“Nggak! Gila aja ngakuin cewek gila itu jadi istri? Nggak mungkin Norman!” seru Justin.
“Pelanin suara lo, bro. Kalo dia denger bisa berabe, lo maki-maki gitu,” jawab Norman.
“Ide lo terlalu gila, Norman. Kita bisa aja kasih dia duit tutup mulut, terus suruh dia menghilang ke kota lain kek atau apa,” ujar Justin.
“Itu nggak bakalan ngebersihin nama lo, Justin. Nih, lo baca deh portal berita hari ini. Semua orang ngira elo ngeperkosa cewek di semak-semak, Justin! Dia menghilang atau enggak tetep aja karir elo hancur,” ujar Norman sambil menunjukkan portal berita online di handphone-nya.
“Terus elo mau bilang kalau gue sama istri gue begituan di semak-semak gitu? Itu sama aja bohong, Norman! Gue tetep dipenjara kalau sampe mereka mikir gue ngelakuin gituan di tempat umum!” seru Justin.
“Bro, dengerin gue dulu makanya. Kita akan bilang kalau kalian sama-sama mabuk, terus pingsan di sana. Gue akan bikinin skenario yang meyakinkan pokoknya, kalau perlu datengin ahli-ahli medis atau apalah. Yang jelas nggak ada bukti kalau kalian gituan di semak-semak,” ujar Norman.
“Wah, idenya bagus banget,” ujar Karina yang tiba-tiba muncul di belakang mereka sambil membawa secangkir kopi hitam. Justin terkejut hingga nyaris terperanjat.
“Anyeong… Nama saya Norman, kamu bisa panggil Norman aja. Kamu siapa?” tanya Norman sambil menyodorkan tangan kanannya dengan ramah dan menundukkan badannya.
“Anyeonghaseyo, Aku Karina,” jawab Karina sambil menjabat tangan Norman dan menunduk juga.
“Oke, Karina. Itu ada bekas luka memar kayaknya di kepala kamu,” ujar Norman sambil menunjuk kening Karina. Justin baru memperhatikan soal itu.
“Iya sakit nih, kayaknya kemarin pas jatuh aku kena batu deh,” jawab Karina.
“Aku foto ya,” ujar Norman sambil mengeluarkan handphone-nya.
“Eh! Apa-apaan sih kamu, Norman?” tanya Justin mencegah Norman.
“Ini bukti kalau kalian semalam pingsan, Justin. Jadi nggak ada lagi yang ngira kalian gituan di semak-semak,” ujar Norman sambil memfoto kening membiru Karina. Karina tampak tidak keberatan difoto.
“Nah terus elo, nggak ada luka apa-apa koq bisa pingsan?” tanya Norman sambil mengerutkan kening menatap Justin.
“Ehm… Gue mabok doank kemaren,” jawab Justin berbohong.
Padahal jantung Justin nyaris berhenti saat ia lolos dari musuhnya kemarin. Memang tidak ada luka luar tetapi Justin tidak berdaya.
“Ya udah, nanti kita atur pake make up aja, bikin biru kepala lo. Atau mau gue bikin biru beneran aja?” tanya Norman.
“Eits, sialan lo!”
Norman tertawa mendengar reaksi Justin.
“Jadi Kak Norman mau bikin cerita kalau aku sama Justin suami istri, terus pingsan di semak-semak gitu?” tanya Karina polos.
“Iya, Karina. Kamu mau bantu kita, kan?” tanya Norman dengan lembut dan ramah. Amat berbeda dengan Justin yang kini bersidekap sambil mendengus kesal.
“Aku mau aja sih, tapi aku punya satu syarat,” jawabnya.
“Apa syaratnya?”
Norman sudah bisa menebak kalau syarat dari Karina pasti tidak jauh-jauh dari soal uang.
“Papa aku mau jodohin aku sama lelaki tua bangka gara-gara hutang. Aku nggak mau nikah sama dia. Kalau kalian mau lunasin hutang papa, aku nggak keberatan nikah sama Justin,” jawab Karina. Ia merasa mendapatkan ide cemerlang dan bangga pada dirinya sendiri. Menikah dengan aktor idola, bebas dari jeratan hutang, dan tidak perlu menikahi tua bangka. Sekali tepuk tiga lalat namanya, batin Karina.
