Setelah tamu undangan sudah mulai sepi, seorang pria dan seorang wanita paruh baya menghampiri Bu Maysaroh. Lalu seperti sedang bicara serius dengan beliau. Tak lama, mereka beralih ke arah Mas Sony dan juga aku."Selamat ya, Son. Papa ikut bahagia dengan pernikahan kamu. Terima kasih, karena kamu masih mau mengundang kami ke acara ini. Papa pikir, kamu sudah gak mau lagi kenal dengan kami," ucap pria itu pada Mas Sony sambil mengulurkan tangannya pada Mas Sony. Mas Sony sendiri tersenyum, lalu menjabat tangan pria itu. Entah mengapa, seperti ada sesuatu yang pernah terjadi diantara mereka. Terlihat dari raut wajah wanita yang kutaksir adalah istri dari pria yang bersalaman dengan Mas Sony saat ini. Wajah wanita paruh baya itu terlihat sendu, dan entahlah, aku tak bisa mengartikan tatapannya pada Mas Sony saat ini.Dan pria itu membahasakan dirinya sebagai âPapa. Atau jangan-jangan?"Sama-sama, Pa. Semua sudah berlalu, lagi pula itu bukan kesalahan kalian," jawab Mas Sony."Selamat y
"Nay, ditanya kok malah melamun? Apa mau aku mandiin?" tanya Mas Sony lagi."Eh, i ... iya, Mas. Eh, maksud aku gak perlu. Ya udah, Mas, aku mau mandi dulu," jawabku salah tingkah, lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi.Mas Sony sendiri hanya tersenyum sambil menggelengkan kepalanya. Lalu berjalan ke arah ranjang tempat tidur.Aku membasahi tubuhku dengan air dingin yang mengalir dari atas shower. Badan yang tadinya terasa sangat pegal dan juga lelah akhirnya kembali segar kembali. Setelah selesai mandi, aku segera memakai baju piyama tidur. Aku sengaja membawa baju ganti ke kamar mandi. Malu rasanya, jika berganti baju di depan Mas Sony.Meskipun kami telah resmi menjadi suami istri, tapi, masih ada sedikit kecanggungan bila berada dekat dengan Mas Sony. Sebenarnya, Siska menyuruhku untuk memakai lingerie yang sengaja ia belikan untukku pada malam ini. Tapi, aku malu. Takut jika Mas Sony berpikir macam-macam tentangku.Ceklek!Aku membuka pintu kamar mandi perlahan, Mas Sony langs
"Sabar ya, Mas," ucapku pada Mas Sony."Pusing, Nay. Digantung itu rasanya gak enak," jawab Mas Sony lirih dengan wajah sedih.Melihat wajah sedih Mas Sony, rasanya aku ingin sekali tertawa saat ini. Tapi, aku berusaha untuk menahan tawaku, takut jika Mas Sony tersinggung nantinya. Tapi Disisi lain, aku juga kasihan dengan Mas Sony yang pastinya sudah sangat berat di ujung itu. Hihihi ..."Mama, besok kalau kita liburan ke Paris, kita ke menara Eiffel ya, Ma?" ucap Zahra."Iya, Sayang. Memang Zahra udah pernah ke sana?" tanyaku."Belum, Ma. Zahra pernah lihat di tivi," kata Zahra."Cuma Mama aja yang diajak, Papa enggak?" tanya Mas Sony yang masih menunjukkan wajah sebalnya."Hmm ... kalau Papa mau ikut boleh deh," jawab Zahra tersenyum."Kayaknya, pas ke Paris nanti Zahra gak usah ikut deh. Zahra kan harus sekolah," kata Mas Sony menaikkan sebelah alisnya."Kan Zahra bisa minta izin sama Bu guru," jawab Zahra polos."Nanti kalau Zahra ketinggalan pelajaran gimana?""Tenang aja, Pa. Z
