Arsen sedang menikmati makan malam bersama kolega. Ada yang membuatnya sedikit muak, karena koleganya membawa seorang sekretaris, beberapa kali sekretarisnya mengerlingkan mata padanya. Jangan harap Arsen tergoda dengan hal itu.Sesekali wanita itu membenarkan pakaiannya di bagian dada, Arsen tahu itu hanya untuk menggodanya saja.Ia ingin meninggalkan pertemuan ini, namun sayangnya dia merupakan kolega penting. Sehingga ia harus bertahan hanya untuk beberapa menit lagi.Arsen meminum wine miliknya, hanya baru menyentuh lidahnya saja ia dapat merasakan ada sesuatu yang berbeda pada rasa wine tersebut. Lain dari saat ia tinggalkan sebelum ke kamar mandi.'Shit!!' umpatnya dalam hati.Ia lupa bahwa tadi ia ke kamar mandi sebentar dan meninggalkan meja beserta minumannya. Sedangkan Ivanov sedang tidak menemaninya karena sibuk mengurusi acara amal yang akan di adakan akhir tahun ini.Arsen bukan orang bodoh yang bisa di bodoh-bodohi dengan hal kecil seperti ini. Ia mengerti dengan maksud
Lily hampir tertidur ketika Arsen masuk ke dalam kamar. "Kau sudah pulang," gumam Lily dengan wajah yang ketara menahan kantuk.Arsen melepaskan dasinya kemudian jasnya. "Ya, kenapa kau belum tidur?" tanyanya seraya menaruh jas dan dasinya di sofa.Lily yang sudah duduk di atas tempat tidur seraya bangkit untuk mengambil pakaian kotor Arsen. " ku hampir tertidur saat kau masuk," ucap Lily sambil mengambil pakaian yang sudah Arsen lepaskan."Aku akan menyiapkan air untukmu," lanjut Lily."Tidak usah, kau istirahat saja," tolak Arsen.Lily menggeleng, "Ini tugasku Arsen," ucapnya sambil menatap Arsen dengan lembut, kemudian menyimpan pakaian kotor Arsen."Tapi aku tidak ingin kau lelah," sanggah Arsen."Ini bukan pekerjaan sulit," Lily tersenyum, kemudian melangkah mendekati Arsen dan mulai membantu melepaskan kancing kemeja Arsen satu persatu.Setelah itu Lily beranjak ke kamar mandi untuk menyiapkan air. Tak ingin membuat kecewa Lily Arsen tak lain menyanggah setiap tindakan yang Lily
Maria hendak kabur dari James, namun ia mencengkram tangan Maria dengan kuat. "Lepaasss!!" pekik Maria. Namun James tetap tak melepaskannya."Kenapa? Kau takut ketahuan oleh pacar kota mu itu, hah?!" ledek James, karena ia sudah melihat Maria sedari tadi ketika bersama seorang pria.James akan membuntutinya, namun nasib baik berpihak padanya, Maria kembali lagi kali ini sendirian.James sendiri sedang membeli barang bersama teman-temannya, mereka sedang menunggunya di dalam mobil saat ini. James akan menyeret Maria untuk ikut bersamanya.'Apa yang bisa di lakukan oleh pria kota tersebut,' gumamnya dalam hati. Sudah jelas James jauh lebih kuat dan lebih besar dari pria yang bersama Maria tadi.Ditambah ia sedang bersama teman-temannya. Anggota geng di tempat ini. Bahkan mereka ditakuti oleh penduduk disini. Sherif setempatpun sudah enggan dan jengah menghadapi keributan yang mereka lakukan.Sehingga mereka semakin semena-mena."Lepas James!!" Maria kembali memekik dan berusaha melepas
Alonzo terus mengikuti mobil James, hingga kini mereka sudah berada di pinggiran desa. Tidak ada lagi rumah yang terlihat, hanya hutan dengan jalan setapak yang bisa di lalui mobil.Hingga akhirnya mereka berhenti di dekat jurang. Maria tampak ketakutan. Air matanya sudah menggenang di matanyanya."Kau tenang saja." Alonzo mengeluarkan sebuah senjata api dari dashboard mobilnya, "Untuk berjaga-jaga," lanjutnya seraya menyerahkannya pada Maria."Tapi aku tidak bisa menggunakannya Tuan," seru Maria sambil menerima pistol tersebut."Ini mudah, kau tinggal mengarahkannya kemudian menarik pelatuknya," jelas Alonzo. Walau ragu Maria tetap mengangguk."Tapi aku pastikan kau tak akan menggunakannya. Aku akan menghabisi mereka tanpa senjata api." Alonzo menenangkan kembali Maria. "Kau di dalam saja, jangan keluar jika aku tidak menyuruhmu," lanjut Alonzo yang kembali di angguki oleh Maria.James dan ketiga temannya sudah keluar dari mobil dan menunggu Alonzo. Mereka sudah bersiap dengan memega
