POV Anggun"Aw, sakit, Mas!" teriakku sambil menangis. Tarikan tangan Mas Kenzie di rambutku, membuat kepalaku benar-benar terasa sangat sakit.Seketika, Mas Kenzie melepaskan tangannya dari rambutku"Aaarrrggghhh!" Mas Kenzie berteriak frustasi, lalu memukul tembok dengan kuat menggunakan kepalan tangannya.Aku yakin, hati Mas Kenzie saat ini hancur setelah mengetahui perselingkuhanku. Terlihat dari air mata yang menetes dari sudut matanya. Tak lama, Mas Kenzie pergi membawa tas besarnya dan meninggalkanku begitu saja.Aku sedikit lega, akhirnya Mas Kenzie pergi juga dari rumahku. Dengan sisa tenaga yang aku miliki, aku berusaha untuk berdiri.Aku memandang wajahku di depan cermin. Bekas tamparan dari tangan Mas Kenzie masih terlihat jelas jejak merahnya di pipiku. Juga bekas cekikan dileher ku, terlihat kemerahan dan sedikit nyeri. Aku tak menyangka, perselingkuhan yang selama ini aku tutupi dengan sangat rapi, akhirnya terbongkar sudah.Untung saja, lelaki pecundang yang tadinya be
"Hallo, Mas. Kamu dimana?" tanyaku pada Mas Rian setelah sambungan telepon terhubung.["Aku lagi kerja, Sayang. Ada apa?"] jawab Mas Rian."Apa kamu gak bisa libur? Aku sekarang lagi sakit, anak-anak gak ada yang urus," kataku.["Gak bisa, Sayang. Hari ini aku ada rapat sama bos aku. Lagian, Sesil hari ini ngajak ke dokter kandungan juga,"] jawab Mas Rian.Aku mendengkus kesal, lalu segera mematikan sambungan telepon secara sepihak. Itu salah satu kekurangan Mas Rian, tak pernah perhatian padaku dan juga anak-anakku. Hanya uangnya saja yang selalu mengalir jika aku butuhkan. Lagi pula, Mas Rian masih mempunyai seorang istri. Apalagi, istrinya saat ini tengah mengandung. Tentulah ia akan lebih mementingkan istrinya dulu. Beginikah nasib menjadi seorang wanita simpanan? Saat awal menikah dengan Mas Kenzie pun begitu, aku selalu saja dinomor duakan.Aku segera memesan makanan di aplikasi online. Kasian anak-anakku, jam segini belum makan, karena jam di dinding sudah menunjukkan pukul 10.
"Iya, Ma. Aku masih ingat," jawabku lesu."Ah sudahlah, kepala Mama mendadak pusing kalau ingat ulah kamu dulu," kata Mama sambil memijit pelipisnya."Ma, aku mohon, Mama jangan ungkit lagi masa lalu aku. Aku tahu aku salah, tapi mau bagaimana lagi. Semua sudah terjadi," kataku."Mama juga malas bahasnya. Tapi, gak tahu lah, sampai sekarang Mama masih selalu kepikiran. Apalagi Papa kamu, sampai sekarangpun dia gak mau lagi nyebut nama kamu," kata Mama.Gara-gara kesalahanku dimasa lalu itu, Papa memang sangat membenciku. Bahkan, Papa tak mau melihatku hingga detik ini. Begitu juga dengan Kak Reno kakakku, ia sama seperti Papa. Menanyakan kabarku pun, ia tak pernah. Aku seperti dibuang oleh keluarga itu, hanya Mama saja yang masih mau peduli padaku. Meskipun sikap Mama masih ketus, tapi, aku yakin Mama masih begitu sayang padaku."Clara, sini Sayang. Oma kangen," kata Mama melihat Clara yang sudah selesai menghabiskan satu botol susu formula yang tadi aku buatkan."Ya ampun, badan Clar
Setelah kepergian Mama membawa pulang kedua anakku, aku segera bersiap-siap untuk pergi ke butik.Ting!Satu pesan masuk ke dalam ponselku, saat aku sedang mengunci pintu rumah. Aku mengambil ponsel milikku di dalam tas kecil yang aku bawa. Ternyata pesan dari Mas Rian. Sudah satu Minggu tak ada kabar, akhirnya ia mengirim pesan untukku.["Sayang, gimana kabar kamu?] bunyi pesan dari Mas Rian.["Aku baik, Mas. Kamu sendiri gimana? Kenapa baru ngasih kabar?"] balasku.["Maaf, minggu-minggu ini aku sibuk ngurusin Sesil yang lagi manja banyak maunya. Kita ketemuan yuk, aku kangen nih,"] balasan pesan dari Mas Rian. Sebal rasanya, jika Mas Rian menyebut nama istrinya itu, tapi, hati ini seketika berbunga kala Mas Rian bilang kangen padaku.Setelah menentukan tempat untuk bertemu, aku melanjutkan langkah menuju mobilku. Sebelum bertemu dengan Mas Rian nanti, aku ingin membuka butik dulu. Karena aku dan Mas Rian sudah janjian, akan bertemu sore nanti.☘️Sore ini, seperti janji Mas Rian pag