Setelah menempuh perjalanan hampir setengah jam, akhirnya kami tiba di rumah. Kami segera masuk ke dalam rumah untuk mengistirahatkan diri karena tubuh masih terasa lelah setelah acara pernikahan kami berakhir semalam.Sebelum istirahat, kami semua menyempatkan diri untuk sarapan pagi bersama."Mas, yang semalam datang ke pesta pernikahan kita itu, mantan mertua kamu ya?" tanyaku pada Mas Sony, saat kami sudah berada di dalam kamar."Iya, Nay. Hubungan kami memang sedikit rumit, apalagi setelah aku resmi bercerai, mereka seperti menjauh. Bukan menjauh karena benci, tapi, karena mereka merasa malu dan merasa bersalah sama aku. Aku sama Ibu sih biasa aja, karena menurut kami mereka gak bersalah," jelas Mas Sony sambil membaringkan kepalanya di atas kedua pahaku. Saat ini, kami sedang berada di atas ranjang tempat tidur."Tapi, sepertinya mereka bukan orang biasa ya, Mas?""Iya, Nay. Mereka itu pengusaha, punya beberapa bisnis juga. Maaf ya, Nay, aku dan Ibu kemarin memang sengaja undang
POV AnggunđžDengan tangan gemetar, aku menghidupkan mobilku. Dan dengan tegesa, aku mengemudikan mobil untuk secepatnya pergi dari hotel ini. Kepalaku mendadak pusing, masalah satu baru hilang, kini justru malah timbul satu masalah baru lagi. Kalau sudah begini, bagaimana dengan nasib hidupku nanti?Aku yakin, setelah ini, pasti Mas Rian akan menjauhiku. Kalau sudah begitu, siapa lagi yang akan memberikan nafkah untukku? Lagi pula, kenapa Sesil tiba-tiba bisa mengetahui keberadaanku dengan Mas Rian? Sebelumnya, aku memang mewanti-wanti agar jangan sampai hubunganku dengan Mas Rian sampai terendus oleh istrinya itu. Apa mungkin, Mas Rian melakukan sebuah kebodohan hingga Sesil tahu hubungan kami?Selama lebih dari dua tahun aku menjalani hubungan dengan Mas Rian, kami selalu pandai menutupi hubungan ini dari Mas Kenzie dan juga Sesil. Sebelumnya, aku memang sudah mempersiapkan diri jika seandainya hubungan kami sampai terbongkar. Tapi, aku tak pernah membayangkan jika hubungan kami t
["Oh ya, malam ini biar Chaca sama Clara nginep di sini dulu ya? Biar Papa kamu lebih dekat dengan mereka. Siapa tahu, lama-lama Papa kamu bisa luluh dan mau menerima kamu kembali,"] kata Mama."Iya, Ma. Terserah Mama aja gimana baiknya. Semoga aja Papa benar-benar mau menerima aku kembali."["Iya, Mama sih maunya gitu. Pokoknya, kamu jangan bikin ulah aneh-aneh lagi. Inget pesan Mama ya?"] nasehat Mama."Baik, Ma. Aku inget kok," jawabku.["Ya sudah kalau gitu, Mama tutup dulu telponnya."]Setelah mengucap salam, Mama langsung menutup sambungan teleponnya. Setelahnya, aku langsung membaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Mendengar nasehat dari Mama tadi, sepertinya ada benarnya juga. Apa salahnya jika aku memperbaiki diri? Mungkin, jika aku benar-benar bisa menjadi wanita yang baik, Papa bisa kembali menerimaku kembali. Dengan begitu, aku tak perlu lagi hidup susah seperti ini.Usaha butikku semakin hari semakin sepi. Tadi siang saja, hanya ada satu orang pembeli setelah aku buka s
Rista lah dulu yang pertama kali mengenalkan aku pada Mas Jodi, hingga akhirnya kami menjalin hubungan secara diam-diam di belakang mantan suamiku. Dan kini, kebenaran mulai terungkap, aku yakin, Rista dan Mas Jodi telah bersekongkol untuk menghancurkan hidupku dulu.Tapi, apa yang membuat Rista begitu tega mengkhianati persahabatan kami? Padahal dulu kami adalah teman dekat yang kemanapun selalu pergi bersama. Bahkan, aku tak pernah perhitungan soal uang dengan Rista. Seringkali Rista meminjam sejumlah uang padaku, dan aku selalu memberikan tanpa sekalipun menagihnya. Aku mengikhlaskan berapapun uang yang telah dipinjam oleh Rista padaku.Lagi pula, aku yang terlahir dari keluarga yang berkecukupan tak pernah merasakan hidup kekurangan. Apalagi, dulu aku memiliki suami kaya raya, yang bisa memberikan apapun yang aku mau. Tapi kini, hidupku benar-benar hancur berantakan. Semua ini gara-gara aku tertipu oleh rayuan manis dari Mas Jodi. Andai saja, dulu aku tak pernah bertemu dengan Ma