Lily sedang bersama Charlotte saat Paman Albert mendatanginya dan mengatakan bahwa malam nanti pukul 7 Lily akan di jemput oleh Arsen untuk berjalan-jalan keluar mansion."Benarkah itu Paman?" tanya Lily antusias."Benar Nyonya, pukul 5 akan ada yang datang untuk mengantarkan baju dan merias wajah Anda Nyonya," jelas Paman Albert."Merias?" mulut Lily membulat bahkan ia memiringkan wajahnya.Paman Albert mengangguk pelan, "Iya Nyonya, karena Anda akan keluar mansion maka penampilan Anda harus di samarkan."Lily mengangguk paham. Ia sudah sadar dengan itu, tidak masalah jika ia harus kembali di dandani seperti saat ia ke Mexico dulu. Lily paham dengan maksud Arsen.Waktu tidak terasa, berjalan dengan cepat begitu saja. Tepat pukul 5 sore, seseorang yang membawa baju dan akan mendandani Lily akhirnya datang."Maggie.." seru Lily saat wanita muda itu datang menemui Lily. "Aku merindukanmu, sudah lama.""Nyonya Lazcano, bagaimana kabarmu?" Tanya Maggie dengan senyuman manis di bibirnya. B
Lily dan Arsen menghabiskan makan malam mereka, kemudian mereka berbincang dan menikmati pandangan. Lily begitu senang dengan semua ini.Seorang pelayan membawakan segelas mocktail Blueberry Mojito dan menuangkan kembali wine di gelas Arsen yang sudah kosong.Lily merasa bingung karena minuman beralkohol berwarna agak kemerahan tersebut di simpan di hadapannya. "Aku tidak minum alkohol Arsen," seru Lily.Tentu saja tak akan pernah menyentuhnya lagi, apalagi kini ia sedang hamil, maka Lily merasa bingung mengapa Arsen memesankan minuman tersebut untuknya."Itu bukan cocktail, itu mocktail tidak mengandung alkohol sama sekali," jelas Arsen."Begitukah?" tanya Lily bingung karena ia memang tidak mengetahuinya.Arsen mengangguk pelan, "Ya.""Baiklah, aku akan meminumnya," seru Lily, kemudian ia mulai menyesapnya sedikit, dan rasanya benar-benar menyegarkan dimulutnya. "Ini enak." Gumamnya pelan.Tentu saja Arsen bukan orang bodoh yang akan memberikan sesuatu yang membahayakan bagi calon a
Arsen dan Lily kembali bincang saat rasa pusing Lily sudah benar-benar hilang. Banyak yang mereka bicarakan. Mulai dari hal yang tidak penting hingga penting.Arsen kembali menatap jam di tangannya, sudah terlalu larut malam. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Namun kali ini ia tidak akan mengajak Lily pulang ke mansion. Tapi apartemen Arsen yang berada tidak jauh dari sini. Karena Lily terlihat sudah sedikit mengantuk.Sudah lama mereka tidak kembali ke apartemen. Sedikit mengingatkan kenangan bagi Arsen, saat awal-awal kebersamaan mereka.Arsen mengajak Lily untuk meninggalkan restaurant. Mereka mulai melangkah meninggalkan tempat tersebut.Anak buahnya beserta General Manager hotel kembali menyambut mereka begitu keluar dari lift."Selamat jalan Mr.Lazcano," ucap GM hotel tersebut dengan ramah. Arsen hanya mengangguk sedikit.Saat mereka keluar dari pintu lobby menuju mobil mereka yang sedang terparkir ada beberapa tamu hotel yang baru saja datang.Lily segera mengikuti Ar
