Di markas, Riobard sedang mengamati senjata yang digunakan oleh penyusup."PL-15K dari Kalashnikov, pistol Rusia," gumam Riobard seraya memandang pistol yang ada di genggamannya.Logam matte lembut dan pegangan pistol rasannya seakan dirancang khusus untuk tangan penggunanya. Dan tuas kendali yang sangat mudah digunakan dan pas di jari penembak."Laras standard dari PL-15 sekitar 120 mm, sedangkan panjang penuh pistol adalah 207 mm. Hmm, sebuah versi dengan laras panjang untuk muffler. PL-15 dapat dipasang dengan penglihatan kolimator, rifle lamp, dan penglihatan laser," gumam Riobard sambil memperhatikan senjata yang digunakan oleh penyusup itu.Selain pistol, Riobard juga sudah menemukan sebuah ponsel pada saku penyusup. Riobard menggunakan sidik jari penyusup untuk membukanya. Kemudian ia mulai memeriksa dari isi ponsel tersebut.Melihat dari percakapan yang ada di ponsel, Rio menduga kuat penyusup ini adalah seorang pembunuh bayaran saja yang telah disewa oleh seseorang, yang di p
Lily menatap dalam wajah Arsen yang masih belum sadar dari pengaruh obat bius."Arsen..." lirih Lily sendu seraya menjulurkan tangannya kemudian Lily menyentuh dan menggenggam tangan Arsen mengecupnya dengan lembut dan menaruh di pipi kanannya.Lily memakai tangan kirinya untuk mengelus pipi Arsen dengan lembut."Cepatlah sadar Arsen. Aku merindukanmu," bisik Lily di telinga Arsen seraya mengecup pipinya.Dengan setia Lily terus menemani Arsen tanpa pernah meninggalkannya sedikitpun. Matanya terus menatap Arsen yang masih terpejam, berharap Arsen segera sadar.Beberapa waktu kemudian saat Lily sedang menguatkan hatinya untuk menerima apa yang menimpa keluarganya, tiba-tiba Lily merasakan pergerakan jari-jari tangan Arsen di tangannya masih lemah.Lily tersentak kaget, namun terlihat senyuman di bibirnya."Arsen..." lirih Lily saat mulai mendengar erangan keluar dari bibir Arsen."Arsen, akhirnya kau mulai sadar," bisik Lily penuh kebahagiaan namun masih menyimpan kesedihan yang mendal
Mike dan Sasha mengawal Lily yang berjalan menuju ruangan tempat Anna di rawat. Setelah sampai, Mike masuk terlebih dahulu untuk memeriksa keamanan ruangan tersebut sebelum Lily memasukinya.Meskipun rumah sakit ini milik Arsen tapi Mike tidak mau kecolongan sedikit saja setelah apa yang terjadi pagi tadi di mansion.Sepanjang perjalanan keluar dari kamar perawatan Arsen hingga ke kamar perawatan Anna, perasaan Lily tidak karuan. Sedih, terpukul, marah semua menjadi satu dalam relung hatinya.Lily sama sekali tidak menyangka akan mengalami hari yang penuh kejutan seperti ini. Marissa meninggal dunia dan Arsen baru siuman dari operasi pengangkatan peluru di dekat jantungnya.Lily harus menerima kenyataan bahwa semua ini karena dia mempunyai ibu tiri yang keji dan berkomplot dengan orang yang memiliki dendam dengan keluarga Lazcano.Lily merasa sangat bersalah karena sudah melibatkan Anna yang menjadi sahabatnya. Arsen dan semua anak buahnya sudah bekerja keras untuk melindungi Anna sel