Hanya satu yang tak aku dapatkan, perhatian. Mantan suamiku dulu terlalu sibuk dengan pekerjaannya, hingga jarang memiliki waktu untukku. Ia juga sedikit cuek, dan tak pernah bersikap romantis padaku. Itulah mengapa aku bisa berpaling darinya dan memilih kabur bersama Mas Jodi.Mas Jodi pria yang manis, penyayang dan juga romantis. Itulah mengapa aku dulu sangat mencintainya dan memilih untuk berpaling dari mantan suamiku.Ting!Satu pesan masuk di ponselku. Ternyata dari Andre, orang yang sengaja aku suruh untuk mencari tahu tentang Mas Jodi dan juga Rista.["Bu, saya sudah dapat informasi mengenai Jodi dan juga Rista,"] pesan dari Andre.["Bagus. Cepat juga kerja kamu, terus apa informasi yang kamu dapat?"] balasku.["Dari informasi yang saya dapat, mereka itu suami istri, tapi belum punya anak.]Aku tersenyum kecut, membaca pesan dari Andre. Ternyata, diam-diam mereka sudah menikah. Hingga membuat aku semakin yakin dengan perbuatan jahat mereka padaku di masa lalu.["Baiklah, itu s
âď¸Dan hari yang ditunggu-tunggu pun akhirnya tiba juga. Sony dan Naya memutuskan untuk merayakan ulang tahun Zahra di hotel bintang lima. Sebab, di acara ulang tahun Zahra kali ini, Sony dan Naya mengundang semua karyawan di perusahaannya tanpa terkecuali.Tema perayaan ulang tahun Zahra kali ini bernuansa Mickey mouse. Sesuai dengan tokoh Disney kesukaan Zahra. Zahra merasa sangat senang, sebab setiap keinginannnya selalu dipenuhi oleh Papa dan Mamanya. Dan yang lebih membuat Zahra bahagia, akhirnya ia bisa mengundang Anggun yaitu Mama kandung yang mulai ia sayangi itu."Selamat ulang tahun, cucu Oma dan Opa," ucap Bu Hanin yang didampingi oleh Pak Abu. Bu Hanin dan Pak Abu mencium Zahra secara bergantian."Terima kasih, Pak, Bu, karena kalian semua sudah datang," ucap Bu Maysaroh."Sama-sama, Bu. Kami sangat senang, karena kalian mau mengundang kami," ucap Bu Hanin.Ucapan Bu Hanin sebenarnya tulus. Tapi bagi keluarga Bu Maysaroh justru terdengar seolah sindiran bagi mereka. Mereka
âď¸POV AuthorSony memandang wajah Naya yang sedang tertidur pulas sambil memeluk kedua anaknya, Adam dan Aisyah. Di tangan kanan Naya ada Adam dan di tangan kirinya Aisyah. Belum lagi, ada Zahra yang ikut-ikutan tertidur pulas di samping adiknya, Aisyah. Naya tertidur pulas dengan wajah yang terlihat sangat kelelahan. Mulutnya terlihat sedikit terbuka, dan terdengar suara dengkuran halus keluar dari mulutnya. Membuat Sony terkekeh kecil melihat posisi tidur Naya yang menurutnya terlihat lucu itu.Sony mengabadikan momen tidur istri dan anak-anaknya dengan kamera ponsel miliknya. Foto itu akan Sony simpan sebagai kenangan jika di kantor Sony merasa rindu dengan keluarganya di rumah. Bagi Sony, Naya tetap terlihat cantik meskipun dalam kondisi jelek sekalipun.Pastilah tak mudah bagi Naya untuk mengurus ketiga buah hatinya. Seperti saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 23.00 malam. Tapi, ketiga anak Sony dan Naya baru tertidur setelah puas bermain. Dan tanpa sadar, Naya pun ikut keti