Maria keluar dari mobil dan mendekati Alonzo, terdapat sedikit darah dan luka lebam di wajah Alonzo membuat Maria sedikit panik."Kau tidak apa-apa Tuan?" tanya Maria panik dan khawatir."Aku baik-baik saja Maria, tidak usah khawatir," seru Alonzo menenangkan Maria, namun Maria tak dapat menahan air matanya, ia kembali menangis di hadapan Alonzo."Heyy, apa yang harus di tangisi aku baik-baik saja." Alonzo kembali berseru dan menghapus air mata di pipi Maria.Maria tak bisa berucap, ia hanya bisa terisak. Alonzo mengambil senjata ditangan Maria. "Tunggu sebentar, aku akan membereskan ini dahulu."Mata Maria membulat, ia mengerti apa maksud dari Tuannya tersebut. Bahwa ia akan menghabisi nyawa James dan teman-temannya."T-tuan.." lirih Maria, Alonzo langsung kembali menolehkan pandangannya pada Maria."Sudah Tuan, anda tidak harus mengotori tangan anda karena saya. Jangan bunuh mereka Tuan, aku mohon," pinta Maria dengan lirih.Alonzo menatap Maria dengan lembut, ia ingin mendengarkan
"Sashaaa...!!" Pekik Mike seraya menangkap tubuh Sasha yang ambruk supaya tidak jatuh ke lantai. Berkat kesigapan Mike Sasha tak terjatuh ke lantai, karena Mike berhasil menangkapnya.Riobard dan Camilio yang sedang mengobrol di dekat pintu masuk ruang meeting terkejut mendengar suara pekikan Mike. Dengan segera mereka mencari lokasi sumber suara dan segera berjalan cepat mendekati Mike dan Sasha.Sasha sudah dalam gendongan Mike saat Riobard dan Camilio datang menghampiri."Sasha kenapa Mike?" Tanya Camilio khawatir dan penasaran. Ia dapat melihat wajah Sasha yang tampak pucat. Begitu pula Riobard yang sedikit khawatir terlihat di wajahnya."Awalnya dia ikut kemari untuk bersenang-senang sedikit dengan Giu tapi mendadak ingat Tuan yang pernah memotong lengan Ken lalu dia mual dan malah pingsan!" Jelas Mike dengan sedikit panik."Bawa ke klinik saja Mike. Dokternya masih ada. Aku baru saja menengok Dante. Jeofre dan Alonzo tadi ke sana." Sahut Riobard dengan cepat."Baik, aku akan mem
Dengan perlahan Sasha melerai pelukan Mike, Mike tampak masih terlelap dalam tidurnya. Pagi sekali Mike sudah kembali ke kamar dan tidur di samping Sasha.Dengan perlahan Sasha mulai turun dari tempat tidurnya. Berusaha tak membangunkan Mike yang tampak raut kelelahan di wajahnya.Setelah mandi dan berpakaian rapi, Sasha segera ke dapur untuk menyiapkan sarapan untuk dirinya dan Mike.Sasha memanggang beberapa lembar roti kemudian menaruh potongan daging asap, potongan tomat, selada dan satu lembaran keju di tengahnya, kemudian menaruhnya di atas piring. Sasha juga mengambil semangkuk salad kesukaan Mike dan dua gelas jus apel. Semua itu ditaruh di atas meja dorong dan dibawanya ke dalam kamar.Saat memasuki kamar, terlihat Mike mulai terbangun."Jam berapa ini?" Tanya Mike dengan suara serak seraya mengucek matanya."Hampir jam sembilan pagi. Aku sudah menyiapkan sarapan untuk kita." jawab Sasha."Hmm.. kebetulan sekali, aku agak lapar." Jawab Mike sambil turun dari ranjang dan mende
Anggota inti Black Nostra segera memasuki helikopter. Arsen dan Mike terbang kembali ke New York memakai helikopternya yang lebih kecil sedangkan seluruh anak buahnya dan Giuseppe yang tertawan berada di dalam helikopter yang besar.Misi penumpasan Gio Bruscha terbilang sukses, meskipun ada 6 pengawal mereka yang tewas, bahkan Sam dan Dante terkena tembakan. Meskipun tidak parah.Yang terpenting adalah mereka telah menghancurkan Gio Bruscha dan menangkap Giuseppe hidup-hidup. Mereka akan mengintrogasi Giuseppe untuk memastikan tidak ada orang lain lagi dalam persekongkolannya untuk menjatuhkan Black Nostra.Arsen dan Mike duduk bersebelahan untuk mendiskusi penghargaan apa yang akan diberikan kepada beberapa pengawal yang tewas, termasuk memantau Richard membereskan urusan di Miami agar semuanya berjalan aman.Sementara di dalam helikopter, Dante tak henti-hentinya merintih dan mengomel, sesaat sebelum helikopter diterbangkan hingga mulai lepas landas."Aduh.. lenganku sakit sekali..