Setelah sedikit berbincang dengan Steve setelah Anna beristirahat, Liky segera kembali ke kamar di mana Arsen berada. Ia sudah sedikit tenang mwngenai kondisi Anna saat ini. Sudah ada Steve dan Anna yang sudah siuman. Meskipun menurut dokter harus masih tetap waspada.Kini Lily menemani Arsen di kamar rumah sakit. Dan ia menceritakan bahwa Anna sudah sadar dan saat ini Steve sedang menungguinya. Lily berharap Anna bisa melewati masa kritisnya sampe besok sore.Lily juga menceritakan bahwa Steve menyerahkan dan mempercayakan semua tindakan hukum atas apa yang terjadi pada Anna kepada Lazcano's Corp. Bagi Steve, yang utama adalah kesembuhan Anna dan akan segera membawa Anna meninggalkan New York untuk tinggal bersamanya di Tampa, Florida."Semoga Anna bisa sembuh. Kau sudah lega sekarang, kan?" seru Arsen menanggapi cerita Lily. Lily tersenyum dan menganggukkan kepalanya."Kau pulanglah. Theo membutuhkanmu," titah Arsen yang terbaring dengan posisi tempat tidurnya agak dinaikkan sedikit
Sejak kemarin malam Steve tetap dengan setia menemani Anna melewati masa kritisnya. Ia beberapa kali terbangun dari tidurnya saat merasakan gerakan jari tangan Anna di genggaman tangannya atau mendengar erangan suara Anna.Steve melihat Anna bergerak dan mengerang tetapi tetap memejamkan matanya. Steve selalu memberinya kata-kata semangat dan cinta sehingga Anna segera tenang dan tidur kembali.Minggu pagi Anna membuka matanya, mengerjap-ngerjap dan kembali kebingungan melihat sekelilingnya. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi tapi kepalanya merasa sakit dan pusing.Erangan Anna membangunkan Steve yang sedang tidur dalam posisi duduk dan meletakkan kepalanya di atas tempat tidur sambil memegang tangan Anna."Sayang.. kau sudah bangun..." sapa Steve dengan suara serak khas orang baru bangun tidur."Steve, kau sedang apa di sini?" tanya Anna dengan lirih."Aku menunggumu bangun, Anna. Terima kasih Tuhan, pagi ini kau kembali bangun dan bisa menyapaku," ujar Steve sambil mengecup dahi
Setelah menempuh perjalanan, akhirnya mereka sampai juga di markas Black Nostra. Lily, Sasha dan Mike segera turun dari mobil dan berjalan memasuki markas. Ini kali pertamanya Lily menginjakkan kakinya di markas Black Nostra.Lily sebisa mungkin bersikap biasa saja dan setenang mungkin. Ia sedikit memperhatikan dan mengamati tempat ini dengan sudut matanya.Jika seandainya setahun yang lalu Lily diajak ke tempat yang disebut markas ini, mungkin dia bisa gemetar ketakutan membayangkannya, apalagi sampai melihat ruang tahanan. Mungkin Lily bisa pusing dan pingsan melihat atau mendengar pekikan kesakitan orang-orang yang ditahan dan disiksa untuk mengakui sesuatu dan mendapat hukuman dari Arsen.Lily memejamkan matanya sejenak, dan mengepalkan tangannya. Mengumpulkan semua keberaniannya agar tak terlihat lemah di hadapan anak buah Arsen, terlebih di hadapan wanita yang sudah menghancurkan keluarganya nanti.Dengan langkah penuh keyakinan Lily terus mengikuti langkah Mike yang memimpin di
Begitu pintu terbuka, tatapannya langsung tertuju pada Margaret yang sedang duduk terikat di sebuah kursi. Lampu di dalam ruangan tersebut cukup temaran. Meskipun temaram, namun Lily bisa memastikannya bahwa itu adalah Margaret, ibu tirinya.Lily sempat diberitahu jika Margaret sudah melakukan operasi plastik di wajahnya. Namun bertahun-tahun Lily hidup bersama Margaret ia dapat mengenalinya. Lily menatap tajam Margaret."Silahkan, Nyonya," ujar Mike membuyarkan lamunan Lily. Lily segera menyadarkan dirinya kemudian mengangguk dan masuk ke dalam ruangan tersebut.Margaret yang sedang duduk terikat sedikit tersentak saat pintu kembali di buka.Tadi Ia sedang berdiam memikirkan bagaimana caranya kabur dari tempat ini ketika dua orang anggota Black Nostra masuk ke dalam ruangan tempatnya di kurung.Ia diseret dengan paksa dan di bawa ke tempat ini. Kemudian ia diikat di sebuah kursi. Kini tangan dan kakinya terikat pada kursi tersebut. Sulit bergerak. Ia terus mengumpat dalam hatinya.M
