“Ada kopi hitam nggak? Kepalaku masih pusing gara-gara mabuk,” ujar Karina ketika kedua pria itu menatapnya.
“Ambil aja di dapur,” jawab Justin sambil menunjuk ke arah dapur.
“Oke,” ujar Karina sambil tersenyum riang dan berjalan menuju dapur.
“Koq dia baik-baik aja sih? Malah kelihatan senang?” tanya Norman bingung.
“Entahlah, gue pikir dia agak sedikit terganggu deh,” jawab Justin.
“Astaga, selera lo aneh-aneh bro,” ujar Norman.
“Sembarangan lo! Gue udah bilang gue nggak kenal dia,” protes Justin.
“Ya terserah apa kata lo deh, tapi sekarang kita harus cari jalan keluar yang paling tepat, Justin. Dan kayaknya gue tahu harus ngapain,” jawab Norman.
“Apaan?” tanya Justin dengan mata melebar.
“Nikahin dia,” jawab Norman.
“Apa?! Gila lo Norman!” seru Justin.
“Tenang dulu, Bro! Maksud gue bukan nikah beneran. Kita cuma pura-pura di depan awak media. Bilang aja dia memang istri lo, cuma belom diumumin. Dengan begitu, masalah kita bisa selesai,” jawab Norman.
“Nggak! Gila aja ngakuin cewek gila itu jadi istri? Nggak mungkin Norman!” seru Justin.
“Pelanin suara lo, bro. Kalo dia denger bisa berabe, lo maki-maki gitu,” jawab Norman.
“Ide lo terlalu gila, Norman. Kita bisa aja kasih dia duit tutup mulut, terus suruh dia menghilang ke kota lain kek atau apa,” ujar Justin.
“Itu nggak bakalan ngebersihin nama lo, Justin. Nih, lo baca deh portal berita hari ini. Semua orang ngira elo ngeperkosa cewek di semak-semak, Justin! Dia menghilang atau enggak tetep aja karir elo hancur,” ujar Norman sambil menunjukkan portal berita online di handphone-nya.
“Terus elo mau bilang kalau gue sama istri gue begituan di semak-semak gitu? Itu sama aja bohong, Norman! Gue tetep dipenjara kalau sampe mereka mikir gue ngelakuin gituan di tempat umum!” seru Justin.
“Bro, dengerin gue dulu makanya. Kita akan bilang kalau kalian sama-sama mabuk, terus pingsan di sana. Gue akan bikinin skenario yang meyakinkan pokoknya, kalau perlu datengin ahli-ahli medis atau apalah. Yang jelas nggak ada bukti kalau kalian gituan di semak-semak,” ujar Norman.
“Wah, idenya bagus banget,” ujar Karina yang tiba-tiba muncul di belakang mereka sambil membawa secangkir kopi hitam. Justin terkejut hingga nyaris terperanjat.
“Anyeong… Nama saya Norman, kamu bisa panggil Norman aja. Kamu siapa?” tanya Norman sambil menyodorkan tangan kanannya dengan ramah dan menundukkan badannya.
“Anyeonghaseyo, Aku Karina,” jawab Karina sambil menjabat tangan Norman dan menunduk juga.
“Oke, Karina. Itu ada bekas luka memar kayaknya di kepala kamu,” ujar Norman sambil menunjuk kening Karina. Justin baru memperhatikan soal itu.
“Iya sakit nih, kayaknya kemarin pas jatuh aku kena batu deh,” jawab Karina.
“Aku foto ya,” ujar Norman sambil mengeluarkan handphone-nya.
“Eh! Apa-apaan sih kamu, Norman?” tanya Justin mencegah Norman.
“Ini bukti kalau kalian semalam pingsan, Justin. Jadi nggak ada lagi yang ngira kalian gituan di semak-semak,” ujar Norman sambil memfoto kening membiru Karina. Karina tampak tidak keberatan difoto.
“Nah terus elo, nggak ada luka apa-apa koq bisa pingsan?” tanya Norman sambil mengerutkan kening menatap Justin.