Arsen dan seluruh anggota inti Black Nostra telah sampai di hanggar tempat kedua helikopter diparkirkan. Jeofre dan Enrico segera menggotong Giuseppe ke dalam helikopter, sedangkan Riobard dan Alonzo memindahkan semua perlengkapan senjata ke dalam helikopter."Buka jasmu, Dante. Aku akan memeriksa lukamu," seru Camilio sambil membuka ikatan sapu tangannya di lengan Dante, lalu mengambil kotak P3K dan senter yang selalu tersedia di dalam setiap mobil.Saat masih di militer, Camilio sudah terlatih untuk mengobati luka secara darurat, baik itu luka tembak maupun luka tusukan dengan peralatan sederhana.Dante melepas jasnya dibantu oleh Pascoe dan tampak kemeja Dante yang berwarna putih, banyak noda darah di sekitar luka tembaknya pada lengan atas sebelah kanan.Dante duduk di atas kursi mobil van bagian tengah dekat pintu mobil dan Camilio berdiri di dekatnya.Camilio menarik sedikit kain lengan panjang Dante ke atas dan melalui lubang yang kena tembak itu Camilio memasukkan satu jariny
"Tuan, bagaimana dengan pria bernama Pierre itu? Alonzo mengatakan bahwa ia tak menemukan pria itu di markas Giu." Seru Mike pada Arsen sambil menolehkan wajahnya pada Arsen yang duduk di kursi belakang."Minta Pascoe untuk mencari tahu keberadaan Pierre, kemudian perintahkan Richard untuk menghabisinya. Ia terlalu berbahaya untuk Black Nostra. Karena ia tahu pasti kita lah dalang di balik penghancuran Gio Bruscha. Dia bisa menjual informasi ini ke siapapun." Jelas Arsen."Baik Tuan."Mike segera menekan tombol di earphonenya, dan menghubungi Pascoe."Pas, kau cari keberadaan Pierre. Apapun caranya, dia harus ditemukan, dan cepat kabari aku jika kau sudah menemukannya." Titah Mike pada Pascoe."Tunggu sebentar, Mike. Tidak mudah untuk menemukannya, namun aku yakin akan bisa menemukan dimana ia berada sekarang." Jawab Pascoe dengan sangat yakin.Di tempatnya Pascoe kembali mengotak-atik laptop miliknya dan berusaha mencari tahu keberadaan Pierre.Memang membutuhkan waktu yang cukup lam
Dengan langkah pasti tanpa ragu dan tanpa takut sedikit pun Carla mulai berjalan menuju pintu dengan pistol miliknya di genggaman tangan kanannya.Dirinya sudah diselimuti emosi yang memuncak atas kematian anak sulungnya. Dengan kuat ia mendorong pintu kamar mandi.Brakkk...Dan langsung mengarahkan pistol pada orang yang ada di hadapan suaminya. Ia sudah bersiap untuk menarik pelatuknya sedikit lagi peluru yang berasal dari pistol nya akan berpindah dan bersarang di kepala musuh yang berdiri tak jauh di hadapan suaminya.Telunjuknya mulai bergerak, dan..Dorrr ....Carla terjatuh ke lantai dengan kepala yang berlubang dan mengeluarkan darah segar.Peluru Mike sudah lebih dulu sampai di kepalanya sebelum ia berhasil menarik pelatuk pistolnya."Carlaaaaaa!!!" Pekik Giuseppe seraya menghampiri tubuh Carla yang sudah terbaring tak bernyawa.Giuseppe mengeratkan genggaman tangannya menahan emosi nya. Belum reda ia mendengar kematian anaknya yang merupakan penerusnya, kini di hadapannya ia