POV Naya💐Entah sudah berapa banyak tamu undangan yang menyalamiku dan Mas Sony, seperti tak ada habis-habisnya. Tangan dan kakiku juga sudah terasa sangat pegal berdiri di pelaminan ini. Belum lagi, kami harus melayani setiap tamu undangan yang ingin mengabadikan momen ini dengan berfoto bersama kami. Tapi tak apalah, rasa lelah ini tak ada artinya, jika dibandingkan dengan kebahagiaan yang aku dapatkan saat ini.Mataku menyipit, saat melihat ada Mas Kenzie diantara deretan tamu undangan yang sedang mengantri untuk menyalami kami. Meskipun kepalanya menunduk, aku masih bisa mengenalinya. Bagaimana tidak, kami sudah pernah hidup bersama hingga hampir 8 tahun lamanya. Dan kini, kami telah berpisah dan menjalani hidup masing-masing.Berbeda denganku, kehidupan Mas Kenzie terlihat sangat memprihatinkan saat ini. Entah apa yang terjadi padanya setelah kami berpisah dulu. Karena aku sendiri, kini telah menemukan kebahagiaanku. Mungkin, ini sudah menjadi garis takdir yang Tuhan berikan un
Setelah tamu undangan sudah mulai sepi, seorang pria dan seorang wanita paruh baya menghampiri Bu Maysaroh. Lalu seperti sedang bicara serius dengan beliau. Tak lama, mereka beralih ke arah Mas Sony dan juga aku."Selamat ya, Son. Papa ikut bahagia dengan pernikahan kamu. Terima kasih, karena kamu masih mau mengundang kami ke acara ini. Papa pikir, kamu sudah gak mau lagi kenal dengan kami," ucap pria itu pada Mas Sony sambil mengulurkan tangannya pada Mas Sony. Mas Sony sendiri tersenyum, lalu menjabat tangan pria itu. Entah mengapa, seperti ada sesuatu yang pernah terjadi diantara mereka. Terlihat dari raut wajah wanita yang kutaksir adalah istri dari pria yang bersalaman dengan Mas Sony saat ini. Wajah wanita paruh baya itu terlihat sendu, dan entahlah, aku tak bisa mengartikan tatapannya pada Mas Sony saat ini.Dan pria itu membahasakan dirinya sebagai —Papa. Atau jangan-jangan?"Sama-sama, Pa. Semua sudah berlalu, lagi pula itu bukan kesalahan kalian," jawab Mas Sony."Selamat y
"Nay, ditanya kok malah melamun? Apa mau aku mandiin?" tanya Mas Sony lagi."Eh, i ... iya, Mas. Eh, maksud aku gak perlu. Ya udah, Mas, aku mau mandi dulu," jawabku salah tingkah, lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi.Mas Sony sendiri hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lalu berjalan ke arah ranjang tempat tidur.Aku membasahi tubuhku dengan air dingin yang mengalir dari atas shower. Badan yang tadinya terasa sangat pegal dan juga lelah akhirnya kembali segar kembali. Setelah selesai mandi, aku segera memakai baju piyama tidur. Aku sengaja membawa baju ganti ke kamar mandi. Malu rasanya, jika berganti baju di depan Mas Sony.Meskipun kami telah resmi menjadi suami istri, tapi, masih ada sedikit kecanggungan bila berada dekat dengan Mas Sony. Sebenarnya, Siska menyuruhku untuk memakai lingerie yang sengaja ia belikan untukku pada malam ini. Tapi, aku malu. Takut jika Mas Sony berpikir macam-macam tentangku.Ceklek!Aku membuka pintu kamar mandi perlahan, Mas Sony langs
"Sabar ya, Mas," ucapku pada Mas Sony."Pusing, Nay. Digantung itu rasanya gak enak," jawab Mas Sony lirih dengan wajah sedih.Melihat wajah sedih Mas Sony, rasanya aku ingin sekali tertawa saat ini. Tapi, aku berusaha untuk menahan tawaku, takut jika Mas Sony tersinggung nantinya. Tapi Disisi lain, aku juga kasihan dengan Mas Sony yang pastinya sudah sangat berat di ujung itu. Hihihi ..."Mama, besok kalau kita liburan ke Paris, kita ke menara Eiffel ya, Ma?" ucap Zahra."Iya, Sayang. Memang Zahra udah pernah ke sana?" tanyaku."Belum, Ma. Zahra pernah lihat di tivi," kata Zahra."Cuma Mama aja yang diajak, Papa enggak?" tanya Mas Sony yang masih menunjukkan wajah sebalnya."Hmm ... kalau Papa mau ikut boleh deh," jawab Zahra tersenyum."Kayaknya, pas ke Paris nanti Zahra gak usah ikut deh. Zahra kan harus sekolah," kata Mas Sony menaikkan sebelah alisnya."Kan Zahra bisa minta izin sama Bu guru," jawab Zahra polos."Nanti kalau Zahra ketinggalan pelajaran gimana?""Tenang aja, Pa. Z