“Ehm… Gue mabok doank kemaren,” jawab Justin berbohong.
Padahal jantung Justin nyaris berhenti saat ia lolos dari musuhnya kemarin. Memang tidak ada luka luar tetapi Justin tidak berdaya.
“Ya udah, nanti kita atur pake make up aja, bikin biru kepala lo. Atau mau gue bikin biru beneran aja?” tanya Norman.
“Eits, sialan lo!”
Norman tertawa mendengar reaksi Justin.
“Jadi Kak Norman mau bikin cerita kalau aku sama Justin suami istri, terus pingsan di semak-semak gitu?” tanya Karina polos.
“Iya, Karina. Kamu mau bantu kita, kan?” tanya Norman dengan lembut dan ramah. Amat berbeda dengan Justin yang kini bersidekap sambil mendengus kesal.
“Aku mau aja sih, tapi aku punya satu syarat,” jawabnya.
“Apa syaratnya?”
Norman sudah bisa menebak kalau syarat dari Karina pasti tidak jauh-jauh dari soal uang.
“Papa aku mau jodohin aku sama lelaki tua bangka gara-gara hutang. Aku nggak mau nikah sama dia. Kalau kalian mau lunasin hutang papa, aku nggak keberatan nikah sama Justin,” jawab Karina. Ia merasa mendapatkan ide cemerlang dan bangga pada dirinya sendiri. Menikah dengan aktor idola, bebas dari jeratan hutang, dan tidak perlu menikahi tua bangka. Sekali tepuk tiga lalat namanya, batin Karina.
“Eits! Kamu jangan salah paham, Rina. Ini bukan nikah beneran, ya kan Norman?” tanya Justin.
“Mau beneran juga nggak apa-apa,” jawab Norman.
“Heh! Gue sleding tekel juga kepala lo, Norman!” seru Justin kesal. Norman malah tertawa.
“Gue cuma bercanda! Elo tegang amat sih jadi orang, bro. Jadi gini, Rina. Kita bikin perjanjian aja deh. Kalian nikah bohong-bohongan aja selama enam bulan kayaknya cukup. Udah gitu kalian cerai. Kalau kamu setuju, kita bakalan kasih kamu uang sejumlah hutang papa kamu, gimana?” tanya Norman.
“Enam bulan?” protes Justin lagi.
“Udah lo diem aja. Pokoknya lo dah setuju kan nikah kontrak sama Karina?” tukas Norman. Justin hanya bisa diam. Ia memang tidak punya jalan keluar lain.
“Aku juga mau digaji bulanan, gimana? Kalau oke kita deal,” jawab Karina.
Norman menatap Karina setengah tidak percaya, semudah ini ia bernegosiasi dengan wanita yang tidak dikenal itu.
“Okeee… Itu nggak masalah. Ya kan, Justin? Yang penting kamu harus selalu nurut kata-kata kita dan bekerja sama dengan baik. Kalau oke, aku aturin kontraknya sekarang juga,” ujar Norman.
“Oke, deal! Tapi kak Justin harus nemuin papa aku juga, minta restu,” jawab Karina.
“Minta restu?!” seru Justin.
“Ya iyalah, kak. Nanti aku harus bilang apa sama papa? Nih, dari tadi papa udah neleponin terus, Rina belum jawab sengaja di-silent dulu. Rina nggak tahu harus bilang apa soalnya,” jawab Karina.
“Dia bener, Justin. Dalam hal ini bukan cuma kamu yang dalam masalah, tapi dia juga. Kalo bokapnya kenapa-kenapa gara-gara kasus ini, gimana coba? Kasusnya udah kesebar, semua orang tua bakalan malu,” ujar Norman.
Justin benar-benar mendengus kesal sekarang.
“Ya udah! Tapi gue akan netepin poin-poin kontraknya juga. Dia nggak boleh nyentuh gue, atau deket-deket sama gue, kalau nggak di depan kamera!” seru Justin.