âď¸Hari ini, adalah hari putusan sidang tentang kasus meninggalnya Maryam. Aku datang didampingi oleh Bapak mertua. Beberapa kali sidang, kami sempat membawa Ibu mertua. Tapi, beliau sering mengamuk jika bertemu dengan pelaku. Setiap jalannya sidang, orang tua Maryam memang selalu menyempatkan untuk hadir di persidangan.Mereka sama denganku, ingin tahu tentang perkembangan kasus Maryam. Berulang kali, Ibu dan Bapak mengucapkan terima kasih padaku setelah mengetahui tentang fakta bahwa Maryam pernah mengalami pemerkosaan oleh pelaku. Mereka mengucapkan terima kasih sebab aku telah menerima Maryam apa adanya. Sebab selama ini, aku dan Maryam memang menutup rapat tentang aib itu.Saat sidang sebelumnya, aku membeberkan tentang kasus perkosaan yang diterima Maryam di masa lalu, untuk menambah berat masa hukuman yang diterima oleh pelaku. Itulah sebabnya orang tua Maryam bisa mengetahui fakta yang sesungguhnya. Karena hanya akulah saksi kunci. Aku juga menyerahkan buku diary milik Maryam
âď¸Mataku tertuju pada lembar halaman tulisan Maryam yang terakhir. Sebab pada catatan itu, tertulis jelas namaku. Mataku langsung memanas, membaca tulisan Maryam yang ditujukan untukku.Ungkapan hatiku untuk Mas KenzieMas Kenzie, aku mencintaimu dengan segala kekuranganmu.Terima kasih telah mencintaiku.Terima kasih telah menyayangiku.Terima kasih telah menjagaku.Terima kasih telah menjadi pelindung untukku.Terima kasih telah menjadi penyelamat hidupku.Terima kasih telah menerima segala kekuranganku.Terima kasih atas cinta tulusmu.Dan masih banyak ucapan terima kasih lainnya yang tak bisa aku ungkapkan untukmu.Kamu lelaki kedua yang ada di dalam hatiku setelah Bapak.Aku memintamu, Mas.Dan cinta ini, akan aku bawa sampai mati ....Begitulah isi cacatan terakhir Maryam di buku diary miliknya. Membuat air mataku seketika mengalir deras. Dada ini semakin sesak dibuatnya. Dan ternyata, bukan hanya itu saja. Masih banyak catatan lain yang berisi tentang diriku. Semua Maryam ceri
âď¸"Pak, Bu, maafkan saya. Sebab saya tidak bisa menjaga Maryam dengan baik," ucapku menunduk.Saat ini, kami semua sudah berada di rumah. Kami semua saat ini sedang berkumpul di ruang tamu."Sudah, Ken. Ini sudah jadi takdir Tuhan. Meskipun saya kecewa, tapi semua tak akan merubah keadaan," ucap Bapak."Lalu, bagaimana dengan pelaku yang sudah mencelakai Maryam? Apa sudah tertangkap?" tanya Bapak."Sudah, Pak. Kemarin, pelaku sudah diamankan oleh pihak kepolisian," jawabku."Syukurlah, setidaknya, pelakunya harus dihukum sesuai dengan perbuatannya pada anak kami," ucap Bapak."Kami sangat berterima kasih sama kamu, Ken. Karena selama ini sudah bertanggung jawab membahagiakan anak kami. Hampir setiap hari, Maryam telepon kami. Maryam selalu menceritakan tentang kamu," ucap Bapak dengan suara serak."Benarkah?" tanyaku lirih.Aku tak menyangka, Maryam selalu menceritakan tentang aku pada Bapak dan Ibu. Padahal, selama ini Maryam sama sekali tak pernah bercerita padaku. Bahkan, Maryam h
âď¸Aku masih menunggu di luar ruangan ICU dengan cemas. Perasaanku bercampur aduk. Dalam hati tak henti-hentinya melantukan doa untuk kekasih hatiku yang saat ini sedang berjuang nyawa.Dini yang berada di sampingku mengusap pundakku pelan. Seolah memberikan aku dukungan agar tetap kuat. Tak sengaja aku melirik ke arah Dini, ternyata adikku itu sudah menitikkan air mata."Kenzie!" panggil suara yang sepertinya tak asing. Lalu aku menoleh ke arah sumber suara itu."Bapak, Ibu," ucapku. Ternyata orang tua Maryam baru tiba di rumah sakit.Semalam, aku telah menceritakan perihal kejadian ini pada kedua mertuaku. Dan malam ini, sepertinya mereka baru tiba. Karena memang jarak dari kampung halaman mereka untuk sampai di kota ini cukup jauh."Gimana keadaan Maryam, Ken?" tanya Ibu yang terlihat sudah berlinang air mata.Aku menundukkan kepala, tak sanggup untuk menceritakan tentang kondisi Maryam saat ini. Pastilah perasaan mereka sama hancurnya denganku jika tahu bagaimana keadaan Maryam sa