Saat pintu kamar mandi terbuka tiba-tiba saja sebuah senjata api laras panjang terlihat dan membidik ke arah Arsen. Dan...Dorrr...Brukkk!!Dorrr... Camilio dengan sigap menembak kepala si penembak hingga ia jatuh terpental ke lantai dan tewas seketika.Arsen sempat terkesiap, namun ia segera menolong berjongkok mengecek kondisi Dante yang langsung menghadang tembakan yang ditujukan padanya."Duhhh sakitttt.." Lirih Dante seraya menyentuh lengan kanannya dengan tangan kirinya."Coba ku periksa lukamu." Seru Camilio. Kemudian melihat luka pada lengan Dante. Arsen pun hanya memperhatikan.Kemudian Arsen memerintahkan Mike untuk mengecek musuh yang ternyata anak Giu yang pertama."Peluru hanya masuk 2.5cm sampai 3cm saja Dante. Tak usah cengeng seperti itu." Seru Camilio setelah mengecek keadaan luka Dante kemudian mulai membalut luka Dante dengan sapu tangan miliknya agar pendarahannya tak keluar banyak."Hanyaaa?? Kau bilang hanya hah?? Ini sakit!!" Gerutu Dante.Camilio hendak menjaw
Mike mulai memerintahkan seluruh anak buahnya untuk mulai mendekati mansion Giu dengan perlahan dan sembunyi-sembunyi.Mereka lakukan pun tidak langsung bersamaan. Agar pergerakan mereka tak diketahui.Arsen pun mulai keluar dari dalam mobil dan ikut mengamati. Ia sudah menyiapkan dua buah pistol di balik jasnya. Ia akan ikut turun tangan untuk menghadapi Giuseppe Bruscha. Pria tua yang sudah berani-beraninya mengusiknya dan Black Nostra."Bagaimana?" Tanya Arsen."Semua sudah menuju posisi mereka masing-masing, kita hanya perlu menunggunya sebentar lagi." Jelas Mike.Arsen mengangguk pelan, kemudian menatap mansion Giu yang akan mereka ratakan sebentar lagi.Rasanya Arsen sudah sangat tidak sabar ingin segera meratakannya saat ini juga. Namun, rasanya tidak akan menyenangkan jika Giu mati dengan mudah begitu saja.Arsen harus membalas atas semua yang sudah Giu lakukan pada keluarganya dan Black Nostra.Begitupula dengan Mike. Ia menyimpan dendam pada Giuseppe yang rupanya membuat Mor
Tepat pukul 00.30 kedua team berangkat menuju tempat tujuan mereka masing-masing dengan menggunakannya beberapa mobil. Team A menuju mansion Giuseppe, dan team B yang dipimpin oleh Alonzo menuju markas Gio Bruscha.Jarak antara markas sementara mereka dengan mansion dan markas Gio Bruscha memang lumayan agak jauh, hingga membutuh waktu hampir sejam untuk sampai di sana. Pascoe berada di dalam mobil Van ditemani oleh Enrico.Mobil Van tersebut sudah dirancang sedemikian rupa, dilengkapi dengan segala peralatan yang Pascoe butuhkan untuk bekerja.Mobil dikemudikan oleh seorang supir, Enrico membantu Pascoe mengawasi dua buah layar laptop yang memperlihatkan markas dan mansion Giuseppe.Pascoe terus memberi informasi kepada seluruh rekannya melalui earphone."Hanya 2 orang penjaga di gerbang depan markas. Sisanya di dalam, tidak terlalu banyak, di belakang hanya ada satu orang." Seru Pascoe."Noted! Thank you, Pas!" Seru Alonzo di dalam earphone."No problem!""Mansion, tiga orang penjag