“Ih padahal semalem kan kamu…”
Justin melebarkan matanya lalu dengan cepat menutup mulut Karina sebab ia tahu Karina akan bilang kalau Justin memeluk dan bahkan menyusupkan tangannya ke bagian dada Karina. Ia tidak bisa membiarkan Karina mengatakan itu di depan Norman. Bisa habis Justin dikerjai oleh Norman.
“Diem kamu!” seru Justin.
“Nah nah… ada rahasia di sini…” ujar Norman.
“Udah pokoknya elo bikin aja kontraknya. Tuh laptop ada di sono!” seru Justin pada Norman yang sedang tersenyum. Dalam masalah apa pun, Norman selalu menyikapinya dengan tenang.
“Ya deh. Kalian yang akur dulu ya, gue banyak kerjaan,” jawab Norman.
Justin hanya diam dengan wajah cemberut. Ia tidak percaya kehidupannya akan semakin rumit saja di bumi ini. Padahal, Justin tidak boleh tinggal dengan siapa pun, sebab ada yang harus ia lakukan setiap malam. Sebuah misi rahasia yang tidak boleh diketahui manusia mana pun. Sekarang ada beban dan bencana besar bernama Karina yang datang dalam hidupnya. Justin memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri.
“Justin,” panggil Karina setelah Norman pergi ke ruangan lain untuk membuat kontrak.“Hmmm?” tanya Justin tanpa menatap Karina. Matanya terus menatap layar handphone-nya, padahal ia tidak membuka apapun sejak tadi. Ia hanya menghindar, tidak mau berbicara atau dekat-dekat dengan Karina. Situasi menjadi agak canggung.“Kenapa kamu ngeliatin layar handphone yang mati?” tanya Karina polos.Mendengar pertanyaan Karina, Justin menjadi malu. Ia berdeham, menutupi rasa malunya itu.“Suka-suka saku dong mau ngeliatin apaan,” jawabnya akhirnya.
Saat mobil hampir sampai di rumah ayah Karina, tiba-tiba handphone Karina berdering.“Dari papa nih. Diangkat jangan?” tanya Karina bingung.“Angkat aja, Rina,” jawab Norman.Karina menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengangkat telepon dari ayahnya tersebut.“Yeoboseo?”“Rina! Kamu kemana aja?! Itu foto kamu sama cowok di semak-semak tersebar kemana-mana! Kamu di mana? Ini tetangga, wartawan, semuanya ngumpul depan rumah, papa nggak bisa keluar! Kamu jual diri sama aktor itu?! Pa
Hari ini adalah hari keempat sejak musim gugur datang ke Incheon. Berhubung Incheon adalah kota padat yang didominasi oleh gedung-gedung besar, musim gugur tidak seberapa dirasa oleh penduduk di sana, karena tidak banyak pohon di pusat kota Incheon. Mobil hitam Justin melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya pusat kota, mendahului kendaraan-kendaraan yang melaju cukup pelan. Sesekali pria yang berprofesi sebagai aktor itu menatap arloji di tangan kirinya.Sebentar lagi sore tiba, ia harus cepat mencari makhluk yang baru saja ia dapati petunjuknya melalui mimpi beberapa hari lalu."Sialan, gara-gara masalah semalem, aku jadi harus keteteran," umpat Justin membanting stang bundarnya ke kanan, melaju di jalur yang sepi menuju Seoul. Dalam mimpinya ada gambaran kota Seoul yang didominasi oleh energi gelap yang sangat pekat. Kali ini mimpinya mengatakan bahwa Justin harus memburu makhluk itu di Seoul."Apa rubah ekor sembilan itu ada di Seoul sekarang?" gumamnya menambah kecepatan mobi