"Bagaimana, Ken? Apa benar, polisi sudah menangkap pelakunya?" tanya Ibu tak sabar, saat aku baru tiba di rumah sakit."Benar, Bu. Pelakunya sudah tertangkap," jawabku lirih sambil duduk di kursi tunggu depan ruangan Maryam saat ini dirawat."Terus, siapa pelakunya?"Sulit rasanya, untuk menjawab pertanyaan dari Ibu. Aku tak mungkin menceritakan secara detail tentang kasus ini pada Ibu. Yang ada, Ibu akan berpikir macam-macam tentang Maryam. Biarlah, aib Maryam dimasa lalu cukup aku saja yang tahu."Ken, kok gak jawab pertanyaan Ibu?""Aku gak kenal dengan pelakunya, Bu.""Aneh, kalau gak kenal, kenapa bisa kejadian begini? Apa jangan-jangan, pelakunya itu selingkuhan Maryam?" tanya Ibu yang seketika membuatku terkejut sekaligus marah."Bu, bisa gak, Ibu gak menuduh Maryam yang aneh-aneh. Maryam sekarang lagi kritis, Bu. Lagi berjuang antara hidup dan mati, jadi tolong, jangan berpikir negatif dengan Maryam!" ucapku tak terima."Loh, Ibu kan cuma bertanya, apa salahnya? Lagian kamu it
âď¸"Arrghh ... !" Aku berteriak kesetanan saat para polisi memegangi tubuhku untuk menjauh dari dua orang biadab itu."Pak, tenang, Pak!" teriak salah seorang polisi yang sedang memegangi ku. Tapi, aku tetap berusaha ingin lepas dan maju untuk menghajar pelaku yang sudah membuat istriku terluka. Bahkan, saat ini istriku sedang bertaruh nyawa di ranjang rumah sakit. Itu semua akibat ulah pria biadab itu.Pak polisi menyeret tubuhku dengan paksa untuk menjauh dan keluar dari ruangan tadi. Aku benar-benar tak bisa mengendalikan amarahku. Bagaimana tidak, salah satu pria yang duduk itu wajahnya masih sangat aku kenali. Dia adalah Dion. Mantan pacar Maryam yang dulu pernah bertengkar denganku.Dan aku yakin, pria paruh baya yang duduk di samping Dion itu adalah Ayahnya. Pria bejat yang sudah memperkosa Maryam dulu. Hingga membuat Maryam depresi dan hampir bunuh diri.Aku terduduk di sebuah kursi dengan pikiran kacau balau. Antara emosi, marah, dan juga dendam. Rasanya belum puas, jika belu
âď¸"Ken, gimana keadaan Maryam?" tanya Ibu yang baru datang bersama Dini. Aku sendiri masih duduk di depan ruang ICU, karena kondisiku juga ikut melemah setelah melakukan pendonoran darah untuk Maryam."Maryam masih kritis, Bu," jawabku lemah.Hingga saat ini, keadaan Maryam memang belum menunjukkan kemajuan. Maryam masih kritis dan belum juga sadarkan diri."Memangnya, apa yang terjadi, Ken? Kenapa bisa seperti ini?""Ceritanya panjang, Bu. Intinya ada orang jahat yang mau mencelakakan kami. Maryam bisa seperti ini juga karena aku, Bu. Maryam ... sudah menyelamatkan nyawa aku, Bu," jelasku dengan suara serak. Tak lama, air mata keluar dari sudut mataku.Aku memang benar-benar tak bisa lagi menahan kesedihan. Aku benar-benar sangat takut. Takut jika Maryam meninggalkan aku. Kami belum lama menikah, tapi, begitu banyak cobaan yang datang silih berganti. Dan puncaknya, inilah cobaan terberat dan yang paling menakutkan untukku.Aku takut ....Takut jika Maryam sampai pergi meninggalkan k