“Eits! Kamu jangan salah paham, Rina. Ini bukan nikah beneran, ya kan Norman?” tanya Justin.
“Mau beneran juga nggak apa-apa,” jawab Norman.
“Heh! Gue sleding tekel juga kepala lo, Norman!” seru Justin kesal. Norman malah tertawa.
“Gue cuma bercanda! Elo tegang amat sih jadi orang, bro. Jadi gini, Rina. Kita bikin perjanjian aja deh. Kalian nikah bohong-bohongan aja selama enam bulan kayaknya cukup. Udah gitu kalian cerai. Kalau kamu setuju, kita bakalan kasih kamu uang sejumlah hutang papa kamu, gimana?” tanya Norman.
“Enam bulan?” protes Justin lagi.
“Udah lo diem aja. Pokoknya lo dah setuju kan nikah kontrak sama Karina?” tukas Norman. Justin hanya bisa diam. Ia memang tidak punya jalan keluar lain.
“Aku juga mau digaji bulanan, gimana? Kalau oke kita deal,” jawab Karina.
Norman menatap Karina setengah tidak percaya, semudah ini ia bernegosiasi dengan wanita yang tidak dikenal itu.
“Okeee… Itu nggak masalah. Ya kan, Justin? Yang penting kamu harus selalu nurut kata-kata kita dan bekerja sama dengan baik. Kalau oke, aku aturin kontraknya sekarang juga,” ujar Norman.
“Oke, deal! Tapi kak Justin harus nemuin papa aku juga, minta restu,” jawab Karina.
“Minta restu?!” seru Justin.
“Ya iyalah, kak. Nanti aku harus bilang apa sama papa? Nih, dari tadi papa udah neleponin terus, Rina belum jawab sengaja di-silent dulu. Rina nggak tahu harus bilang apa soalnya,” jawab Karina.
“Dia bener, Justin. Dalam hal ini bukan cuma kamu yang dalam masalah, tapi dia juga. Kalo bokapnya kenapa-kenapa gara-gara kasus ini, gimana coba? Kasusnya udah kesebar, semua orang tua bakalan malu,” ujar Norman.
Justin benar-benar mendengus kesal sekarang.
“Ya udah! Tapi gue akan netepin poin-poin kontraknya juga. Dia nggak boleh nyentuh gue, atau deket-deket sama gue, kalau nggak di depan kamera!” seru Justin.
“Ih padahal semalem kan kamu…”
Justin melebarkan matanya lalu dengan cepat menutup mulut Karina sebab ia tahu Karina akan bilang kalau Justin memeluk dan bahkan menyusupkan tangannya ke bagian dada Karina. Ia tidak bisa membiarkan Karina mengatakan itu di depan Norman. Bisa habis Justin dikerjai oleh Norman.
“Diem kamu!” seru Justin.
“Nah nah… ada rahasia di sini…” ujar Norman.
“Udah pokoknya elo bikin aja kontraknya. Tuh laptop ada di sono!” seru Justin pada Norman yang sedang tersenyum. Dalam masalah apa pun, Norman selalu menyikapinya dengan tenang.
“Ya deh. Kalian yang akur dulu ya, gue banyak kerjaan,” jawab Norman.
Justin hanya diam dengan wajah cemberut. Ia tidak percaya kehidupannya akan semakin rumit saja di bumi ini. Padahal, Justin tidak boleh tinggal dengan siapa pun, sebab ada yang harus ia lakukan setiap malam. Sebuah misi rahasia yang tidak boleh diketahui manusia mana pun. Sekarang ada beban dan bencana besar bernama Karina yang datang dalam hidupnya. Justin memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri.