Pagi-pagi sekali Norman sudah menelpon Justin yang masih terlelap. Justin menggerutu hebat karena managernya sangat cerewet setelah Justin mengangkat panggilan itu."Sebenernya dia ini manager apa orang tuaku sih?" gerutu Justin langsung bergegas ke kamar mandi, ia tak ingin mendengar ocehan Norman jika Norman tahu Justin belum bersiap-siap untuk konferensi pers nanti.Di sisi lain, Karina sudah bangun bahkan sebelum jam enam. Ia merasa gugup karena tidak pernah melakukan konferensi seumur hidupnya, dan sekarang ia harus melakukan ini di depan awak media, bersama dengan Justin. Ia hanya takut jika ada kesalahan dalam keterangannya di pers nanti. Karina berkali-kali keluar dan melihat kamar Justin, berharap pria itu sudah bangun dan akan memberinya arahan lebih lanjut mengenai pers mereka nanti."Gimana nanti kalau aku keliatan jelek? Terus gimana kalau nanti jerawatku keliatan?" oceh Karina menutupi satu jerawat di kening dengan concealer. "Aku gak boleh keliatan jelek kaya pas di sem
Karina dan Norman tentu saja kebingungan melihat Justin berlari melewati kerumunan, menuju pintu keluar. Norman langsung menghampiri Karina dan mengajak Karina untuk keluar juga.Manager Justin itu sungguh tidak habis pikir kalau Justin bertindak ceroboh di depan media massa yang tengah membara. Dan sudah bisa dipastikan kalau para reporter itu akan menyebar berita bahwa Justin kabur saat pers belum ditutup sepenuhnya.Di sisi lain, Justin melesat dengan kekuatan yang ia miliki, dan seberusaha mungkin ia tidak ketahuan oleh orang-orang. Bagaimanapun caranya ia harus mencari makhluk berekor sembilan itu, ia harus memusnahkannya sesegera mungkin, karena semakin lama Justin mengulur waktu, maka akan semakin banyak korban yang menjadi sasaran makhluk tersebut.Justin menghentikan langkahnya, melihat bayangan besar yang berada di ujung jalan sepi. Cahaya matahari dari timur cukup membuat bayangan itu terlihat jelas.Ia menyipitkan kedua netranya untuk mencoba memperjelas siapa yang berada
Justin merasa bahwa rubah ekor sembilan itu memiliki kekuatan yang luar biasa hebatnya. Bahkan ketika Justin melihat ekornya saja, sudah sangat bisa ditebak kalau kekuatan rubah ekor sembilan itu memiliki peningkatan dari sebelumnya. Mungkin saat bertemu lagi, rupa rubah itu akan terlihat bengis dan sangat mengerikan.Sofa letter U yang menghadap ke televisi saat ini dikuasai oleh Justin. Karina mungkin sedang memasak atau menyiapkan sesuatu untuk Justin. Sebenarnya Justin tidak meminta, tapi Karina bersikeras untuk tetap melakukannya.Mata Justin terpicing ketika Karina membawa tiga mangkuk makanan di atas nampan dengan langkah yang hati-hati. "Kamu ngapain masak sebanyak itu?" tanya Justin. "Ya buat kita, Kak," jawabnya menaruh nampan di meja. "Kok tiga?" imbuh Justin lagi. "Satu buat Kak Justin, dua buat aku," Karina menyengir kuda.Justin tidak habis pikir kalau wanita ini sangat random, dan tingkahnya tidak bisa ditebak."Kok Kak Justin diem aja? Mau aku suapin, ya?!" seru Karina
Incheon sudah kedatangan pagi, musim gugur masih berlangsung dengan indah bagi sebagian orang. Apartemen Dal-Byeol Incheon dipenuhi edaran surat kabar tentang beberapa orang yang tewas dengan jantung yang menghilang.Karina terbangun, merasakan berat di perutnya. Dan ia menyadari bahwa itu adalah tangan Justin yang sedang tidur di sebelahnya. Karina mesem dengan tertahan, lantas menatap lamat-lamat wajah idolanya. "Ganteng banget sii!" seru Karina sambil menyentuh hidung Justin. Justin sepertinya merasakan bahwa hidungnya sedang disentuh, lantas mengerjapkan mata untuk melihatnya, alangkah terkejutnya Justin saat mendapati bahwa ia sedang memeluk Karina dengan posisi tertidur. "Selamat pagi, Kak Justin!" ujarnya kemudian."Astaga!" Justin langsung duduk dan melompat dari sofa, ya benar, mereka tertidur di sofa. "Kak Justin kenapa?""Kok kamu tidur sama aku di sini sih?""Kan Kak Justin yang gandeng aku kesini, peluk-peluk aku lagi," kata Karina menyipitkan matanya. "Jangan-jangan dari