Ponsel Mike berbunyi dan bergetar, ia segera mengecek untuk memastikan siapa yang mengiriminya pesan.Ketika di cek ternyata Arsen lah yang telah membalas pesannya. Mike tak mengeluarkan ekspresi apapun ketika membacanya.Kemudian ia kembali memperhatikan Nyonya Lazcano yang saat ini masih menyiksa Margaret. Hidung dan sudut bibir Margaret sudah di penuhi oleh darah akibat tamparan dan pukulan Lily tadi."Kau brensek!! Dasar jalang!!" pekik Margaret mengumpat Lily yang baru saja kembali memukulnya."Oh, kau masih berani mengumpatku dengan kondisimu saat ini rupanya!" seru Lily dengan senyum meremehkan."Kau memang kurang ajar!! Bocah sialan!!" Margaret masih saja mengumpati Lily.Hal tersebut menyulut emosi Lily yang tiba-tiba saja menggebu.Perlahan namun pasti Lily mengeluarkan senjata api yang tadi di bawanya dari sakunya dan langsung menempelkannya di dahi Margaret, tepat di tengah kedua alisnya dan seketika membuat Margaret terdiam dan membelalakan matanya."Aku sudah bukan Lily
Kejadian Margaret yang di seret dengan kuda sudah berlalu dua hari. Dan Lily sudah kembali terlihat seperti biasanya.Namun, Arsen sudah berjanji pada dirinya akan memberikan hadiah bagi Lily atas keberaniannya membunuh Elliot dan menyiksa Margaret. Yang Arsen tahu, jika dalam kondisi biasa dan bukan mereka berdua, Lily tak akan mungkin melakukannya.Tapi setelah dua hari berlalu, Arsen masih belum bisa mendapatkan hadiah apa yang akan di berikan pada istrinya tersebut.Arsen menatap Lily yang sedang memakan sarapan paginya.Lily yang merasa di tatap menyadarinya kemudian menolehkan wajah pada Arsen."Ada apa?" tanyanya dengan lembut setelah menaruh sendoknya di atas piring."Tidak ada, hanya...., Hmm apa kau sedang menginginkan sesuatu?" tanya Arsen pada akhirnya.Lily tampak mengerutkan keningnya, ia tak mengerti dengan ucapan Arsen tersebut."Aku ingin memberimu hadiah, tapi belum menemukan yang cocok untukmu. Jadi katakan apa yang kau inginkan," seru Arsen."Hadiah?"Arsen mengang
Setelah membereskan meja makan dan dapur, Charlotte berjalan mendekati Mario dan Silvia yang sedang bersama menyusun sebuah puzzle yang cukup besar di atas meja.Sebelum sampai rumah, Camilio dan Charlotte menyempatkan diri untuk membeli kue untuk Chaterine dan mainan untuk anak-anak. Camilio membelikan lima buah puzzle dari yang paling mudah sampai agak sulit. Camilio juga membelikan dua buah magic block untuk Mario dan Silvia. Camilio ingin memberikan mainan yang bermanfaat untuk anak-anaknya dan melatih perkembangan otak mereka."Bagaimana? Bisa?" tanya Charlotte dengan lembut pada Mario dan Silvia yang tampak sangat serius menyusun puzzle milik mereka."Bisa," jawab Mario tanpa mengalihkan perhatiannya pada puzzle yang ada di hadapannya."Tadi sudah berhasil dua. Yang ini sulit, Mom," lapor Silvia dengan suara yang terdengar begitu menggemaskan."Sabar ya sayang. Kau menyusun puzzlenya tidak sendiri, tapi bersama Mario. Pasti kalian bisa. Anak-anak mommy kan pintar semua," kata Ch