“Justin,” panggil Karina setelah Norman pergi ke ruangan lain untuk membuat kontrak.“Hmmm?” tanya Justin tanpa menatap Karina. Matanya terus menatap layar handphone-nya, padahal ia tidak membuka apapun sejak tadi. Ia hanya menghindar, tidak mau berbicara atau dekat-dekat dengan Karina. Situasi menjadi agak canggung.“Kenapa kamu ngeliatin layar handphone yang mati?” tanya Karina polos.Mendengar pertanyaan Karina, Justin menjadi malu. Ia berdeham, menutupi rasa malunya itu.“Suka-suka saku dong mau ngeliatin apaan,” jawabnya akhirnya.
Saat mobil hampir sampai di rumah ayah Karina, tiba-tiba handphone Karina berdering.“Dari papa nih. Diangkat jangan?” tanya Karina bingung.“Angkat aja, Rina,” jawab Norman.Karina menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengangkat telepon dari ayahnya tersebut.“Yeoboseo?”“Rina! Kamu kemana aja?! Itu foto kamu sama cowok di semak-semak tersebar kemana-mana! Kamu di mana? Ini tetangga, wartawan, semuanya ngumpul depan rumah, papa nggak bisa keluar! Kamu jual diri sama aktor itu?! Pa
Hari ini adalah hari keempat sejak musim gugur datang ke Incheon. Berhubung Incheon adalah kota padat yang didominasi oleh gedung-gedung besar, musim gugur tidak seberapa dirasa oleh penduduk di sana, karena tidak banyak pohon di pusat kota Incheon. Mobil hitam Justin melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya pusat kota, mendahului kendaraan-kendaraan yang melaju cukup pelan. Sesekali pria yang berprofesi sebagai aktor itu menatap arloji di tangan kirinya.Sebentar lagi sore tiba, ia harus cepat mencari makhluk yang baru saja ia dapati petunjuknya melalui mimpi beberapa hari lalu."Sialan, gara-gara masalah semalem, aku jadi harus keteteran," umpat Justin membanting stang bundarnya ke kanan, melaju di jalur yang sepi menuju Seoul. Dalam mimpinya ada gambaran kota Seoul yang didominasi oleh energi gelap yang sangat pekat. Kali ini mimpinya mengatakan bahwa Justin harus memburu makhluk itu di Seoul."Apa rubah ekor sembilan itu ada di Seoul sekarang?" gumamnya menambah kecepatan mobi
Pagi-pagi sekali Norman sudah menelpon Justin yang masih terlelap. Justin menggerutu hebat karena managernya sangat cerewet setelah Justin mengangkat panggilan itu."Sebenernya dia ini manager apa orang tuaku sih?" gerutu Justin langsung bergegas ke kamar mandi, ia tak ingin mendengar ocehan Norman jika Norman tahu Justin belum bersiap-siap untuk konferensi pers nanti.Di sisi lain, Karina sudah bangun bahkan sebelum jam enam. Ia merasa gugup karena tidak pernah melakukan konferensi seumur hidupnya, dan sekarang ia harus melakukan ini di depan awak media, bersama dengan Justin. Ia hanya takut jika ada kesalahan dalam keterangannya di pers nanti. Karina berkali-kali keluar dan melihat kamar Justin, berharap pria itu sudah bangun dan akan memberinya arahan lebih lanjut mengenai pers mereka nanti."Gimana nanti kalau aku keliatan jelek? Terus gimana kalau nanti jerawatku keliatan?" oceh Karina menutupi satu jerawat di kening dengan concealer. "Aku gak boleh keliatan jelek kaya pas di sem