Justin menghampiri pria itu, mencoba melihat lebih dekat. "Ada yang bisa saya bantu, Pak?" jawabnya sambil tersenyum."Apa Bapak pemilik butik ini?" tanya Justin. Pria itu mengangguk dan memperkenalkan dirinya."Nama saya Lee Hyun Jae, pemilik butik ini. Apakah ada yang bisa saya bantu?""Tidak, Pak. Saya hanya ingin bertanya apa butik ini bisa mempersiapkan dress untuk tamu khusus pernikahan dalam jumlah yang cukup banyak?"Justin merasakan bahwa energi jahat itu bukan dari pria ini, dan sejak Justin memanggilnya, energi itu sudah lenyap begitu saja, membuat Justin semakin gencar untuk mencari pusat energi tersebut."Untuk itu, kami tidak bisa, Pak. Karena butuh waktu cukup lama untuk mempersiapkan dress dalam jumlah banyak, apalagi saya hanya memiliki beberapa pegawai saja," jawabnya."Kalau begitu terima kasih, Pak. Saya hanya membeli sepasang baju pengantin saja," Justin sedikit membungkukkan badannya untuk memberi sedikit hormat. Pria bernama Hyun Jae itu pun melakukan hal yang s
Sepuluh tahun kemudian."Papa!"Suara nyaring ini memenuhi rumah hingga Karina menutup telinganya. "Jangan teriak-teriak, Papa lagi keluar," jawabnya dengan menyiapkan sarapan di meja makan. "Kakek! Lihat Mama, Mama marahin aku terus," katanya dengan berlari memeluk sang Kakek."Timothy! Mama gak marahin kamu kok, habisnya kamu teriak-teriak terus dari tadi. Makan dulu," Karina duduk di sebelah papanya, yang sekarang menjadi kakek dari putranya yang berusia sepuluh tahun.Timothy Kim, putra pertama keluarga kecil Justin dan Karina. Ia mewarisi kekuatan Justin yang bahkan lebih kuat dari Justin. Tanpa Timothy ketahui, ia bisa membuka segala dimensi hanya dengan memikirkannya saja. Di usianya yang kesepuluh, Timothy meraih juara lomba lari di sekolahnya. Karena pada dasarnya kecepatan lari itu ia warisi dari sang papa. Timothy belum bisa mengendalikan kekuatan yang ia miliki. Karena Justin juga belum memberi tahu putranya kalau putranya itu memiliki kekuatan, dan papanya bukan manusia.
Pernikahan sudah usai, malam ini bukan malam yang ditunggu, melainkan malam yang menegangkan, pasalnya tepat setelah pesta pernikahan selesai, Justin harus dengan berat hati bertarung dengan iblis. Iblis itu rupanya sejak tadi menunggu Justin dan Karina keluar dari Chapel. Dia mengincar Justin karena keberadaan Justin membahayakan iblis dan monster di muka bumi.Karina mondar-mandir di kamar menunggu Justin kembali, ia masih dalam balutan gaun pengantin yang indah, bahkan riasannya juga belum terhapus.Di sisi lain, Justin menghadapi iblis tingkat biasa, tapi cukup membahayakan manusia. Ia tidak memanggil Pangeran Biru maupun Alice. Ia ingin terbiasa melawan makhluk jahat sendirian. Karena ia juga tidak mungkin terus menerus memanggil Alice dan Pangeran Biru untuk membantunya.Untung saja iblis itu bisa disingkirkan oleh Justin secara mudah. Karena tingkat kekuatannya yang tergolong sebagai iblis biasa. Berbeda dengan Ruin, Sin Rose, Rubah ekor sembilan, ataupun iblis Norman yang ting