"Mike, semua sudah selesai dan tidak ada yang dikerjakan lagi. Aku pulang dulu ya," pamit Alonzo seraya melambaikan tangan pada Mike dan menepuk lengan Camilio."Ya, aku juga pamit. ini sudah menjelang sore. Aku pulang dulu, Mike," pamit Camilio pada Mike."Kau pulang ke rumah ibumu hari ini?" tanya Mike pada Camilio."Ya, seperti biasa. Sabtu sore aku dan Charlotte pulang dan besok malam aku sudah sampai mansion lagi," jawab Camilio."Ok. Berhati-hatilah," kata Mike sambil tersenyum."Jika ada tugas mendadak, jangan sungkan untuk menghubungiku. Anytime," ujar Camilio."Ok Cam. Selamat menikmati waktu bersama anak-anakmu. Dan sampaikan salam ku pada ibumu, dan kedua anakmu," sahut Mike.Camilio hanya membalas dengan mengangkat tangan dan tersenyum tipis. Ia bergegas menuju mobilnya untuk menjemput Charlotte dan segera pulang bersama ke rumahnya dan bertemu dengan buah hati mereka, Mario dan Silvia.Mike memasuki ruangan rapat sebentar untuk mengecek segala sesuatu sebelum meninggalka
Margaret di seret dengan paksa oleh Alonzo dan Camilio ke halaman belakang mansion.Dengan sangat jelas Margaret masih ingat tempat ini, dimana ia harus menonton Lily yang sedang berlatih menembak dan Elliot lah yang menjadi target tembaknya.Margaret terus bertanya-tanya dalam hatinya, apakah kini gilirannya menjadi sasaran tembak Lily? Tapi, tadi ia mendengar kuda dan jalan-jalan. Ia benar-benar tak mengerti.Namun, pertanyaan-pertanyaan dalam hatinya terjawab sudah, saat kedua tangannya diikat menjadi satu dan diikatkan pada seekor kuda hitam yang tampak besar dan terlihat begitu gagah.Tampak pula Lily dan Arsen yang memperhatikannya saat dirinya diikat.'Aku salah memperhitungkan jalang cilik itu! Ia benar-benar berubah dan sangat berbeda dengan Lily yang dulu penakut dan penurut. Siall!!' umpat Margaret dalam hati."Ini kali kedua ku datang ke markasmu, jadi aku ingin tahu keadaan disekitar sini. Hingga memutuskan untuk berjalan-jalan," bisik Lily pada Arsen."Dengan senang hati
Bugh....Kali ini Lily meninju mulut Margaret untuk menghentikan ucapan Margaret.Hingga Margaret memekik kesakitan."Akhh..." Margaret memekik kesakitan."Brengsek!!" umpat Margaret.Sungguh Margaret sangat kesal pada Lily. Gara-gara Lily meninju hidungnya beberapa hari yang lalu. Hidungnya sedikit bengkok, sepertinya silikon hasil operasinya bergeser dari tempatnya.Bukan itu saja, wajah mulusnya hasil dari botox nya pun kini terdapat luka memanjang hasil cakaran Lily.'Aku harus membalasnya!' geram Margaret dalam hati.Operasi plastik yang sudah lama di mimpikan nya dirusak begitu saja. Tentu saja Margaret marah dan kesal. Susah payah Margaret merayu Elliot untuk membiayai operasi plastik ini.Margaret kembali meringis, karena tinjuan Lily di mulutnya membuat kepalanya pusing.Lily hanya tersenyum meremehkan, membuat Margaret semakin dongkol dan marah saja."Cuhhh..." Margaret meludah pada Lily, untung saja tidak mengenai wajah Lily karena dengan cepat Lily dapat menghindarinya.Ar
Sabtu pagi setelah Arsen dan Lily menikmati sarapannya, mereka kembali ke kamar untuk menyempatkan diri bermain-main dengan Theo sebentar sebelum pergi ke markas. Setelah sekitar dua jam kemudian, Theo mulai merengek karena sudah waktunya ia minum susu dan tidur.Saat Lily menemani Theo minum susu, Arsen mengirimkan pesan pada Mike bahwa ia akan menemani Lily bermain-main dengan wanita tua itu."Aku titip Theo pada kalian," kata Lily pada Charlotte dan Maria."Kami pasti akan menjaga Tuan Muda dengan baik, Nyonya," jawab Charlotte yang langsung diangguki oleh Maria.Lily segera keluar dari kamar Theo menuju kamarnya. Kali ini Lily mengenakan pakaian yang lebih kasual dan nyaman dikenakan. Kerena ia akan bersenang-senang hari ini, hingga ia memilih pakaian yang memudahkannya untuk bergerak.Legging yang sedikit tebal di padukan dengan atasan oversize yang panjangnya melebihi bokong. Memastikan lekuk pinggul tersembunyi dari pandangan orang lain. Karena Arsen tak akan menyukainya.Terak