Karina dan Norman tentu saja kebingungan melihat Justin berlari melewati kerumunan, menuju pintu keluar. Norman langsung menghampiri Karina dan mengajak Karina untuk keluar juga.Manager Justin itu sungguh tidak habis pikir kalau Justin bertindak ceroboh di depan media massa yang tengah membara. Dan sudah bisa dipastikan kalau para reporter itu akan menyebar berita bahwa Justin kabur saat pers belum ditutup sepenuhnya.Di sisi lain, Justin melesat dengan kekuatan yang ia miliki, dan seberusaha mungkin ia tidak ketahuan oleh orang-orang. Bagaimanapun caranya ia harus mencari makhluk berekor sembilan itu, ia harus memusnahkannya sesegera mungkin, karena semakin lama Justin mengulur waktu, maka akan semakin banyak korban yang menjadi sasaran makhluk tersebut.Justin menghentikan langkahnya, melihat bayangan besar yang berada di ujung jalan sepi. Cahaya matahari dari timur cukup membuat bayangan itu terlihat jelas.Ia menyipitkan kedua netranya untuk mencoba memperjelas siapa yang berada
Justin merasa bahwa rubah ekor sembilan itu memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya. Bahkan ketika Justin melihat ekornya saja, sudah sangat bisa ditebak kalau kekuatan rubah ekor sembilan itu memiliki peningkatan dari sebelumnya. Mungkin saat bertemu lagi, rupa rubah itu akan terlihat bengis dan sangat mengerikan.Sofa letter U yang menghadap ke televisi saat ini dikuasai oleh Justin. Karina mungkin sedang memasak atau menyiapkan sesuatu untuk Justin. Sebenarnya Justin tidak meminta, tapi Karina bersikeras untuk tetap melakukannya.Mata Justin terpicing ketika Karina membawa tiga mangkuk makanan di atas nampan dengan langkah yang hati-hati. "Kamu ngapain masak sebanyak itu?" tanya Justin. "Ya buat kita, Kak," jawabnya menaruh nampan di meja. "Kok tiga?" imbuh Justin lagi. "Satu buat Kak Justin, dua buat aku," Karina menyengir kuda.Justin tidak habis pikir kalau wanita ini sangat random, dan tingkahnya tidak bisa ditebak."Kok Kak Justin diem aja? Mau aku suapin, ya?!" seru Karina
Incheon sudah kedatangan pagi, musim gugur masih berlangsung dengan indah bagi sebagian orang. Apartemen Dal-Byeol Incheon dipenuhi edaran surat kabar tentang beberapa orang yang tewas dengan jantung yang menghilang.Karina terbangun, merasakan berat di perutnya. Dan ia menyadari bahwa itu adalah tangan Justin yang sedang tidur di sebelahnya. Karina mesem dengan tertahan, lantas menatap lamat-lamat wajah idolanya. "Ganteng banget sii!" seru Karina sambil menyentuh hidung Justin. Justin sepertinya merasakan bahwa hidungnya sedang disentuh, lantas mengerjapkan mata untuk melihatnya, alangkah terkejutnya Justin saat mendapati bahwa ia sedang memeluk Karina dengan posisi tertidur. "Selamat pagi, Kak Justin!" ujarnya kemudian."Astaga!" Justin langsung duduk dan melompat dari sofa, ya benar, mereka tertidur di sofa. "Kak Justin kenapa?""Kok kamu tidur sama aku di sini sih?""Kan Kak Justin yang gandeng aku kesini, peluk-peluk aku lagi," kata Karina menyipitkan matanya. "Jangan-jangan dari
Justin menghampiri pria itu, mencoba melihat lebih dekat. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" jawabnya sambil tersenyum."Apa Bapak pemilik butik ini?" tanya Justin. Pria itu mengangguk dan memperkenalkan dirinya."Nama saya Lee Hyun Jae, pemilik butik ini. Apakah ada yang bisa saya bantu?""Tidak, Pak. Saya hanya ingin bertanya apa butik ini bisa mempersiapkan dress untuk tamu khusus pernikahan dalam jumlah yang cukup banyak?"Justin merasakan bahwa energi jahat itu bukan dari pria ini, dan sejak Justin memanggilnya, energi itu sudah lenyap begitu saja, membuat Justin semakin gencar untuk mencari pusat energi tersebut."Untuk itu, kami tidak bisa, Pak. Karena butuh waktu cukup lama untuk mempersiapkan dress dalam jumlah banyak, apalagi saya hanya memiliki beberapa pegawai saja," jawabnya."Kalau begitu terima kasih, Pak. Saya hanya membeli sepasang baju pengantin saja," Justin sedikit membungkukkan badannya untuk memberi sedikit hormat. Pria bernama Hyun Jae itu pun melakukan hal yang s