Hari ini adalah hari pernikahan tanpa persiapan. Papa Karina membuka acara itu dengan membuka identitas Karina sebagai putrinya di depan semua pegawai kantornya. Hana sangat terkejut mendengar itu, karena ia pernah memarahi Karina saat Karina membuat Justin benjol tempo hari itu. Kalau tahu dia anak dari pemilik perusahaan, tentu saja Hana akan diam saja."Saya akan menjadikan Karina sebagai pemimpin, menggantikan saya di Moon interior ini. Saya menaikkan jabatan bukan karena dia putri saya, tapi karena keberhasilannya dalam bekerja yang luar biasa, peningkatan produk dan penambahan produk itu sangat mampu menarik perhatian dari para pecinta interior classic modern. Dan untuk Park Hana, saya ucapkan terima kasih karena telah membantu perkembangan perusahaan ini. Untuk semuanya, saya berterima kasih karena kalian bekerja dengan baik dan jujur, saya harap akan tetap seperti ini meski pemimpin Moon interior akan berganti. Akan ada beberapa orang yang naik jabatan karena memiliki potensi
Karina dan Papanya saling menatap, tak lama kemudian ada suara ketukan pintu yang membuat keduanya berhenti menatap. "Permisi," ujar seseorang dari luar ruangan. "Masuk," balas Karina. Ternyata itu adalah asisten dari papanya. Saat ia masuk, suasana sangat canggung karena raut wajah papanya sangat aneh."Ada apa?" tanya papanya pada sang asisten."Produksi interior jenis vintage dan classic sedang dalam peningkatan, bagaimana dengan kerja sama dengan perusahaan HS Eksterior? Apa perlu diberhentikan?""Tidak perlu, bahas ini di luar saja," balas papanya berjalan keluar dari ruangan, diikuti asistennya yang membawa sebuah dokumen berisi beberapa produk perusahaan yang akan mengalami peningkatan atau pembaruan.Karina langsung menutup pintu saat mereka pergi, lantas mondar-mandir di depan pintu dengan perasaan takut. Karina ingin menjelaskan semuanya saat nanti makan malam, karena ia tahu, kalau papanya akan marah jika tiba-tiba Justin kembali setelah meninggalkan Karina.***Sore datang
Karina masuk ke mobil, begitu juga dengan Martin. Ia membawa mobilnya ke tepi jalan. Karina masih dalam keadaan yang sama, ia terus menanyakan perihal identitas pria bermarga Kim itu."Rin," Martin menghela nafasnya."Apa?""Maaf aku udah bohongin kamu."Karina merasa dunia seperti sedang berhenti, meski tidak ada yang menghentikannya. Netranya menahan genangan air yang menumpuk di pelupuknya. "Jadi, kamu beneran Kak Justin?" tanya Karina, memastikan kalau apa yang ia dengar dari bibir Martin adalah kebenaran.Beberapa detik selanjutnya, pria itu mengangguk. Karina ingin pingsan sekarang. "Tega kamu Kak, bohongin aku kayak gini. Puas kamu?!" Karina membuka pintu, menutupnya dengan keras hingga mobil itu terguncang.Sosok Martin yang ternyata adalah Justin itu keluar, mengejar Karina, karena Karina berjalan dengan langkah cepat. "Rin!" Justin meneriaki Karina, tapi Karina tidak mau tahu, karena ia sudah merasa sedang dipermainkan.Setelah berlari mengejar Karina cukup jauh, Justin berh
Setelah suara misterius di kamar Karina, sontak Karina menyalakan lampu kamarnya, dan orang yang ada di kamarnya saat ini membuat Karina benar-benar terpaku karena kehadirannya yang sangat tidak mungkin."Kak Justin!!!" Karina tentu saja histeris. Ia melotot sampai matanya hampir terlepas. Bahkan Karina menampar pipinya sendiri.Mata Karina mencoba terbuka, dan Karina sadar, itu hanyalah mimpi. "Jadi, ini cuma mimpi?" Karina menyalakan lampu kamarnya, ia melihat ke arah di mana di dalam mimpi itu ia melihat Justin berdiri di sana.Dengan berat hati, Karina mematikan lagi lampunya, meratapi kenyataan yang benar-benar menyakitkan. Harapannya bertemu Justin dalam mimpi terwujud, tapi itu justru membuat hati Karina semakin terkoyak dan tersayat.Kenyataan macam apa ini? Di ambang keputusasaan yang membuatnya menggila. Sejauh tujuh hari ini, ia sudah bisa perlahan terbiasa, tapi sejak ia bertemu Martin, ia gagal lagi untuk melupakan Justin. Mungkin Karina memang membutuhkan waktu yang lama