Arsen mendengar kabar dari Camilio jika tangan Mike sempat terluka."Bagaimana dengan tanganmu? Aku mendengarnya dari Camilio," tanya Arsen.Mike menatap lengannya yang terluka di balik lengan jasnya. "Bukan luka besar, tidak masalah," jawab Mike pada Arsen, dan Arsen hanya mengangguk pelan."Han?" tanya Arsen seraya mengangkat sebelah alis matanya."Ya, anak dari Lam Phuong. Anak itu di rawat oleh Vargaz bahkan diangkatnya menjadi anak. Saat aku akan membunuh Vargaz dengan tiba-tiba anak itu muncul entah dari mana dan menikam lenganku," jelas Mike.Arsen mengangguk pelan, "aku mengerti. Apa kau sudah obati?" tanya Arsen."Sasha sudah mengobatinya sesampainya aku di mansion Subuh tadi," ujar Mike."Sebaiknya lain kali lebih berhati-hati lagi.""Baik Tuan. Terima kasih," ucap Mike dengan tulus."Kumpulkan anggota inti Mike, aku mau bicara dengan mereka," titah Arsen."Mereka ada di ruang rapat semua kecuali Enrico, Riobard dan Alonzo. Mereka sedang mempersiapkan barang untuk pengiriman
Mike segera melaporkan hasil penyergapan dan pengakuan Vargaz mengenai Morons pada Arsen, setelah mereka selesai mengeksekusi Vargaz dan seluruh anak buahnya. Karena saat ini sudah hampir pukul 02.00 pagi, Mike tahu jika Arsen sedang beristirahat makanya ia memberitahunya melalui sebuah aplikasi percakapan.Mike meminta Richard untuk membereskan semua kekacauan yang sudah mereka buat, dan segera menghilangkan semua bukti terkait eksekusi Vargaz dan seluruh anggota Bleeding Corp.Setelah dirasa semua selesai, Mike dan yang lainnya meninggalkan Jacksonville dini hari itu juga.Sedangkan bocah bernama Han itu, diserahkan pada Richard untuk di urus. Ada anak buah Richard yang bertahun-tahun menikah belum dikaruniai anak. Maka Han akan di asuh olehnya.Dalam waktu kurang lebih dua jam, akhirnya Mike dan yang lainnya sampai di New York. Tanpa menunggu lama, Mike memerintahkan yang lainnya untuk segera beristirahat. Mike tahu jika semuanya merasa lelah dan butuh istirahat, termasuk dirinya.
"Jawabbb!! Apa hubunganmu dengan Mark, Vargaz!!" pekik Mike lagi karena Vargaz masih diam dan menutup mulutnya.Kali ini Vargas sedikit tersentak karena Mike memekik tepat di depan wajahnya.Dorrr..Seorang pria yang merupakan anak buah Vargaz kembali terkapar di lantai dengan darah yang mengalir di dadanya.Mike kembali menembak salah satu anak buah Vargaz tanpa belas kasihan. Keringat dingin terlihat mengucur dari pelipis Vargaz. Mike dapat melihat, Vargaz mulai ketakutan kembali."M-Mark adalah temanku," jawabnya dengan mulut bergetar. Mike memang sudah terkenal tak kenal belas kasihan dan sadis. Kali ini ia melihat sendiri dengan mata kepalanya.Dan menurut Leonid dulu. Ketua Black Nostra yang sesungguhnya lebih sadis jika dibandingkan dengan Mike.Mike menyeringai mendengar ucapan Vargaz. Ia masih bertanya-tanya dalam hatinya, apakah pembelotan Morina karena Dimitri?."Apakah Morons membelot karena Dimitri!?" tanya Mike dengan nada tajamnya."A-aku tidak tahu secara pasti, tapi M