Waktu berlalu begitu cepat, dan jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Karina menutup laptopnya dan bersiap pulang untuk beristirahat. Karina melihat ada Martin yang sedang berjalan menuju basement, lantas ia berlari untuk menghampiri Martin."Martin!" teriak Karina, Martin berhenti dan menoleh ke arahnya. Tapi ia langsung kembali pergi setelah tahu yang memanggilnya adalah Karina. Pelipis Martin terlihat sedang diperban, dan itu sepertinya akibat benjolan tadi pagi yang dibuat Karina. Karina berlari dengan kekuatan Naruto untuk mengejar Martin."Stop!" Karina kembali menutup pintu mobil Martin saat Martin baru saja membukanya dan akan masuk. "Martin, boleh saya ngobrol sama kamu?"Martin menghela nafasnya dan mengangguk pasrah. "Mau ngobrol di mana?""Di sana," Karina menunjuk sebuah cafe yang terletak di depan kantor. Martin berjalan mendahului Karina setelah meletakkan tasnya di dalam mobil. Karina mengekori Martin menuju cafe tersebut.Setelah memesan makan dan minum, Karina tidak
Sudah sejak tujuh hari lalu, Justin pergi dari dunia Karina. Kini Karina sudah merasa ia bisa hidup meski tanpa Justin. Karena Justin ada di hatinya, untuk ia kenang sebagai mimpi yang terindah. Kemampuan Karina untuk merasakan adanya kehadiran iblis juga semakin sirna. Tidak lagi seperti saat ia bersama Justin, ia bisa melihat makhluk jahat dan merasakan energinya dengan jelas.Hari ini ia pergi ke kantor, tapi terlambat karena taxi yang biasa ia tumpangi, sekarang tidak lewat di depan jalan rumahnya. Karina terpaksa menunggu taxi lebih lama karena tidak ada kendaraan lain. Meski ia memiliki mobil papanya, Karina tidak mau menggunakan itu, ia ingin suatu saat Karina bisa membeli mobilnya sendiri.Selang beberapa menit, ada taxi yang dari kejauhan mendekat ke arah Karina. Karina menghentikannya. Ia lega karena ada taxi yang lewat, bukan apa-apa, ini hari Minggu, jadi sangat jarang taxi yang lewat."Pak, ke kantor Moon interior, ya?""Baik. Minggu-minggu begini kerja, mbak?""Sebenarny
Karina melepas kedua earphone di telinganya. Ia terdiam untuk sesaat, mencoba mendengarkan lagi suara yang memanggil namanya. Suara itu benar-benar tidak asing, lantas ia tergerak untuk keluar kamar, dan melihat siapa yang datang. Saat membuka pintu, Karina agak terkejut karena suara itu memang suara papanya. "Papa? Papa kenapa? Tumben banget," Karina membuka jalan agar papanya masuk."Rin, papa minta maaf," papa Karina menunduk setelah duduk di sofa, tangannya tergerak menyatukan telapak tangan. "Papa kenapa minta maaf?" Karina mendekat. "Selama ini papa udah jahat sama kamu, papa cuman mikirin uang, uang dan uang. Papa gak mikirin kamu sama sekali. Papa minta maaf," katanya dengan nada tersendat karena menahan tangis. "Pa, jangan minta maaf gitu," Karina meraih tangan papanya, dan memeluk pria itu."Papa menyesal lakuin itu semua, papa minta maaf, Rin.""Papa itu papa Karina, papa gak perlu minta maaf sampai kayak gini.""Kamu gak benci sama papa?""Karina emang pernah benci sama pa